CANDI GUNUNG KAWI

This post was written by alitputra on April 23, 2018
Posted Under: Tak Berkategori

persawahan bertingkat Di sisi utara Gianyar, terdapat sebuah situs arkeologi yang menakjubkan. Di antara areal dengan sistem irigasi tradisional subak, terdapat 10 candi yang dipahat pada dinding tebing batu pasir.

Situs bersejarah bernama Candi Tebing Gunung Kawi ini termasuk dalam wilayah Banjar Penaka, Desa Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar.

Candi Tebing Gunung Kawi diperkirakan telah dibangun sejak pertengahan abad ke-11 Masehi, pada masa dinasti Udayana (Warmadewa). Pembangunan candi ini diperkirakan dimulai pada masa pemerintahan Raja Sri Haji Paduka Dharmawangsa Marakata Pangkaja Stanattunggadewa (944-948 Saka/1025-1049 M) dan berakhir pada pemerintahan Raja Anak Wungsu (971-999 Saka/1049-1080 M).

Dalam Prasasti Tengkulak yang berangka tahun 945 Saka (1023 Masehi), terdapat keterangan di tepi Sungai Pakerisan terdapat sebuah kompleks pertapaan (kantyangan) bernama Amarawati. Para arkeolog berpendapat, Amarawati mengacu pada kawasan tempat Candi Tebing Gunung Kawi ini berada.

Secara tata letak, kesepuluh candi tersebar di tiga titik. Lima di antaranya berada di sisi timur Sungai Tukad Pakerisan, sementara sisanya tersebar di dua titik di sisi barat sungai. Lima candi yang berada di sisi timur sungai dianggap sebagai bagian utama dari kompleks Candi Tebing Gunung Kawi.

Di sebelah utara dari sisi barat Sungai Tukad Pakerisan, terdapat empat candi yang berderetan dari utara hingga ke selatan dan menghadap ke arah sungai. Sedangkan, satu candi lainnya berada di sisi selatan, kurang lebih berjarak 200 meter dari keempat candi tadi.

Menurut sejarah, Raja Udayana dan permaisuri Gunapriya Dharmapatni memiliki tiga anak, yaitu Airlangga, Marakata, dan Anak Wungsu. Sang sulung, Airlangga, kemudian diangkat menjadi Raja Kediri menggantikan kakeknya, Mpu Sendok.

Saat Udayana wafat, tahta diserahkan kepada Marakata – yang kemudian diteruskan kepada Anak Wungsu. Kompleks Candi Tebing Gunung Kawi awalnya dibangun oleh Raja Marakata sebagai tempat pemujaan bagi arwah sang ayah, Raja Udayana.

Di antara kesepuluh candi di kawasan ini, diperkirakan bangunan pertama yang dibangun adalah candi yang posisinya paling utara dari rangkaian lima candi di timur sungai. Hal ini didasari atas tulisan “Haji Lumah Ing Jalu” beraksara kadiri kwadrat pada bagian atas gerbang candi.

Tulisan ini bermakna ‘sang raja dimakamkan di jalu (Sungai Tukad Pakerisan)’ yang mengindikasikan candi inilah yang dibangun sebagai tempat pemujaan arwah Raja Udayana. Keempat candi lainnya di rangkaian ini diduga kuat dibangun untuk permaisuri dan anak-anak Raja Udayana.

Sementara, empat candi yang berada di sisi barat, menurut arkeolog Dr. R. Goris, kemungkinan merupakan kuil (padharman) yang didedikasikan bagi keempat selir dari Raja Udayana. Sedangkan, satu candi lainnya yang posisinya lebih ke selatan diduga dibangun untuk salah seorang pejabat tinggi kerajaan setingkat perdana menteri atau penasihat raja.

Dari beberapa referensi sejarah pada zaman tersebut, keberadaan candi ini dapat dikaitkan dengan sosok Empu Kuturan. Empu Kuturan adalah utusan Raja Airlangga untuk adiknya, Raja Anak Wungsu. Di kemudian hari, Empu Kuturan diangkat menjadi penasihat utama raja dan memiliki peran penting dalam perkembangan Kerajaan Bedahulu.

Keseluruhan kompleks candi ini difungsikan sebagai pura, sarana peribadatan keluarga kerajaan oleh Raja Anak Wungsu. Yang menarik, di sekitar candi Hindu ini terdapat sejumlah ceruk yang diidentifikasi oleh para arkeolog sebagai tempat meditasi umat Buddha/vihara.

Ceruk-ceruk ini dipahat pada dinding tebing, sama seperti candi-candi Hindu di sekitarnya. Keberadaan kompleks candi Hindu yang berdampingan dengan pertapaan Buddha ini menunjukkan Kerajaan Bedahulu ketika itu telah menerapkan toleransi dan harmoni dalam kehidupan beragama.

 

  1. Keunikan bangunan

Candi Gunung Kawi Memiliki sekitar 315 anak tangga di tubir Sungai Pakerisan. Suasana asri yang nampak dari rerimbunan pohon di tepi sungai, juga gemericik air dari sungai yang dikeramatkan di Bali ini membuat pengunjung seolah disambut oleh simfoni alam. Anak tangga-anak tangga untuk menuju Candi Gunung Kawi ini terbuat dari batu padas yang dibingkai dengan dinding batu.

Sesampainya di kompleks candi, wisatawan akan menyaksikan dua kelompok percandian yang dipisahkan oleh aliran Sungai Pakerisan. Candi pertama terletak di sebelah Barat sungai, menghadap ke Timur, yang berjumlah empat buah. Sedangkan candi kedua terletak di sebelah Timur sungai, menghadap ke Barat, yang berjumlah lima buah. Pada kompleks candi di sebelah Barat, juga dilengkapi kolam pemandian serta pancuran air. Menyaksikan dua kompleks candi ini, wisatawan akan dibuat takjub oleh pemandangan dinding-dinding batu cadas yang dipahat rapi membentuk ruang-ruang lengkung yang di dalamnya terdapat sebuah candi. Candi-candi ini sengaja dibuat di dalam cekungan untuk melindunginya dari ancaman erosi.

Pada kompleks candi di sebelah Barat terdapat semacam “ruang” pertapaan yang juga disebut wiraha. Wihara tersebut dipahat di dalam tebing yang kukuh dan dilengkapi dengan pelataran, ruangan-ruangan kecil (seperti kamar) yang dilengkapi dengan jendela, serta lubang sirkulasi udara di bagian atapnya yang berfungsi juga untuk masuknya sinar matahari. Ruangan-ruangan di dalam wihara ini kemungkinan dahulu digunakan sebagai tempat meditasi maupun tempat pertemuan para pendeta atau tokoh-tokoh kerajaan lainnya.

Situs lainnya yang masih satu kompleks dengan Candi Gunung Kawi adalah gapura dan tempat pertapaan yang disebut Geria Pedanda. Di tempat ini wisatawan dapat menyaksikan beberapa gapura dan tempat pertapaan. Para ahli menyebut tempat ini sebagai “Makam ke-10”. Penamaan oleh para ahli ini didasarkan pada tulisan singkat dengan huruf Kediri yang berbunyi “rakryan”, yang jika ditafsirkan merupakan tempat persemayaman seorang perdana menteri atau pejabat tinggi kerajaan. Sementara di bagian lain, agak jauh ke arah tenggara dari kompleks Candi Gunung Kawi, melewati persawahan yang menghijau, terdapat beberapa ceruk tempat pertapaan dan sebuah wihara yang nampaknya sebagian belum terselesaikan secara

  1. Fungsi

Candi Gunung Kawi adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat memuliakan roh Raja Udayana beserta keluarganya. Tafsiran ini dihubungkan dengan pahatan prasasti pada salah satu candi. Candi Gunung Kawi dibagi empat kelompok. Kelompok candi lima berada di sebelah timur Tukad Pakerisan. Semua bangunan mengarah ke barat.
Candi Gunung Kawi memiliki fungsi sebagai tempat memuliakan roh suci Raja Udayana Warmadewa, Marakata, dan Anak Wungsu. Di sebelah barat Sungai Pakerisan terdapat kelompok candi empat. diperkirakan empat candi dimaksud sebagai “ padharman ” empat selir Raja Anak Wungsu. Di sebelah barat daya, ada satu candi yang dikenal dengan candi ke-10 (sepuluh). Pada pintu masuk candi gunung kawi terdapat tulisan “ rakryan ”. Mencermati tulisan huruf Kadiri Kwadrat tersebut, besar kemungkinan kelompok candi ke-10 sebagai tempat padharman pejabat atau perdana menteri pada masa pemerintahan Raja Anak Wungsu..

 

 

 

Comments are closed.

Previose Post: