Bhagawan Gita
Latar Belakang
Dalam kitab Mahabharata yang keenam (Bhismaparwa) diceritakan bahwa ketika Arjuna melihat suasana medan perang di Kurukshetra, ia dilanda perasaan takut kehilangan sanak keluarga yang dicintainya. Ia menganggap bahwa membunuh keluarga sendiri demi mendapatkan kepuasan duniawi merupakan perbuatan yang termasuk dosa. Ia juga enggan untuk berperang melawan kakeknya demi memperebutkan sebuah kerajaan. Kresna menganggap bahwa pikiran Arjuna belum terbuka. Untuk membuka pemahaman Arjuna mengenai kematian dan kehidupan, Kresna menjabarkan ajaran Samkhya kepada Arjuna
Uraian dalam Bhagawadgita
Dalam bab Samkhya Yoga, Arjuna yang diliputi oleh perasaan gundah dan sedih, serta matanya dikaburkan oleh air mata. Kresna mencela Arjuna dan menuntunnya supaya menjadi pemberani. Ia bersabda sebagai berikut:
Dari mana datangnya perasaan melemahkan jiwa pada waktu keadaan sulit ini? Perasaan begini takkan dikenal oleh orang yang mulia, karena hal ini tidak akan memberikan jalan ke Sorga dan hanya menyebabkan penghinaan, O Arjuna. Janganlah dikalahkan oleh sifat yang tidak patut dianut oleh seorang lelaki, O Arjuna, karena sifat itu tak pantas bagimu. Buanglah perasaan yang kecil dan penakut ini dan bangkitlah, O Arjuna.
Meskipun Kresna berceramah demikian, Arjuna tidak tega bertempur melawan Bisma dan Drona, gurunya sendiri. Ia bingung menentukan yang mana sebetulnya lebih patut untuk dihormati. Arjuna berpikir bahwa lebih baik hidup di dunia ini dengan jalan meminta–minta daripada menikam guru yang dihormatinya. Ia berpikir bahwa jika ia membunuh mereka, dan di dunia ini ia menikmati kesenangan dan kekayaan, segalanya itu akan ternoda dengan darah. Juga ia tidak mengetahui yang mana di antara dua ini yang baik, apakah menaklukkan mereka atau mereka menaklukan kita. Dengan pikirannya yang diliputi perasaan bingung mengenai apa yang sebenarnya disebut dharma, Arjuna meminta nasihat dari Kresna.
Kepada Arjuna yang sedang murung di tengah–tengah kedua pasukan itu, Kresna tersenyum lalu bersabda sebagai berikut:
Bedanya Badan dan Jiwa, kita tidak bersedih hati pada apa yang abadi. Engkau telah bersedih hati kepada mereka yang tak patut disedihkan, akan tetapi kau berbicara dengan kata–kata yang penuh mengandung pengetahuan. Orang yang bijaksana tak sedih pada yang mati atau pada yang hidup. Tidak pernah ada suatu waktu dimana Aku tidak ada, tidak juga kau, pun juga tidak raja–raja ini, tidak juga di sana akan ada suatu waktu sesudah ini bahwa kita akan musnah dari hidup ini. Sebagai jiwa melalui badan ini pada waktu kita kecil, muda dan tua begitu juga di dalam masuknya ke badan yang lain, jiwa yang tenang itu tak dipengaruhi oleh keadaan proses ini. Dengan adanya perhubungan indria dengan obyek–obyek ini maka timbulah keadaan yang dingin dan panas, senang dan sedih. Ia muncul dan menghilang dan tidak kekal. Dari itu tahanlah dengan sabar, O Bharata (Arjuna).
Orang yang tenang, yang sama di dalam keadaan penderitaan dan kesenangan, dan yang tidak dapat diganggu oleh keadaan ini, dia sajalah yang dapat mencapai penghidupan yang kekal, O Arjuna, orang yang terbesar di antara manusia. Apa yang tidak ada tidak pernah akan ada, apa yang ada tidak pernah akan tidak ada. Orang–orang yang mempunyai pengetahuan tentang kebenaran mengetahui kedua keadaan ini. Ketahuilah bahwa itu yang berada di mana–mana tak dapat dibinasakan. Dari makhluk yang abadi ini siapapun tak dapat membinasakan. Badan wadag dari jiwa yang abadi, tak terhancurkan dan tak terbatas ini, dipahami sebagai badan wadag yang fana. Oleh karena itu berperanglah, O Bharata. Ia yang berpikir bahwa jiwa adalah pembunuh dan ia yang berpikir bahwa jiwa dapat dibunuh; kedua mereka ini tak mengetahui kebenarannya. Jiwa ini tidak membunuh pun tidak dapat dibunuh. Ia tidak pernah lahir pun juga tidak pernah mati kapanpun, pun juga tidak pernah muncul dan lagi tidak pernah menghilang. Ia adalah tidak pernah mengenal kelahiran, kekal, abadi, dan selalu ada. Ia tidak dapat dibunuh bila badan dibunuh.
Senjata tidak dapat memotong jiwatma, api tidak dapat membakarnya dan air tidak dapat membasahinya, pun angin tidak dapat mengeringkan. Ia tidak dapat dipotong, Ia tidak dapat dibakar, Ia tidak dapat dibasahi maupun dikeringkan. Ia adalah abadi, berada di mana–mana, tidak berubah dan bergerak. Ia adalah selalu sama. Ia dikatakan tidak terwujud, tidak terpikrkan, tidak berubah. Oleh karena itu, mengetahui ia demikian, engkau seharusnya tidak bersedih hati. Kita tidak bersedih hati pada apa yang dapat musnah. Meskipun jika engkau berpikir bahwa jiwatma, jiwa yang sejati, adalah selalu lahir dan selalu mati, meskipun demikian, O Arjuna, engkau seharusnya tidak bersedih hati. Karena pada apa yang lahir, kematian adalah pasti dan pasti pula kelahiran pada yang mati. Oleh karena itu pada apa yang tidak dapat dielakkan, engkau seharusnya tidak bersedih hati.
Berbahagialah para Ksatrya, O Partha (Arjuna) yang dapat kesempatan untu berperang, yang muncul tanpa dicari karena hal itu tidak bedanya dengan pintu ke sorga baginya. Bila engkau tidak laksanakan perang kebenaran ini, maka engkau akan ingkar pada kewajiban dan kehormatanmu akan cemar serta engkau akan berdosa. Bila tejadi peperangan antara kebenaran dan ketidakadilan orang harus ikut, bahkan kalau mengasingkan lantaran ketakutan atau kelemahan akan berdosa. Disamping itu orang–orang akan selalu membicarakan tentang keburukanmu dan bagi ia yang telah mendapat kehormatan, keburukan adalah lebih hina daripada kematian. Para pahlawan besar akan berpikir bahwa engkau telah lari dari peperangan disebabkan karena ketakutan dan mereka yang dahulunya menyanjungmu tidak akan berbuat demikian lagi. Juga musuhmu, mengecam akan keberanianmu, dan akan mengatakan mengenai dirimu (sesuatu) yang tidak pantas diucapkan. Hal apa yang lebih menyedihkan daripada ini? Jika terbunuh di medan perang engkau akan ke Sorga, jika menang engkau akan menikmati dunia ini, oleh karena itu bangkitlah, O Arjuna, putuskanlah untuk berperang.
Dengan memandang sama, kedudukan dan kebahagiaan, keuntungan dan kerugian kemenangan dan kekalahan, berperanglah. Dengan demikian engkau tidak akan berdosa. Pengertian mendalam tentang Yoga. Ini ajaran Samkhya yang telah diberikan padamu. Sekarang dengarkanlah tentang Yoga. Bila engkau dapat mengertikannya engkau akan dibebaskan dari ikatan pekerjaan. Didalam hal ini, tidak ada usaha yang gagal, dan tidak ada halangan yang merintangi, meskipun bagian kecil saja dari dharma ini, akan dapat menyelamatkan dirimu dari ketakutan.
Disini, O Keturunan Kuru (Arjuna) hanya ada keputusan pikiran yang tunggal, akan tetapi pikiran orang yang ragu–ragu mempunyai banyak cabang dan tidak ada akhirnya. Tidak ada kebijaksanaan bagi mereka yang keduniawian. O, Arjuna, tidak ada ketentuan yang tegas di dalam pikiran dari mereka yang telalu mengikatkan diri kepada kesenangan dan kekuasaan dan kehilangan kecerdasan disebabkan oleh kata–kata yang muluk dari orang yang tidak bijaksana yang penuh dengan keinginan–keinginan dan memandang pada sorga sebagai tujuan yang tertinggi, dan ia mendapatkan kebahagiaan dari kata–kata pujian di dalam Weda–weda dan mengatakan tidak ada yang lain lagi. Kata–katanya yang muluk dipancarkan dengan berbagai–bagai upacara yang istimewa sebagai alat untuk mendapatkan kebahagiaan dan kekuasaan dan menjadi sebab dari kelahiran–kelahiran yang baru sebagai akibat dari pekerjaannya yang dilakukan dengan ikatan keinginan.
Pusatkan pikiran dalam Yoga, lakukan pekerjaanmu, O Arjuna, bebaskan ikatan dengan pikiran yang sama dalam sukses dan kegagalan, karena keseimbangan dalam pikiran adalah disebut Yoga. Pekerjaan yang dilakukan dengan keinginan adalah jauh lebih rendah daripada melaksanakan dengan kebijaksanaan, tidak terganggu oleh pikiran–pikiran akan hasilnya, O Arjuna, berbuatlah dengan kebijaksanaan. Celakalah mereka yang melaksanakan pekerjaan dan mengikatkan diri akan hasilnya. Ia yang bijaksana akan dapat membebaskan diri di dalam hidup ini, dari kedua unsur baik ataupun buruk. Oleh karena itu berjuanglah untuk Yoga. Yoga adalah membantu dalam pekerjaan. Orang yang bijaksana yang telah mencapai keseimbangan pikiran ini tidak mengikatkan diri dari pada hasil dari pekerjaannya, bebas untuk selama–lamanya dari ikatan kelahiran dalam mencapai keadaan yang bahagia, bebas dari duka cita
Ringkasan isi Kitab Bhismaparwa
Janamejaya bertanya, “Bagaimanakah para pahlawan bangsa Kuru, Pandawa, dan Somaka, beserta para rajanya yang berasal dari berbagai kerajaan itu mengatur pasukannya siap untuk bertempur?”
Mendengar pertanyaan tersebut, Wesampayana menguraikan dengan detail, kejadian-kejadian yang sedang berlangsung di medan perang Kurukshetra.a
Suasana di medan perang, Kurukshetra
Sebelum pertempuran dimulai, kedua belah pihak sudah memenuhi daratan Kurukshetra. Para Raja terkemuka pada zaman India Kuno seperti misalnya Drupada, Sudakshina Kamboja, Bahlika, Salya, Wirata, Yudhamanyu, Uttamauja, Yuyudhana, Chekitana, Purujit, Kuntibhoja, dan lain-lain turut berpartisipasi dalam pembantaian besar-besaran tersebut. Bisma, Sang sesepuh Wangsa Kuru, mengenakan jubah putih dan bendera putih, bersinar, dan tampak seperti gunung putih. Arjuna menaiki kereta kencana yang ditarik oleh empat ekor kuda putih dan dikemudikan oleh Kresna, yang mengenakan jubah sutera kuning.
Pasukan Korawa menghadap ke barat, sedangkan pasukan Pandawa menghadap ke timur. Pasukan Korawa terdiri dari 11 divisi, sedangkan pasukan Pandawa terdiri dari 7 divisi. Pandawa mengatur pasukannya membentuk formasi Bajra, formasi yang konon diciptakan Dewa Indra. Pasukan Korawa jumlahnya lebih banyak daripada pasukan Pandawa, dan formasinya lebih menakutkan. Fomasi tersebut disusun oleh Drona, Bisma, Aswatama, Bahlika, dan Kripa yang semuanya ahli dalam peperangan. Pasukan gajah merupakan tubuh formasi, para Raja merupakan kepala dan pasukan berkuda merupakan sayapnya. Yudistira sempat gemetar dan cemas melihat formasi yang kelihatannya sulit ditembus tersebut, namun setelah mendapat penjelasan dari Arjuna, rasa percaya dirinya bangkit.
Turunnya Bhagawad Gita
Sebelum pertempuran dimulai, terlebih dahulu Bisma meniup terompet kerangnya yang menggemparkan seluruh medan perang, kemudian disusul oleh para Raja dan ksatria, baik dari pihak Korawa maupun Pandawa. Setelah itu, Arjuna menyuruh Kresna yang menjadi kusir keretanya, agar membawanya ke tengah medan pertempuran, supaya Arjuna bisa melihat siapa yang sudah siap bertarung dan siapa yang harus ia hadapi nanti di medan pertempuran.
Di tengah medan pertempuran, Arjuna melihat kakeknya, gurunya, teman, saudara, ipar, dan kerabatnya berdiri di medan pertempuran, siap untuk bertempur. Tiba-tiba Arjuna menjadi lemas setelah melihat keadaan itu. Ia tidak tega untuk membunuh mereka semua. Ia ingin mengundurkan diri dari medan pertempuran.
Arjuna berkata, “Kresna yang baik hati, setelah melihat kawan-kawan dan sanak keluarga di hadapan saya, dengan semangat untuk bertempur seperti itu, saya merasa anggota-anggota badan saya gemetar dan mulut saya terasa kering…..Kita akan dikuasai dosa jika membunuh penyerang seperti itu. Karena itu, tidak pantas kalau kita membunuh para putera Dretarastra dan kawan-kawan kita. O Kresna, suami Lakshmi Dewi, apa keuntungannya bagi kita, dan bagaimana mungkin kita berbahagia dengan membunuh sanak keluarga kita sendiri?”
Dilanda oleh pergolakan batin, antara mana yang benar dan mana yang salah, Kresna mencoba untuk menyadarkan Arjuna. Kresna yang menjadi kusir Arjuna, memberikan wejangan-wejangan suci kepada Arjuna, agar ia bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Kresna juga menguraikan berbagai ajaran Hindu kepada Arjuna, agar segala keraguan di hatinya sirna, sehingga ia mau melanjutkan pertempuran. Selain itu, Kresna memperlihatkan wujud semestanya kepada Arjuna, agar Arjuna tahu siapa Kresna sebenarnya.
Wejangan suci yang diberikan oleh Kresna kepada Arjuna kemudian disebut Bhagavad Gītā, yang berarti “Nyanyian Tuhan”. Ajaran tersebut kemudian dirangkum menjadi kitab tersendiri dan sangat terkenal di kalangan umat Hindu, karena dianggap merupakan pokok-pokok ajaran Hindu dan intisari ajaran Veda.
Penghormatan sebelum perang oleh Yudistira
Setelah Arjuna sadar terhadap kewajibannya dan mau melanjutkan pertarungan karena sudah mendapat wejangan suci dari Kresna, maka pertempuran segera dimulai. Arjuna mengangkat busur panahnya yang bernama Gandiwa, diringi oleh sorak sorai gegap gempita. Pasukan kedua pihak bergemuruh. Mereka meniup sangkala dan terompet tanduk, memukul tambur dan genderang. Para Dewa, Pitara, Rishi, dan penghuni surga lainnya turut menyaksikan pembantaian besar-besaran tersebut.
Pada saat-saat menjelang pertempuran tersebut, tiba-tiba Yudistira melepaskan baju zirahnya, meletakkan senjatanya, dan turun dari keretanya, sambil mencakupkan tangan dan berjalan ke arah pasukan Korawa. Seluruh pihak yang melihat tindakannya tidak percaya. Para Pandawa mengikutinya dari belakang sambil bertanya-tanya, namun Yudistira diam membisu, hanya terus melangkah. Di saat semua pihak terheran-heran, hanya Kresna yang tersenyum karena mengetahui tujuan Yudistira. Pasukan Korawa penasaran dengan tindakan Yudistira. Mereka siap siaga dengan senjata lengkap dan tidak melepaskan pandangan kepada Yudistira. Yudistira berjalan melangkah ke arah Bisma, kemudian dengan rasa bakti yang tulus ia menjatuhkan dirinya dan menyembah kaki Bisma, kakek yang sangat dihormatinya.
Yudistira berkata, “Hamba datang untuk menghormat kepadamu, O paduka nan gagah tak terkalahkan. Kami akan menghadapi paduka dalam pertempuran. Kami mohon perkenan paduka dalam hal ini, dan kami pun memohon doa restu paduka”.
Bisma menjawab, “Apabila engkau, O Maharaja, dalam menghadapi pertempuran yang akan berlangsung ini engkau tidak datang kepadaku seperti ini, pasti kukutuk dirimu, O keturunan Bharata, agar menderita kekalahan! Aku puas, O putera mulia. Berperanglah dan dapatkan kemenangan, hai putera Pandu! Apa lagi cita-cita yang ingin kaucapai dalam pertempuran ini? Pintalah suatu berkah dan restu, O putera Pritha. Pintalah sesuatu yang kauinginkan! Atas restuku itu pastilah, O Maharaja, kekalahan tidak akan menimpa dirimu. Orang dapat menjadi budak kekayaan, namun kekayaan itu bukanlah budak siapa pun juga. Keadaan ini benar-benar terjadi, O putera bangsa Kuru. Dengan kekayaannya, kaum Korawa telah mengikat diriku…”
Setelah Yudistira mendapat doa restu dari Bisma, kemudian ia menyembah Drona, Kripa, dan Salya. Semuanya memberikan doa restu yang sama seperti yang diucapkan Bisma, dan mendoakan agar kemenangan berpihak kepada Pandawa. Setelah mendapat doa restu dari mereka semua, Yudistira kembali menuju pasukannya, dan siap untuk memulai pertarungan.
Yuyutsu memihak Pandawa
Setelah tiba di tengah-tengah medan pertempuran, di antara kedua pasukan yang saling berhadapan, Yudistira berseru, “Siapa pun juga yang memilih kami, mereka itulah yang kupilih menjadi sekutu kami!”
Setelah berseru demikian, suasana hening sejenak. Tiba-tiba di antara pasukan Korawa terdengar jawaban yang diserukan oleh Yuyutsu. Dengan pandangan lurus ke arah Pandawa, Yuyutsu berseru, ”Hamba bersedia bertempur di bawah panji-panji paduka, demi kemenangan paduka sekalian! Hamba akan menghadapi putera Dretarastra, itu pun apabila paduka raja berkenan menerima! Demikianlah, O paduka Raja nan suci!”
Dengan gembira, Yudistira berseru, “Mari, kemarilah! Kami semua ingin bertempur menghadapi saudara-saudaramu yang tolol itu! O Yuyutsu, baik Vāsudewa (Kresna) maupun kami lima bersaudara menyatakan kepadamu bahwa aku menerimamu, O pahlawan perkasa, berjuanglah bersama kami, untuk kepentinganku, menegakkan Dharma! Rupanya hanya anda sendirilah yang menjadi penerus garis keturunan Dretarastra, sekaligus melanjutkan pelaksanaan upacara persembahan kepada para leluhur mereka! O putera mahkota nan gagah, terimalah kami yang juga telah menerima dirimu itu! Duryodana yang kejam dan berpengertian cutak itu segera akan menemui ajalnya!”
Setelah mendengar jawaban demikian, Yuyutsu meninggalkan pasukan Korawa dan bergabung dengan para Pandawa. Kedatangannya disambut gembira. Yudistira mengenakan kembali baju zirahnya, kemudian berperang.
Pembantaian Bisma
Pertempuran dimulai. Kedua belah pihak maju dengan senjata lengkap. Divisi pasukan Korawa dan divisi pasukan Pandawa saling bantai. Bisma maju menyerang para ksatria Pandawa dan membinasakan apapun yang menghalangi jalannya. Abimanyu melihat hal tersebut dan menyuruh paman-pamannya agar berhati-hati. Ia sendiri mencoba menyerang Bisma dan para pengawalnya. Namun usaha para ksatria Pandawa di hari pertama tidak berhasil. Mereka menerima kekalahan. Putera Raja Wirata, Uttara dan Sweta, gugur oleh Bisma dan Salya di hari pertama. Kekalahan di hari pertama membuat Yudistira menjadi pesimis. Namun Sri Kresna berkata bahwa kemenangan sesungguhnya akan berada di pihak Pandawa.
Duel Arjuna dengan Bisma
Pada hari kedua, Arjuna bertekad untuk membalikkan keadaan yang didapat pada hari pertama. Arjuna mencoba untuk menyerang Bisma dan membunuhnya, namun para pasukan Korawa berbaris di sekeliling Bisma dan melindunginya dengan segenap tenaga sehingga meyulitkan Arjuna. Pasukan Korawa menyerang Arjuna yang hendak membunuh Bisma. Kedua belah pihak saling bantai, dan sebagian besar pasukan Korawa gugur di tangan Arjuna. Setelah menyapu seluruh pasukan Korawa, Arjuna dan Bisma terlibat dalam duel sengit. Sementara itu Drona menyerang Drestadyumna bertubi-tubi dan mematahkan panahnya berkali-kali. Duryodana mengirim pasukan bantuan dari kerajaan Kalinga untuk menyerang Bima, namun serangan dari Duryodana tidak berhasil dan pasukannya gugur semua. Setyaki yang bersekutu dengan Pandawa memanah kusir kereta Bisma sampai meninggal. Tanpa kusir, kuda melarikan kereta Bisma menjauhi medan laga. Di akhir hari kedua, pihak Korawa mendapat kekalahan.