Blog

“ GONG ENAM BELAS “


Om Swastiasu

          Puja dan puji syukur saya  panjatkan kehadapan Ida Hyang Widhi Wasa atas restu dan tuntunan yang diberikan kepada saya, sehingga saya bisa menyelesaikan  tugas dari mata kuliah seni pertunjukan Indonesia. Dalam laporan ini saya akan menulis atau menceritakan tentang keberadaan Gong Enam Belas yang berada di banjar Apuan, Desa Singapadu, Sukawati, Gianyar. Semoga  apa yang saya   tulis atau ceritakan nanti ada manfaatnya dan bisa menambah pengetahuan bagi para pembaca pada khususnya, dan untuk kita semua tentang seni  pertunjukan tersebut.

Analisis

1.    Pengertian dari Gong Enam Belas

       Pada zaman sekarang sudah banyak bermunculan jenis-jenis dari gambelan. Ini dikarenakan pengaruh dari perkembangan seni dan daya cipta  manusia untuk mempertahan, menggali dan mengembangkan seni tersebut. Para seniman berlomba-lomba mengembangkan ide-ide kreaktifnya untuk  menciptakan atau membuat jenis-jenis gamelan yang semakin inovatif. Diantaranya ada gong kebyar semar pegulingan, angklung, gong  Saron dan masih banyak jenis-jenis yang lainnya. Gong  enam belas yang berada di Banjar Apuan Singapadu adalah merupakan salah satu dari unsure seni pertunjukan. Mengapa dikatakan Gong Enam Belas? Gong Enam Belas tersebut sebenarnya  adalah Gong Saron. Dibanjar Apuan Singapadu, Gong Saron ini lebih dikenal dengan sebutan Gong Enam Belas, karena jumlah anggotanya atau penabuhnya pasti selalu berjumlah enam belas orang. Masyarakat setempat bahkan  hamper tidak pernah menyebut Gong Saron, tapi lebih lumrah dibilang Gong Enam Belas. Walaupun mereka tahu itu sebenarnya merupakan gong Saron.

2.    Sejarah berdirinya Gong Enam Belas

       Dibanjar Apuan Desa Singapadu, dulu ada kerajaan yang bernama Puri Sangsi. Pada zaman itu, gamelan belumlah ada sebanyak pada zaman sekarang. Gamelan tidak bisa terlepas dari pelaksanaan upacara yadnya. Gamelan merupakan sarana pelengkap dari suatu upacara yadnya. Baik itu upacara Dewa Yadnya, Butha Yadnya, Rsi Yadnya, Manusa Yadnya dan Pitra Yadnya, di Bali dalam agama hindu yang sering disebut dengan Panca Yadnya. Raja Puri Sangsi memberikan kepada  masyarakat setempat sebuah gong saja, tanpa perangkat gamelan yang  lainnya. Sehingga tidak bisa dipakai untuk menabuh. Gong pemberian raja tersebut hanya disimpan saja oleh masyarakat setempat. Setelah berselang sekian lama, timbul ide dari soroh pasek  untuk membuatkan perangkat gamelan yang lainnya agar menjadi satu barung. Pada waktu itu soroh pasek ingin membuat perangkat  gong saron. Setelah ada kesepakatan maka dibuatlah seperangkat gong saron dengan ditambang gong pemberian dari  raja Puri Sangsi. Semenjak itulah, terbentuknya   atau berdirinya gong Saron yang anggotanya berjumlah enam belas orang. Karena  anggotanya selalu enam belas orang, maka disebut Gong Enam Belas dan sampai sekarang dikenal dengan sebutan Gong enam belas. Pada awalnya gong itu dikelola oleh soroh pasek. Lama-kelamaan karena bertambahnya  kesibukan dari soroh pasek, maka pengelolaan gong itu diberikan kepada seke atau dibentuk seke khusus untuk mengelola dan merawat gong saron tersebut. Siapa saja bisa menjadi anggota seke tidak hanya dari soroh pasek saja. Kemudian banyak anggota dari  luar soroh pasek. Pada jaman itu belum banyak ada gamelan, jadi keberadaan  gong saron ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat setempat untuk mengiringi pelaksanaan upacara yadnya. Sampai  sekarang  pengelolaan gong tersebut dikelola oleh seke. Walaupun sudah berganti sekian generasi, keberadaan gong saron atau gong enam belas tersebut masih eksis sampai sekarang. Gong saron ini terdiri dari beberapa komponen gambelan yaitu:

–          Kendang

–          Gong

–          Riong

–          Ugal

–          Jublag

–          Saron

–          Ceng-ceng

Dari mulai berdirinya sampai saat sekarang, jumlah anggotanya tetap  enam belas orang.

3.    Fungsi dan peranan Gong Enam Belas

       Bagi masyarakat banjar Apuan Singapadu, nama atau keberadaan dari Gong Enam Belas tidaklah asing lagi. Kebebasan suara tabuhnya menjadi salah satu cirinya. Fungsi dan peranan gong ini didalam masyarakat setempat adalah untuk mengiringi  pelaksanaan upacara yadnya. Selain untuk mengiringi pelaksanaan upacara yadnya, gong ini bisa juga untuk mengiringi pertunjukan atau pergelaran (balih-balihan). Seperti untuk mengiringi pementasan bondres, arje dan lain-lainnya. Jika ada orang meninggal atau kelayuan sekar, pasti gong ini   yang mengiringi pelaksanan upacaranya, dari membersihkan mayat sampai dibawa ke kuburan. Ada beberapa tabuh khusus yang biasa dipakai pada saat pelaksanaan  upacara orang meninggal yaitu:

–          Tabuh sinada, tabuh ini dimainkan pada waktu memandikan mayat sampai menghias mayat.

–          Tabuh lilit, dimainkan ketika membungkus mayat atau ngelilit mayat dengan kain kapan dan tekan penggulungan (penggulungan).

–          Tubuh sih miring, untuk mengiringi upacara mamitang Layon (mayat)

–          Tabuh Beleganjur, dimainkan pada waktu  membawa mayat kekuburan.

Selain tabuh untuk mengiringi upacara orang meninggal, ada juga beberapa tabuh (gending) untuk mengiringi upacara Dewa Yadnya, antara lain Tabuh Telu, Galang Kangin, Rerejangan dan lain-lainnya.

4.    Penabuh

       Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa jumlah dari angggota seke gong ini adalah enam belas orang. Sesuai dengan namanya gong enam belas. Dulu anggota dari seke ini kebanyakan orang yang sudah tua-tua, tetapi setelah mengikuti perkembangan jaman, banyak orang muda-muda yang tertarik mempelajarinya dan masuk jadi anggota. Sehingga pada saat sekarang banyak anggotanya atau penabuhnya  orang muda-muda menggantikan yang sudah tua-tua.

5.    Sakralisasi

       Keberadaan gong saron ini adalah merupakan sebuah warisan, maka  keasliannya, keutuhannya dan kesakralannya tetap di jaga sampai saat sekarang terutama perangkat gong yang diberikan oleh raja puri sangsi sangat dikeramatkan yang diberi gelar Jero Gede. Setiap pentas, apa yang  disuguhkan kepada penabuh, harus lebih dulu dihaturkan kepada Ide Jero Gede. Selain  itu, juga dihaturkan petabuh arak-berem.

6.    Struktur pertunjukan/pementasan

       Awal berdirinya gong saron ini hanya dipentaskan di wilayah Br. Apuan Singapadu saja. Kerajaan Puri Sangsi ada hubungannya dengan Kerajaan Kalianget di Buleleng, jika disana ada upacara, maka gong ini disuruh (diutus) ngayah ke Puri Kalianget oleh Raja Puri Sangsi. Lama-kelamaan Gong Saron ini jadi terkenal sampai luar daerah Singapadu dan sering dicari untuk mengiringi upacara diluar daerah singapadu seperti ke Denpasar, Tabanan, Kelungkung dan daerah lainnya. Bahkan  mereka bisa sampai menginap beberapa hari di tempat upacara. Struktur pementasannya jika di luar daerah Singapadu dengan sistem diupah. Tapi jika pentas di wilayah Singapadu dengan sistem kena yang  namanya batu-batu saja. Sistem diupah, satu kali pentas dibayar misal tiga juta sampai 5 juta tergantung jaraknya yang sudah ditentukan oleh seke. Sistem batu-batu hanya kena sesari saja misal  sekali pentas hanya lima ratus ribu saja, ini jika pentas didalam wilayah Singapadu dan yang mempunyai upacara perorangan. Apabila ada upacara di pura Kayangan Tiga diwilayah Banjar Apuan Singapadu dengan sistem ngayah. Dari hasil pentasnya tersebut dikumpulkan dan tidak setiap dapat upah langsung dibagikan. Pembagian hasil hanya setiap bulan atau pada hari-hari tertentu saja. Misalnya setiap hari raya Galungan dan Kuningan dibelikan babi dan dagingnya dibagikan kepada anggota  seke. Semua pembagian hasil menurut kesepakatan seke. Penghasilan juga disisihkan untuk biaya perawatan gamelan.

7.    Keberadaan Gong Enam Belas Dewasa ini

       Keberadaan  Gong Saron ini masih tetap eksis sampai sekarang. Walaupun sekarang di Singapadu sudah banyak muncul Gamelan lain seperti Gong Kebyar dan lain-lainnya, tetapi gong saron ini tetap dibutuhkan oleh masyarakat setempat, bahkan sampai sekarang tetap dapat undangan untuk pentas di luar daerah singapadu, terutama saat ada orang meninggal pasti gong ini yang mengiringi pelaksanaan upacaranya. Begitu juga jika ada perorangan yang melakukan upacara. Tetapi pada saat sekarang, jika ada upacara di pura kayangan tiga tidak lagi/jarang  memakai gong kebyar untuk mengiringi upacara. Walaupun demikian keberadaan Gong Saron atau Gong Enam Belas tersebut masih eksis sampai sekarang.

8.    Penutup

       Demikianlah sekelumit tentang Gong Saron atau yang lebih dikenal dengan nama Gong Enam Belas yang berada di Banjar Apuan Singapadu. Saya mohon ingat kepada semua pihak, jika ada kesalahan dalam hal isi dan penulisan, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat saya harapkan dari para pembaca dan dari Bapak Dosen pengajar pada khususnya. Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang  telah membantu saya, sehingga saya bisa menyelesaikan tugas ini.

Om Santih, Santih, Santih Om

 Sumber :

–          I Ketut Muji

Dari: Banjar Apuan Singapadu

 

Halo dunia!


Selamat Datang di Blog Institut Seni Indonesia Denpasar. Ini adalah post pertama anda. Edit atau hapus, kemudian mulailah blogging!