isi denpasar

Desember 29, 2011

Biografi I Wayan Darta

Filed under: Tak Berkategori —— bagusrismawan @ 10:55 am

I Wayan Darta

Seniman Topeng Dari Banjar Kebon Desa Singapadu

Terdapat Seniman yang sangat kental akan Seni Topengnya yang bernama  Made Darta, anak ke-2 dari  Wayan Kantor dan Ni Made Gubrig.  saat itu beliau dilahirkan dalam keadaan sehat dan tinggal di lingkungan yang kaya akan Seni. Yaitu di Banjar Kebon, Desa Singapadu. Beliau lahir di Singapadu pada tanggal  31 Desember 1966. Ayah beliau ( I Wayan Kantor) dan Ibu beliau ( Ni Made Gubrig ) sangat menanti-nanti kehadiran beliau. Suatu ketika beliau beranjak besar saat usia balita. Kakek beliau yang bernama Kak Rangkus ( alm. )adalah Seniman topeng terkenal di desa Singapadu, Sang Kakek selalu mengajak beliau ke berbagai acara topeng yang dilakoni oleh kakek beliau. Kakek beliau sangat menyayangi beliau. Hingga suatu ketika beliau menonton pertunjukan topeng yang ditarikan oleh kakek beliau, beliau merasa terkesima akan wibawa kakek beliau saat menarikan tari topeng tersebut. Dari sana lah muncul minat beliau dalam menarikan tari topeng tersebut, karena sang kakek mengetahui minat beliau, sang kakek mengajarkan pada beliau cara menari topeng. Saat sang kakek mengajarkan beliau, hanya dalam hitungan 1 kali gerakan, beliau sudah dapat menguasai tarian tersebut. Sang kakek menyadari akan bakatnya tersebut, maka dari saat itu sang kakek bertekad untuk mengajarkan ilmu tentang Seni Topengnya kepada cucu tersayangnya yaitu beliau. Semakin besar beliau semakin mahir menari dan terus menari. Suatu ketika kakek beliau telah tiada, saat itu beliau sangat bersedih akan meninggalnya Kakek yang beliau sayangi dan selalu mengajaknya menari saat muda dulu. Dari sana lah timbul tekad beliau untuk meneruskan Seni Topeng yang telah diajarkan oleh Kakek beliau. Saat usianya beranjak remaja beliau memutuskan untuk mengemban pendidikan di SMK I pada tahun 1986 sampai 1987 saat itu sekolah SMK I beralamat di jalan Ratna. Dan pada jaman itu juga belum terlalu banyak adanya sepeda motor seperti jaman sekarang. Orang pada jaman itu lebih banyak berjalan kaki dan bersepeda gayung saja. Karena jarak antara rumah beliau dengan sekolah beliau terpaut jauh sekitar 5 kilo meter dari Singapadu beliau memutuskan untuk menaiki sepeda gayung untuk bersekolah dari kelas 1 sampai kelas 3. Tapi bersyukurlah beliau saat menginjak kelas 4 dan saat beliau akan tamat, SMK I dari jalan Ratna telah pindah ke Batubulan. Saat itu beliau merasa sedikit lega karena tidak harus menaiki sepeda gayungnya lagi dengan jarak yang begitu jauh dan ditambah panas teriknya matahari. Tapi semua kerja keras beliau dengan belajar secara tekun di SMK I  membuahkan hasil. Ia menjadi murid teladan saat itu. Pertama kali pentas beliau diajak oleh Guru beliau yang bernama Pak Sayang, saat itu beliau pentas di BPG ( Balai Pendidikan Guru ) yang berada di YangBatu. Saat itu beliau menarikan Tari Topeng Keras dan Tari Topeng Penasar. Ketika usianya telah beranjak Dewasa muncul rasa ketertarikan antara lawan jenis pada diri beliau. Saat itu beliau menyukai gadis yang bernama Ni Made Nendri. Ternyata tidak disangka-sangka gadis tersebut satu desa dengan beliau yaitu Desa Singapadu Banjar Kebon. Dan tidak lama berselang beliau pun menikah. Mereka dianugrahi 2 orang anak kepada Tuhan. Anak pertama beliau bernama Eka Yuni yang telah berumur 19 tahun, dan anak kedua beliau yang bernama Dek Uni.  Keluarga mereka sangat harmonis, tidak ada perselisihan maupun pertengkaran. Kesehariannya beliau sering menerima tawaran pentas di berbagai acara contohnya : acara pawiwahan, potong gigi, dan bekerja di Barong Sila Budaya Batubulan. Ketika saya mewawancarai beliau pada siapa beliau akan menurunkan bakat yang dimiliki beliau hanya menjawab “ tiang ten medue ten medue oka lanang, bakat saya akan gunakan untuk mengabdi untuk kepentingan orang lain” ujarnya.

Sejarah Gambelan Di Br. Kebon, Singapadu

Filed under: Tak Berkategori —— bagusrismawan @ 10:52 am

Sejarah Singkat Gambelan di Br. Kebon, Singapadu

Di Desa Adat Kebon terdiri dari empat banjar adat, yaitu Banjar Kebon, Sengguan, Mukti, dan Bungsu. Di dalam Banjar Kebon terdapat sebuah barungan gambelan gong  kebyar lengkap yang merupakan peninggal dari zaman ke zaman yang tidak tahu pasti tahun datang atau adanya gong kebyar kuno yang sudah sangat tua usianya, di mana barungan gambelan ini di tempatkan di puri yang pada zaman itu menjabat selaku bendesa adat begitu seterusnya, setiap kepemimpinan di mana barungan gambelan ini digunakan untuk kegiatan uapacara adat yaitu odalan di pura kayangan  tiga yang berada di Desa Adat Kebon dan untuk keperluan kegiatan adat lainnya.

Dalam perkembangan  zaman dirasakan oleh masing-masing anggota krama karena terlalu banyaknya uapacara adat dimasing-masing banjar, maka di putuskan lah membeli barungan gambelan gong kebyar dimasing-masing banjar. Begitu pula dengan Banjar Serongga Kaja sepakat untuk membeli seperangkat barungan gong kebyar sekitar tahun 1989. Sejak datangnya gambelan di Banjar Serongga Kaja mulai aktif mencari tabuh baru yang siap untuk ngayah megambel di pura yang ada di kawasan Desa Serongga maupun di luar Desa Adat Kebon.

Gending-gending Yang Dimainkan

 Gending-gending yang dimainkan sebagian besar adalah gending lelambatan klasik, ada pun tabuh yang dicari adalah tabuh-tabuh lelambatan klasik, seperti buaya mangap, galang kangin, tabuh gari, kala mara, dan gedung melati yang dibimbing oleh Pande Kadek Sudarsana, beliau bukanlah seniman yang mengenyam pendidikan, melainkan belajar dari alam atau berburu pengalaman. Beliau sangat berperan besar di banjar saya sebagai pelatih dan pencetus ada nya sekehe gong, mulai dari sekehe gong anak-anak, sekehe gong pkk, dan sekehe gong remaja. Sekehe di banjar saya lebih menjurus ke ngayah megambel di pura dari pada megambel di luar pura.

 Barungan gong kebyar

Gambelan di Banjar Kebon memiliki instrument seperti berikut :

–         Satu tungguh terompong, dalam barungan gambelan gong kebyar memiliki sepuluh buah pencon/moncol dari nada ndang rendah sampai ndung tinggi. Instrument ini dimainkan dengan dua buah panggul, ada punteknik permainan terompong yaitu ngempyung, ngembat, silih asih, nguluin, nerumpuk, ngantu, niltil, ngunda dan ngoret.

–         Satu tungguh instrument riyong. Instrument riyong memiliki 12 pencon/moncol memiliki nada ndeng rendah sampai ndung tinggi. Instrument ini dimain kan oleh empat orang, masing-masing orang membawa dua panggul. Ada pun teknik pernainan riyong : cecandetan, kotekan, tetorekan yang mengacu pada permainan polos dan slangsih yang dalam lontar Prakempa disebut gegebug (Bandem, 1991:16). Lebih lanjut dalam lontar ini gegebug rereyongan disebut I gajah mina namanya. Riong pertama dan ketiga bermain polos, kedua dan keempat bermain slangsih. Setiap pemain riyong memiliki wilayah nada untuk dapat memainkan teknik-teknik di atas.

–         Dua buah Instrumen Ugal. Instrumen ugal/giying adalah sebuah instrument yang mempunyai jumlah bilah 10 (sepuluh) buah dengan susunan nada-nadanya dari kiri ke kanan. ndong, ndeng, ndung, ndang, nding, ndong, ndeng, ndung, ndang, dan nding. Instrumen ini dimainkan oleh seorang pemain dengan alat pemukul (panggul). Fungsi dalam barungan adalah sebagai pembawa melodi dan memulai sebuah gending yang dibawakan. Selain itu instrument ugal dapat mengendalikan atau memimpin sebuah lagu untuk pemberian keras lirih/nguncab-ngees sebuah gending. Beberapa tehnik pukulannya adalah: Ngoret, Ngerot, netdet, ngecek, neliti, ngucek, gegejer, oncang-oncangan dan ngantung.

–         Gansa pemade dan gangsa kantil. Barungan Gong Kebyar memiliki empat instrument gangsa pemade dan empat instrument gangsa kantil. Instrumen ini memiliki sepuluh nada dalam. tungguhnya, dan urutan nadanya sama dengan instrument ugal.

Hanya saja instrument kantil lebih tinggi oktafnya dari gangsa

pemade. Jadi secara estetika perbedaan oktaf tersebut untuk

seimbangan dan harmonisasi. Kedelapan

instrumen ini berfungsi membuat jalinan-jalinan/kotekan dalam

sebuah gending. Pemberian ilustrasi oleh instrument ini dapat

memperkuat lagu pokok. Beberapa teknik gagebug/pukulan yang diterapkan dalam instrument gangsa seperti: teknik pukulan nyogcag, bebaru, tetorekan, norot, ngoret, niltil, ngucek, oncangoncangan dan lain –lain sesuai dengan kebutuhan gendingnya.

–         Dua instrumen Penyacah: Instrumen ini mempunyai jumlah bilah

sebanyak tujuh buah dengan susunan nada: ndung, ndang, nding, ndong, ndeng, ndung, ndang. berfungsi sebagai pemangku lagu/mempertegas jalannya melodi (pukulannya lebih rapat dari jublag).Secara fisik ukurannya lebih kecil dari instrument Jublag. Teknik permainannya sangat melodis pada setiap matra lagu.

–         Dua instrument Jublag. Instrumen jublag adalah suatu instrument yang memiliki jumlah bilah lima buah, dengan susunan nada nding, ndong, ndeng, ndung, ndang. Besar kecilnya nada diambil dari instrument ugal/giying. Funfsinya dalam sebuah barungan adalah sebagai pemangku lagu, memperkuat/mempertegas melodi pada ruasruas gending. Teknik pukulan yang diterapkan adalah: neliti, magending, nyele/nyelah.

–         Dua instrument Jegogan. Instrumen Jegogan merupakan instrument bilah yang paling besar ukurannya dalam barungan Gong Kebyar. Instrument ini memiliki bilah sebanyak lima buah

dengan susunan nada nding, ndong, ndeng, ndung ndang. Instrumen ini berfungsi sebagai pemangku lagu dan memberikan aksentuasi kuat pada ruas-ruas gending (pukulannya lebih jarang dari jublag)

–         Satu Kempur: Merupakan instrument berpencon yang besarnya

memiliki diameter 50-60 cm. Dengan digantung pada sebuah

sangsangan, instrument ini berfungsi sebagai pemangku irama (ritme) dan sebagai pematok ruas-ruas gending serta sebagai pemberi aksen-aksen sebelum jatuhnya gong. Pola pukulannya dapat memberikan identitas ukuran tabuh yang dibawakannya. Seperti: tabuh pisan satu kempur dalam satu gong, tabuh dua, ada dua kempur dalam satu gongannya, dan seterusnya.

–         Satu instrument Kemong: Instrumen kemong adalah merupakan

instrument berpencon yang dalam settingya digantung pada

sangsangan kecil yang disebut trampa. Fungsinya dalam barungan adalah untuk pengisi ruas-ruas lagu. Biasanya penerapan pukulan kemong pertanda gending yang dibawakan telah mencapai setengah dari gending secara utuh (kecuali pengawak palegongan). Pola pukulannya adalah: Tunjang sari,

–         Dua buah Gong lanang dan wadon: Instrumen gong adalah

instrument berpencon yang ukurannya paling besar dalam Gong

Kebyar. Terbuat dari kerawang dan memiliki ukuran diameter 65 – 90 cm. Dilihat dari fungsinya, instrument ini berfungsi sebagai

finalis lagu (menghakhiri lagu). Sebagai finalis lagu instrument ini memiliki jenis pukulan yang disebut Purwa Tangi.

–         Kendang Lanang Wadon: di atas telah dipaparkan tentang

instrument kendang. Akan tetapi dalam sebuah barungan

kendang berfungsi sebagai pemurba irama. Disamping itu

kendang dapat mengatur tempo, keras liris gending dan lain-lain.

Beberapa pukulan kendang antara lain: Motif bebaton, gegulet,

jejagulan, bebaturan, gupekan, milpil, dan lain-lain.

–         Beberapa suling dengan berbeda ukuran: Suling merupakan

instrument melodis yang dalam komposisi lagu sebagai pemanis

lagu. Teknik permainan bisa simetris dengan lagu ataukah

memberikan ilustrasi gending baik mendahului maupun

membelakangi melodi gending.

–         Satu Cengceng Kecek: Secara fisik cengceng gecek memiliki dua

bagian yaitu: dua alat pemukul (penekep) disebut bungan

                        cengceng, dan cengceng tatakan. Dalam tatakan terdapat kurang

lebih lima buah cengceng yang diikat pada pangkonnya. Untuk

memunculkan suara, cengceng penekep dipegang oleh dua tangan

dan dimainkan dengan dibenturkan sesuai tekniknya. Adapun

beberapa jenis pukulannya adalah: pukulan malpal, ngecek,

ngelumbar dan lain-lain. Sedangkan fungsinya dalam barungan

adalah untuk memperkaya ritme/angsel-angsel tanpa memakai

tehnik jalinan.

–         Satu buah kajar: Instrumen ini merupakan salah satu

inmstrumen bermoncol/pencon yang berfungsi sebagai pembawa

irama. Adapun jenis pukulannya adalah pukulan Penatas lampah

yang artinya pola pukulan kajar yang mengikuti pola ritme yang

ajeg dari satu pukulan ke pukulan berikutnya dalam jangka

waktu serta jarak yang sama.

–         Satu buah rebab: Instrumen rebab merupakan instrument gesek

yang dalam barungan gamelan sebagai penyeimbang/ harmonisasi

lagu. Instrumen ini membutuhkan pengeras suara karena secara

kualitas suara sangat nyaring, namun tidak mampu menimbulkan

suara keras. Sehingga instrument rebab sangat tepat

diharmoniskan dengan suling, dan pada saat pementasan dibantu

oleh pengeras suara.

 

Kegunaan Dan Manfaat

          Ada pun kegunaan dan manfaat gong di banjar saya adalah digunakan untuk latihan dan digunakan juga sebagai ngayah megambel di pura di desa Adat Kebon maupun di luar Desa Adat Kebon. Ada pun kegiatan lainnya adalah pernah mengikuti Pesta Kesenian Bali tahun 2002 yaitu festival gong kebyar anak-anak dan pernah menjadi pendamping uji coba duta Kabupaten Jembrana pada tahun 2005 dan mendampingi uji coba duta Kabupaten Gianyar pada tahun 2003, pernah juga mengikuti gong kebyar dewasa untuk mewakili Kabupaten Gianyar pada tahun 2008

Juli 1, 2011

Gong Gede

Filed under: Tak Berkategori —— bagusrismawan @ 12:49 pm
Gong Gede juga termasuk barungan ageng namun langka, karena hanya ada di beberapa daerah saja. Gamelan Gong Gede yang terlihat memakai sedikitnya 30 (tigapuluh) macam instrumen berukuran relatif besar (ukuran bilah, kendang, gong dan cengceng kopyak adalah barung gamelan yang terbesar yang melibatkan antara 40 (empatpuluh) – 50 (limapuluh) orang pemain. Gamelan yang bersuara agung ini dipakai untuk memainkan tabuh-tabuh lelambatan klasik yang cenderung formal namun tetap dinamis, dimainkan untuk mengiringi upacara-upacara besar di Pura-pura (Dewa Yadnya), termasuk mengiringi tari upacara seperti Baris, Topeng, Rejang, Pendet dan lain-lain. 

 

Beberapa upacara besar yang dilaksanakan oleh kalangan warga puri keturunan raja-raja zaman dahulu juga diiringi dengan gamelan Gong Gede. Akhir-akhir ini Gamelan Gong Gede juga ditampilkan sebagai pengiring upacara formal tertentu yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dan untuk mengiringi Sendratari. 

 

Gong Gede berlaras Pelog lima nada, dengan patutan atau patet tembang, dengan instrumentasi yang meliputi (sesuai yang ada di Kintamani dan STSI Denpasar):
Jumlah
Satuan
Instrumen
1
tungguh
trompong barangan (lebih kecil daripada trompong gede)
1
buah
reong dengan 12 pencon
4
buah
gangsa jongkok besar (demung)
4
buah
gangsa jongkok pemade
4
buah
gangsa jongkok kantilan
4
buah
penyacah
4
buah
calung
4
buah
jegogan
1
pangkon
kempyung (dua buah pencon)
1
buah
kempli
2
buah
gong ageng (lanang wadon)
1
buah
kempur
1
buah
bende
2
buah
kendang (lanang wadon)
4-6
pasang
cengceng kopyak
2
buah
kendang
1
buah
gentorag
Sesuai dengan fungsinya sebagai pengiring upacara agama di pura-pura, pengiring tari-tarian upacara dan pengiring upacara istana, Gong Gede memiliki sejumlah tabuh-tabuh pategak dan iringan tari. Tabuh-tabuh pategak yang dimainkan meliputi:
Judul
Semaradana
Jagul
Segara Madu
Lasem
Bandasura
dan lain-lain
Sekar Gong Gede yang hingga kini masih aktif terdapat di desa Batur, Susut, Sulahan (Bangli), Puri Pemecutan (Denpasar), Tampaksiring dan Puri Agung Gianyar (Gianyar), baik SMKI (sekarang SMKN 3 Sukawati) dan STSI Denpasar, masing-masing juga memiliki satu barung Gong Gede.

Tentang Saya…..

Filed under: Tak Berkategori —— bagusrismawan @ 12:43 pm
Nama : I Gusti Bagus Rismawan
Jurusan : Seni Pertunjukan Karawitan
Tempat tanggal lahir : Singapadu, 25 February 1988
Alamat : Br. Kebon Singapadu ,Sukawati
Tinggi Badan : 169 cm
Berat Badan : 79 kg
Agama : Hindu
Umur : 23
Hobbby : Megambel, Metajen, Melawak
Cita-cita : Menjadi Seniman yang profesional
Makanan Favorit : Bakso, Nasi Goreng dan Lawar Bali
Minuman Favorit : Es campur, Jus Alpukat dan Air Putih
Warna Favorit : Hitam, Coklat, dan Merah
Musik Favorit : Gamelan Bali
Buku Favorit : Cerita dan Legenda Rakyat Bali Pada Jaman Dahulu
Film Favorit : Opera Van Java dan Infotaiment seputar selebriti
Motto Hidup : Mau belajar dari kesalahan yang pernah di lakukan

Tentang Banjar Saya,,,

Filed under: Tak Berkategori —— bagusrismawan @ 12:41 pm

Di tengah pergeseran moralitas manusia yang semakin egois mengutamakan kepentingan pribadi, masyarakat di Bali masih eksis mempertahankan tradisi musyawah mufakat. Sistem masyarakat di Bali sangat kental dengan keterikatan kekerabatan, sehingga terwujud suatu ketergantungan satu sama lain.

Sistem banjar menjadi suatu pilihan masyarakat untuk menghimpun diri mereka dalam satu wilayah dalam bentuk kesatuan lingkungan. Batas teritorial banjar merupakan satuan pengikat warga dan diatur dalam awig-awig (peraturan banjar). Organisasi terkecil dalam pengaturan administratif desa ini, benar-benar mempunyai fungsi yang besar dalam memberdayakan potensi masyarakat.
Dalam menjalankan fungsinya, bangunan pendukung yang dikenal dengan ‘Bale Banjar’ menjadi pusat kegiatan. Pada mulanya bale banjar mempunyai fungsi sebagai tempat bermusyarawah bagi anggota banjar. Karena musyawarah tidak dilakukan setiap saat, maka bale banjar digunakan untuk menampung seluruh kegiatan anggota banjar. Sebagai contoh, pada pagi hari bale banjar menjadi pasar pagi dan taman kanak-kanak. Siang hari sebagai tempat kerja pengrajin, sore hari sebagai tempat olah raga dan malam hari sebagai tempat latihan kesenian. Disamping itu, anggota banjar dapat memanfaatkan bale banjar sebagai tempat resepsi bila mempunyai kegiatan adat atau keagamaan.
Peraturan banjar yang dituang dalam ‘awig-awig’ mengatur anggota banjar dalam menjalani kehidupan sosial dalam sebuah banjar. Awig-awig ini mempunyai suatu keunikan yaitu mampu mengikat warganya untuk patuh sehingga tatanan masyarakat dapat stabil. Sebagai contoh, bila ada kematian, begitu kentongan dibunyikan, warga pasti sudah berduyun-duyun ke rumah keluarga yang berduka. Walaupun ada warga yang belum mendengar keluarga mana yang berduka, mereka pasti sudah keluar rumah berpakaian adat ringan sambil bertanya keluarga mana yang berduka.
Sistem banjar telah terbukti mampu melestarikan adat dan budaya Bali dari derasnya pengaruh globalisasi. Seberapa pintar atau tinggi jabatan seorang warga dalam karirnya, dia juga dikenakan kewajiban yang sama sesuai awig-awig yang berlaku. Begitu pula bagi warga yang mempunyai predikat negatif di tengah masyarakat, dia juga mempunyai kewajiban yang sama. Asalkan seorang warga masih terikat menjadi anggota dari banjar tersebut, warga tersebut akan mendapat perhatian sepenuhnya dari warga yang lainnya. Saling memperhatikan dan mendukung satu sama lain khususnya dalam menjalankan adat istiadat di Bali menjadi ciri khas dari sistem banjar.
Dalam pergeseran moralitas jaman modern sekarang ini, banjar sering disalahgunakan untuk hal-hal negatif oleh warga yang tidak bertanggungjawab. Seperti tawuran pemuda antar banjar, sengketa kuburan, pemblokiran jalan desa, dll. Namun yang unik dalam penyelesaian kasus-kasus tersebut, yaitu kasus tersebut cepat sekali dicairkan oleh tokoh-tokoh banjar dengan musyawarah mufakat.
Walau kehidupan perkotaan begitu komplek, sampai saat ini, sistem banjar tetap eksis dalam menjaga tatanan masyarakat di Bali
Bale Banjar saya, yaitu Banjar Kebon terletak di tengah-tengah pedesaan yang sangat asri, dan terkenal akan warga pakramannya yang ramah. Selain itu bale banjra kami juga mempunyai seka gong yang sering mendapat undangan untuk pentas di beberapa event-event yang ada di Bali. Contohnya pada saat PKB beberapa waktu ini, Banjar kami mendapat undangan untuk pentas.

Powered by WordPress WPMU Theme pack by WPMU-DEV.