IDENTITAS DIRI
Nama saya : I Wayan Desta Pratama, namun sering disapa Desta/Wayan Komo. Saya dilahirkan di sebuah desa yang dulunya jauh dari keramaian namun saat ini telah menjadi sebuah kota yang bernama “Petang City”, tepatnya di Banjar Sekarmukti, Desa Pangsan, Kecamatan Petang, Kabutapen Badung. Setatus saya belum menikah, pertama kali saya mengenyam pendidikan pada saat saya berumur enam tahun. Pada tahun 2000 saya diterima di TK Kartika Yasa Petang. Setelah menjalani pendidikan selama satu tahun saya melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah dasar yaitu di SD.N.1.Pangsan, pada tahun 2001. Pada tahun 2007 saya melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah menengah pertama, yaitu di SMP.N.1.Petang. Pada tahun 2010 saya melanjutkan pendidikan di SMA.N.1.Petang. Dan pada akhirnya saya melanjutkan pendidikan ke sekolah seni yaitu di ISI Denpasar.
Anggota keluarga saya berjumlah enam orang yang terdiri dari kakek yang bernama I Wayan Mareg, nenek yang bernama Ni Made Kasir, ayah yang bernama I Nyoman Tri Ariana, ibu yang bernama Ni Made Darmiki, dan seorang adik perempuan yang bernama Ni Made Dwi Cahyani. Kakek saya dulunya adalah seorang guru SD, Dulu beliau pernah mengajar di Belok, di Sidakarya (yang paling lama), di Sekarmukti, dan pada akhirnya beliau mengajar di SD Banjar Pundung, hingga beliau pensiun. Saat ini beliau masih aktif menulis dan masih gemar membaca. Nenek saya adalah seorang petani yang sangat ulet. Beliau memasarkan hasil taninya hingga ke daerah Pasar Badung, namun saat ini beliau telah menjadi nenek rumah tangga yang masih senang bekerja serampangan. Ayah saya adalah seorang Pegawai Swasta di Koprasi Pasar Kumbasari, beliau menjabat sebagai Kepala Yunit Candi Kuning, yang kantornya berada di dalam pasar Candi Kuning (Bedugul). Ibu saya adalah seorang Wira Swasta, yang menawarkan jasa menjahit baju khusus perempuan. Beliau memiliki 3 orang buruh yang selalu sedia membantu untuk kelancaran usaha beliau. Dan yang terakhir adalah adik saya, Adik saya masih bersekolah di Sekolah Dasar tepatnya di SD.N.1.Petang.
Awal mula kesenangan saya dibidang seni karawitan, ialah pada saat saya menginjak ke kelas dua SMP. Berawal dari mengikuti lomba gong kebyar tingkat SMP se Kabupaten Badung. Pada saat itu tugas saya adalah menjadi tukang “Kajar”, namun biarpun bagi banyak orang tukang “Kajar” itu tidak berkelas, bagi saya tukang “Kajar” itu sangat penting, karena “Kajar” itu adalah berperan sebagai pemegang tempo, jika tak ada “kajar” maka tabuh yang akan kita mainkan tidak akan memiliki tempo yang jelas alias berantakan. Berlanjut ke SMP kelas 3, saya mengikuti lomba baleganjur tingkat SMP, yang berlokasi di Sempidi. Pada saat itu tugas saya masih sama seperti hari-hari yang terdahulu, ialah sebagai tukang “Kajar”. Setelah menginjak tingkat SMA, saya pun mengikuti organisasi STT. Dari sanalah perubahan demi perubahan yang saya rasakan. Dari awalnya hanya bisa memainkan instrument kajar , kini saya telah bias memainkan instrument reong. Itu pun sebenarnya karena desakan teman teman di banjar, karena pada saat itu tak ada orang yang mau belajar menjadi tukang reong. Dan pada suatu hari paman saya mengajak latihan di rumah nya. Beliau mengajarkan saya berbagai macam cara bermain alat instrument bali yang terdiri dari alat instrument kendang, suling, gender wayang ,dan rindik. Dari sanalah mulai ada rasa untuk mencintai, mengapresiasi, dan mendedikasikan diri di bidang seni karawitan. Selain di bidang seni karawitan, saya juga menekuni seni lukis, dan seni ukir. Pada awalnya saya mulai menekuni seni lukis, ialah dari hobi saya yang sangat menggebu-gebu. Berawal dari belajar melukis aliran tradisi, yang menggunakan cat air setengah minyak (acrilik), pada dasarnya untuk bisa melukis aliran tradisi kita harus bisa membuat sket yang sedetail detailnya, kalau kita telah bisa membuat sket, tahap kedua adalah kita harus bisa ngarsir atau menempatkan dimana gelap terang suatu benda atau obyek, tahap ke tiga ialah pemasangan warna, supaya warna yang kita pasang tidak terlalu kontras. Tahapan-tahapan untuk melukis tradisi adalah, pertama-tama kita membuat sket, sketnya pun harus memenuhi daripada kanvas yang kita pergunakan, yang ke dua ialah tahap “nyawi” atau tahap menebalkan garis sket yang telah kita buat tadi, tahap ke tiga ialah “nyigar” atau memberi arsiran pada sket tadi dengan menggunakan tinta cina batangan yang di gosokan ke batok kelapa, tahap selanjutnya adalah “blok” atau memasang warna yang kita inginkan, tahap selanjutnya adalah “nyenter” atau memberi pencahayaan dimana gelap dan dimana terangnya, dan tahapan terakhir adalah tahap finising, pada tahap ini kita hanya mengecek hal hal yang kita rasa ada kekurangan. Setelah saya bisa membuat lukisan tradisi, saya mulai belajar melukis aliran modern. Dalam hal ini saya menggunakan cat minyak, bedanya dengan melukis tradisi, disini kita tidak terlalu banyak membuiat sket, namun tergantung juga dengan aliran yang kita gunakan. Itu tadi sedikit tentang kegiatan saya di bidang seni lukis. Di bidang seni ukir saya juga pernah membuat sebuah kreativitas kecil kecilan yaitu dalam bentuk barong rentet, karena saking cintanya saya dibidang seni, saya meluangkan waktu saya untuk membuat sebuah barong rertet “sendirian” yang saya garap dengan waktu 2 bulan. Bahan baku yang saya pakai adalah ukiran yang terbuat dari kertas karton yang di ukir mengikuti motif ukiran patra punggel yang di cat menggunakan cat prada. Untuk kerangkanya dibuat dari bambu yang berbentuk keranjang kotak, dan pada kerangka punggung yang terbuat dari kayu, yang di tempat saya disebut dengan tanaman “bergu”, sedangkan rambutnya, saya beli di sukawati dengan harga 300rb pada saat itu. Setelah barong itu dapat saya selesaikan, beberapa bulan kemudian ada teman saya yang tertarik dan ingin membelinya, pada saat itu saya beri dengan harga 600.000 rupiah. Selain membuat ukiran kertas, saya juga sering menerima orderan membuat ukiran kayu, dan membuat ogoh-ogoh. Demikian kisah saya dibidang seni ukir
Jadi kesimpulannya, jika kita mau dan ingin menjadi orang yang sukses, maka janganlah bekerja untuk mendapatkan hasil materi semata, bekerjalah untuk kepuasan diri sendiri dan kepuasan orang lain. Jika kita membuat karya seni dengan isi hati yang tulus, maka kita juga akan mendapat pahalanya sendiri. Jika kita memahami apa itu seni karawitan, kita akan dapat memetik apa yang kita dapat dari seni karawitan itu sendiri. Jika menurut saya seni karawitan itu sangat penting untuk membentuk karakter kita, karena dengan gending-gendingnya yang lembut, kita dipaksa agar memiliki karakter yang lembut untuk memainkan gending tersebut. Jika kita dihapadkan pada gending yang keras, otomatis pula kita akan mempunyai karakter keras agar dapat memainkan gending tersebut. Maka dari itulah bagi kalian para seniman muda, marilah kita kembangkan dan lestarikan seni budaya yang ada di Bali pada umumnya dan di daerah kalian masing-masing pada khususnya “Bekeryalah dengan hati, Jangan berkarya dengan duit!!!”.
( Sumber : “Saya Sendiri” )