Posts Tagged ‘agunk radiuz’

SEJARAH GAMELAN GONG KEBYAR DAN BALEGANJUR PURI SATRIA KAWAN

PURI SATRIA KAWAN

Puri satria kawan terletak di sebelah timur Kota Semarapura ,tepatnya di desa Paksebali kecamatan Dawan Kabupaten Klungkung. Puri Satria Kawan Cukup dikenal dengan beragam keseniannya, salah satunya seni Tabuh.

Pada awalnya Puri Satria Kawan Pernah Memiliki Barungan Gamelan Semar Pegulingan. Namun ,sampain saat ini tidak ada yang mengetahui keberadaan Barungan Gamelan Semar Pegulingan tersebut. Pengelingsir Puri Satria Kawan A.A. Gede Anom Bawa mengatakan ,” Dulu Puri Satria Kawan memang pernah memiliki barungan gamelan Semar Pegulingan, tetapi tidak ada yang mempergunakannya karena dulu tidak ada seorangpun yang bisa memainkan Gamelan di Puri Satria Kawan”. A.A. Gede Anom Swasta Juga mengatakan, dulu Puri Satria kawan memang pernah memiliki gamelan Semar pegulingan, Namun pada tahun 1943 gamelan tersebut sudah tidak ada,dan yang memainkan gamelan tersebut juga bukan orang-orang dari Puri Satria Kawan.

SEJARAH GAMELAN BALEGANJUR DI PURI SATRIA KAWAN

Pada tahun 1980, A.A. Gede Anom Bawa menjabat sebagai Kelian Puri Satria Kawan. Pada saat itu, SANGKEPAN/anggota kepala Keluarga sepakat untuk menjual tanah milik Puri Satria Kawan dan Puri Satria Kanginan yang saat ini tanah tersebut sudah menjadi SD N 1 Paksebali dan SD N 2 Paksebali. Pada saat itu ,tanah tersebut terjual dengan harga Rp.2.000.000 (dua juta rupiah). Dananya pun di bagi dua , Puri Satria Kawan mendapat Rp.1.000.000 dan Puri Satria Kanginan mendapat Rp.1000.000.Rencananya dana hasil penjualan tanah tersebut akan dibagikan ke masing-masing anggota SANGKEPAN, A.A. Gede Anom Bawa selaku kelian memberikan usul agar dana tersebut di pergunakan untuk membeli seperangkat gamelan BALEGANJUR.
Pada akhirnya dana tersebut dipergunakan untuk membeli seperangkat gamelan baleganjur dengan harga Rp950.000 (Sembilan ratus lima puluh ribu rupiah), sedangkan sisanya Rp50.000 (lima puluh ribu rupiah) dipergunakan untuk membuat cagak gong, kapu-kapu, dan slawah /tungguh Reong.

SEJARAH GAMELAN GONG KEBYAR DI PURI SATRIA KAWAN

Pada Tahun 1986 , Banyak generasi muda Puri Satria Kawan yang memiliki minat dan berbakat dalam memainkan gamelan. Para sangkepan memiliki semangat tinggi untuk membangkitkan seni tabuh yang ada di Puri Satria kawan, dan akhirnya sangkepan sepakat untuk menjual tanah yang berlokasi di sebelah timur Prempatan Satria , tepatnya di depan Pasar Satria. Dana hasil penjualan tanah tersebut dipergunakan untuk membeli Empat GANGSA.
Pada tahun 1986, sangkepan mendapatkan sisa dana Upacara MERAJAN AGUNG PURI SATRIA KAWAN sebanyak Rp17.500.000(tuju belas juta lima ratus). Dana tersebut dipergunakan untuk membeli beberapa gamelan seperti terompong, reong, jegogan, jublag, kantilan, kajar , dan kecek.Pada saat itu juga Masyarakat Puri Satria Kawan mulai mengenal gong kebyar dan mulai mempelajari tabuh-tabuh lelambatan. Tahun 1987 Sekaa gong Puri Satria Kawan Mendatangkan seorang pelatih yang bernama Ida Bagus Jumpung seorang seniman alam yang berasal dari Griya Dawan , bliau menciptakan sebuah tabuh yag berjudul GESURIAGA. tahun 1988 , mendatangkan pelatih lagi yang bernama I Wayan Wirna , bliau mengajarkan tetabuhan gilak dan kreasi Baleganjur.
Memasuki tahun 2006 Sekaa gong Puri Satria Kawan Menjual Semua Pelawah gamelan seharga Rp.800.000 , dan mendapat dana dari pemerintah. Dana tersebut digunakan untuk membeli pelawah gamelan yang di Ukir. harga pelawah yang dibeli yaitu Rp.16.000.000 .

PRESTASI YANG DIRAIH

Pada tahun 1999, KKN UNUD menyelenggarakan Festival Baleganjur di Desa Paksebali, Sekaa Gong Puri Satria ikut berpartisipasi dan mampu meraih peringkat ke II (dua).
Tahun 2001 dan 2002 mengikuti Festival Baleganjur di Paksebali dalam rangka Porseni desa, pada saat itu Sekaa gong Puri Satria Kawan juga mampu meraih Peringkat II(dua). Desa Paksebali menyelenggarakan porseni terakhir tahun 2003 dan menyelenggarakan Festifal baleganjur , Sekaa gong Puri satria kawan juga masih berminat untuk mengikuti festifal tersebut, saking semangat dan giatnya latihan, Akhirnya Sekaa gong Puri Satria mampu meraih Peringkat I (satu).

LAMPIRAN

IMG00005-20131015-1715
Sekaa gong Puri Satria Kawan saat mengiringi Drama Gong.

IMG00009-20131015-2017
Sekaa gong Puri Satria Kawan saat mengikuti Festifal Baleganjur.

IMG00010-20131015-2017
Sekaa gong Puri Satria Kawan Saat Ngayah .

IMG00010-20131015-2017

Biografi Seniman Alam I Dewa Gede Rai

1. SEKILAS TENTANG I DEWA GEDE RAI

I Dewa Gede Rai adalah seorang seniman alam yang sangat mencintai seni, khususnya seni karawitan. Bliau lahir di Desa paksebali pada 31 Desember 1972.
Pendidikan bliau mulai dari TK (Taman Kanak) di Giri Kumara Satria Kanginan tahun 1978. Melanjutkan ke pendidikan SD (Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Paksebali dari tahun 1979-1985.

1382015278527

Tahun 1985 – 1988 bliau bersekolah di SMP PGRI Klungkung. Setelah itu melanjutkan SMA di PGRI Klungkung juga tahun 1988-1991. Bliau pernah memiliki keinginan besar untuk melanjutkan sekolah ke STSI Denpasar, tetapi karena faktor biaya dan keadaan ekonomi, keinginan bliau tidak dapat terwujud . Walaupun keinginan bliau tidak tercapai , bliau tetap gigih untuk mendalami dan mempelajari seni kususnya Seni Karawitan. Dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas bliau menjalani kehidupan sehari-hari sebagai seniman karawitan.
Pekerjaan bliau saat ini adalah SATPAM di sebuah Prusahaan, tetapi hingga sekarang bliau tetap menjadi seorang penabuh yang lumayan bisa diandalkan di desa paksebali.

2. PENGALAMAN YANG PERNAH DIJALANI

Banyak sekali pengalaman yang pernah bliau jalani, dari sebelum mengenal gamelan, hingga menjadi penabuh yang selalu di banggakan di desa Paksebali.

A. Tahun 1983, dalam rangka pembangkitan seni daerah, Desa paksebali ditunjuk untuk mewakili daerah seni di kabupaten Klungkung karena banyaknya kesenian yang ada di Paksebali seperti WAYANG WONG yang biasanya di sebut NONG NONG KLING. Pada saat itu bliau memiliki rasa ingin tau yang sangat besar , dan penasaran akan cara bermain gamelan. Awalnya bliau Cuma iseng/sekedar memukul kendang, tetapi akhirnya bliau bisa bermain kendang tanpa ada yang mengajarinya.

B. Tahun 1987 , Bliau mulai terjun ke dunia Gong Kebyar di Puri Satria Kawan. Pertama kalinya ikut megambel, bliau ditunjuk untuk memukul KAJAR , selama enam bulan bliau belajar , akhirnya ditunjuk untuk memukul JUBLAG. Materi yang diplajari adalah Tari-tarian seperti Kijang kencana, Cendrawasih, Manuk rawa, Sekar jagat, Panyembrama, Margapati dan lain sebagainya. Pada saat itu, bliau termasuk memiliki bakat yang sangat luar biasa . tahun 1988 , bliau memberanikan diri untuk menjadi pemain kendang. Karena saking semangatnya bliau belajar , akhirnya bliau bisa menjadi pemain kendang pada saat Festival Baleganjur yang diadakan oleh KKN Universitas Udayana (UNUD), hasilnyapun cukup membanggakan dan memperoleh Peringkat II (dua). Porseni pada tahun 2000 hingga 2002 berturut-turut mendapatkan Peringkat dua, Akhirnya pada Porseni tahun 2003 mampu meraih Peringat I (pertama).

C. Padatahun 2001 bliau ikut bergabung dengan Sanggar KAYONAN Klungkung. Pentas perdana bliau bersama Sanggar kayonan adalah pada Pembukaan Pameran di lapangan Kamasan tanggal 1 Oktober 2001, Posisi bliau pada saat itu adalah kantilan.

3. PENGALAMAN YANG BERKESAN

Berikut adalah pengalaman-pengalaman bliau yang berkesan dan tidak bisa dilupakan.
A. Pada tahun 2002, Gusti Ngurah Supartama selaku seniman tari yang berasal dari Denpasar, menggarap sebuah tari kreasi yang berjudul MUR’ING KLOTOK yang artinya lahir dan mati di klotok dengan latar belakang dari keturunan Dwagung Maruti. Uniknya, Penabuh yang di pilih untuk mengiringi tarian tersebut di pilih melalui MIMPI . Konon , Tarian tersebut harus diiringi oleh Penabuh yang berasal dari KLungkung. Kebetulan pada saat itu Sanggar Kayonan masih dalam masa tumbuh dan masa senangnya, semua penabuh Sanggar mau mengiringi tarian tersebut tanpa mengharapkan imbalan.

B. Festifal Gong Kebyar antar kecamatan , bliau ikut mewakili 2 kecamatan yaitu kecamatan dawan dan kecamatan klungkung , karena kecamatan klungkung diwakuli oleh sanggar kayonan, bliaupun harus ikut terjun menabuh di sanggar kayonan. Pada akhirnya Festival Gong Kebyar Tersebut dimenangkan oleh Kecamatan Nusa Penida. Bliau mengatakan, “Sanggar kayonan kalah karena Permainan panitia”

C. Bliau ikut dalam acara Peresmian VIHARA Dharma Ratna yag terletak di jalan ngurah rai Klungkung. Yang berkesan menurut bliau adalah peresmian VIHARA BUDHA , Tapi menggunakan TELEK , dan BARONG KET Bali, dan pada saat itu katanya suasana VIHARA sangat Hening.

4. PENGALAMAN PAHIT

Ada beberapa pengalaman yang kurang menyenangkan dan pahit dirasakan oleh bliau yaitu:

A. Bliau pingsan saat latihan menabuh di balai budaya Klungkung karena saking semangatnya dan tak pernah kenal lelah untuk bermain gamelan , bliau lupa akan kesehatanya sampai di antarkan ke rumah sakit oleh Bapak Camat Dawan.

B. Tahun 2009, selama satu tahun bliau mengikuti kegiatan tetap di Hotel NIKO Nusa Dua Bali, ditambah dengan acara-acara besar seperti 17 agustus. Pengalaman pahitnya pada saat bliau mengangkut gamelan yang berat di tangga hotel yang tinggi , karena tidak diperkenan kan membawa gamelan lewat lift. Setelah selesai pementasan bliau member upah pada seseorang untuk mengangkut gamelanya, namun akhirnya orang yang diberikan upah tersebut diperbolehkan untuk turun lewat lift.

5. PENUTUP

Seperti itulah perjalan I Dewa Gede Rai , seorang seniman alam yang memiliki semangat yang sangat tinggi demi mencapai kesuksesan dan selalu berjuang untuk menjaga dan melestarikan Seni Budaya yang diwariskan oleh leluhur dan nenek moyang kita sejak dulu. Kutipan dari bliau “ Ketulusan adalah kunci untuk menjalani sesuatu yang ingin dicapai”.

Sumber : I Dewa Gede Rai
Wawancara : tanggal 15 Oktober , pukul 04.21 Wita

WAYANG WONG

Salah satu dari berjenis-jenis cerita yang di ambil sebagai lakon dalam teater-teater daerah adalah cerita Ramayana. Cerita ini mengisahkan peperangan antara Rama, Raja Ayodya melawan Rahwana, Raja Alengka. Demikian terkenalnya cerita Ramayana ini di Indonesia, sehingga mendorong hati para pujangga dan seniman untuk mengabadikannya ke dalam berbagai bentuk karya seni (Bandem, Murgiyanto, 1996 : 34). Bentuk karya seni pertunjukan tradisional Bali yang tetap eksis mengetengahkan epos Ramayana dalam penyajiannya adalah Wayang Wong.

Wayang Wong adalah nama sebuah drama tari yang terdapat dibeberapa daerah di Indonesia. Di Bali, Wayang Wong merupakan drama tari bertopeng yang menggunakan dialog Bahasa Kawi yang selalu menampilkan wiracarita Ramayana (Soedarsono , 2002 : 140).

Di Bali ada dua jenis Wayang Wong yaitu Wayang Wong Parwa dan Wayang Wong Ramayana. Perbedaannya terletak terutama pada dua hal yaitu Wayang Wong Parwa mengambil lakon dari wiracarita Mahabharata, sedangkan Wayang Wong Ramayana mengambil lakon dari wiracarita Ramayana. Semua pelaku (pemegang peran) dalam Wayang Wong Parwa (kecuali panakawan-panakawan) tidak memakai tapel, sedangkan Wayang Wong Ramayana sebalik-nya semua memakai tapel. Dalam perkembangan selanjutnya yang dimaksud Wayang Wong di Bali adalah Wayang Wong Ramayana tersebut dan Wayang Wong Parwa disebut Parwa saja (Bandem, 1983 : 147).

Munculnya drama tari Wayang Wong di Bali diperkirakan pada abad XVI (1460-1550) pada jaman Kerajaan Gelgel (Klungkung), yaitu ketika kehidupan kesenian Bali mengalami puncak kejayaannya pada jaman pemerintahan Dalem Watu Renggong (dalam Budi Artha, 2004: 1).

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Guru Gede Putu Tirta menyatakan bahwa sekitar abad  XVII – XVIII, datang keluarga Sangging, Pande, Sangsi, Jelantik, Arya Wang Bang Pinatih dan Pasek ke Desa Tejakula yang mengawali pembangunan Pura. Kemudian datang pula para seniman yang bernama I Dewa Batan dari Desa Bunutin (Bangli), membawa tari Parwa dan I Gusti Ngurah Made Jelantik dari Desa Blahbatuh (Gianyar) membawa Tari Gambuh. Kedua tokoh inilah  yang menciptakan Wayang Wong di Desa Tejakula.

Informasi lainnya didapatkan dari Bendesa I Made Mudana, mengatakan bahwa sekitar abad ke – 17 Masehi,  penduduk dari berbagai daerah di Bali datang ke Tejakula karena daerah ini subur, sehingga cocok bagi mereka untuk pertanian. Penduduk pendatang yang ingin menetap di Desa Tejakula, diharuskan mengikuti aturan/syarat-syarat yang telah berlaku, seperti diharuskan menanggalkan kasta, wangsa, atau kebangsawanannya.

Informasi yang didapatkan ini memang benar adanya, terbukti sampai saat sekarang masyarakat Desa Tejakula tidak memakai kasta/ kebangsawanannya dalam nama-namanya yang tertulis baik secara adat maupun administrasi.

Menurut ketua Yayasan Wayang Wong Tejakukus, Bapak I Nyoman Sutaya, pantai Tejakula dahulunya adalah pelabuhan terbesar di Bali, sehingga memberi peluang masuknya para pendatang dari daerah Bangli, Gianyar, Klungkung, Buleleng, dan Karangasem yang masing-masing membawa budaya daerah, sehingga mampu meningkatkan perekonomian dan kesenian di Desa Tejakula. Salah satu keseniannya adalah berupa Wayang Wong yang merupakan pengembangan dari Gambuh dan Parwa, yaitu kesenian sebelumnya yang tidak lagi berkembang di Tejakula sekitar abad ke -18.