Ogoh-ogoh

Posted by nyomanyudiawan on Juli 11, 2014
Lainnya

            Ogoh-ogoh adalah karya seni patung dalam kebudayaan Bali yang menggambarkan kepribadian Bhuta Kala. Dalam ajaran Hindu Dharma, Bhuta Kala mempresentasikan kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala) yang tak terukur dan tak terbantahkan. Dalam perwujudan patung yang dimaksud, Bhuta Kala yang digambarkan sebagai sosok yang besardan menakutkan ; biasanya dalam wujud Rakshasa.

Selain bentuk Rakshasa, Ogoh-ogoh sering pula digambarkan dalam wujud makhluk-makhluk yang hidup di Mayapada, Surga dan Neraka, seperti :Naga, Gajah, Widyadari, bahkan dalam perkembangannya, ada yang dibuat menyerupai orang-orang terkenal, seperti para pemimpin Dunia, Artis atau tokoh Agama bahkan Penjahat. Terkait hal ini, ada pula yang berbau politik atau SARA walaupun sebetulnya hal ini menyimpang dari prinsip dasar Ogoh-ogoh. Contohnya Ogoh-ogoh yang menggambarkan seorang teroris.

Dalam fungsi utamanya, Ogoh-ogoh sebagai representasi Bhut Kala, dibuat menjelang hari Nyepidan diarak beramai-ramai keliling desa pada senja hari pengrupukan, sebelum Hari Raya Nyepi.

Menurut para Cendekiawan dan Praktisi Hindu Dharma, proses ini melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu yang maha dahsyat. Kekuatan tersebut meliputi kekuatan Bhuana Agung (alam raya) dan Bhuana Alit (diri manusia). Dalam pandangan Tattwa (filsafat), kekuatan ini dapat mengantarkan makhluk hidup , khususnya manusia dan seluruh dunia menuju kebahagiaan atau kehancuran. Semua ini tergantung pada niat luhur manusia, sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia dalam menjaga dirinya sendiri dan sendiri dan seisi Dunia.

Ogoh-ogoh adalah boneka besar yang berwujud raksasa atau setan yang merupakan simbol keburukan dan keangkaramurkaan sehingga nntinya dibakar sebagai harapan agar keangkaramurkaan itu sirna.

Sejarah Ogoh-ogoh

            Nama Ogoh-ogoh itu sendiri diambil dari sebutan Ogah-ogah dari bahasa Bali. Artinya sesuatu yang digoyang-goyangkan. Dan tahun 1983 merupakan bagian penting dalam sejarah Ogoh-ogoh di Balli. Ketika itu ada keputusan Presiden yang menyatakan Nyepi sebagai hari libur Nasional. Semenjak itu masyarakat mulai membuat perwujudan onggokan yang kemudia disebut Ogoh-ogoh, di beberapa tempat di Denpasar.

Budaya baru ini semakin menyebar ketika Ogoh-ogoh diikutkan dalam Pesta Kesenian Bali ke  II. Ogoh-ogoh ini dimaksudkan mengembalikan Bhuta Kala ke tempat asalnya. Sebelumnya ada tradisi Barong Landung, Traisi Ndong Nding dan Ngaben ngwangun yang menggunakan Ogoh-ogoh Sang Kalika, bisa juga merujuk sebagai cikal bakal wujud Ogoh-ogoh,

Di dalam Babad, tradisi Barong Landung berasal dari cerita tentang seorang Putri Dalem Balingkang, Sri Baduga dan Pangeran Raden Dotanta yang menikah ke Bali. Tradisi meintar mengarak dua Ogoh-ogoh berupa Laki-laki dan Wanita mengelilingi Desa tiap sasih ke enam sampai Kesanga. Visualisasiwujud Barong Landung inilah yang dianggap sebagaicikal bakal lahirnya Ogoh-ogoh dalam ritual Nyepi.

Pengumpulan Dana Dalam Pembuatan Ogoh-ogoh.

Para pemudadi setiap banjar (organisasi setingkat di bawah desa/kelurahan) hamper pasti membuat ogoh-ogoh sekitar sebulan hari raya Nyepi. Organisasi pemuda di banjar biasanya disebut STT (Sekeha Teruna Teruni). Mereka biasanya menggunakan dana kas STT untuk membuat ogoh-ogoh, ditambah dengan dana sumbangan yang mereka pungut ke warga banjar perusahaan-perusahaan di lingkungan banjar masing-masing.

Terkadang pemungutan sumbanagan ini menjadi pemicu masalah. Biasanya ada saja oknum yang mencoba mengambil keuntungan dari pemungutan sumbangan ini, belum lagi ada yang merasa dipaksa untuk menyumbang dana ogoh-ogoh. Namun masalah seperti itu tidak sering terjadi, organisasi pemuda dan banjar biasanya sudah mengantisipasi masalah itu.

Asal tahu saja, dana pembuatan ogoh-ogoh tidaklah sedikit, umumnya sekitar 5 sampai 10 juta, bahkan ada yang lebih. Itu baru untuk pembuatan ogoh-ogoh, belum untuk konsumsi, pembuatan baju,dan biaya lain ketika pengarakan ogoh-ogoh. Maka di jaman sekarang banyak ogoh-ogoh yang tidak langsung dibakar setelah selesai di arak. Kalau jaman dulu, selesai diarak, ogoh-ogoh biasannya langsung dibakar.

Ogoh-ogoh biasanya dibuat dengan bahan dasar kayu, bamboo, kertas lalu di cat sedemikian rupa. Belakangan ini ogoh-ogoh lebih banyak dibuat dengan bahan dasar gabus. Pembuatan ogoh-ogoh umumnya didominasi oleh para pemuda, namun ada juga anak-anak dan orang tua.

Pengarakan Dan Lomba Ogoh-ogoh

Pengarakan ogoh-ogoh umunya dilakukan sehari sebelum Nyepiatau biasa disebut dengan hari Pengrupukan. Mulai sekitar pukul 18.00 ogoh-ogoh sudah muali diarak keliling desa atau kelurahan hingga kembali ke banjar masing-masing sekitar pukul22.00, di beberapa tempat bahkan hingga larut malam.

Belakangan juga semakin marak dibuat lomba untuk ogoh-ogoh. Jadi ogoh-ogoh yang dilombakan selain diiringi gamelan balaganjur juga disertai dengan para penari dan dipentaskandengan cerita dalang sedemikian rupa menjadi sangat menarik untuk ditonton. Di beberapa tempat karena banyak jumlah ogoh-ogoh, makah pengarakan ogoh-ogoh kadang sudah dimulai sejak siang. Ada juga lomba ogoh-ogoh yang digelar beberapa hari sebelum Pengrupukan, jadi di malam Pengrupukan hanya digunakan untuk mengarak ogoh-ogoh.

Nyepi memang tidak bisa dipisahkan dari ogoh-ogoh.pembuatan ogoh-ogoh merupakan ajang untuk mencurahkan rasa seni dan segala unek-unek para pembuatnya yangbiasanya masih berjiwa muda. Maka tak jarang bentuk ogoh-ogoh mencerminkan “aspirasi” mereka. Namun kadang pernah jugapembuatan ogoh-ogoh dilarang ketika menjelang Nyepi.

Biasanya itu disebabkan karena menjelang momen pesta politik. Karena pembuatan ogoh-ogoh seringkali ditunggangi oleh kepentingan politik tertentu yang ujung-ujungnya terjadi gesekan dan bentrokan ketika malam Pengrupukan. Dari sisi pemuka agama Hindu, pengarakan ogoh-ogoh juga pernah mendapat kritikan.

Karena secara logika, ogoh-ogoh merupakan wujud “Bhuta kala” / kekuatan jahat ini konon akan Somya (berubah) menjadi baik setelah dilakukan upacara mecaru (sore hari). Jadi pada saat itu semua Bhuta Kala (termasuk dalam diri) sudah sirna. Pengarakan ogoh-ogoh di malam hari ini dianggap malah kembali membangunkan Bhuta Kala tersebut.

Entahlah, kenyataanya pengarakan ogoh-ogoh tetap dilakukan di Pengrupukan yaitu malam menjelang Nyepi. Dan dapat dipastikan mulai sore hingga malam tersebut kondsi lalu lintas akan lumpuh total, apalagi di pusat-pusat kota. Besok paginya, di hari raya Nyepi suasana akan sangat hening selama sehari semalam. Namun bagi anda yang belum puas melihat ogoh-ogoh, coba saja berkeliling lagi di hari Ngembak Geni (sehari setelah Nyepi). Karena seperti yang saya jelaskan diatas, ogoh-ogoh yang menghabiskan banyak biaya tersebut tidak langsung dibakar. Bahkan biasanya ada tulisan “for sale” di depan ogoh-ogoh itu.

Comments are closed.