Unsur-Unsur Filsafat Seni Yang Terdapat Pada Tari Legong Raja Cina

April 9th, 2018

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

            Legong merupakan sekelompok tarian klasik Bali yang memiliki pembendaharaan gerak yang sangat kompleks yang terikat dengan struktur tabuh pengiring yang konon merupakan pengaruh dari Gambuh. Kata Legong berasal dari kata “leg” yang berarti gerak tari yang luwes atau lentur dan “gong” artinya Gamelan. “Legong” dengan demikian mengandung arti gerak tari yang terikat (terutama aksentuasinya) oleh gamelan yang mengiringinya. Gamelan yang dipakai mengiringi Tari Legong klasik adalah Gamelan Palegongan. Adapun berbagai jenis tari Legong di Bali antara lain: Legong Keraton, Legong Jobog, Legong Legod Bawa,  Legong Kuntul, Legong Sudarsana, Legong Raja Cina, dan banyak legong kreasi yang diciptakan oleh koreografer-koreografer masa kini.

Legong Raja Cina merupakan hasil akulturasi kebudayaan Bali dan Cina. Legong Raja Cina menceritakan tentang kehidupan rumah tangga antara Raja Sri Jaya Pangus dan Putri Kang Cin Hui yang tidak dikaruniai keturunan. Akhirnya Sri Jaya Pangus bertapa di Gunung Batur untuk memohon keturunan dan bertemu dengan Dewi Danu dan terpikat, hubungan Raja Sri Jaya Pangus dengan Dewi Danu melahirkan seorang anak. Singkat cerita, Kang Cin Hui cemas ketika mengetahui Sri Jaya Pangus sudah lama tidak kembali ke istanaya di Balingkang, lalu Kang Cin Hui mempunyai inisiatif untuk mencari keberadaan sang suami ke gunung Batur dan akhirnya mereka di sebuah hutan di Gunung Batur. Kang Cin Hui merasa sedih sekaligus senang dikarenakan Sri Jaya Pangus pergi meningkalkannya terlalu lama, di hutan terebut terjadilah suatu adegan romans. Terkejut akan melihat Sri Jaya Pangus dan Kang cin Hui ber romans, Dewi Danu merasa murka karena sang suami bercumbu dengan wanita lain yang notabene itu adalah istri Sri Jaya Pangus yang sebenarnya. Saking murkanya, Dewi Danu membinasakan Sri Jaya Pangus dan Kang Cin Hui dengan mata ketiganya dan menjadikan keduanya menjadi abu.

Ketika rakyat Bali tahu bahwa Sri Jaya Pangus dan Kang Cin Hui dimusnahkan, dimohonkanlah kepada Dewi Danu agar Sri Jaya Pangus dan Kang Cin Hui dibangkitkan kembali karena mereka dikenal sebagai raja yang baik oleh rakyatnya. Akhirnya Dewi Danu mengabulkan permintaan rakyat Bali namun Sri jaya pangus dan Putri Kan Cing Hui dibangkitkan dalam wujud Barong Landung agar tetap dipuja oleh masyarakat Bali.

Legong Raja Cina sangat memiliki makna filosofis yang sangat dalam. Dalam tarian ini kita diajarkan bahwa akulturasi budaya itu sudah ada sejak dahulu, akulturasi budaya ini mengajarkan kita arti kebersamaan tanpa memandang suku, ras, agama dan kelompok antar golongan.

 

I.2 Rumusan Masalah

I.2.1 Apa pengertian filsafat seni?

I.2.2 Bagaimana unsur filsafat seni dalam tari Legong Raja Cina?

I.2.3 Bagaimana iringan tari Legong Raja Cina?

 

 

I.3 Tujuan

            I.3.1 Mengetahui apa itu filsafat seni.

I.3.2 Mengetahui unsur filsafat seni dalam tari Legong Raja Cina.

I.3.3 Mengetahui iringan tari Legong Raja Cina.

 

I.4 Manfaat

Mencoba memberikan pendapat terhadap unsur-unsur filosofis yang terdapat pada tari Legong Raja Cina kepada para pembaca paper yang saya tulis.

BAB II

PEMBAHASAN

 

II.1 Pengertian Filsafat Seni.

                   Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan menggunakan akal sampai pada hakikatnya. Jadi, dalam filsafat objeknya tidak membatasi diri. Dalam filsafat membahas objeknya untuk sampai kedalamnya, sampai keradikal dan totalitas.

Cabang dari filsafat adalah estetika. Estetika membahas tentang keindahan. Objek dari estetika adalah pengalaman dan keindahan. Dalam hal ini apa yang disebut seni itu baru ‘ada’ kalau terjadi dialog saling memberi dan menerima antara subjek seni (penanggap) dengan subjek seni (benda seni). Seni itu dikatakan indah tergantung dari penanggap seni. Tidak semua orang menganggap seni yang ia lihat itu selalu indah.

Esterika merupakan pengetahuan tentang keindahan alam dan seni. Sedangkan filsafat seni hanya merupakan bagian estetika yang khusus membahas karya seni. Estetika adalah bagian dari filsafat. Dalam studi filsafat, estetika digolongkan dalam persoalan nilai, atau filsafat tentang nilai, sejajar dengan nilai etika.

Studi estetika seagai filsafat yang bersifat spekulatif, mendasar, menyeluruh dan logis ini. Filsafat seni bersangkutan dengan masalah-masalah konseptual yang muncul dari pengertian kita tentang seni. Pertanyaan-pertanyaan seperti berikut ini akan diajukan dalam filsafat seni: Bagaimana seni didefinisikan? Apa yang membuat karya seni itu indah, menarik, jelek? Bagaimana kita meanggapi sebuah karya seni? Apakah sebuah ungkapan artistik merupakan bentuk ungkapan yang unik? Apakah seni menyingkapkan kebenaran tentang segala sesuatu? Mengapa manusia menciptakan karya-karya seni?

 

II.2 Unsur Filsafat dalam tari Legong Raja Cina

Narasumber: Anak Agung Oka Ariwangsa

Legong Raja Cina merupakan hasil akulturasi kebudayaan Bali dan Cina. Tarian ini diciptakan untuk mengingat hubungan antara Bali dan Cina dalam bentuk tari Legong. Tari Legong Raja Cina ini diperkirakan sudah pernah ada, dan ditafsirkan tarian ini ada sejak tahun 1930-an. Ini bisa dilihat dari penarinya sudah 3 orang, kalau kurang dari 3 orang maka tidak akan bisa menarikan Legong Raja Cina tersebut, itupun ditafsirkan setelah rekonstruksi berjalan.

Alm. Ayahanda bp.Anak Agung Oka Ariwangsa mengatakan waktu itu masih ada 2 legong yang belum direkonstuksi, yaitu Legong Brahmara dan Legong Raja Cina. Namun rekonstruksi waktu itu tidak bisa berjalan dikarenakan Alm. Ayahanda bapak Anak Agung Oka Ariwangsa meninggal dunia, tetapi Anak Agung Oka Ariwangsa tetap bersikukuh untuk merekonstruksi Legong terebut karena Legong tersebut dulunya pernah ada.

Akhirnya Anak Agung Oka Ariwangsa melakukan penelitian, mencari informasi-informasi mengenai apa itu “Raja Cina”. Beberapa orang sudah sempat ditanyakan tentang Raja Cina seperti Bapak Padang, Bapak Suwe, Bapak Sinti dan banyak lagi ternyata mereka tidak mengetahui tentang keberadaan Legong Brahmara dan Legong Raja Cina. Namun, suatu ketika Anak Agung Oka Ariwangsa bertemu dengan Bapak Berata dan ditanyakanlah “apa Bapak memiliki Gending/Tabuh Raja Cina?”. Lalu P.Berata menjawab ada sebuah buku pemberian dari Agung Aji Griya yang berisikan tentang gending Raja Cina, Anak Agung Oka Ariwangsa memutuskan untuk pergi kerumah P.Berata untuk meminjam buku tersebut dan memutuskan untuk mengadakan rekonstruksi.

Namun di buku yang didapat dari P.Berata hanya berisikan gending Pengawak dan sedikit gending Pengecet, bagian-bagian yang lain dikarang oleh Anak Agung Oka Ariwangsa. Analisis cerita serta penentuan tokoh-tokohnya Anak Agung Ariwangsa Menanyakan kepada P.Dibya dan P.Bandem, namun sayangnya beliau tidak begitu mengetahui tentang keberadaan Legong Raja Cina ini, beliau hanya memberi semangat kepada Anak Agung Oka Ariwangsa untuk merekonstruksi Legong Raja Cina tersebut.

Legong Raja Cina menceritakan tentang kehidupan rumah tangga antara Raja Sri Jaya Pangus dan Putri Kang Cin Hui yang tidak dikaruniai keturunan. Akhirnya Sri Jaya Pangus bertapa di Gunung Batur untuk memohon keturunan.Setelah sekian lama bertama akhirnya Sri Jaya Pangus bertemu dengan Dewi Danu, Sri Jaya Pangus terpikat akan kecantikan Dewi Danu, setelah terjadi hubungan layaknya suami dan istri hubungan Raja Sri Jaya Pangus dengan Dewi Danu melahirkan seorang anak bernama Mayadenawa.

Kang Cin Hui cemas ketika mengetahui Sri Jaya Pangus sudah lama tidak kembali ke istanaya di Balingkang, lalu Kang Cin Hui mempunyai inisiatif untuk mencari keberadaan sang suami ke gunung Batur dan akhirnya mereka di sebuah hutan di Gunung Batur. Kang Cin Hui merasa sedih sekaligus senang dikarenakan Sri Jaya Pangus pergi meningkalkannya terlalu lama, di hutan terebut terjadilah suatu adegan romans. Terkejut akan melihat Sri Jaya Pangus dan Kang cin Hui ber romans, Dewi Danu merasa murka karena sang suami bercumbu dengan wanita lain yang notabene itu adalah istri Sri Jaya Pangus yang sebenarnya. Saking murkanya, Dewi Danu membinasakan Sri Jaya Pangus dan Kang Cin Hui dengan mata ketiganya dan menjadikan keduanya menjadi abu.

Setelah itu seluruh rakyat Bali yang mendengar peristiwa itu memohon kepada Dewi Danu agar menghidupkan kembali rajanya yang dinilai baik hati kepada rakyatnya. Lalu Dewi Danu mewujudkan keinginan rakyat Bali menghidupkan Sri Jaya Pangus dan Putri Kang Cin Hui menjadi Barong Landung agar tetap dipuja oleh semua masyarakat Bali.

Ayahanda Anak Agung Oka Ariwangsa pernah berkata bahwa Legong Raja Cina ini menceritakan tentang Raja Bali menikah dengan Putri Cina, itu saja kalimat beliau. Lalu kata itulah yang dipakai pedoman oleh Anak Agung oka Ariwangsa untuk mencari cerita yang dimaksud oleh Ayahanda Anak Agung Oka Ariwangsa. Dan akhirnya Anak Agung Oka Ariwangsa menemukan cerita yang dimaksud oleh Ayahandanya lalu di analisa, dipelajari bagaimana peran-peran tokoh dalam cerita tersebut, lalu dibuatkan struktur dan gendingnya dengan menambahkan gending Pengawak dan Pengecet yang didapat dari buku milik P.Berata. Setelah semua itu dirasa sudah rampung, akhirnya Anak Agung Oka Ariwangsa mulai mengadakan proses latihan untuk tampil di Taman Budaya Art Center Denpasar. Pada saat pentas audien sangat mengapresiasi pertunjukan Legong Raja Cina tersebut dan banyak pula yang memberikan saran yang membangun, dan akhirnya lahirlah Legong Raja Cina dalam bentuk rekonstruksi.

Dari hal diatas dapat kita maknai, mengapa seniman terdahulu menciptakan Legong Raja Cina? Sang seniman ingin memberikan pesan bahwa kita harus menghormati, menghargai, memaknai nilai-nilai akulturasi budaya Bali dan Cina. Raja Bali yang pernah menikah dengan Putri Cina diiwujudkan dalam bentuk Barong Landung yaitu Jero Wayan dan Jero Luh.

 

II.3 Iringan tari Legong Raja Cina.

Tari Legong Raja Cina pada penciptaannya dahulu menggunakan Gamelan Palegongan. Gamelan Palegongan merupakan seperangkat gamelan Bali yang tergolong dalam gamelan barungan Madya. Gamelan Palegongan merupakan barungan gamelan Bali hasil pengembangan dari gamelan Gambuh. Dalam lontar Catur Muni-Muni, gamelan palegongan disebutkan dengan nama Semara Petangian. Instrumentasi Gamelan palegongan ini terdiri dari: 2 buah kendang Krumpungan, 2 tungguh gender rambat, 2 tungguh gender rambat kantilan, 4 tungguh gangsa jongkok, 4 tungguh gangsa pemade, 4 tungguh gangsa kantilan,2 tungguh jublag, 2 tungguh jegogan, 1 instrumen kempur, 1 instrumen klenang, 1 instrumen kajar krenteng, 1 instrumen gentorag dan 1 instrumen kecek. Gamelan Palegongan memiliki 5 nada pokok dalam tiap tungguh gangsanya, nada yang digunakan berlaraskan Pelog, maka dari itu gamelan Palegongan disebut gamelan Pelog saih 5 (lima). Namun pada saat pementasan di PKB tarian Legong Cina ini diiringi dengan barungan gamelan Semara Pegulingan karena tari Legong Raja Cina saat itu dipentaskan pada event parade Semara Pegulingan.

 

BAB III

KESIMPULAN

 

Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan menggunakan akal sampai pada hakikatnya. Jadi, dalam filsafat objeknya tidak membatasi diri. Dalam filsafat membahas objeknya untuk sampai kedalamnya, sampai keradikal dan totalitas. Studi estetika seagai filsafat yang bersifat spekulatif, mendasar, menyeluruh dan logis ini. Filsafat seni bersangkutan dengan masalah-masalah konseptual yang muncul dari pengertian kita tentang seni.

Legong Raja Cina menceritakan tentang kehidupan rumah tangga antara Raja Sri Jaya Pangus dan Putri Kang Cin Hui yang tidak dikaruniai keturunan. Akhirnya Sri Jaya Pangus bertapa di Gunung Batur untuk memohon keturunan. Setelah sekian lama bertama akhirnya Sri Jaya Pangus bertemu dengan Dewi Danu, Sri Jaya Pangus terpikat akan kecantikan Dewi Danu, setelah terjadi hubungan layaknya suami dan istri hubungan Raja Sri Jaya Pangus dengan Dewi Danu melahirkan seorang anak bernama Mayadenawa.

Kang Cin Hui cemas ketika mengetahui Sri Jaya Pangus sudah lama tidak kembali ke istanaya di Balingkang, lalu Kang Cin Hui mempunyai inisiatif untuk mencari keberadaan sang suami ke gunung Batur dan akhirnya mereka di sebuah hutan di Gunung Batur. Kang Cin Hui merasa sedih sekaligus senang dikarenakan Sri Jaya Pangus pergi meningkalkannya terlalu lama, di hutan terebut terjadilah suatu adegan romans. Terkejut akan melihat Sri Jaya Pangus dan Kang cin Hui ber romans, Dewi Danu merasa murka karena sang suami bercumbu dengan wanita lain yang notabene itu adalah istri Sri Jaya Pangus yang sebenarnya. Saking murkanya, Dewi Danu membinasakan Sri Jaya Pangus dan Kang Cin Hui dengan mata ketiganya dan menjadikan keduanya menjadi abu.

Setelah itu seluruh rakyat Bali yang mendengar peristiwa itu memohon kepada Dewi Danu agar menghidupkan kembali rajanya yang dinilai baik hati kepada rakyatnya. Lalu Dewi Danu mewujudkan keinginan rakyat Bali menghidupkan Sri Jaya Pangus dan Putri Kang Cin Hui menjadi Barong Landung agar tetap dipuja oleh semua masyarakat Bali.

Dari hal diatas dapat kita maknai, mengapa seniman terdahulu menciptakan Legong Raja Cina? Sang seniman ingin memberikan pesan bahwa kita harus menghormati, menghargai, memaknai nilai-nilai akulturasi budaya Bali dan Cina. Raja Bali yang pernah menikah dengan Putri Cina diiwujudkan dalam bentuk Barong Landung yaitu Jero Wayan dan Jero Luh.

Tari Legong Raja Cina pada penciptaannya dahulu menggunakan Gamelan Palegongan.

Comments are closed.