Legong Peliatan

Juli 6th, 2014

 

images1

Tarian Legong jika dilihat dari penyajian memang betul-betul merupakan seni serius, sebab ini mengandung nilai-nilai seni yang sangat tinggi dimana para seniman kita dahulu dapat mencurahkan pikirannya untuk mengembangkan tari improvisasi seperti Sanghyang Dedari dengan Gambuh sehingga menjadi bentuk Tarian Legong. Sejak awal penciptaan, tarian ini lebih merupakan tarian balih-balihan untuk pertunjukan di istana raja-raja sebagai ekspresi, lambing kerajaan serta kebanggaan. Pada zaman kerajaan , istana atau puri adalah pusat kegiatan politik, social, termasuk kesenian. Para tamu kerajaan akan disuguhi dengan Tarian Legong dan juga Tarian Gambuh sebagai jenis tarian kesenangan para raja.

Selain itu Tarian Legong Peliatan memiliki kekhasan gerak yang berbeda dengan gaya Tarian Legong lainnya. Rangkian penyajian itu antara lain:

  • Mengawali tarian condong pada adegan mungkah lawan yang dilakukan dengan gerakan tanggan lurus ke depan sambil digetarkan, diiringi dengan seledet.
  • Gerakan selanjutnya adalah ngepit yang dilakukan yang dilakukan sambil nyeledet
  • Dalam bagian papeson Condong terdapat gerakan ngundang yang tidak ditemukan pada gaya legong lainnya
  • Pada gerakan ngejat pala disertai seledet kanan kiri
  • Pada gerakan seregseg terdapat gerakan berhenti sejenak disertai gerakan berhenti sejenak disertai gerakan kepala nyegut dan hentakan tangan satu kali yang disebut ngangsung, kemudian seregseg dilanjutkan
  • Setelah gerakan ngeplak muring dilanjutkan dengan jejaukan kemudian bersimpuh di lantai dengan sikap tangan silang di dada (sidekep) sambil menggetarkan kepala kearah pojok kiri dan kanan
  • Kemudian terdapat gerakan ngotes yang berasal dari gerakan Condong Pengambulan yang dilanjutkan dengan ngumbang
  • Pada adegan pepeson Legong diawali dengan gerakan mungkah lawan kemudian menghadap samping kanan sambil melakukan gerakan ulap-ulap, setelah ngaseh lalu menghadap samping kiri
  • Masih dalam pepeson. Condong bersama-sama legong melakukan gerakan ngundang dan ngejat dan ngelayak (sebagai cirri khas gaya peliatan)
  • Pada bagian pakahad condong, ketiga penari ngumbang melingkar ke blakang
  • Cerita masuk pada adegan :

o   Pangrangrang, pangipuk, ngoncel, beriringan kearah depan depan dan belakang. Gerakan ini sebagai perkembangan dari gerakan Sanghyang Legong disaat tangan meraba mulut kemudian diturunkan lurus. Selanjutnya Pangeran Rangkesari keluar mengakhiri tarian setelah dicubil oleh Lasem

o   Pasiat yakni perang antara Prabu Lasem dengan Burung Garuda yang dibawakan penari condong. Keduanya mengakhiri tarian dengan meninggalkan stage bersama-sama

  • Sajian Legong Lasem gaya Peliatan yang mengalir dinamis sebagai sebagai seni pertunjukan wisata mengambil durasi 17 menit, tanpa penampilan bagian pengawak dan pangecet

Struktur dan bentuk Tarian Legong peliatan disesuaikan dengan tema yang dipakai. Berbagai jenis tema yang digunakan menyebabkan pula terjadinya perbedaan komposisi atau bentuk-bentuk tariannya nemun masing-masing bentuk mempunyai persamaan struktur yaitu pengawit atau papeson, pengawak, pangecet dan pakahad :

  • Papeson adalah pengenalan pemeran dengan gerakan tarian abstrak
  • Pengawak merupakan bagian pokok dari tarian legong yang bentuknya sangat abstrak. Bentuk pangawak berbeda antara tema yang satu dengan yang lainnya, misalnya pada Legong Lasem, Kuntul, Jobog dan lainnya. Bentuk tariannya hampir sama namun berbeda pada aksentuasanya.
  • Pangecet adalah lanjutan dari pengawak dengan gerakan abstrak. Setelah pengecet dilnjutkan dengan tema cerita yang diawali dengan pangrangrang kemudian dilanjutkan dengan pengipuk, batel maya, pasiat dan lain-lainnya
  • Pakahad merupakan bagian penutup tarian yang bentuknya abstrak

Adapun perbedaan gerakan tarian Bali dibagi atas gerakan yang mencakup agem, tandang, tangkis, tangkep. Disamping itu norma-norma tertentu seperti wirage, wirama dan wirasa sangat penting diperhatikan oleh penari agar memperoleh teknik keterampilan yang tinggi dalam penampilannya. Sesuai dengan perwatakannya, terdapat duan jenis karakter pokok dalam tarian Bali yaitu karakter tarian putra dan tarian putrid. Untuk karakter tarian putri, tarian Legonglah yang sangat bagus untuk dasar utamanya, sebab tarian legonglah yang lengkap dalam perbendaharaan geraknya.

Sedangkan untuk karakter tarian putra yaitu tarian Baris karena tarian Baris yang paling tepat sebagai dasar utamanya. Disamping itu ada juga karakter bebancian yakni tarian yang memiliki karakter antara laki laki dan perempuan yang dapat dilihat pada busana, sikap serta ragam gerak tariannya. Yang mengandung ungkapan kelakian-lakian dengan posisi kedua kaki berjarak dua genggam, gerakannya dinamis dan gagah. Jenis tarian ini biasanya dibawakan oleh perempuan sehingga dapat memperluas wawasan kaum perempuan untuk memilih tarian sesuai dengan tuntunan tabuh penari. Menurut pakar tarian Bali, disini juga pembendaharaan gerak tarian bersumber dari :

  • Mudra (menirukan gerakan tanggan pendeta waktu melakukan puja)
  • Flora (meniru gerakan pepohonan, misalnya sayar soyor)
  • Fauna (meniru gerakan binatang, misalnya tarian burung gelatik)
  • Kehidupan sehari-hari (gerakan ulap-ulap, berjalan)
  • Pemakian busana (gerakan nyambir)

Sesuai dengan kedudukan Legong sebagai dasar tarian perempuan, struktu tariannya memiliki perbendaharaan gerak tari yang amat lengkap meliputi berbagai gerakan kepala, badan dan juga kaki dan di lengkapi dengan property kipas sehingga memiliki variasi gerakan tanggan memegang kipas, yang disebut dengan ngapel, ngilut, ngekes dan ngeliput.

Tarian Legong Mengisahkan Tema atau Cerita

Perbandingan gerak tarian Legong mempunyai bentuk-bentuk yang sangat abstrak, namun pada bagian akhir dari pola tarian itu mempergunakan cerita. Adapun tema-tema Palegongan yang ada antara lain :

  • Malat (cerita Panjang), khususnya kisah Prabhu Lasem
  • Kuntir (kutir), kisag Subali dan Sugriwa sewaktu kecil
  • Jobog, kisah Subali dan Sugriwa sewaktu besar
  • Legong Bawa, kisah Lingga Manik yang menampilkan tokoh Brahma, Wisnu dan Siwa
  • Kuntul, kisah Putrid an Raja Cina
  • Kupu-kupu tarum, kisah kehidupan kupu-kupu
  • Gowak Macok, kisah kehidupan burung gowak

DSC03702

  • Sudarsana, menampilkan cerita penyalonarangan
  • Semarandana, kisah asmara betara Ratih dan Betara Semara yang dibakar oleh betara Siwa, kemudian abunya ditebarkan ke bumi sebagai awal cinta kasih manusia.

Dari sekian tema atau cerita yang dipakai pelogangan, hanya enam diantaranya yakni l;asem, Kuntir, Jobog, Legong Bawa, Sudarsana, Semarandana yang memakai cerita utuh (local dimainkan lengkap), sedangkan yang alinnya merupakan kisah atau peniru dari kehidupan gerak-gerak binatang, bunga, dan yang lainnya.

Fungsi dari Tarian Legong Peliatan

Dilihat dari fungsinya, Tarian Legong ini berfungsi sebagai hiburan masyarakat dalam rangkaian upacara, baik untuk memeriahkan upacara Dewa yadnya maupun Manusia Yadnya. Namun pertunjukan legong yang sacral sebagai tarian wali dalam acara religis. Di bagian dalam Pura masih dijumpai, misalnya di pura payogan agung Ketewel yakni Tarian legong Topeng yang dipentaskan setiap enam bulan sekali yang jatuh pada hari Pagerwesi. Serangkaian dengan kedudukan Bali sebagai pusat pariwisata di Indonesia maka tari Legong peliatan sebagai seni Komodifikasi karena khusus di pentaskan untuk kebutuhan pariwisata menghibur wisatawan. Sebagai kenyataan, seni pertunjukan wisata tersebut tidak pernah sepi oleh penggembarabya, serta sekaligus sebagai pelestarian seni tari klasik.

 

DAFTAR PUSTAKA

Bandem, I Made. Evolusi Tarian Bali, Pembinaan Seni Budaya Klasik

Dibia,I Wayan. 1985 “Synopsis Tarian Bali”. Denpasar. Sanggar Tari Bali Waturenggong

Kusuma Arin A.A.Ayu, 2011 “Legong Peliatan Pioner Promosi Kesenian Yang Tetap Eksis”. Institut Seni Indonesia

 

Comments are closed.