SEJARAH GAMELAN GONG KEBYAR DI DESA SAKTI,NUSA PENIDA

pendahuluan

Karawitan Bali menjadi suatu kebanggaan, mengingat banyaknya pengakuan dari berbagai negara di dunia yang menempatkan karawitan Bali dalam kategori yang baik. Pujian seperti ini tidak perlu diragukan lagi terbukti dengan adanya peminat-peminat seni dari berbagai negara datang ke Bali untuk mempelajari karawitan Bali, baik dari segi teori maupun praktek.

Di Bali sendiri terdapat kurang lebih 26 jenis gamelan yang masing-masing memiliki kelengkapan bebarungan dengan fungsi yang berbeda dan jumlahnya semakin bertambah, salah satu diantaranya yaitu Gong Kebyar. Gong Kebyar belakangan ini masih terus menjadi suatu karya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, perorangan maupun kelompok. Sebagai suatu bentuk kesenian yang usianya relatif muda, gong kebyar berkembang sangat pesat dan merupakan suatu jenis karawitan Bali yang paling populer bahkan sampai keluar dari daerah Bali. Di Bali sendiri hampir setiap desa memiliki gamelan gong kebyar, dan gong kebyar telah banyak mempengaruhi jenis-jenis kesenian Bali yang lain, tidak hanya dalam bentuk seni karawitan namun juga dalam bentuk seni tari yang dibawakan dalam bentuk sendratari.

 

 

Definisi  gong kebyar

Gong Kebyar adalah barungan gamelan Bali sebagai perkembangan terakhir dari Gong Gede, memakai laras pelog lima nada yang awal mulanya tidak mempergunakan instrumen terompong. Selanjutnya Gong Kebyar dapat diartikan suatu barungan gamelan gong yang didalam permainannya sangat mengutamakan kekompakan suara, dinamika, melodi dan tempo. Ketrampilan mengolah melodi dengan berbagai variasi permainan dinamika yang dinamis dan permainan tempo yang diatur sedemikian rupa serta didukung oleh teknik permainan yang cukup tinggi sehingga dapat membedakan style  Gong Kebyar yang satu dengan yang lainnya.

Gong Kebyar merupakan salah satu perangkat/barungan gambelan Bali yang terdiri dari lima nada ( panca nada ) dengan laras pelog, Gong Kebyar bagi masyarakat Bali sudah tidak asing lagi, karena hampir seluruh desa maupun banjar yang ada di Bali memiliki satu perangkat/ barungan Gong Kebyar.

Gong Kebyar adalah sebuah barungan baru. Sesuai dengan nama yang diberikan kepada barungan ini (Kebyar yang bermakna cepat, tiba-tiba dan keras) gamelan ini menghasilkan musik-musik keras dan dinamis. Gamelan ini dipakai untuk mengiringi tari-tarian atau memainkan tabuh-tabuhan instrumental. Secara fisik Gong Kebyar adalah pengembangan kemudian dari Gong Gede dengan pengurangan peranan, atau pengurangan beberapa buah instrumennya. Misalnya saja peranan trompong dalam Gong Gebyar dikurangi, bahkan pada tabuh-tabuh tertentu tidak dipakai sama sekali, gangsa jongkoknya yang berbilah 5 dirubah menjadi gangsa gantung berbilah 9 atau 10 . cengceng kopyak yang terdiri dari 4 sampai 6 pasang dirubah menjadi 1 atau 2 set cengceng kecil.

Oleh karenanya gong kebyar menjadi satu barungan gambelan tergolong baru jika dibandingkan dengan jenis-jenis gambelan yang ada saat ini seperti misalnya, gambelan Gambang, Gong Gde, Slonding, Semara Pegulingan dan masih banyak yang lainnya.

Tujuan saya mengangkat sejarah gong kebyar yang ada di desa sakti adalah untuk mengetahui bagai mana awal mulanya sehingga ada  gong kebyar di desa saya

 

 

SEJARAH GAMELAN DI DESA SAKTI

Desa sakti merupakan salah satu desa  yang ada di Kecamatan Nusa penida Kabupaten Klungkung. Menurut bapak made  suradnya  dan pengelingsir di desa sakti, sejarah gamelan di desa sakti ini  pertama kalinya sekitar tahun 1957. Awalnya sekitar tahun 1957, desa sakti  hanya memiliki gamelan baleganjur. Setelah berselang beberapa bulan kemudian masyarakat di desa sakti berinisiatif untuk membeli gamelan gong kebyar. Namun, pada saat itu masyarakat hanya memiliki dana yang sangat minim. Banyak cara yang dilakukan oleh masyarakat demi memiliki Gamelan Gong Kebyar yaitu, menghimpun diri untuk mengisi waktu luang dengan membuat sekha demen , khususnya yang senang menabuh gamelan. Untuk bisa membeli gamelan, kelompok itu menyisihkan upah yang di dapat dari penjualan jagung. Sekitar tahun 1969 dana terkumpul, namun masyarakat desa sakti hanya bisa sebatas membeli daun gangsa, sedangkan pelawah dan bumbungnya membuat sendiri secara bergotong royong di desa sakti, selain melaksanakan kegiatan latian- latian rutin, sekha gong desa sakti masih aktif  melakukan latihan-latihan megambel diluar Banjar.

Kemudian pada tahun 1992 sekha yang ada di desa sakti ini pun berkembang, dan membentuk kesenian calonarang  yang sekarang ini sering di pentaskan di pura dalem cemara, setiap odalan di pura dalem cemara kesenian calonarang  harus di pentaskan,karena dulu katanya kalau calonarang  itu tidak di pentaskan maka salah satu masyarakat banjar batumulapan mengalmi sakit demam “ujar pak made suradnya” Karena kenginginan yang masih menggebu-gebu , akhirnya pada tahun 1998 timbul kenginginan dari masyarakat desa adat sakti untuk memiliki perangkat gamelan Gong Kebyar yang utuh, melalui prajuru/kelihan adat dan kepala desa pada tahun 2001, masyarakat di suruh mengumpulkan dana atau di bali di kenal dengan system urunan atau metempung,  untuk membeli pelawah baru . Semenjak sudah memiliki perangkat gambelan yang lengkap, sekhaa gong desa sakti terus melakukan kegiatan berkeseniannya hingga sampai saat ini.  

Adapun instrumen yang terdapat didalam gamelan Gong Kebyar di Desa Sakti:

    1. 1 tungguh terompong
    2. 2 buah kendang
    3. 1 buah cenceng ricik
    4. 3- 5 buah suling
    5. 1 buah ugal
    6. 1 buah kajar
    7. 4 buah pemade
    8. 4 buah kantilan
    9. 1 tungguh reyong
    10.  2 buah jublag
    11.  2 buah jegog
    12.  2 buah gong
    13.  1 kempur
    14.  1 buah bende
    15.  1 buah kemong
    16.  1 buah kempli

Dengan perangkat gamelan yang telah dimiliki di desa sakri, sekha mampu mewujudkan rasa bakti dengan konsep ngayah-ngayah di lingkungan Desa bahkan di luar Desa. Dan dapat mewariskan gending gending klasik yang ada di desa sakti ke generasi penerus termasuk diturunkan ke generasi saya, sehingga gending gending klasik yang ada di desa sakti tidak punah atau hilang, dan dapat di pentaskan atau dimainkan pada saat ada odalan odalan, atau upacara dewa yadnya lainnya, Dengan perkembangan gamelan Gong Kebyar masa kini yang telah adanya tambahan instrument 1 buah ugal , dan 2 buah penyacah, di desa sakti tidak terdapat instrument tersebut karena masyarakat di desa sakti masih mempertahankan konsep tradisi . Dan hingga saat ini konsep tradisional tersebut masih dipertahankan dengan baik agar dapat di warisi kepada anak cucu di generasi akan datang.

Dan pada setiap hari raya kuningan sekha gong desa sakti mengiringi sungsungan ratu gede di desa sakti mesolah, dan sampai saat ini tradisi tersebut masih berjalan, termasuk hingga ke generasi saya saat ini.

Informasi sejarah gamelan di desa sakti  ini saya dapat dari Bapak made suradnya selaku Kelihan Gong, dan pengelingsir- pengelingsir di desa sakti yang saya wawancarai pada Hari minggu, tanggal 6 oktober 2013

 

 

Kesimpulan:

Jadi dengan menggali informasi kapan dan bagaimana awal mulanya ada gamelan gong kebyar di desa sakti, saya dapat menjelaskan seperti yang saya paparkan pada tulisan ini.

Dan  jikalau nanti kedepannya ada yang bertanya kapan gamelan di desa saya ada dan bagaimana sejarahnya, dngan tulisan ini saya akan bisa menjelaskannya

 

 SUKA DUKA SEORANG SENIMAN TUNA NETRA

 IGEDE SUDIANA Spd

196769_10150141650044269_3692501_n

 

 

 

“Hidup Dengan Seni itu indah, begitulah ungkapan yang keluar dari I Gede sudiana atau biasanya yang akrab di panggil “de lamur”, ia lahir di lembongan, tepatnya tanggal 12 07 1982. gede sudiana mengalami ketunanetraan dari sejak lahir, saat saya temui kemarin di kediamannya di gang 12 no 2  br ayung klungkung, beliau bercerita bnyak dengan saya,  semasa kecilnya sudiana suka bermain kebanjar, disanalah ia senang dan menyenangi yang namanya bermain gamelan, pada tahun 1992 pertama kalinya ada gong kebyar anak aanak di lembongan dan termasuk di bali, “saya salah satunya yang ikut terlibat di dalam sekehe gong itu”, ujar pak de sudiana kepada saya

I gede sudiana merupakan anak pertama dari pasangan I ketut sulitra dan ni ketut ginanti

 

Gede sudiana bersekolah bukan di sekolah / sd biasa , melainkan  bersekolah di sekolah luar biasa (SLB)

Semenjak di SLB dari sd sampai smp, dia sering ikut terlibat di dalam acara / event event kesenian dan bermain gamelan, selama bersekolah dia tinggal di asrama tepatnya, di panti guna driaraba jl serma gede no 11 denpasar,

Semenjak dia sekolah dari sd sampai smp, besar keinginannya ,untuk melanjutkan bersekolah di sekolah yang memang menjurus kepada seni karawitan yaitu,(kokar) untuk memperdalam ilmu karawitan.

tetapi pada saat dia mendaftar ke kokar tahun 2001,dia menjelaskan “saya ditolak untuk bersekolah disana (kokar)”,

 dengan alasan,(” karna saya tidak meihat”.agar tidak membuat sekolah sulit, itu alasan dari pihak sekolah) ujar pakde sudiana, sontak seketika hati saya ikut bersedih dan ikut merasakan bagai mana rasanya d berlakukan seperti itu,

Dan itu tidak menjadi halangan bagi beliau di dalam memperdalam ilmu karawitan,

Karena saking jengahnya akhirnya beliau mengikuti test sekolah musik modern di bandung jawa barat, tepatnya di SLB A Negeri bandung tahun 2002 dan beliau akhirnya bisa bersekolah disana, dengan modal nekat beliau berangkat ke bandung, dengan tidak di antar oleh siapa siapa hanya bermodalkan alamat, beliau berangkat kesana untuk mengikuti tes sekolah tersebut, dia adalah orang satu satunya dari bali mendaftar sekolah ke bandung pada saat itu.

Dia disana mengikuti tes selama 3 hari, dan hasilnya pun sangat membanggakan yaitu dia mendapatkan hasil test terbaik dari 33 provinsi, dari 270 mencari 18 orang termasuk dia di terima sebagai peringkat pertama, disanalah mulai belajar termasuk karawitan sunda pun dipelajarinya disana, selama 3 tahun, selama dia menuntut ilmu di bandung, disana dia juga mengembangkan gamelan bali, dan dia sering d panggil untuk mengajar gamelan bali , salah satunya di pura pura, di sebandung raya ,unit kesenian bali mahagotra ganesha ITB, STT Telkom, PT Telkom pusat dll,

Selain di panggil untuk mengajar, dia juga aktif dalam hal ngayah d pura” yg ad d bandung termasuk di Jakarta,

Beliau mengakhiri masa lajangnya pada tahun 2006 dan beliau di karunia satu orang anak laki laki yang bernama Tude, namun rumah tangga yang beliau jalani tidak berlangsung lama, pada tahun 2007 beiau bercerai. Alasannya karena sang istri meninggalkan beliau menikah dengan laki laki lain. Sekarang anak beliau tinggal bersama ayah dari igede sudiana, jadi sekarang Tude di asuh oleh kakeknya.

Dengan menekuni untuk mengajar gamelan bali, dia bisa melanjutkan ke perguruan tinggi sampai lulus menjadi  sarjana, tapi di pergruan tinggi dia mengambil jurusan pendidikan bahasa Indonesia di universitas indra prasta, dalam perjalan hidupnya dia sering mengalami cemooh cemoohan, dianggap tidak bisa apa apa, tapi dia tidak pernah merasa tersinggung, dan dia memiliki motivasi atau semangat yang gigih untuk maju, dan bisa menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa, dan akhirnya dia tamat kuliah pada tahun 2010.

Dan setelah dia tamat dia msih melanglang buana di bandung selama setahun, pada akhirnya bulan juni tahun 2011 dia memutuskan untuk pulang ke bali,

  • Dan pada akhirnya sekarang beliau bekerja di DISBUDPAR kab Klungkung (dinas budaya dan pariwisata) , beliau di terima bekerja di Disbudpar sebagai pegawai kontrak, yaitu bermain gamelan rindik di tempat atau di depan museum yang ada di sebelah timur kantor tepatnya di sebelah barat kerta gosa. Disanalah beliau setiap harinya mengabdikan diri dengan bermain rindik, “jika mana nasib sedang mujur, ada wisatawan  yang memberi saya uang pada saat saya bermain rindik, nah hade anggo meli uyah” ujar gede sudiana
  •  bulan agustus 2012 beliau menggarap tabuh kreasi yang berjudul “wak pinara”, yang di bawakan oleh sekehe gong desa gunaksa kec dawan dalam ajang seleksi gong kebyar dewasa se kab klungkung pada tanggal 18 desember 2012, di dalam menggarap beliau biasanya selalu menonjolkan tehnik permainan dari masing masing instrument, dan beliau masih berpacu pada uger uger yang ada ,

informasi ini saya dapatkan dari hasil wawancara pada tanggal 5 oktober 2013 dengan narasumber: igede sudiana ,

 

 

Tradisi Mageret Pandan (Perang Pandan Berduri) | Sejarah Seni Tradisional Bali

Tradisi Mageret Pandan (Perang Pandan Berduri)

Tradisi sakral Bali Aga ini menggunakan pandan berduri dan sangat tajam ini adalah unik dan menurut ramagita, Tradisi Mageret pandan atau Perang Pandan (Mekare-kare) dilakukan selama tiga hari dan juga tradisi ini merupakan sarana latihan ketangkasan seorang prajurit dalam masyarakat Tenganan sebagai penganut Agama Hindu aliran Dewa Indra sebagai Dewa Perang.

Perang Pandan (Makare – kare), http://endrone.blogspot.com

Yang terpenting dalam perang pandan tersebut tidak ada menang kalah. Kalau ada yang sampai terluka akibat goresan pandan akan diobati dengan obat yang telah disediakan yang berasal dari cuka kunir dan isen. Tak heran jika Perang pandan ini menjadi tontonan menarik bagi wisatawan lokal dan mancanegara.

Kepercayaan warga Tenganan agak berbeda dengan warga Bali pada umumnya dimana Umat Hindu Bali yang menjadikan Tri Murti sebagai dewa tertinggi. Namun bagi warga Tenganan, Dewa Indra sebagai dewa perang adalah dewa dari segala dewa.

Menurut sejarahnya Tenganan adalah hadiah dari Dewa Indra pada wong peneges, leluhur desa Tenganan Karangasem Bali.

…..

melaluiTradisi Mageret Pandan (Perang Pandan Berduri) | Sejarah Seni Tradisional Bali.

Babad Bali – Wayang Wong

SENI DRAMA DAN TARI

Wayang Wong

»Seni Drama-tari «

Wayang Wong pada dasarnya adalah seni pertunjukan topeng dan perwayangan dengan pelaku-pelaku manusia atau orang (wong). Dalam membawakan tokoh-tokoh yang dimainkan, semua penari berdialog, semua tokoh utama memakai bahasa Kawi sedangkan para punakawan memakai bahasa Bali. Pada beberapa bagian pertunjukan, para penari juga menyanyi dengan menampilkan bait – bait penting dari Kakawin.

Di Bali ada dua Jenis Wayang Wong, yaitu Wayang Wong Ramayana, dan Wayang Wong Parwa. Wayang Wong Ramayana kemudian disebut Wayang Wong saja, ialah dramatari perwayangan yang hanya mengambil lakon dari wira carita Ramayana. Hampir semua penari mengenakan topeng. Diiringi dengan gamelan Batel Wayang yang berlaras Slendro.

Terdapat di desa-desa:

Mas, Telepud, Den Tiyis (Gianyar),

Marga, Apuan, Tunjuk, Klating (Tabanan),

Sulahan (Bangli),

Wates Tengah (Karangasem),

Bualu (Badung),

Prancak, Batuagung (Jembrana)

Wayang Wong Parwa yang biasa disebut Parwa yakni dramatari wayang wong yang mengambil lakon wira carita Mahabrata (Asta Dasa Parwa). Para penarinya umumnya tidak mengenakan topeng, kecuali para punakawan, seperti Malen, Merdah, Sanggut, Delem. Diiringi gamelan Batel Wayang yang berlaras Slendro. Parwa terdapat di desa-desa:

Sukawati, Teges, Pujung (Gianyar)

Blahkiuh (Badung).

Sumber: Team Survey ASTI [Kembali 1 langkah] [Kembali ke atas]

© Yayasan Bali Galang. All rights reserved.

melaluiBabad Bali – Wayang Wong.

Tradisi Tajen | Tabuh Rah | Sabung ayam di Bali

Tradisi Tajen | Tabuh Rah | Sabung ayam di Bali.

Tradisi Tajen di Bali

Sudah sejak lama tradisi tajen atau sabung ayam sudah tumbuh dan berkembang di Bali, awalnya berkembang dari rangkaian upacara dewa yadnya yang dinamakan upacara Tabuh Rah, yang mana tabuh rah ini mempersyaratkan adanya darah yang menetes sebagai simbol / syarat menyucikan umat manusia dari ketamakan atau keserakahan terhadap nilai-nilai materialistis dan duniawi. Tabuh rah juga bermakna sebagai upacara ritual buta yadnya yang mana darah yang menetes ke bumi disimbolkan sebagai permohonan umat manusia kepada Sang Hyang Widhi Wasa agar terhindar dari marabahaya, kemudian terjadi pergeseran makna ritual dan tabuh  atau tajen ini kemudian mengarah kepada judi. Memang acara Tajen atau sabung ayam di Bali cukup dikenal dan digemari dikalangan masyarakat Bali, terutama oleh kaum prianya, walaupun jelas-jelas judi itu melanggar hukum, namun dibeberapa tempat sabung ayam ini masih berlangsung walaupun sembunyi-sembunyi untuk menghindari aparat.

Tradisi Tajen di Bali

Beberapa waktu terakhir ini, malah muncul wacana bahwa tajen ataupun sabung ayam ini akan dibuatkan Perda alias peraturan daerah, banyak yang pro dan tentunya lebih banyak yang kontra dengan wacana tersebut. Sebelum judi menjadi kegiatan haram bagi  kepolisian, tajen digelar secara bebas dan terbuka, kadang di suatu tempat membuat arena khusus untuk pergelaran tajen.Tapi kegiatan ini terlalu bebas bagi masyarakat, tidak membatasi kalangan usia, sehingga anak-anak yang secara kebetulan lewat dan menyaksikan kegiatan ini, tentunya akan berpengaruh buruk juga.

Bali sebagai tujuan wisata, banyak tamu asing yang kebetulan lewat dan melihat aktifitas ini, ini mungkin perlu mendapatkan penjelasan yang benar dari pemandu wisatanya. Kalau kita lihat kehidupan dan aktifitas seputar tempat tajen akan banyak dijumpai orang berjualan nasi, kopi, buah-buahan, bakso dan lain-lain. Bebotoh dan penonton menikmati sekali makanan yang dijajakan oleh para pedagang tersebut. Selain pedagang, yang bisa mengais rejeki di tempat tajen adalah tukang ojek, tukang parkir, tukang sapu, dan tukang karcis. Itulah sebabnya, para pembela tajen senang mengatakan bahwa uang yang berputar di tempat tajen tidak lari keluar pulau, melainkan hanya berputar dikalangan masyarakat. Maksudnya barangkali menyindir togel (toto gelap) yang menyedot uang masyarakat dan uang tersebut lari keluar pulau. Untuk memberantas tajen memang sangat dilematis sekali, sekarang kita saja, masyarakat Bali yang harus menilai, apakah tajen ini perlu dilestarikan atau tidak.