Bangsa Belanda Datang Di Indonesia
Posted Under: Tulisan
Indonesi adalah Negara yang kaya akan sumber daya alam. Potensi kekayaan alamnya sangat luar biasa. Hal inilahyang membuat banyak bangsa dari penjuru dunia dating ke Indonesia untuk mencari bahan rempah – rempah. Mereka yang dating ke Indonesia sebagian besar para pelaut dan pedagang dari Negara – Negara Eropa. Para pedagang tersebut awalnya hanya berniat berdagang saja dengan penduduk Indonesia, begitu mengetahui kekayaan alam Indonesia mereka berubah niat ingin menguasai Indonesia.
Penjajahan belanada di Indonesia
Indonesia pernah mengalami masa penjajahan yang dilakukan olah beberapa Negara asing seperti portugis, sepanyol, ingris, blanda, dan jepang. Namun, blanda adalah penjajah yang paling lama berkuasa di indonesia. Mereka menjajah indonesia selama 350 tahun.
Awal kedatangan bangsa belanda
Bangsa blanda datang pertama kali ke indonesia pada tangal 22 juni 1596. Mereka mendarat di belabuhan banten setelah berlayar di lautan selama 14 bulan armada balanda ini dipimpin oleh Cornelis de Houtman. Semula kedatangan mereka ini di sambut baik oleh penduduk banten. Tetapi, lama – lama belanda menunjukan sikap yang serakah, kasar, dan sombong. Mereka memaksa rakyat banten untuk menyediakan lada dan tidak mau membayarnya. Hal inilah yang menyebabkan rakyat banten mengusirnya. Akhirnya dengan terpaksa belanda harus menyingkir dri banten. Orang – orang belanda kemudian melayar ke bali. Namun armada blanda di bali tidak mendapat sambutan dengan baik. Akhirnya mereka memutuskan kembali ke Eropa dengan tangan hampa serta menangung kerugian yang sangat besar. Tahun 1598 untuk kedua kalinya belanda dating di banten. Armad ini dipimpin oleh Jacob Van Neck dan Van Warwijck. Sikap merka lebih ramah daripada sebelumnya sehingga kedatangan mereka ini disambut dengan baik. Dan karena sudah bersikap ramah, orang indonesia mengizinkan mereka berdagang. Orang belanda semakin banyak yang dating ke indonesia. Pelayaran bangsa yang ke dua ini berhasil mendapatkan hasil yang sangat memuaskan. Mereka pulang ke negri belanda dengan kapal yang dipenuhi rempah – rempah
Pembentukan VOC
Terbentuknya jalur perdagangan di indonesia menyebabkan munculnya persaingan diantara para pedagang, baik dengan belanda sendiri maupun dengan belanda Eropa laninya. Mereka bersaing untuk membeli rempah-rempah sebanyak – banyaknya dari indonesia. Pada 20 maret 1602, belanda mendirikan persatuan dagang atau kongsi dagang yaitu yang di singkat VOC. Tujuan utama didirikanya VOC adalah untuk memenangkan persaingan dagang dan mendapatkan keuntungan yang sebesar – besarnya. Pimpinan VOC disebut gubernur jendral. Gubernur jendral VOC yang pertama adalah Pieter Both
KERAJAAN ACEH
Kerajaan aceh berkembang sebagai kerajaan Islam dan mengalami kejayaan pada masa pemerintahan sultan iskandar muda. Perkembangan pesat yang dicapai Kerajaan Aceh tidak lepas dari letak kerajaannya yang strategis, yaitu di pulau Sumatera bagian utara dan dekat jalur perdagangan internasional pada masa itu. Ramainya aktivitas pelayaran perdagangan melalui bandar-bandar perdagangan Kerajaan Aceh, mempengaruhi perkembangan kehidupan kerajaan Aceh dalam segala bidang, seperti aspek kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan.
Kerajaan Aceh dirintis oleh Mudzaffar Syah pada abad ke-15 M. Pusat kerajaan dibangun diatas puing-puing kerajaan Lamuri, seberah barat samudera Pasai. Status kerajaan penih diraih semasa pemerintahan Ali Mughayat Syah sebagai hasil penyatuan dua kerajaan, yakni Lamuri dan Dar al-Kalam.
Kerajaan Aceh berkembang sebagai kerajaan Islam dan mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Perkembangan pesat Kerajaan Aceh tidak dapat terlepas dari letak kerajaan Aceh yang strategis, yaitu di pulau Sumatera bagian utara dan dekat jalur pelayar dan perdagangan internasioanal pada saat itu. Ramainya aktivitas pelayaran dan perdagangan melalui Bandar perdagangan kerajaan Aceh mempengaruhi perkembangan kehidupan kerajaan Aceh dalam segala bidang. Seperti di bidang politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Kerajaan Aceh yang terletak di ujung barat pulau Sumatera pernah diperintah oleh raja-raja berikut ini:
- Sultan Ali Mughayat Syah
Ali Mughayat Syah adalah raja pertama kerajaan Aceh. Ia memerintah dari tahun 1514-1528 M. dibawah kekuasaannya Kerajaan Aceh melakukan perluasan ke beberapa daerah yang berada di wilayah Sumatera Utara, seperti di daerah Daya dan Pasai. Bahkan ia mengadakan serangan terhadap kedudukan Portugis di Malaka serta menyerang kerajaan Aru.
- Sultan Salahudin
Setelah Sultan Ali Mughayat Syah meninggal, pemerintahan dilanjutkan oleh putranya yang bernama Sultan Salahudin. Ia memerintah dari tahun 1528-1537 M. selama berkuasa, Sultan Salahudin kurang memperhatikan kerajaannya. Akibatnya, kerajaaan mulai goyah dan mengalami kemunduran oleh sebab itu pada tahun 1537 M sultan Salahudin digantikan saudaranya yang bernama Sultan Alaudin Riayat Syah.
- Sultan Alaudin Riayat Syah
Sultan Alaudin Riayat Syah memerintah Aceh sejak tahun 1537-1568 M. dibawah pemerintahannya Aceh berkembang menjadi Bandar utama di Asia bagi pedagang Muslim mancanegara. Sejak Malaka direbut Portugis, mereka menghindari selat Malaka dan beralih menyusuri pesisir Barat Sumatera, ke selat Sunda, lalu terus ke timur Indonesia atau langsung ke Cina. Kedudukan strategis Aceh menjadikan sevagai Bandar transit lada dari Sumatera dan rempah-rempah dari Maluku. Kedudukan itu bukan tanpa hambatan. Aceh harus menghadapi rongrongan Portugis. Guna
memenangkan persaingan, Aceh membangun angkatan laut yang kuat. Kerajaan itupun membina hubungan diplomatic dengan turki ottoman yang dianggap memegang kedaulatan Islam tertinggi waktu itu.
4 sultan iskandar muda
Pemerintahan Sultan Iskandar Muda menandai puncak kejayaan kerajaan Aceh. Ia naik tahta pada awal abad ke-17 menggantikan Sultan Alaudin Riayat Syah. Untuk memperkuat kedudukan Aceh sebagai pusat perdagangan Ia memelopori sejumlah tindakan sebagai berikut.
- Sultan Iskandar Muda merebut sejumlah pelabuhan penting di pesisir barat dan timur Sumatera, serta pesisir barat semenanjung melayu. Misalnya Aceh sempat menaklukan Johor dan Paahang
- Sultan Iskandar Muda menyerang kedudukan Portugis di Malaka dan kapal-kapalnya yang melalui selat Malaka. Aceh sempat memenangkan perang melawan armada Portugis di sekitar pulau Bintan pada tahun 1614.
- Sultan Iskandar Muda bekerjasama dengan Inggris dan Belanda untuk memperlemah pengaruh Portugis. Iskandar Muda mengizinkan persekutuan dagang kedua di negara itu untuk membuka kantornya di aceh
Sultan Iskandar Thani
Berbeda dengan pendahulunya, Sultan Iskandar Thani lebih memperhatikan pembangunan dalam negeri dari pada politik ekspansi. Oleh sebab itu, meskipun hanya memerintah selama 4 tahun, Aceh mengalami suasana damai. Hukum yang berdasarkan syariat Islam ditegakkan, bukannya kekuasaan yang sewenang-wenang. Hubungan dengan wilayah taklukkan dijalan dengan suasana liberal, bukan tekanan politik atau militer.
Masa pemerintahan Sultan Iskandar Thani juga ditandai oleh perhatian terhadap studi agama Islam. Berkembangnya studi Agama Islam turut didukung oleh Nuruddin Arraniri, seorang ulama besar dari Gujarat yang menulis buku sejarah Aceh yang berjudul Bustanu’s Salatin. Sepeninggalan Iskandar Thani, Aceh mengalami kemunduran. Aceh tidak mampu berbuat banyak saat sejumlah wilayah taklukan melepaskan diri. Kerajaan itupun tidak mampu lagi berperan sebagai pusat perdagangan. Meskipun demikian, kerajaan Aceh tetap berlanjut sampai memasuki abad ke-20.
Karena letaknya di jalur lalu lintas pelayaran dan perdagangan selat Malaka, kerjaan Aceh menitik beratkan perekonomiannnya pada bidang perdagangan. Dibawah pemerintahan sultan alaudin riayat syah, Aceh berkembang menjadi Bandar utama di Asia bagi para pedagang mancanegara, buakan hanya bangsa Inggris dan Belanda yang berdagang di pelabuhan Aceh, melainkan juga bangsa asing lain seperti arab, Persia, turki, india, syam, cina, dan jepang.
Barang yang diperdagangkan dari Aceh, antara lain lada, beras, timah, emas, perak, dan rempah-rempah (dari Maluku). Orang yang berasal dari mancanegara (impor), antara lain dari Koromandel (India), Porselin dan sutera (Jepang dan Cina), dan minyak wangi dari (Eropa dan Timur Tengah). Selain itu, kapal pedagang Aceh aktif dalam melakukan perdagangan sampai ke laut merah.
Struktur sosial masyarakat Aceh terdiri atas empat golongan, yaitu golongan teuku (kaum bangsawan yang memegang kekuasaan pemerintahan sipil), golongan tengku (kaum ulama yang memegang peranan penting dalam keagamaan), hulubalang atau ulebalang (para prajurit), dan rakyat biasa. Antara golongan Tengku dan Teuku sering terjadi persaingan yang kemudian melemahkan Aceh.
Sejak kerajaan Perlak berkuasa (abad ke-12 M sampai dengan abad ke-13 M) telah terjadi permusuhan antara aliran Syi’ah dan Ahlusunnah wal jamaaah. Namun pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, aliran Syi’ah mendapat perlindungan dan berkembang ke daerah kekuasaan Aceh. Aliran itu diajarkan Hamzah Fansuri dan dilanjutkan oleh muridnya yang bernama Syamsuddin Pasai. Setelah Sultan Iskandar Muda wafat, aliran Ahlusunnah wal jamaah berkembang dengan pesat di Aceh.
Kehidupan budaya di kerajaan Aceh tidak banyak diketahui karena kerajaan Aceh tidak banyak meninggal banda hasil budaya. Perkembangan kebudayaan di Aceh tidak terpusat perkembangan perekonomian. Perkembangan kebudayaan yang terlihat nyata adalah bangunan masjid Baiturrahman dan buku Bustanu’s Salatin yang ditulis oleh Nurrudin Ar-raniri yang berisi tentang sejarah raja-raja Aceh.
Penyebab kemunduran kerajaan Aceh:
- Setelah Iskandar muda wafat tahun 1636, tidak ada raja-raja besar yang mampu mengendalikan daerah Aceh yang demikian luas. Dibawah sultan iskandar thani, sebagai pengganti sultan iskandar muda, kemunduran itu mulai terasa dan terlebih lagi setelah meninggalnya sultan iskandar thani.
- Timbulnya pertikaian yang terus menurus di Aceh antara golongan bangsawan (Teuku) dengan golongan ulama (Tengku) yang mengakibatkan melemahnya kerajaan Aceh. Antara golongan ulama sendiri pertikaian karena perbedaan aliran dalam agama.
- Daerah-daerah kekuasaannya banyak yang melepaskan diri seperti Johor, Pahang, Perak, Minang Kabau, dan Siak. Negara-nagara itu mendirikan daerahnya sebagai negara merdeka kembali, kadang-kadang dibantu oleh bangsa Asing yang menginginkan keuntungan perdaAgangan yang lebih besar.
Kerajaan Aceh berkuasa lebih kurang 4 abad, akhirnya runtuh karena dikuasai oleh Belanda pada awal abad ke-20
KERAJAAN BANTEN (KESULTANAN BANTEN)
Letak Kerajaan
Dasar-dasar Kerajaan Banten di letakkan oleh Hasanuddin (putra Fatahillah) dan mencapai kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Perkembangan Kerajaan Banten yang demikian pesat, tidak lepas dari posisi dan letaknya yang strategis di sekitar Selat Sunda.
Secara geografis, Kerajaan Banten terletak di daerah Jawa Barat bagian utara. Kerajaan Banten menjadi penguasa jalur pelayaran dan perdagangan yang melalui Selat Sunda. Dengan posisi yang strategis inilah, Kerajaan Banten berkembang menjadi sebuah kerajaan besar di Jawa Barat dan bahkan menjadi saingan berat VOC (Belanda) yang berkedudukan di Batavia.
Pada tahun 1525, Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah dari Cirebonmeletakkan dasar-dasar pengembangan agama dan kerajaan Islam, serta perdagangan di Banten. Setelah ia kembali dan menetap di Cirebon, Banten diserahkan kepada putranya, yaitu Hasanuddin.
Kehidupan Politik
Berkembangnya Kerajaan Banten, tidak dapat dipisahkan dari peranan raja-raja yang pernah Kerajaan Banten.
- Raja Hasanuddin
Setelah Banten di Islamkan oleh Fatahillah, daerah Banten diserahkan kepada putranya yang bernama Hasanuddin. Ia memerintah Banten dari tahun 1552-1570 M. Ia meletakkan dasar-dasar pemerintahan Kerajaan Banten dan mengangkat dirinya sebagai raja pertama. Pada masa pemerintahannya, agama Islam dan kekuasaan Kerajaan Banten berkembang cukup pesat.
Raja Hasanuddin, juga memperluas wilayah kekuasaannya ke Lampung. Dengan menduduki daerah Lampung, Kerajaan Banten merupakan penguasa tunggal jalur lalu lintas pelayaran perdagangan Selat Sunda, sehingga setiap pedagang yang melewati Selat Sunda diwajibkan untuk melakukan kegiatannya di Bandar Banten.
Hasanuddin menikah dengan putri dari Demk dan kemudian dinobatkan sebagai Panembahan Banten pada tahun 1552. Pada tahun 1568, saat terjadi perebutan kekuasaan dan peralihan kekuasaan ke Pajang. Hasanuddin melepaskan diri dari kekuasaan Demak. Dengan demikian, Hasanuddin merupakan pendiri dan sekaligus sebagai raja pertama Kerajaan Banten.
Di bawah pemerintahannya, Banten berkembang dengan pesat dan banyak dikunjungi pedagang asing, baik dari wilayah Nusantara maupun negeri lain, seperti Gujarat, Persia, Cina, Turki, Pegu (selatan Myanmar), dan Keling. Para pedagang asing tersebut kemudian membentuk perkampungan sesuai dengan asalnya.
Raja Hasanuddin kemudian kawin dengan putri Raja Indrapura. Bahkan Raja Indrapura menyerahkan tanah Selebar yang banyak menghasilkan lada kepadanya.
- Panembahan Yusuf
Setelah Raja Hasanuddin wafat tahun 1570 M, putranya yang bergelar Panembahan Yusuf menjadi raja Banten berikutnya. Ia berupaya untuk memajukan pertanian dan pengairan. Ia juga berusaha untuk memperluas wilayah kekuasaan kerajaannya. Langkah-langkah yang ditempuhnya antara lain, merebut Pakuan pada tahun 1579 M. Dalam pertempuran tersebut, raja Pakuan yang bernama Prabu Sedah tewas. Kerajaan Pajajaran yang merupakan benteng terakhir kerajaan Hindu di Jawa Barat berhasil dikuasainya. Setelah 10 tahun memerintah, Panembahan Yusuf wafat akibat sakit keras yang dideritanya.
- Maulana Muhammad
Ketika Panembahan Yusuf sedang sakit, saudaranya yang bernama Pangeran Jepara datang ke Banten. Ternyata Pangeran Jepara yang dididik oleh Ratu Kali Nyamat ingin menduduki Kerajaan Banten. Tetapi Mangkubumi Kerajaan Banten dan pejabat-pejabat lainnya tidak menyetujuinya. Mereka mengangkat putra Panembahan Yusuf yang baru berumur sembilan tahun bernama Maulana Muhammad menjadi raja Banten dengan gelar Kanjeng Ratu Banten. Mangkubumi menjadi wali raja. Mangkubumi menjalankan seluruh aktivitas pemerintahan kerajaan sampai rajanya siap memerintah.
Pada tahun 1596 M Kanjeng Ratu Banten memimpin pasukan Kerajaan Banten untuk menyerang Palembang. Tujuannya untuk menduduki bandar-bandar dagang yang terletak di tepi Selat Malaka agar bisa dijadikan tempat untuk mengumpulkan lada dan hasil bumi lainnya di Sumatera. Palembang akan dikuasainya, tetapi tidak berhasil, malah Kanjeng Ratu Banten tertembak dan akhirnya wafat. Tahta kerajaan kemudian berpindah kepada putranya yang baru berumur lima bulan yang bernama Abu ‘Mufakir.
- Abu ‘Mufakir
Abu ‘Mufakir dibantu oleh wali kerajaan yang bernama Jayanegara. Akan tetapi, ia sangat dipengaruhi oleh pengasuh pangeran yang bernama Nyai Emban Ragkung.
Pada tahun 1596 M itu juga untuk pertama kalinya orang Belanda tiba di Indonesia di bawah pimpinan Cornelis de Houtman. Mereka berlabuh di pelabuhan Banten. Tujuan awal mereka datang ke Indonesia adalah untuk membeli rempah-rempah.
- Sultan Ageng Tirtayasa
Setelah Wafat, Abu’Mufakir digantikan oleh putranya dengan gelar Sultan Abu’Ma’ali Ahmad Rahmatullah. Akan tetapi berita tentang pemerintahan sultan ini tidak dapat diketahui dengan jelas. Setelah Sultan Abu’Ma’ali wafat, ia digantikan oleh putranya yanmg bergelar Sultan Ageng Tirtayasa. Ia memerintah Banten dari tahun 1651-1692 M.
Dibawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaannya. Sultan Ageng Tirtayasa berupaya memperluas kerajaannya dan mengusir Belanda dari Batavia. Banten mendukung perlawanan Kerajaan Mataram terhadap Belanda dari Batavia. Kegagalan Kerajaan Mataram tidak mengurangi semangat Sultan Ageng untuk mencapai cita-citanya.
Sultan Ageng Tirtayasa memajukan aktivitas perdagangan agar dapat bersaing dengan Belanda di Batavia. Di samping itu Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan kepada pasukan Kerajaan Banten untuk mengadakan perompakan terhadap Belanda di Batavia, sedangkan perkembunan tebu milik Belanda di sebelah barat Ciangke dirusak oleh orang-orang Banten. Gerakan yang dilakukan oleh orang-orang Banten atas perintah Sultan Ageng Tirtayasa membuat Belanda kewalahan menghadapinya.
Pada tahun 1671 M Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putra mahkota menjadi raja pembantu dengan gelar Sultan Abdul Kahar. Sejak saat itu Sultan Ageng Tirtayasa berstirahat di Tirtayasa, tetapi ia tidak melepaskan pemerintahan seluruhnya. Pada tahun 1674 M, Sultan Abdul Kahar berangkat ke Mekkah dan setelah mengunjungi Turki ia kembali ke Banten (1676 M). Sejak saat itu ia lebih dikenal dengan sebutan Sultan Haji.
Ketika memerintah Kerajaan Banten, Sultan Haji menjalin hubungan baik dengan Belanda. Ternyata hubungan ini dijadikan kesempatan yang bagus oleh Belanda untuk memasuki Kerajaan Banten. Melihat terjalinnya huungan antara Sultan Haji dengan Belanda, Sultan Ageng Tirtayasa menarik kembali tahta kerajaan dari tangan dari tangan Sultan Haji. Namun Sultan Haji tetap mempertahankan tahta kerajaannya, sehingga terjadi perang saudara di Kerajaan Banten antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya Sultan Haji yang mendapat bantuan Belanda. Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap dan dipenjarakan di Batavia hingga wafat tahun 1692 M.
Kemenangan Sultan Haji merupakan kehancuran Kerajaan Banten, karena selanjutnya Kerajaan Banten berada di bawah pengawasan pihak Belanda. Dengan demikian, Sultan Haji hanyalah sebagai lambang belaka (raja boneka) dalam pemerintahan Kerajaan Banten, karena seluruh kekuasaan diatur oleh Belanda.
- Kehidupan Sosial
Sejak daerah Banten di Islamkan oleh Sunan Gunung Jati, kehidupan sosial budaya masyarakatnya secara perlahan mulai berdasarkan ajaran Islam. Bahkan, setelah Kerajaan Banten dapat menaklukkan kerajaan Hindu Pajajaran, pengaruh Islam semakin berkembang di daerah pedalaman. Mereka yang tidak mau menganut agama Islam menyingkir ke daerah pedalaman, yaitu daerah Badui. Kepercayaan mereka disebut Pasundan Kawitan, artinya Pasundan yang pertama. Mereka mempertahankan tradisi lama dan menolak pengaruh luar yang baru.
Banyaknya pedagang asing di Banten, telah menyebabkan berdirinya perkampungan menurut bangsa para pedagang tersebut. Pperkampungan itu antara lain kampung Keling, kampung Arab, kampung Pekojan, kampung Pecinan, kampung Melayu dan kampung Jawa. Ada juga kampung yang berdasarkan pekerjaan atau fungsi penduduknya seperti kampung Pande (untuk para pandai), kampung Panjunan (untuk pembuat barang pecah belah), dan kampung Kauman (untuk tempat para ulama).