GAMELAN GAMBANG
Gamelan gambang beserta gending-gendingnya termasuk golongan tua, yang pada dasarnya merupakan perwujudan ekspresi yang diimplementasikan melalui bentuk jalinan-jalinan nada yang dijiwai nilai-nilai estetis, religius dan sosial. Di samping itu gamelan ini juga merupakan media komunikasi dari umat Hindu kepada Tuhan. Sejak awal pertumbuhannya sampai pada tingkat perkembangan dewasa ini, gambang selalu dimainkan dalam suatu proses ritual sebagai media persembahan dan sarana upacara di dalam kehidupan keagamaan masyarakat Hindu di Bali. Untuk itu sangatlah penting untuk diketahui dan diteliti mengenai keberadaan gamelan gambang tersebut. Penelitian ini membahas mengenai: (1) Bagaimanakah Bentuk Gamelan Gambang dalam upacara Pegingsiran Ratu Pingit di Desa Pakraman Pengotan?, (2) Bagaimanakah Nilai Estetis Gamelan Gambang dalam upacara Pegingsiran Ratu Pingit di Desa Pakraman Pengotan?, dan (3) Aspek Teologis apakah yang tertuang dalam Gamelan Gambang dalam kaitannya dengan upacara Pegingsiran Ratu Pingit di Desa Pakraman Pengotan Kecamatan Bangli Kabupaten Bangli ?
Permasalahan tersebut di atas dibedah dengan mempergunakan: (1) teori fungsionalisme-struktural, (2) teori estetika, dan (3) teori simbol. Penelitian ini yang mendeskripsikan tentang gamelan gambang dalam upacara pegingsiran ratu pingit, digali dengan studi lapangan dan studi kepustakaan. Sumber data yang di pergunakan yaitu data primer dan data sekunder. Data tersebut dikumpulkan dengan metode observasi, wawancara, studi dokumen, dan studi kepustakaan, kemudian diolah secara kualitatif dan dekonstruksi dengan menggunakan pendekatan konstruktivis.
Secara ringkas hasil analisis yang diperoleh dapat disimpulkan ke dalam beberapa pokok pikiran sebagai berikut: bentuk gamelan gambang, terbuat dari dua jenis bahan yaitu: kerawang dan bambu. Instrumen saron terbuat dari perunggu sedangkan instrumen rindik gambang terbuat dari bambu. Semua instrumen berbentuk bilah dengan pelawah dari kayu berbentuk peti dan menggunakan laras pelog tujuh nada. Komposisi lagunya terdiri dari palet I, II, III dan IV yang dituangkan kedalam beberapa saih.
Nilai estetis gamelan gambang meliputi pengalaman estetis yang dirasakan oleh umat Hindu warga Desa Pengotan ke dalam irama gamelan gambang dalam upacara pegingsiran Ratu Pingit. Pengalaman estetis meliputi memproyeksikan perasaan ke dalam gamelan gambang, mengimajinasikannya bahwa melalui gamelan tersebut dapat menghubungan diri dengan Tuhan, sehingga masyarakat mengalami rasa kesenangan dan kebahagiaan.
Aspek teologis gamelan gambang merupakan aspek yang dapat dilihat ketika seorang juru Gambel mendemontrasikan permainan lagunya “Magambel” dihayati sebagai kebaktian (Sembahyang), secara empiris komunikasi trasendental dapat dirasakan pada dunia immanent. Seorang Penikmat menerima getaran spiritual dapat menikmati kebahagiaan tertinggi. Fenomena ini dimungkinkan terjadi karena adanya paradigma komunikasi vertikal antara seorang Juru Gambel dengan Sang Pencipta. Komunikasi ini terjadi dengan adanya instumentalia Gamelan Saih Pitu sebagai media Suaraning Genta Pinara Pitu yang merupakan sumber bermusik. Dalam hal ini gamelan gambang adalah sebagai Nyasa dari suara Suaraning Sapta Omkara. Gamelan gambang yang berlaras Pelog Sapta Nada, dapat melakukan tugas-tugas nada dalam instumen tersebut seperti laras Pelog dan Selendro. Pelog Panca Nada melambangkan Sang Hyang Panca Tirtha, Selendro Panca Nada melambangkan Sang Hyang Panca Geni. Sang Hyang Panca tirtha melambangkan dari purusa (I Bapa, Smara) Sang Hyang Panca Geni melambangkan Prakerti (I Meme, Ratih). Am dan Ah melambangkan Sang Hyang Rwa Bhineda. Panunggalan Sang Hyang Rwa Bhineda menjadi Om. Seluruh barungan ini sebagai Nyasa dari Panunggalan seluruh suara itu yang menjadi OM.