Gender Wayang adalah barungan alit yang merupakan gamelan Pewayangan (Wayang kulit dan wayang wong dengan instrumen pokoknya yang terdiri dari 4 tungguh gender berlaras slendro (lima nada). Keempat gender ini terdiri dari sepasang gender pemade (nada agak besar) dan sepasang kantilan (nada agak kecil). Keempat gender, masing-masing berbilah sepuluh dengan memiliki dua oktaf yang dimainkan dengan mempergunakan 2 panggul. Gender wayang ini juga dipakai untuk mengiringi upacara Manusa yadnya (potong gigi) dan upacara Pitra yadnya (ngaben).
Nama repertoar dari gending-gending Gender Wayang pada prinsipnya bisa dikatakan bersifat umum, artinya nama-nama gendingnya sebagian besar sama. Di hampir semua sekeha Gender Wayang didapatkan adanya repertoar yang sama, meski kadang-kadang yang terjadi adalah bahwa namanya sama akan tetapi gendingnya yang berbeda atau sebaliknya. Yang jelas masing-masing repertoar dari tiap-tiap sekeha Gender Wayang mempunyai perbedaan dari hal garap, dari setiap sekeha didapatkan tafsir garap yang berbeda-beda. Tafsir garap yang dimaksud adalah seperti perbedaan teknik, style, dan rasa, seperti halnya ditemukan satu jenis repertoar yang sama namun bentuk kotekan, ngumbang ngisep maupun rasanya berbeda. Di sinilah kembali muncul hal-hal yang menyangkut kreativitas masing-masing seniman dalam setiap daerah
gending curucuk punyah gending ini memiliki tiga bagian dimana perbagian memiliki pola yang berbeda beda dan setiap bagiannya terdapat perpindahan nada dari nada besar ke kecil, kemudian dari nada kecil ke besar. Dari perpindahan nada nada tersebut akan mengambil suasana seperti burung mabuk atau disebut dalam bahasa Bali dengan crukcuk punyah.