Archive for the ‘Karya’ Category

tari kecak

Senin, Juni 10th, 2013

Tari Kecak

Kecak (pelafalan: /’ke.t@3;ak/, secara kasar “KEH-chahk”, pengejaan alternatif: Ketjak, Ketjack), adalah pertunjukan seni khas Bali yang diciptakan pada tahun 1930-an dan dimainkan terutama oleh laki-laki. Tarian ini dipertunjukkan oleh banyak (puluhan atau lebih) penari laki-laki yang duduk berbaris melingkar dan dengan irama tertentu menyerukan “cak” dan mengangkat kedua lengan, menggambarkan kisah Ramayana saat barisan kera membantu Rama melawan Rahwana. Namun demikian, Kecak berasal dari ritual sanghyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar, melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat. Para penari yang duduk melingkar tersebut mengenakan kain kotak-kotak seperti papan catur melingkari pinggang mereka. Selain para penari itu, ada pula para penari lain yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana seperti Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman, dan Sugriwa. Lagu tari Kecak diambil dari ritual tarian sanghyang. Selain itu, tidak digunakan alat musik. Hanya digunakan kincringan yang dikenakan pada kaki penari yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana. Sekitar tahun 1930-an Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies menciptakan tari Kecak berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak memopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.

History/Sejarah
Sekitar tahun 1930-an Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies menciptakan tari Kecak berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak memopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.

Story/Cerita

 

 

Tari Kecak merupakan salah satu tari Bali populer yang diciptakan pada tahun 1930-an dan dimainkan biasanya oleh laki-laki. Tarian ini dipertunjukkan oleh banyak (puluhan atau lebih) penari laki-laki yang duduk berbaris melingkar dan dengan irama tertentu menyerukan “cak” dan mengangkat kedua lengan, menggambarkan kisah Ramayana saat barisan kera membantu Rama melawan Rahwana. Namun demikian, Kecak berasal dari ritual Sanghyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar, melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat. Para penari yang duduk melingkar tersebut mengenakan kain kotak-kotak seperti papan catur melingkari pinggang mereka. Selain para penari itu, ada pula para penari lain yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana seperti Rhama, Shinta, Rahwana, Hanoman, dan Sugriwa. Lagu tari Kecak diambil dari ritual tarian Sanghyang. Selain itu, tidak digunakan alat musik. Hanya digunakan kincringan yang dikenakan pada kaki penari yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana.

tarian sakral bali

Senin, Juni 10th, 2013

Tari Sang Hyang

 

Salah satu kesenian Bali yang berkar pada kebudayan pra-Hindu adalah tari sang hyang. Tari ini maih hidup sampai sekarang dan kini dapat dijumpai kurang lebih dua puluh macam tari Sang Hyang. Tarian tersebut banyak di dapat di desa- desa pegunungan, semua jenis tari Sang Hyang terdiri atas dua atau tiga penari dan mereka dapat mencapai tance ( kerawuhan). Pertunjukan tari Sang Hyang sangat beraneka ragam wujudnya, masing-masing memiliki unsur improvisasi sesuai dengan budaya yang berkembang di sekitarnya. Tipe kerauhan ini juga amat berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.

Jenis-jenis tari Sang Hyang meliputi, Sang Hyang Dedari , Sang Hynag Jaran, Sang Hyang celeng, Sang Hyang lelipi, Sang Hyang Bojog, Sang Hyang penyalin, Sang Hyang Kuluk, Sang Hyang Sampat, Sang Hyang Penyu, Sang Hyang Samba, Sang Hyang memedi, Sang Hyang Deling dan lain-lain. Jika Sang Hyang itu mulai kerauhan penyanyi wanita yang sedang menyanyikan gending-gending Sang Hyang berhenti dari tugasnya dan mereka diganti oleh penyanyi pria yang disebut cak. Penari cak yang terdiri atas para penyungsung pura tersebut menyanyikan ritme cak, ecak , ecak , ecak dengan patron prekusif yng amat unik.

Perlu di perjelas bahwa sesungguhnya tidak semua tari Bali memiliki unsur kerauhan. Unsur kerauhan juga ada dalam tari Bali yang bersifat sekuler yang dilatih secara teknis dan srius namun secara konseptual kedaan seperti ini disebut ketakson. Untuk tarin-tarin yang bersifat kerauhan atau sakral, penari di tuntut untuk dapat kerauhan ( nadi ) , sedangkan kemampuan untuk menari adalah soal belakang. Untuk tarian profesional persyaratan ini menjadi terbalik, karena kondisi seperti ini dapat membingungkan dalam tarian Bali , sepeti terlihat dalam tarian sekuler yang ditambahkan degan kerauhan begitu saja untuk menarik wisatawan asing. Disini sifat-sifat kerauhan itu secara mudah disebut dengan metode berekting.

 

 

 

Drama Tari Gambuh

 

Salah satu warisan budaya Bali yang amat mengesankah adalah Gambuh. Ini merupakan drama tari paling tua dan dianggap sebagai sumber drama tari Bali, gambuh terselamatkan hingga kini dengan perubahan kecil dari aslinyaratusan tahun yang lampau. Didalam gambuh kita masih melihat tersimpannya tata cara dan ide-ide kebudayaan Majapahit dan kehidupan budaya yang tinggi dari kerajaan Bali dari abad ke -14 sampai ke -16. Para penguasa majaphit dan keluarga raja pada waktu itu sangat menghargai, memelihara kesenian dan tari secara serius di dalam isitana.

Gambuh telah diayomi dari tahun ke tahun, namun dalam pengayoman terebut drama tari Gambuh  “ dibalinisasikan “. Dari pengelihatan pertama, orang- orang yang akan dapat menyaksikan bahwa tata busana adat Bali telah diadaptasi ke dalam Gambuh. Gambuh memasukan unsur cerita kedalam tarian bali karena taria Bali pada zaman pra-Hindu tidak memiliki cerita. Dari cerita akan timbul pengertian tentang struktur dramatis, dan struktur akan memperkenalkan elemen komposisi. Gambuh juga memperkenalkan imajinasi musik yang tinggi dan imni menyebabkan hubungan erat antara tarian dan musik berkembang dalam drama dan tari Bali.  Tari Bali yang berasal dari zaman pra-Hindu hanya diiringi musik sederhana yang terdiri atas pukulan-pukulan ritmis, nyanyian yang diulang- ulang  dan perbendaharan musik yang sederhana.

Gambuh mengandung persamaan dengan opera barat dlam hal cerita yang diungkapkan oleh penari dalam bentuk nyanyian dan dialog.  Seni suara vokal bagi para penari dalam pementasan tidak lah begitu sukar ,biasanya terdiri atas nyanyian panjang dengan ritme yang bebas  dan harmonis seiring dengan nada-nada gambelan yang sedang mengiringi tarian itu.

Sebuah pertunjukan gambuh yang semprna biasanya memakai tiga atau empat pegunem : pengipuk ( percintaan ), tetengisan ( sedih ), dan pesiat (adegan perang biasanya mengakiri pergelaran itu ) .

 

 

Sendratari Ramayana dan Mahabrata

 

Sendra tari merupakan singkatan dari “ seni, drama dan tari” di Indonesia istilah sendra tari dipakai untuk menggantikan kata “ balet ” , yaitu tari klasik barat yang pementasannya menggantungkan keharmonisan antara musik dan tari, sedangkan cerita diungkapkan tanpa dialog, cukup dengan gerak-gerak berarti. Adapun sendratari yang pertama dipertunjukan di Bali adalah  sendra tari Jayaprana , gubahan I Wayan Bratha seorang guru tari dan karawitan.

Sendaratari Mahabrarata dan ramayana sebgai kasus dalam perubahan ini dapat dimengerti oleh masyarakat secara luas karena sendratari sebagai ciptaan baru masih bersumber pada tarian-tarian klasik Bali dan tidak pernah tercabut dari akar kebudayaan. Sendratari Mahabrata dan Ramayana yang semula dicetuskan pada pesta kesenian Bali tahun 1979 dan penggarapannya dilakukan secara kolosal tenyata merupakan awal perubahan baru dalam tari Bali. Sampai pada pementasan ketiga sendratari ini masih mendapat kritik yang cukup tajam dari para pengamat tari Bali.

Berawal dari gagasan tersebut dan untuk menghadapai para pemeran yang hampir dua ratus jumlahnya, perancang sendratari Mahabrata dan Ramayana garapan lolosal ini menyusun suatu skenario yang lebih lengkap. Skenario ini disusun oleh sebuah tim yang ditunjung oleh Pemerintah Daerah Tingat 1 Propinsi Bali. Tim skenario sendratari ini pada awalnya dipipmpin oleh I Gusti Bagus Nyoman Panji dan dilanjutkan oleh I Made Bandem dengan anggota-anggota seperti I Wayan Simpen AB, I Gusti Ngurah Suparta, I Wayan Dibia, I Nyoman Sumadhi, I Dewa Ngakan Made Sayang, I Ketut Kodi, I Nyoman Astita dan seniman-seniman terkemuka lainnya.

Musik yang dipergunakan untuk mengiringi Sendratari Mahabrata dan dan Ramayana adalah beberapa gambelan yang dirangkai menjadi sebuah barungan gambelan sebaagai pengiring gambelan itu. Jenis – jenis barungan gambelan yang serig digunakan seperti gambelan gong gede, gong kebyar, semarapegulingan dan lain-lain.

terompong gong gede

Senin, Juni 10th, 2013

Gamelan, seniman, serta pengrajin gamelan merupakan tiga unsur yang tidak dapatdipisahkan, ketiganya memiliki hubungan yang sangat erat. Terciptanya karya seni, khususnya dalam seni Karawitan, karena adanya kebutuhan seniman dalam menginterpretasikan daya imajinasinya dan instuisinya yang didukung oleh kemampuan teknik yang dimilikinya hinggaterlahir suatu bentuk karya seni yang memiliki nilai-nilai keindahan dan dapat dinikmati, dirasakan sehingga dapat menimbulkan rasa puas baik bagi penikmat dan seniman pelaku

 

Seniman selalu berfikir untuk menghasilkan sesuatu yang baru dalam mewujudkan daya imajinasinya. Keindahan itu sendiri secara kolektif dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan rasa senang, rasa puas, rasa aman, nyaman, dan bahagia. Apabila perasaanitu sangat kuat, merasa terpaku, terharu dan terpesona, maka akan menimbulkan keinginan untuk menikmati kembali perasaan itu walaupun sudah dinikmati berkali-kali.1 Upaya ini tidak akanbisa berhasil sempurna jika tidak adanya media sebagai sarana penuangan dan perwujudan daya cipta yang dimiliki seniman. Oleh karena itu gamelan sangat diperlukan dalam mendukung kreativitas tersebut.

 

Gamelan adalah benda seni sebagai penghasil bunyi yang merupakan sarana seniman dalam menuangkan ide-ide kreatifnya dalam menghasilkan suatu karya seni musik tradisi/karawitan. Karya tersebut memiliki unsur keindahan yang dapat dirasakan baik oleh seniman pencipta, pelaku, serta dinikmati oleh masyarakat penikmat seni. Gamelan tidak saja dikenal oleh seniman, namun gamelan sudah sangat populer dalam tatanan budaya masyarakat Bali karena selalu eksis dalam berbagai konteks sosial budaya masyarakat Bali. Dengan penampilan dan penyajiannya yang kharismatik dalam setiap event, baik dalam konteks budaya spiritual maupun entertaimen, sangat menarik untuk mendapat dukungan dan perhatian dari masyarakat

      Trompong Gong Kebyar merupakan sebuah jenis instrumen yang memiliki keunikan,  kekhasan dari segi penampilan atau bentuk serta memiliki nilai estetik yang dihasilkan dari suara instrumen tersebut, dan dimainkan oleh satu orang hingga tiga orang pemain gamelan atau penabuh. Sebagai salah satu instrumen pencon atau memoncol dalam gamelan Gong Kebyar yang berbentuk bulat memiliki kaki atau lambe yang pada tengah-tengah bangun bagian atas atau muka terdapat sebuah cembungan yang mempunyai ukuran diameter paling kecil 3, 5 cm² hingga 7 cm², dan tingginya dari ukuran 4 cm² hingga 7 cm², besar maupun kecil ukuran moncol itu tergantung dari ukuran trompong, makil besar ukuran trompong maka makin besar pula ukuran pencol/moncolnya. Terkait dengan keberadaan Trompong Gong Kebyar dalam gamelan Bali telah disebut.

Dari kutipan di atas memberikan pernyataan bahwa Trompong Gong Kebyar merupakan sebuah instrumen tradisional Bali yang mana pada umumnya terdiri atas sepuluh buah pencon yang terdiri dari nada terendah ke nada tertinggi yang dimulai dari nada:

(1) dang (3) ding (4) dong (5) deng (7) dung

(1) dang (3) ding (4) dong (5) deng (7) dung

 

      Trompong merupakan instrumen yang biasa dipergunakan sebagai pengawit atau intro yaitu memulai suatu gending atau tabuh sekaligus berfungsi sebagai pembawa melodi dalam memainkan gending-gending lelambatan klasik, lelambatan kekebyaran maupun gending rerejangan. Trompong dalam permainannya mampu memberikan kesan yang estetis yang mempengaruhi suasana maupun karakter dalam penyajiannya. Dengan adanya suara dan

permainan trompong yang membawakan/menyajikan gending-gending lelambatan klasik maupun lelambatan kekebyaran maka akan terdengar indah dan sempurna hal tersebut tentu dipengaruhi oleh nilai estetis yang ada pada tunguhan trompong.

Melihat fungsi Trompong Gong Kebyar sebagai pembuka/pengawit atau mengawali suatu gending atau lagu, telah ditulis oleh Pande Made Sukerta dalam bukunya Gamelan Gong Kebyar Buleleng Perubahan dan Keberlanjutan Tradisi Gong Kebyar, dinyatakan bahwa: Trompong merupakan salah satu kelompok tungguhan pedandan dalam Gong Kebyar yang tugasnya lebih menekankan pada melodi, yaitu menyajikan bagian gending kawitan (di Jawa Tengah disebut dengan buka), sebagai penghubung gending, dan menggarap gending dengan pola tabuhan yang menggunakan berbagai variasi atau wilet. Menyajikan bagian gending kawitan terdapat pada jenis gending pepanggulan

 

 

 

 

 

 

 

Secara khusus Trompong digunakan untuk memulai lagu (kawitan), yaitu : memulai suatu gending atau tabuh sekaligus berfungsi sebagai pembawa melodi dalam memainkan gending- gending lelambatan klasik, lelambatan kekebyaran maupun gending rerejangan.

Adapun tehnik permainan dalam Trompong Gong Kebyar yaitu:

  1. Nyele                         : pukulan yang menjelaskan lagu

 

  1.  Ngembat                  : memukul dua buah nada besar dan kecil secara

bersamaan  dengan jarak 4 nada.

 

  1.  Ngempyung                        : memukul dua buah nada secara bersamaan nada (dang)

dan (deng) yang dihasilkan adalah nada (dang).

 

  1. Nyintut                      : memukul dua buah nada secara bersamaan yaitu ding

kecil dengan dung yang kedengaran ding.

 

  1. Nyilihasih                  : tehnik pukulan bergantian gentian antara tangan kanan

dan kiri.

 

  1. Nyekati                      : pukulan yang banyak lepas dari bagian pokoknya dan

bertemu pada bagian akhir.

 

  1.  Ngumad                   : memukul dengan membelakangi pokok gending.

 

  1.  Ngulunin                  : mendahului pukulan pokok.

 

  1.  Nerumpuk               : memukul satu nada secara beruntun.

 

 

  1.  Ngoret                      : memukul tiga buah nada yang ditarik dari besar ke kecil.

 

Ngerot                      : memukul tiga buah nada dari kecil ke besar.

peranan seniman dalam masyarakat

Senin, Juni 10th, 2013

PERANAN   SENIMAN   DALAM   MASYARAKAT

 

Seni merupakan kegiatn yang tejadi oleh proses “cipta-rasa-karsa”.  Tidak sama tetapi tidak seluruhnya berbeda dengan sains dan teknologi,maka ciptaan dalam bidang seni mengandung pengertian terpadu  antara kreatifitas ,penemuan (emotion, feeling).

Seniman adalah orang yang mempunyai bakat seni danberhasil menciptakan dan mempergelarkan karya seni ( Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembaangan Bahasa,  1988:  817). Senimn dapat disejajarkan posisinya dengan para agamawan dan golongan cendekiwan . apabila berbicara mengenai peranan seniman ( seni ) dalam masyarakat indoesia,maka hal itu tidak dapat dipisahkan  dari pembicaraan tentang peranan senimn dalam masyarakat indonesia yang sedang membangun. Pembangunan nasional menghendaki terciptanya suatu pembangunan yang seimbang dalam arti bahwa pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat indonesia.

Konsepsi berkesenian bagi seniman –seniman dalam masyarakat indonesia yang sedang mengalami proses moderenisasi ini memang masih cukup beragam. Di pulau Bali sampai sekrang belum dijumpai sebuah istilah dalam bahasa daerah yang menjadi pedanaan kata seni dalam bahasa indonesia. Kegiatan berkarya seni dikaitkan dengan kiat dan ketrampilan tertentu yang didalam bahasa bali disebut  “juru” atau tukang. Juru gambel adalah sebuah sebutan yang digunakan untuk menamakan para seniman yang pandai memainkan gambelan, atau para tukang yang pandai membuat gambelan.  Pregina adalah sebuah istilah yang dugunakan untuk mereka yang ahli tari,sedangkan undagi  adalah bahasa daerah yang digunakan untuk untuk menyebutkan ahli- ahli atau arsitek tradisional.

Sampai sat ini seniman  bali menganggap bahwa kata seni yang ada sekarang adalah bahasa Indonesia dan kemungkinan berasal dari bahasa Belanda “genie  atau  bahasa  Latin”. Mungkin hal ini salah satu konsep yang membedakan para seniman bali dengan seniman daerah lain, dimana mereka selalu melihat kegiatan kesenian terpisah dari kehidupan dan menempatkan kata seni sebagai istilah yang yang dimulai dengan huruf besar    “ S ”  atau     “  A ” dalam istilah Art (bahasa inggris).

Dalam kaitan dengan seni pertunjukan Indonesia, Soedarsono menggolongkan tari-tarian Indonesia menjadi tiga golongan yaitu tari upacara, tari pertunjukan, tari hiburan  (Soedarsono,  1972:  23). Antoni Forge dalam bukunya yang berjudul “Baliniase Tradisional Painting”  membuat tipologi lukisan Bali berdasarkan kegunaannya sebai lukisan tabing, lukisan langsai,lukisan ider-ider,lukisan langit – langit, kober dan lontek.

 

 

Adapun konsepasi-konsepasi keseimbangan yang menjadi pegangan bagi seniman Bali dalam mewujudkan karyanya ialah :

 

  1. Konsepasi Dharma
  2. Konsepasi Rwa Bhineda
  3. Konsepasi Tri Hita Karana
  4. Konsepasi Kharma Phala
  5. Konsepasi Etos Kerja
  6. Konsepasi Desa Kala Patra
  7. Konsepasi Taksu dan Jengah

 

Untuk dapatnya seniman lebih berperan di masyarakat pemerintah perlu meningkan pembinan dan pengembangan kesenian bangsa dengan memupuk dan merangsang kreatifitas seniman,membina aktufitas organisasi kesenian melalui wadah organisasi tradisional seperti desa, banjr, seka-seka. Untuk meningkatkan apresiasi masyarkat tentang kesenian dan memupuk rasa bangga terhadap hasil IPTEK dan seni bangsa di masa lampau. Warisan budaya berupa kesenian klasik ( tradisional ) perlu di selamatkan, dipelihara dan di tingkatkan peranannya.

 

TARI BALI SEBUAH SIMBOL

MASYRAKAT BALI

 

 

 

Tari Bali merupakan bagian penting dari kehidupan masyarakat Bali yang sudah di warisi sejak zaman lampau. Untungnya bentuk karya seni itu sebagian besar masih terpelihara sampai sekarang yang kehidupannya didukung oleh agama Hindu Dharma. Penelitian mengenai tari bli sudah bnyak dilakukan oleh para cendekawi dan seniman baik yang bersal dari luar negri,mupun yg berasal dari dalam negri.

Pada tahun 1948 seorang komponis dan musik bangsa-bangsa yang benama Colin McPhee menulis sebuah artikel tari bali yang berjudul Dance in Bali yang diterbitkan dalam majalah Dance Index VII dan tulisan singkat ini juga mengandung informasi yang cukup luas mengenai tari Bali. McPhee mengetahui gambeln bali secara baik, mampu mengungkapkan berbagai kaitan antara tari dan gambelan Bali.

Jhon Martin seorang kritikus dan ahli teater bangsa Amerika menulis usulan tentang kesenian Bali dan Jawa berkunjung ke New york pada tahun 1938. Tulisan yang berjudul East Indies Troupe in Amerika Debut: Bali and Java Dencers dimuat oleh New York Times pada tanggal 28 oktober 1939 mempunyai pengaruh besar dalam perkwnalan kesenian Bali dan Jawa di Amerika Serikat bentuk tari Bali yang disebutnya sebagai tjoerik ngaras sudah tiada bekasnya dalam perkembangan tari bali yang ada sekarang.

 

 

 

Tari Bali Sebuah Simbol Masyarakat Bali kami ajukan dengan tanggapan bahwa tari bali memiliki rekaan dualitas,yaitu aspek dalam (aspek mental) dan aspek luar ( aspek fisik) . Dorongan simulasi dan transpormasi dan kesatuan dari dengan masyarakat (aspek dalam) bentuk fungi dan sumber gerak arti simbolis dari gerak dan alat-lat yang digunakan, serta kaitannya dngan penabuh,kalangan dan waktu pementasan (aspek luar). Konsepsi – konsepsi yang hidup dalam alam pikiran  sebagian besar dari warga masyarakat mengenai hal-hal yang mereka anggap bernilai dalam hidup seprti aturan- aturan khusus hukum dan norma. Masalah mengenai hakekat hidup manusia  (MH), masalah mengenai hakikat dari karya manusia ( MR ),masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya ( MW), dan masalah mengenaihakekat dari hubungan manusia dengan sesamanya ( MM )

artikel kendang bebarongan

Senin, Juni 10th, 2013

Penerbit: Percetakan Kanisius Yogyakarta

Halaman: XVIII., 74 Halaman

Buku yang sampul depan bergambarkan kepala barong dan sosok seseorang yang memangku sebuah kendang yang pada mulanya adalah publikasi skripsi I Gede Made Sadguna ini membahas berbagai aspek, umumnya tentang Seni Karawitan Bali dan khususnya tentang kendang bebarongan. Kendang merupakan salah satu instrumen musik yang universal, karena hampir di seluruh belahan dunia dipastikan memiliki alat musik yang tergabung dalam alat musik perkusi. Di Bali kendang tidak bisa dipisahkan dari seni karawitan dimilikinya. Dalam buku ini disebutkan bahwa instrumen kendang terdapat pada gamelan golongan madya, yang berfungsi sebagai peminpin dari sebuah barungan gamelan.

Selanjutnya terdapat pada gamelan golongan baru, yang memiliki peranan semakin menonjol dengan teknik dan improvisasi yang semakin kompleks. Di Bali instrumen kendang biasanya dimainkan secara berpasangan dan individu. Jika dimainkan secara berpasangan maka kendang itu dinamakan kendang lanang dan kendang wadon. Kendang lanang ialah kendang yang memiliki suara lebih kecil atau tinggi, sedangkan kendang wadon ialah kendang yang suaranya lebih besar ataupun lebih rendah. Contoh-contoh jenis kendang Bali diantaranya, kendang mebarung, kendang tambur, kendang bedug, kendang cedugan, kendang gupekan, kendang bebarongan, kendang kerumpungan, kendang batel dan kendang angklung.

Salah satu dari kendang tersebut yang memiliki tehnik permainan yang unik dan rumit adalah kendang bebarongan, yang dimana dalam mempermainkannya menggunakan sebuah alat yang disebut panggul kendang, dan tehnik permainannya lebih banyak mempergunakan tehnik mekendang tunggal. Disebut kendang bebarongan karena kendang ini khusus digunakan untuk menyajikan gending-gending bebarongan dan dipergunakakan untuk mengiringi tari barong. Kendang merupakan salah satu alat yang sangat penting dalam Karawitan Bali. Istilah kendang telah disinggung dalam beberapa literatur yang berasal dari tahun 821 dan 850 Masehi dengan istilah padahi dan muraba. Dalam prasasti bebetin yang berasal dari abad ke-9, kendang disebut dengan istilah papadaha.

Satu diantara sembilan jenis kendang yang terdapat dalam Karawitan Bali bernama kendang bebarongan. Kendang bebarongan adalah kendang yang secara khusus terdapat dalam barungan gamelan bebarongan. Jenis kendang ini mempunyai panjang sekitar 62-65 cm, garis tengah tebokan besar berukuran 26-28cm dan garis tengah tebokan kecil sekitar 21,5-23cm. Kendang bebarongan ini termasuk dalam ukuran kendang yang tanggung (nyalah: Bahasa Bali), karena ukurannya yang tidak terlalu besar maupun tidak terlalu kecil. Ada dua cara untuk memainkan kendang bebarongan, yakni bisa dengan mempergunakan panggul dan juga bisa dimainkan tanpa menggunakan panggul. Adanya jenis-jenis kendang seperti tersebut diatas tidaklah luput dari peranan seniman-seniman yang mempunyai daya kreatifitas tinggi dan suatu pemikiran kritis serta nilai seni tinggi yang disertai tahapan-tahapan atau proses yang meski dilewati.

Langkah pertama yang dilakukan dalam pembuatan kendang bebarongan adalah mencari dewasa ayu – – hari atau waktu yang baik agar mendapatkan keselamatan dalam bekerja dan kendang yang diciptakan nantinya memiliki kwalitas yang baik. Yang diawali dengan mencari waktu untuk menebang pohon yaitu sasih karo, kawulu dan kesanga yang biasanya disebut sasih berag (kurus) yang biasanya menggunakan sesaji berupa canang sari dan segehan. Setelah kayu dipotong maka tukang kendang akan mencari hari baik untuk bekerja atau nuasen. Menurut informasi dari I Putu Gede Sula Jelantik, hari tersebut adalah hari-hari yang jatuhnya bertepatan engan dewasa : karna sula, kala geger, aswajag turun dan bojog turun. Setelah kendang itu selesai digarap lalu di upacarai yang disebut dengan istilah ngupain atau masupati yang bertujuan untuk menghasilkan suara seperti yang diinginkan sekaligus dapat dipergunakan dalam konteks upacara. Setelah semua prosesi ini terlewati maka ada beberapa hal lagi yang harus dikerjakan seperti, membangun bantang dan nukub kendang (memasang kulit kendang).