Seniman Alam “Ni Ketut Sutini”
Posted Under: Tak Berkategori
Ni Ketut Sutini adalah sesosok sesepuh tari di desa Tunjuk, tepatnya di Banjar Tunjuk Kelod, Desa Tunjuk, Kabupaten Tabanan. Beliau merupakan seniman tari yang bakat dan keterampilannya tanpa menempuh jenjang akademik/sekolah atau bisa disebut dengan seniman alam. Ni Ketut Sutini adalah putri dari pasangan I Nyoman Rajeg dan Ni Wayan Rengkug. Dia adalah anak keempat dari 5 bersaudara. Adapun saudara-saudaranya antara lain:
- I Nengah Subrata
- I Nyoman Sumandhi
- Ni Ketut Sutini
- I Wayan Sudirga
- Ni Made Suartini
Beliau lahir pada tahun 1950 di desa Tunjuk. Adapun latar belakang keluarga dari Ni Ketut Sutini ialah keluarga seniman. Yang dimulai dari kakeknya I Made Durya merupakan seorang dalang, ayahnya I Nyoman Rajeg merupakan seorang dalang dan juga penari yang terkenal, semua saudaranya adalah seorang seniman. Kakaknya, I Nyoman Sumandhi merupakan seorang dalang juga namun lebih sering melakonkannya dengan bahasa Inggris, Adiknya Ni Made Suartini merupakan dosen di perguruan tinggi ISI Jogja.
Ni Ketut Sutini menikah dengan I Wayan Eka Mandwika dan dikaruniai dua orang anak yaitu Ni Putu Manik Widiantari & Ni Made Mirah Widiantari. Dia belajar menari dari kelas 1 SD yang diajarkan oleh ayahnya, I Nyoman Rajeg. Beliau pertama-tama diajarkan dasar tari terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan Legong (sebutan orang-orang dulu). Dan setelah dia menginjak kelas 6 SD, dia mulai menekuni seni tari dan mulai belajar tarian lepas di Banjar Beng Kaja. Banyak tarian lepas yang sudah dikuasai nya. Sehingga sehabis beliau menempuh belajar di jenjang Sekolah Dasar, dia tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi namun Ni Ketut Sutini mengajar menari di beberapa tempat. Beliau pertama kali mengajarkan tari di Banjar Tunjuk Kelod tahun 1968 bersama bapak I Nyoman Sumandhi. Disana ia mengajarkan tarian lepas yang sudah dikuasainya. Seperti tari Pendet, tari Panji Semirang, tari Truna Jaya, dan jenis tarian lepas lainnya. Dia juga pernah mengajarkan seni tari hampir di semua sekolah dasar yang ada di desa Tunjuk. Dan juga di banjar-banjar yang ada di desa Buahan, Pejeng, Bebandem (Karangasem), dan ada beberapa daerah lagi. Bukan hanya masyarakat yang di ajarkan menari oleh nya, semua saudara nya seperti I Wayan Sudirga, Ni Made Suartini diajarkannya juga. Kedua anaknya juga diajarkan seni tari oleh nya. Namun anaknya yang kedua saja yang pernah mendapat juara pada saat mengikuti Festifal Gong Kebyar pada tahun 2003. Pada saat itu, Kabupaten Tabanan diwakili oleh Sanggar Seni Kembang Bali dari desa Tunjuk yang di atas binaan bapak I Nyoman Sumandhi. Ni Ketut Sutini adalah orang yang pertama di desa Tunjuk mengajarkan menari kepada masyarakat di Tunjuk. Selain mempelajari tarian lepas yang lumrah, dia juga mempelajari tari Leko yang sudah ada sejak dulu di Banjar Tunjuk Kelod. Namun cara mempelajarinya ialah dengan berlatih sendiri tanpa diajarkan oleh seorang guru. Ni Ketut Sutini sering mengamati bagaimana struktur gerak dari tari Leko dan mencatat nya. Karena kebiasaan orang jaman dulu tidak pernah mempelajari secara pasti teori seni tari sedangkan prakteknya yang lebih dominan dipelajari atau dihafalkan sehingga gerakan tari Leko tidak ada namanya atau istilah dari setiap gerakan tari Leko tidak mempunyai sebutan. Itu yang menyebabkan sering kebingungan kalo ada yang menanyakan nama dari masing-masing gerakan tari Leko. Dengan cara mencatat dan mempelajarinya sendirilah Ni Ketut Sutini bisa dan sangat hafal tarian Leko tersebut. Setiap akan ada pagelaran yang menyangkut tentang tarian Leko, pasti beliaulah yang dimintai bantuan untuk mengajarkan tari Leko kepada generasi muda karena dipercaya untuk melatih. Dan sampai sekarang pun beliau masih aktif untuk mengajarkan tari di Banjar Tunjuk Kelod, khusunya tari Leko yang menjadi warisan leluhur di banjar Tunjuk Kelod. Di umur yang sudah rentan, semangatnya masih membara seperti semangat waktu dia masih muda. Harapan dari Ni Ketut Sutini terhadap pelaksana seni yang masih baru bermunculan di Bali ialah agar tetap dilakukan suatu kegiatan untuk melestarikan kesenian dan kebudayaan Bali khususnya seni tari, karena banyak tari-tarian yang klasik sudah hampir punah karena perkembangan jaman.