Festival Gong kebyar
Festival Gong Kebyar merupakan salah satu aktivitas dalam format lomba sebagai salah satu penggalian, pelestariaan serta pengembangan nilai-nilai budaya Bali khususnya dibidang seni karawitan melalui media Gong Kebyar. Festival ini diselenggarakan secara resmi oleh pemerintah secara rutin pada tiap-tiap tahun terkait dengan pelaksanaan Pesta Kesenian Bali(PKB).
Kegiatan festival atau biasanya sering disebut mebarung adalah suatu bentuk kegiatan yang mempertemukan beberapa group atau sekaa gong untuk menunjukkan hasil kreatifitas dari para seniman serta kepiawaiannya dalam memainkan gambelan gong kebyar. Kegiatan ini telah berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama dan dilaksanakan sebagai salah satu ajang untuk menampilkan puncak-puncak karya seni para seniman karawitan dan tari. Even ini menjadi sangat prestesius karena terjadi suatu persaingan yang sangat ketat dari para peserta yang mengikuti.ketatnya persaingan yang terjadi dikalangan seniman yang terlibat sebagai kontestan tentunya akan berdampak positif bagi para seniman sehingga selalu dituntut untuk meningkatkan kwalitas dari kreativitas seninya.
Dari tahun-ketahun garapan komposisi kreasi baru selalu menghiasi gambelan Gong kebyar baik dalam bentuk kekebyaran, pepanggulan maupun sebagai pengiring tari-tarian. Banyak eksplorasi dalam gambelan Gong Kebyar yang diangkat kepermukaan dan memberikan warna baru dalam penyajiaannya. Rutinitas yang terjadi dalam penyelenggaraan festival gong kebyar sangat memeras daya kreativitas para seniman.
2.2 Permasalahan yang terjadi dalam festival gong kebyar PKB
Lomba gong kebyar sepertinya tak pernah absen dalam Pesta Kesenian Bali(PKB). Yang menarik, ajang lomba ini mendapat sambutan yang luar biasa dari semua Kabupaten di Bali. Mereka tak segan-segan meneluarkan dana ratusan juta untuk membiayai sekaa yang mewakilinya. Tentunya dana ratusan juta ini membuat iri kesenian lainnya yang juga mendukung acara PKB. Sebab, dalam hal dana, jenis kesenian yang lainnya menjadi dianak tirikan. Mengenai besar dana hingga ratusan bahkan beberapa ratus juta rupiah itu, tak hanya dipakai untuk membiayai latihan, membeli kostum yang wah bagi setiap penabuh, mendatangkan pelatih dari luar kabupatennya yang diyakini memiliki kemampuan yang lebih dan popularitas, menyewa atau membuat kostum fragmentari dan lain sebagainya. Namun, bagaimana pertanggung-jawaban para juri atas lomba ini?
Bukti yang paling nyata dari kekurang seriusan pelaksanaan lomba ini antara lain, usai lomba tak ada ulasan tertulis yang memadai dari juri pada media-media yang ada. Hal ini tentu memberikan rasa kecewa karena yang kalah maupun yang menang tak mendapatkan kepastian secara tertulis tentang kekurangan maupun kelebihannya. Maslahnya menjadi luas karena persoalan kalah menang sebuah sekaa tak lagi hanya menjadi urusan sekaa,tapi harus dipertanggungjawabkan pada publik dikabupaten yang diwakilinya. Karenanya perlu dipertanggungjawabkan terbuka sehingga publik dapat memahami kelemahan dan kekuatan jagoannya. Selama ini, jika sekaa ingin mengetahui duduk permasalahan mengapa sekaa-nya kalah, hanya melewati konfirmasi telepon atau perbincangan singkat yang tak memadai. Padahal, demi pembinaan dan pengembangan sekaa kedepan, mereka sanggat membutuhkan penjelasan yang rinci dari keseluruhan materi yang dilombakan pada bagaian manakah yang lemah ataupun lebih unggul dari Gong Kebyar kabupaten lainnya.
Selain itu, pola penilaian lombanya juga cenderung merugikan sekaa yang ujungnya menjatuhkan nama kabupaten yang diwakilinya. Untuk itu perlu dipikirkan kembali pola penilaian yang selama ini diterapkan juri. Selama ini, penilaian menggunakan pola penggabungan dari unsur-unsur yang mendukung pertunjukan Gong Kebyar. Artinya, unsur-unsur yang mendukung pertunjukkan gong kebyar dinilai secara terpisah namun kemudian hasilnya digabungkan. Pola penilaian ini tentu mengaburkan keunggulan objektif sekaa. Sebab, hasil penilaian gabungan itu tak pernah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kwalitas sekaa di kabupaten. Yang sering jadi pertanyaan usai pengumuman lomba, ketika merenggut kekalahan, adalah apakah yang kalah itu gendingnya atau penyajiannya?
Jika juri memberikan penilainnya lemah pada gendingnya, pasti belum tentu penyajiannya juga lemah. Karena penyajian menyangkut kepiawaian kelompok dalam memainkan tehnik menabuh, kekompakan, keutuhan, ekspresi dan kesempurnaan membawakan gendingan tersebut. Sedangkan gending menyangkut kemampuan individu. Masalahnya mungkin timbul jika penilaian pemisahan ini diterapkan, kalau semua kelompok tampil memukau dan sempurna, jika demikian tentu poin tertinggi diberikan pada sekaa yang paling rumit menampilkan sajian karena komposisi gendingnya yang menuntut pengeksplorasiaan teknik-teknik menabuh yang canggih.
Pemisahan penilaian gong kebyar sebenarnya sangat penting diberikan. Alasannya, antara lain, akibat rasa minder yang dimiliki seniman atau birokrat seni dikabupaten, mereka jarang mempercayai seniman didaerahnya meskipun Sarjana Karawitan di kabupatennya berserakan. Lalu merekapun berlomba mencari pelatih atau penggarap dari luar kabupaten yang dianggap lebih tau trend gending Gong Kebyar terkini. Mereka akhirnya merebut mencari maestro-maestro untuk melatih didaerah mereka. Hal ini tak hanya dalam menggarap tabuh demi tabuh yang dilombakan, juga dalam hal menggarap Sandyagita maupun fragmentarinya.
Tentunya tak banyak kabupaten yang beruntung, mungkin karena disebabkan faktor relasi atau ketakmampuan menjamu para maestro utama, sehingga mereka terpaksa puas mendapat maestro muda pada lapisan sisa. Tetapi, meski sudah bersusah-susah mencari pelatih dari luar kabupaten, belum tentu mereka mereka akan mendapat hasil yang diharapkan. Celakanya, kekalahannya itu tanpa pemberitahuan yang jelas, apakah yang kalah kreator gendingnya atau penyajiannya yang dalam hal ini murni dilakukan oleh sekaa yang dipercayakan mewakili kabupatennya. Untuk itu seandainya penilaian dipisahkan antara gending dengan penyajian, maka akan memberi hasil yang jelas pada sekaa yang mewakili kabupatennya.
Aryasa, I W. M, Pengetahuan Gambelan Bali
Departemaen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Proyek Pengadaan Buku Pendidikan Menengah Kejuruan, 1983
Bandem, I Made, Prakempa : Sebuah Lontar Gambelan Bali
ASTI Denpasar, 1986