Category Archives: Tulisan

Tulisan

MEMBANDINGKAN DAN MENGKRITISI TEKNIS PEMENTASAN DALAM VIDEO WAYANG CENKBLONG: LATAMAHOSADI & SUTA AMERIH BAPA

  1. Latamahosadi

 

 (Gambar 1.1  cuplikan video Lata Mahosadhi)

Video ini adalah pementasan karya yang di pentaskan oleh Dalang I Wayan Nardayana S.sn. Video ini di produksi oleh Aneka Record dalam bentuk format VCD. Dalam lakon ini menceritakan tentang perjlanan hanoman untuk mencari tumbuhan Latamahosadi yang ada di Gunung Himawan atas perintah Arya Wibhisana untuk menghidupkan kembali pasukan kera dan Sri Rama serta Laksmana yang mati suri akibat terkena ajian Sesirep Andrasiatantra yang di miliki oleh Meghananda putra Rahwana. Dalam perjalanannya hanoman menemui banyak rintangan yang ia temui. Namun pada akhirnya itu semua dapat ia atasi. Setelah ia sampai di gunung Himawan, karena bingung  tidak mengetahui bagaimana bentuk tumbuhan Latamahosadi maka tanpa pikir panjang ia mengangkat puncak Gunung Himawan. Pasukan Rama kembali bangkit dan mereka mulai berperang kembali. Akhirnya Meganadha dapat dikalahkan.

(Gambar 1.2 Teknologi pencahayaan menggunakan lampu sorot)

(Gambar 1.3 Tata Pencahayaan Pertunjukan)

Di lihat dari segi struktur pertunjukannya, Lata Mahosadhi menggunakan konsep pementasan yang modern tanpa menggunakan lampu Blencong seperti yang di gunakan dalam pemenatasan wayang tradisi. Teknologi pencahayaan menggunakan lampu sorot dengan menggunakan berbagai macam jenis lampu yang beraneka warna. Bahkan, ia membawa sekitar 50 kru dan satu generator listrik berkekuatan 7.000 watt setiap kali mentas Dan dalam awal pertunjukan, konsep pementasan yang di suguhkan tidak terpaku pada pakem pertunjukan yang ada. Ki Dalang mencoba menyuguhkan suatu suasana baru pada penonton, dengan menggunakan Candi Bentar dalam Penyacah Parwa dan menambahkan beberapa instrument gambelan semarpegulingan dan menggunakan pengiring suara sinden dalam pementasannya. Sangat dinamis dan atraktif dalam pementasannya. agar lampu tidak berpindah-pindah sehingga tidak membuat mata para penonton menyesuaikan kembali fokus pengelihatnnya.

  1. Pementasan Suta Amerih Bapa

(Gambar 2.1 Suta Amerih Bapa)

Berbeda dengan lakon yang di sajikan kali ini yakni  menceritakan mengenai perjalanan putra Hanoman yang brasal dari kamanya yang jatuh tidak sengaja terjatuh saat menyelamatkan Dewi Trijata dari Alengka. Kamanya dimakan oleh seekor ikan dan lahirlah seorang anak kera. Karena ia terlahir tanpa mengetahui keberadaan ayahnya, Ia ingin mencari keberadaan ayahnya yang sebenarnya. Saat perjalanannya, ia bertemu dengan Raksasa yang hendak membunuh Rama menuntut balas dendam atas kematian Rahwana. Kemudian Raksasa itu bertemu dengannya lalu ia mengajak nya minum-minuman keras dan menghasutnya untuk membunuh Ramadewa. Karena di pengaruhi oleh minuman keras ia pun terpancing dan berusaha menghancurkan para pasukan kera. Namun ia tersadar oleh Hanoman dan berbalik menyerang kaum raksasa.

(Gambar 2.2 Penggunaan Seting Latar pada pertunjukan)

Di lihat dari segi struktur pertunjukannya, Sutha Amerih Bapa menggunakan konsep pementasan yang hampir sama dengan Lata Mahosadhi. Namun dalam pertunjukannya kali ini, Ki Dalang menggunakan bantuan seting layar pada kelir yang di gunakan. Seting tersebut digunakan secara manual. Sehingga penonton seakan-akan digiring dalam imajinasi yang telah di suguhkan oleh Ki Dalang.    Ki Dalang mencoba menyuguhkan suatu suasana perpaduan  suasana yang nyata melalui background setting yang ingin di suguhkan pada penonton. Dalam pementasannya, Ki dalang menggunakan Gamelan Semarpegulingan sebagai pengiring pertunjukannya.

ASWAMEDHA YADNYA

Dharmawangsa, arjuna and kresna were discussing plans for the ceremony Aswamedha Yadnya on orders Bhagavan Vyasa. The purpose of yadnya is to rid the country and around the knights hwo w ns the wors on the field of Bharatha Yudha. A result of the war, many of human victims littering the world of. Therefore, very important ceremony Yadnya Aswamedha performed. Peak point in the ceremony performed a white horse burning, and than the smoke should be handful.

Narrated in the palace of Sang Hyang Varuna, he was very angry because many human corpses rotting in the ocean.Sang Hyang Varuna so can not stand the smell of the corpses. According to Sang Hyang Varuna not correct the Pandavas throw the bodies into the ocean, because the water is very useful for the prosperity of the world. Bodies should be burned first before the throw to the ocean. The Pandavas apparently less thorough.Sang Hyang Varuna then became angry, all corpses were condemned and given a life and than become a giant and Bhuta Kala. All of the giant ordered to kill the Pandavas.

Because the giant was very strong then Kalimosodo weapons can be seized from the hands of Dharmawangsa. With the weapon that Pandavas can be killed.

Finally twalen angry with all the gods. He became Ismaya and flew to Heaven, ask the spirits of the Pandavas in the Yama Loka. In Heaven, twalen damage and war with all the gods. Twalen magic in the form Ismaya Murti is very great that all the contents of fear of heaven. To mollified Hyang Ismaya, then come down Sang Hyang Tunggal (Sang Hyang Shiva).

Upon his arrival Twalen reported intentions, and please to be turned on Pandavas. Sang Hyang Tunggal it would be gracious tirta Kamandalu, and Twalen back into the world to revive the Pandavas again.