Monthly Archives: April 2013

EVOLUSI TARI

EPOLUSI TARI

Tari Bali merupakan bagian penting kehidupan masyarakat Bali yang sudah di warisi sejak zaman lampau. Itulah yang menyebabkan bentuk-bentuk kesenian tersebut masih terpelihara sampai sekarang.

Sejarah mencatat bahwa kebudayaan bali mempunyai bhubungan yang erat dengan kebudayaan jawa pada abad ke 8. Selain pengaruh pra hindu dan hindu jawa ungsur islam pun juga terdapat dalam kesenian bali.

TARI SANG HYANG

Salah satu kesenian bali yang berakar pada kebudayaan pra hindu adalah tari Sang Hyang.tarian ini masih hidup sampai sekarang .kini dapat dijumpai kurang lebih 20 tari Sang Hyang yaitu; Sang Hyang Dedari, Sang Hyang Jaran, Sang Hyang celeng, Sang Hyang Lelipi, Sang hyang Bojog, Sang hyang penyalin, Sang hyang Deling, Sang hyang Kuluk, Sang hyang sampat Sang Hyang penyu, Sang Hyang Sembe, Sang Hyang memedi.

Semua jenis tari Sang Hyang terdiri atas dua atau tiga orang penari, dan biasanya mereka mencapai trance (kerawuhan), kemasukan para leluhar dan roh-roh lain nya. Satiap tari sanghyang mempunyai ungsur pelukatan. Upacara pembersihan secara agama hindu. Penari –penari SangHyang itu bertugas untuk membersihkan halaman pura. Membantu pemangku untu mempersiapkan sesajen , mempelajari lagu lagu sacral, seperti gending Sang Hyang dan kidung. Tari Sanghyang di pentaskan jika di perlukan, kususnya pada saat berjangkit wabah penyakit.

Bagian pertama pertunjukan ini disebut penudusan. Selama periode penidusan  para leluhur di undang untuk turun ke bumi, sementara peneri Sang Hyang menghirup bau wangi-wangiandari pasepan kemenyan

Jika penari Sang Hyang itu mulai kerawuhan , penyanyi wanita yang sedang menyanyikan gending-gending Sang Hyang berhenti  dari tugas nya dan mereka diganti oleh para penyanyi pria disabut cak. Gerakan gerakan yang di lkukan oleh penari Sang Hyang adalah gerakan improvisasi yang di lakukan dengan tidak sadar dan berdasarkan gerak-gerak alam.

 DRAMA TARI GAMBUH

            Salah satu kesenian bali yang sangat  megesankan  adalah  gambuh. Ini merupakan drama tari paling tua dan dianggap sebagai sumber drama tari bali. Gambuh terselamatkan hingga kini dengan beberapa perubahan kecil dari bentuk aslinya ratusan tahun yang lampau.  Gamnuh mamasukan ungsur cerita dalam  tarian kedalam  tarian bali karena tari bali pada zaman Pra-Hindu tidak memiliki cerita, dari carita akan timbul pengertian tentang sruktur dramatis, dan struktur akan memperkenalkan elemen komposisi.

Gambuh juga memperkenalkan  imajinasi music yang berkualitas tinggi.  Ini menyebabkan hubungan erat antara tari dan musik yang berkembang dalam drama tari bali. Yang paling mengesankan  bagi para penonton  pada zaman lampau adalah  ketrampilan para penari, bakat, lelucon, kehalusan, dan kecerdasan yang tinggi  pementasan – pementasan pada zaman  itu tampaknya merupakan kejadian tertutup karena para penonton semuanya berasal dari kalangan bangsawan kerajaan.

Repertoar gambuh merupakan cerita panji, cerita roman yang memiliki berbagai  versi , cerita pokoknya mengisahkan perjalanan panji dan canda kirana, sepasang muda- mudi yang sedang bercintaan serta usaha mereka untuk bersatu  seteleh menghadapi peperangan , rintangan yang tak henti- hentinya, ada juga beberapa cerita lain  yang di pakai untuk lakon gambuh, namun episode-episode tersebut harus disesuaikan dengan pembabak cerita panji.

Sebuah pertunjukan tari Gambuh yang sempurna biasanya memakai tiga atau empat pegumen : pengipuk(percitaan), tetangisan(sedih), dan pesiat ( adagan perang biasanya menghakhiri adegan itu.

 TARI LEGONG

            Tari lengong yang dipertunjukan oleh dua atau tiga anak perempuan berumur sekitar sepuluh tahun, merupakan  tarian klasik yang paling di kenal oloh orang barat diantara variasi tarian bali. Sifat legong luewes, halus gerak-geraknya bersemangat  di iringi oleh gambelan kebyar. Tarian ini amat di gemari oleh banyak orang dari berbagai bangsa.

Kata legong berasal dari bahasa sansekerta leg yang berarti luwes yang elastic dan merupakan  cirri pokok tari legong adapun gong berarti insrumen pengiringnya

Seandainya kita memperhitungkan bahwa pembendaharaan garak itu merupakan inti suatu bentuk  tari. maka jelaslah dapat di buktikan bahwa gerak-gerak dalam tari legong bersumber dari Sang Hyang. Dalam perkembangan nya kemudian gerak- gerak itu di per indah.

Menurut babad agung sukawati sebuah riwayat tua di desa sukawati, gianyar bahwa tari legong diciptakan berdasarkan mimpi I Dewa Agung Made Karne  raja sukawati yang bertahta pada 1775-1825 M. I Dewa Agung Made Karne sedang melakukan tapa di pura jogan agung ketewel dekat desa sukawati . dalam semadi bliau bermimpi melihat bidadari sedang menari di surga. Mereka menari dengan busana indah dan memakai hiasan kepala dari emas .

Pada tahun 1932 Ida Bagus Boda dari Negara sukawati menyempurnakan tari condong dalam kebyar dengan menambag gerakan-gerakanSangHyang dan gerakan-gerakan alam , seperti gelatik nuwut papah (burung gelatik yang melompat-lompat di atas dahan) dan capung mandus ( capung yang sedang mandi ). Karakter condong diberi peranan yang lebih aktif . dan menyerahkan kipas kapada kedua legong itu sampai menjadi burung gagak pada akhirnya pada cerita lasem.

 TARI JOGED

            Beberapa jenis tari jogged mempunyai peranan yang sangat penting dalam khazanah perkembangan tari bali. Ditinjau dari segi etomologi, Jogen merupakan kata nusantara yang berarti  “TARI” (dalam hal ini tarian wanita) . Ngibing adalah bagian tari jogged yang penuh dengan inprovisasi.

Pada masa lampau pengibing diwajibkan untuk membayang dengan uang atau denda dalam jumlah yang cukup besar .pada zaman kerajaan bali joged di miliki oleh raja-raja dan para bangsawan.

  1. LEKO

Tari jogged leko berhubungan erat dengan tari legong tarian ini di pertunjukan oleh dua orang perempuan berumur sepuluh sampai empatbelas tahun.

Pertunjukan tari leko dimulai dengan sebuah tarian pendahuluan yang bentuknya sangat abstrak . bagian abstrak di lakukan sekitar 30 menit barulah dilakun tari ibing –ibingan. Disamping sebagai hiburan leko juga dipentaskan untuk acara mesesangi atau upacara kaul. Tarian leko diiringi seperangkat gambelan semas pegulingan.

  1. JOGED GUDEGAN

Joged gudegan muncul dalam masyarakat bali dengan sebutan yang berbeda-beda. Tarian ini diiringi dengan gambelan bambu yang disebut gambelan rindik.

Si pengibing menari berhadap-hadapan dengan penari joged itu, Namun di batasi oleh lampu obor mereka saling mengintai dan si pengibing segera mendesak pasangan nya. Si jogged gudegan menolak untuk menari berdekatan karena ia ingin mempertahankan kehormatannya sebagai penari jogged agar tidak segera terdesak oleh nafsu pengibing yang sering-sering meluap itu keduanya melakukan tarian improvisasi,dan pengibing yang pandai mengajar jogged itu menari goyang pinggul, lirikan, hentakan kaki dan cubitan.

  1. ADAR

Adar merupakan jenis jogged gudegan yang pada saat ini boleh dikatakan sebagai kesenian yang hampir punah.Tidak satupun dari sekeha-sekeha Adar yang masih aktif yang dapat mempertukan kesenian itu.

Pertunjukan tari Adar mengambil tempat pada sebuah jalan di muka balai banjar. Di sekitar tempat pementasan terdapat warung-warung kecil untuk menjual makanan ringan, seperti kacang, buah-buahan, jajan, termasuk minuman arak atau tuak. Kira-kira ada delapan sampai sepuluh warung yang di tunggu masing-masing oleh seorang penari Adar sebelum tampil diatas pentas. Penari-penari itu menjual makanan smbil mengadakan perjanjian dengan para laki-laki yang ingin mempertaruhkan kekayaannya untuk menjadi pengibing.

Adar di desa kadiri tabanan diinringi oleh seperangkat gambelan semarpegulingan.Ada pun lagu-lagu yang dimainkan kebanyakan lagu penegak yang juga bersumber dari lagu-lagu kebyar. Pertunjukan Adar berakhir pada jam dua atau tiga pagi dan sampai saat itu mungkin sudah banyak pulauang yang dapat di kumpukan untuk dana kemasyarakatan dan sebagian juga bagikan kepada anggota kumpulannya.

  1. GANDRUNG

Ditinjau dari segi etimologi, kata gandrung berarti “cinta” atau “rindu”. Kataini mengandung makna erotik pada seni pertunjukan gandrung . Tari gandrung biasanya dipentaskan untuk upacara perkawinan: seorang laki-laki berpakaian wanita meminta para tamunya untuk ikut menari demi kemeriahanya upacara dan pentas tarsebut.

Manurut keterangan seniman I Ketut Rindha, Gandrung sudah ada di bali pada permulaan abad ke-19, pada pemerintahan I Dewa Agung Anom di puri Sukawati. Semula gandrung hanya dilakukan dengan tari gandrungan (sejenis tari improvisasi lengan lagu yang bebas ). Akan tetapi, kini telah mingikuti pola-pola legong dan mengambil tema-tema seperti Lasem dan Kupu-kupu Tarum.

  1. JOGED BUMBUNG

Bumbung berarti “tabung” (bambu) , sebuah istilah untuk member nama seperangkat gambelan Joged. Joged Bumbung adalah sebuah tari pergaulan yang memiliki unsure social sangat tinggi dibandingkan dengan Joged yang lain. Joged Bumbung sangat popular di kalangan masyarakat Bali sekarang.

Joged Bumbung biasanya dipertunjukan oleh 4 tau 6 orang penari dan tampil satu persatu. Joged Bumbung tidaj memiliki tari pendahuluan seperti dalam Joged yang lain. Tari ibing-ibingan yang terdapat dalam Joged Bumbung lebih hidup dibandingkan dengan jogged lainnya. Penonton sejak semula sudah memanggil si jogged agar segera menepak dengan kipasnya. Dalam tarian ibing ini banyak kelihatan gerakan-gerakan sensual.

 SENDRATARI RAMAYANA DAN MAHABRATA

Sendratari merupakan singkatan dari “seni, drama dan tari”. Di Indonasia , istilah sendratari dipakai untuk mengganti kata “ balet”, yaitu tari klasik barat yang pementasannya menggantungkan keharmonisan antara music dan tari, sedangkan cerita diungkapkan tampa dialong, cukup dengan gerak-gerak berarti.

Jauh sebelum itu orang – orang bali telah mengenal bentuk sentratari yang lebih tua, yaitu Legong Kraton. Diduga sentratari ini sudah munjul dalam pemerintahannya Dalem Watu Renggong pada abat ke- 16 dan mencapai ketenarannya pada awal abad ke -19 karena muncul tokoh-tokoh terkemuka dalam legong kraton, seperti I Dewa Rai Perid dan IDewa Ketut Belancing.

Legong keratin ini mempunyai banyak perbedaan dengan sendratari yang lahir sekarang, khususnya di dalam gaya tarinya Legong keratin lebih abstrak dan lebih mementingkan keindahan gerak dan musiknya.

  1. PEMENTASAN KOLOSAL

Ketika pertama kali panggung terbuka Ardha Candra tahun 1977 digunakan untuk mengadakan pementasan tari Bali, munculah berbagai tanggapan yang kurang memuaskan dari para budayawan dan pengamat seni pulau ini. Ardha Candra adalah sebuah panggung terbuka yang berbentuk throst teage(tapal kuda).

Ardha Candra memiliki kapasitas tempat dudup yang menampung penonton sekitar 6.000 orang. Pada beberapa kali pementasan sendratari yang kita bicarakan , panggung terbuka ini terpaksa menampung luapan penonton berjumlah 8.000. Pengaruh dengan kekurangan tersebut. Bagi mereka panggung modern yang luas ini menjadi tantangan utama dalam kreatuvitas mereka.

Diantara tokoh-tokoh yang kiranya membawa perubahan tari Bali ini termasuk bapak Profesor I.B. Mantra yang ketika panggung  Ardha Candra di buat masih menjabat sebagai direktur Jendral Kebudayaan , Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Sendratari Mahabrata dan Ramayana sebagai kasus dalam perubahan ini dapat dimengerti masyarakat secara luas karena sendratari sebagai ciptaan baru masih bersumber dari tarian-tarian klasik Bali dan tidak pernah tercabut dari akar budayanya.

  1. SKENARIO (PAKEM)

Sampai saat ini pementasan drama tari Bali seperti gambuh, topeng panca, dan Wayang Wong tidak pernah menggunakan play script skenerio lengkap seperti yang digunakan dalam drama atau teater modern. Lakon yang di sajikan biasanya bersumber dari cerita Ramayana dan mahabrata, Panji dan babad yang ditampilkan berdasarkan naskah lisan tampa mengunanak scenario atau pakem tertulis yang lengkap. Dalam pemen tasan drama tari bali peristiwa seperti itu disebut ngadungang lampahang.

Kendati skonario tidak pernah tertulis secara lengkap untuk pementasan seni pertunjukan tradisional, namun dalam dalam beberapa hal yang berkaitan dengan sekeha sebunan ( pementasan dari kelompok sewilayah), seperti Arja Sebunan, calonarang Sebunan,ataupun Janger Sebunan, seorang stradara sering menyiapkan kelompok itu dengan sebuah skenasio tertulis yang amat sederhana. Skenasio itu di gunakan sebagai pegangan agar memudahkan dalam proses belajar mengajar.

Proses penyusunan scenario itu di mulai dengan penyusunan sipnosis , cerita , pembabakan cerita, tampilan tokoh, suasana iringan serta memasukan aspek dramatis lainnya separti peranan lampu dan lain-lainnya.

  1. DRAMA PEDALANGAN

Sejak diciptakan pada 1962, sendratari-sendratari Bali sudah menggunakan dalang sebagai pengungkep cerita. Peranan dalang ini padamulanya terbatas pada tandak ( penyajian penggaris dramatisasi) dan antawacana seperlunya. Akan tetepi, sekarang karena berhadapan dengan panggung besar Ardha Candra, dan dalang di tuntut untuk lebih menonjol, yaitu memberi antawacana terhdap semua tokoh yang ada, dam nyanyian tandak kini bahkan ditambah dengan adanya lagu gerong yang dinyanyikan oleh sekelompok penyanyi wanita.

  1. GAMBELAN ATAU MUSIK PENGIRING

Musik yang digunakan untuk mengiringi pegelaran sendratari Ramayana dan Mahabrata garapn kolosal adalah berbagai jenis gambelan yang di rangkai menjadi satu berung besar sebagai pengiring kesenian itu. Jenis –jenis gambelan yang biasa digunakan meliputi gambelan gong gede, gong kebyar, semarpegulingan, dan beberapa instumen lepas yang tidaj termasuk dalam ba-rungan tersebut.

Sendratari Jayaprana yang di ciptakan pada tahun 1962 hanya diiringi oleh seperangkat gambelan gong kebiar dengan instrument seperti gog, kempu, gangsa. Reyong , tromping, kendang, suling, dan rebeb. Munculnya sendratari Ramayana  pada 1965 juga masih menggunakan gong kebyar sebagai pengiringnya. Sejak terciptanya sendratari kolosal di panggung Ardha Candra pada 1979, gambelan lain seperti gong gede, semaspegulingan dan gong kebyar mulai digunakan. Sebagai insrtumentasi gambelangong gede dan semarpegulingn terdiri atas berbagai instrumen perkasi,namun mempunyai watak yang berbeda dengan gong kebyar.Gong Gede, karena bunyinya agak berat dan rendah, member warna keagungan kepada sendratari. Adapun semarpegulingan yang memiliki nada tinggi ringan, memberi watak manis kepada pergelaran sendratari.

Bentuk lagu yang digunakan untuk mengiring sentratari ini masih berpolakan lagu-lagu klasik pegambuhan, dan aturannya masih mengikiti pola tabuh pisan, tubuh dua, tabuh telu, legod bawa,batel,dan sebegainya.

 

  1. STRUKTUR DRAMATIK DAN CONTOH SKENARIO

Untuk member gambaran lebih kongret mengenal struktur dramatic yang digunakan oleh sedratari Ramayana dan Mahabrata, berikutini di paparkan sebuah scenario Gugurnya sumantri.

  1. Ringkasan cerita
  2. Pembabakan
  3. Penampilan Peran

 

DISKRIPSI CENG-CENG

DISKRIPSI CENG-CENG

Ceng-ceng adalah bagian penting dari seperangkat gamelan Bali. Di antara alat gamelan yang lain, dalam satu performa, ceng-ceng memegang peran yang sangat penting.

Ceng-ceng Bali ini juga dikenal dengan sebutan ceng-ceng ricik. Bahan terbuat dari kayu nangka dan tembaga. Terdiri atas 6 (enam) buah logam bundar bagian bawah dan 2 (dua) logam bundar bagian atas.

Cara memainkan alat musik tradisional Bali ini adalah dengan cara “memukulkan” bagian tembaga bundar yang atas (berjumbai merah) ke bagian tembaga bundar bawah yang menghadap atas. Sehingga timbullah suara ””ceng-ceng-ceng,…ceng-ceng-ceng,..”… Pemainnya biasanya memegang kedua bagian yang atas dengan menggunakan kedua tanggannya sehingga suaranya nyaring,keras dan khas simbal Bali…

Ceng-ceng Bali dibuat dengan bentuk kura-kura. Ini bisa dipahami karena pengukirnya mungkin  mengambil tokoh legenda Bali yaitu kura-kura mistis. Konon, di kebudayaan Bali, kura-kura mistis ini  memiliki nilai magis yaitu menyeimbangkan dunia di atas punggungnya. Tuh, lihat saja: giginya rapi kayak di’pangur’ dan ada taringnya, kaki-kakinya memiliki jari yang panjang seperti tangan manusia. “Ceng-ceng-ceng,…Ceng-ceng-ceng’

Biasanya ceceng ceng ricik berfungsi  untuk membuat angsel.

Dan bisanya cengceng ricik mengikuti angsel angsel dari kendang dan riong .

Di dalam gamelan bali cengceng ricik digunakan pada barungan gamelan gong kebyar, gong gede, semar pegulingan , pelegongan, bearongan dan barungan gamelan lainnya.

Di bagian atas perunggu cengceng terdapat tali untuk memegang cengceng, yang di atas nya terdapat tali atau benang merah yang di buat sedemikian rupa yang disebut dengan bungan cengceng.

 

ENSABLE SELONDING

ENSABLE SELONDING

Gambelan Selonding adalah merupakan peninggalan historis dari kegiatan berkesenian nenek moyang di masa silam. Gambelan Selonding merupakan salah satucontoh mengenai Local Genius dari lelhur, yang mampu mengantarkan kita kepada suatujenjang puncak budaya, sehingga keberadaannya masih eksis sampai saat ini. Peninggalan historis tersebut masih mampu menjembatani suatu masa ribuan tahun yang lalu denganmasa kini.

Suara Salonding Sakral sebagai Suara Pranawa. Gambelan Salonding adalah gambelan Kuno yang paling sakral dalam melengkapi upacara keagamaan (Hindu) di Bali yang berlaras pelog Sapta Nada, contohnya seperti Selonding yang ada di Trunyan, di Bugbug, Tenganan, Ngis Selumbung , Timbrah, Asak, Bungaya, Besakih, Selat, Bantang dan lain-lainnya.  Dalam konteks Desa Adat Bugbug, Selonding (yang disimpan di dekat Pura Piit Bugbug) ini selalu mengiringi prosesi upacara besar di Pura-pura di Bugbug, seperti Usaba Sumbu dan rangkaian Usaba Gumang di Bukit Juru.  Para penabuhnyapun bukanlah orang sembarangan.

Gambelan Selonding memang masih dapat bertahan dari terpaan gelombang peradaban manusia dalam rentang waktu yang cukup lama, dan ini hanya dimungkinkan oleh adanya suatu vitalitas nilai universal yang terkandung di dalamnya dan terjalin erat dengan masyarakat pendukungnya.

Pada dasarnya gambelan Selonding yang lahir dari hasil, cipta, rasa, dan karsa nenekmoyang, itu adalah sebagai perwujudan dari pengalaman estetis dikala keadaan jiwa sedang mengalami kedamaian dan kesucian. Pendakian ini hanya mungkin dapat dicapai dengan penghayatan dan pengalaman yang immanent dari ajaran agama hindu. Rupa-rupanya gambelan Selonding tumbuh, hidup dan berkembang sebagai kultur religius, sehingga dapat

dipahami bahwa gambelan Selonding banyak terdapat dipusat-pusat keagamaan pada zaman Bali kuno yang oleh R. Goris disebut sebagai basis kebudayaan Bali Kuno. Dapat dimengerti, mengapa gambelan Selonding yang pernah ada di Jawa Timur pada zaman Kediri kini sudah lenyap (Tusan, 2001 : 2).Gambelan Selonding bukanlah segugusan instrumen primitif yang kosong tanpa Makna.

Gambelan ini banyak tercatat dalam prasasti raja-raja Bali Kuno dari babakanpemerintah Maharaja Sri Jaya Sakti sampai dengan awal pemerintahan Majapahit di Bali. Dan juga sejumlah karya sastra para pujangga dari zaman Kediri sampai Babakan zaman Majapahit akhir. Seperti Kekawin Bharata Yudha, Hari Wangsa, Gatot Kaca Sraya, Sumana

Santaka, Wrttasancaya, Wrttayana, dan Rama Parasu Wijaya, banyak merekam nuansa keindahan gambelan Selonding yang masih dapat diwarisi sampai sekarang. Istilah Selonding yang kemudian dikenal dengan nama Selonding di Bali, berdasarkan temuan dalam sebuah lintar kuno yaitu Babad Usana Bali yang menyebutkan seorang raja besar di zaman dahulu yang bergelar Sri Dalem Wira Kesari yang bertahta di lereng gunung Tolangkir (Gunung Agung) (Tusan, 2001 : 12) Bila dirunut asal muasal kosa kata Selonding itu berasal dari kata Salunding. H.N. der Tuuk dalam bukunya Kawi Balineesch-Nederlandsch-1984, menyebutkan bahwa Salunding itu identik dengan gambelan gender.C.F. Winter SR menyebutkan Salunding adalah gambelan Saron.Wayang Warna menyebutkan kosa kata Salunding adalah nama gambelan yang suci yang ditabuh pada upacara tertentu.

Guru-guru Kokar pada waktu mengadakan penelitian di Tenganan (1971) mengemukakan bahwa Selonding berasal dari kata Salon + Ning yang diartikan tempat suci.Karena gambelan Selonding itu dikenal sebagai perangkat gambelan yang disucikan dan disakralkan oleh masyarakat pendukungnya. Gambelan Selonding adalah salah satu gambelan kuno yang masih dapat diwarisi sampai sekarang di Bali. Gambelan ini semula dikenal pada masa pemerintahan Sri Jaya Bawa di Kediri yang berlanjut sampai pada zaman Majapahit.

Di Bali gambelan Selonding telah dikenal pada pemerintahan Sri Maharaja Jaya Sakti (1052-1071 C), merupakan suatu kesenian yang populer pada zamannya, mengingat kewajiban-kewajiban berupa pajak yang dikenakan yang merupakan pajak tertinggi diantara kesenian lainnya.

Pada zaman pemerintah Sri Maharaja Bhatara Guru Sri Adikutiketana pada tahun 1126 C, kesenian Selonding ini akhirnya dibebaskan dari segala macam pajak, karena telahmenjadi kesenian untuk mengiringi upacara keagamaan sampai dewasa ini. Gambelan Selonding tersebut masih sangat disakralkan sebagai sarana upacara keagamaan di Bali, seperti yang terdapat di Tenganan, Bungaya, Asak, Timbrah, Bugbug, Ngis, Trunyan, Kedisan ,Batur, Bantang, Manikliyu, dan Tigawas.

Jumlah Satuan Ciri-ciri Instrumen

8 tungguh berisi 4 buah bilah

6 tungguh masing-masing berisi 4 buah bilah

2 tungguh berisikan 8 buah bilah

Karawitan Bali mencatat bahwa instrumentasi dari gambelan Selonding, yaitu :

Jumlah Satuan Instrumen

2 tungguh gong

2 tungguh kempul

1 tungguh peenem

1 tungguh petuduh

1 tungguh nyongnyong alit

1 tungguh nyongnyong ageng

Tabuh-tabuh yang dimainkan dengan patet yang berbeda-beda, dapat dikelompokkan menjadi :

Gending-gending Geguron (lagu-lagu upacara sakral) dengan tabuh-tabuh yang diberi nama :

Judul

Ranggatating

Kulkul Badung

Patet Puja Semara

Kebogerit

Dewa

Blegude (Penutup Upacara)

Ranggawuni (untuk menyimpan Bhatara Bagus Selonding)

Gending-gending Pategak (sebelum upacara dimulai) terdiri dari:

Judul

Tabuh sekar Gadung

Nyangnyangan

Rejang Gucek

Rejang Ileh

Gending-gending untuk mengiringi tari (Rejang dan Kare-karean atau perang Pandan)

terdiri dari:

Judul

Gending Rejang,

Rejang Dauh Tukad,

Duren Ijo,

Lente,

Embung Kelor-Kare-kare.

Ada pula sejumlah gending Selonding yang diperkirakan berasal dari gambelan Gambang yaitu:

Judul

Pamungkah

Selambur

Kesumbe

Pangus

Malat

Puh Raras Tanjung

Puh Orangkamal.

FUNGSI MASING-MASING INTRUMEN SELONDING

Gangsa I

1. Berdaun 8 (delapan) bilah menjadi satu telawah (pelawah).

2. Di tabuh oleh satu orang (pemempin gending).

3. Berfungsi sebagai pemegang melodi.

4. Telawahnya terbuat dari kayu nangka.

5. Model gegebug seperti nabuh gangsa Gambang :

– Kaping : 1, gegebug ”nunggal” (unison) seperti pengambilan gending Gambang.

– Kaping : 2, 3, dan 4 masastra.

6. Penabuh, satu orang dengan mempergunakan satu panggul, yang dilakukan oleh

pemimpin gending.

Gangsa II

1. Berdaun delapan bilah, menjadi satu telawah (pelawah).

2. Telawahnya terbuat dari kayu nangka.

3. Ditabuhi oleh satu orang dengan dua buah panggul.

4. Difungsikan sebagai oncangan (figuran).

5. Model gegebug : ngoncang atau nyekati.

Gangsa III

1. Berdaun delapan menjadi dua telawah (pelawah).

2. Susunan nada atau suara gangsa ini sudah tidak serasi.

3. Naga-perunggu (Bronze-naga) sepasang 5 buah sebagai aksesoris cagak Selonding.

4. Ditabuhi oleh dua orang dengan dua panggul.

5. Model gegebug : ngoncangin.

Gangsa IV

1. Berdaun delapan bilah menjadi dua telawah (pelawah).

2. Naga-perunggu (Bronze-naga) terpasang 3 buah sebagai aksesoris.

3. Nadanya lebih rendah satu oktaf dari gangsa I dan II.

4. Model pukulan : ngoncangin.

5. Penabuh 1 orang dengan 2 panggul.

Jublag I

1. Berdaun 4 bilah menjadi 1 telawah (pelawah).

2. Pelawah jublag I : panjang 67 cm, lebar 28 cm, tinggi 38 cm.

3. Penabuh satu orang dengan dua panggul.

Jublag II

1. Berdaun 4 bilah menjadi satu telawah (pelawah).

2. Pelawah jublag II : panjang 71 cm, lebar 30 cm, tinggi 32 cm.

3. Penabuh satu orang dengan dua panggul.

Jublag III

1. Berdaun 4 bilah dengan satu telawah (pelawah).

2. Penyangga/cagak terbuat dari uyung-jaka.

3. Susunan bilah dan nada, tidak teratur.

4. Jublag I dan II ditabuhi oleh satu orang dengan dua panggul.

5. Jublag III ditabuhi oleh satu orang dengan dua panggul.

6. Pukulan : semua ngebyogin.

Jegog

1. Telawah 1 berdaun 3 bilah.

2. Penyangga/cagak terbuat dari uyung jaka

3. Jegog I dan II ditabuhi oleh satu orang dengan dua panggul.

4. Model pukulan : ngebyogin

 

 

Keterangan : X = Penabuh

Jumlah penabuh 7 orang.

Konteks penggunaannya Gambelan Selonding dari masa ke masa tidak pernah lepasdari kegiatan-kegiatan keagamaan masyarakat Bali, baik dari kebesaran Jaman Bali kuno,sampai pada akhir abad XX ini gambelan Salonding itu tetap mendapat tempat yang palingsakral dalam upacara agama. Gambelan Selonding terdiri dari empat buah gangsa, dua buahjublag, satu buah jegog yang memiliki fungsi dan karakter akustik masing-masing.

 

Gangsa II

Gangsa I

Gangs

a

III.1

Gangs

a

III.2

Gangsa

IV.1

Gangsa

IV.2

Jublag

I.I

Jublag II Jublag III

Jegog II

Jegog I

Komposisi barungan saat menabuh.

tentang saya

Nama saya I Kadek Adi Yuliana , bertempat tinggal di br. Tegal Jaya, Batubulan, Sukawati , Gianyar. Tempat tanggal lahir Gianyar 09 juli 1994. Riwayat pendidikan saya adalah (TK) taman kanak-kanan Silacndra Batubulan tahun 2000, (SD) sekolah dasar negeri  5 Batubulan tahun 2006 , (SMP) sekolah menengah pertama negeri 2 sukawati  tahun 2009, (SMK) sekolah menengah kejuruan negeri  3 sukawati  jurusan karawitan tahun 2012 , (ISI)institut seni Indonesia  denpasar  jurusan karawitan sampai saat ini.

Saya memang dari kacil mempunyai karakter agak males, dari saya TK dan sampai saat ini masih di bangunin setiap pagi hehehehehehehe, mungkin karena dukungan orang tua saya yang sudah belasan tahun bangunin saya dan sayanya belum kunjung berubah. Misalnya kalau orngtua saya tidak bangunin saya mungkin saya TK tidak tmat trimakasih pengabdian mu(orangtua tercinta) I loveyou

Sejak kecil saya tidak mempunyai cita-cita yang jelas ,saya hanya mengikuti alur/jalan hidup. Pada saat saya kecil di banjar saya ada pembentukan sekehe gong anak-anak saya hanya mengikuti teman dan tidak terlalu suka hanya iseng iseng,  setelah  smp guru kesenian saya mengajak ikut festival gong kebyar padahal saat itu saya sangat jauh kemampuan saya dengan teman yang di ajak festival gong kebyar sampai saya merasa minder. Dalam hati saya punya prinsip ikuti aja kalau gak bisa saya akan mengundurkan diri. Waktu brjalan tantangan demi tantangan sya hadapi dangan rajin berlatih dan sudah menemukan teman yang akrab enak di ajak ngobrol dari sinilah percaya diri saya bangkit .  setelah selesai festival gongkebyar saya melanjutkan sekolah di smk 3 jurusan kerawitan di situ saya mempelajari musuk karawitan secara akademik. Bersekolah di ISI denpasar sebenarnya belum rencana saya sejak awal, mungkin karena teman di smk 3 kebanyakan di isi sayapun jadi sedikit tertarik dan dapat dukungan dari teman keluarga dan yang paling penting adalah dukungan Tuhan Yang Maha Esa saya di beri jalan seperti ini.

Riwayat keluarga :saya bersaudara 2 saya anak kedua dan adik saya. Saya mempunyai kakak tapi sudah meninggal sejak kecil, ayah saya I Nyoman Sudana Yasa bekerja sebangai wiraswasta ayah saya Cuma tamatan smp , dia sangat member dukungan penuh dengan saya . dan Ibu saya I wayan Eka Swardani pekerjaannya adalah pembantu rumah tangga ibu saya hanya tamatan sma.

Hobby saya adalah bermain gembelan dan dalam olah raga adalah bermain bola volley mungkin lingkungan yang membuat saya suka dengan bola volley, kalau di banjar saya anak muda kebanyakan olah raganya volley dan sudah tua kebanyakan bulutangkis, dan kalau saya sudah tua nanti pasti saya akan olah raga bulutangkis.

Dalam bidang kasmaran(percintaan) saya kurang agresip dan pemalu terbuti saya hanya pernah pacaran memang suka hanya 1 kali selebihnya hanya cinta monyet di jaman smp, pada saat ini saya belum mempunyai pacar mungkin belum ada yang pas dihati, saya sangat pemalu dalam bidang percintaan makanya wanita menjauh dan tidak tertarik saya sudah sadari itu. Teman saya bilan kalau mencari pacar adalah bermodak PD percaya diri terbukti dengan teman saya dia bisa gonta-ganti pacar, mungkin juga karena saya terlalu memilih makanya susah mencari yang pas di hati dan sampai saat ini masih jomblo(single) kaciiiiiiann….. inilah yang dapat saya jalaskan tentang saya semoga anda semakin mengenal saya dan mengenal pribadi saya, sekian dan terima kasih