tradisi omed-omedan

Pulau Bali dikenal dengan pulau yang memiliki beragam nilai-nilai seni budaya yang menjadikan Bali sebagai Pulau budaya. Nilai nilai adiluhung yang terkandung dengan filosofi dan beragam kebudayaan yang menjadikan pulau bali tidak hanya memiliki satu macam kebudayaan saja melainkan meragam. Selain melestarikan, masyarakat haru berpegang teguh dari asal-usul kebudayaan tersebut agar tidak ada penyalah fungsian dari kebudayaan tersebut sehingga dapat berdampak positif bagi dikemudian hari.
Di Bali kehidupan antara masyarakat dengan budaya setempat tampak bersinergi dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan satu dengan lainnya.Masyarakat menempati posisi sebagai jiwa dan sumber nilai budaya Bali.Dinamika masyarakat Bali dan kebudayaan Bali harus tetap terjaga dan harus berjalan secara seimbang dan selaras agar kebudayaan memiliki tameng dalam mengatasi setiap perubahan yang terjadi di era globalisasi.
Bali sebagai salah satu ikon kepariwisataan dunia memang telah menunjukkan dampak luar biasa bukan saja bagi Bali, Indonesia, melainkan juga sangat dirasakan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi di Bali.Ini disebabkan karena masyarakat Bali tidak henti-hentinnya mengembangkan inovasi baru khususnya dari sector pariwisata.Setiap inovasi yang muncul pastinya memiliki pandangan positif dan negative yang dirasakan oleh masyakat khususnya masyarakat dunia. Dimana masyarakat mulai mengkritik dari setiap perubahan yang terjadi baik itu dikarenakan perhatian masyarakat akan perubahan yang akan berdampak positif bagi perekonomian Bali atau ingin menjatuhkan kebudayaan tersebut yang berdampak negative bagi system ekonomi Pulau Bali.
Omed-omedan salah satu merupakan kebudayaan yang telah diperbaharui dan telah dilakoni oleh masyarakat Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan sebagai cara untuk ikut melestarikan budaya Bali. Tradisi ini telah berlangsung secara tradisional dan tidak diketahui kapan mulainya.Sebelum tahun 1980 kegiatan ini dilakukan secara spontanitas , tanpa pedoman yang jelas, hanya melanjutkan tradisi generasi tua, organisasi pelaksana dan penanggungjawabnya juga kurang pasti. Biaya untuk kegiatan ini hanya bersumber dari sumbangan suka rela dari warga banjar tetapi sejak tahun 1980 sejak PHDI (Parisadha Hindu Dharma Indonesia) mengatur, menata dan membina umat secara lebih profesional kegiatan tradisi Omed-omedan ini juga ditata dan dilaksanakan secara terorganisasi.

Sebelum tahun 1980 pelaksanaan kegiatan Omed-omedan atau Med-medan dilakukan pada Hari Nyepi di sore hari tetapi sejak tahun 1980 kegiatan ini dilaksanakan pada hari ngembak geni pada sore hari. Kegiatan med-medan ini sebagaimana biasanya didahului dengan pengarahan para prajuru adat atau dinas serta dilanjutkan dengan melakukan persembahyangan bersama semua warga. Tradisi ini telah berlangsung rutin setiap tahun dalam rangka menapaki Tahun Baru Saka.Kegiatan ini dimulai pukul 15.00.Ada satu hal yang penting dan perlu diperhatikan masyarakat Banjar Kaja, Sesetan amat menolak tudingan image atau kesan-kesan yang seolah-olah menuduh tradisi ciuman didepan masyarakat umum.Tradisi ini hanya luapan kebahagiaan para muda-mudi pada saat mereka melaksanakan med-medan di hari Ngembak Geni yang merupakan ajang masima karma.Med-Medan adalah suatu mitologi yang diterima sebagai warisan masyarakat Banjar Kaja Sesetan secara turun-temurun dari generasi tua sampai sekarang.

Omed-omedan juga merupakan cultural Industri ( Industri Budaya ) sangat terkait pada pariwisata, terutama jika kebudayaan merupakan modal utama pembangunan pariwisata pada suatu destinasi. Kecepatan perkembangan industri budaya ini akan sejalan dengan laju perkembangan pariwisata,yang saat ini sudah menjadi salah satu industri terbesar, yang sekaligus merupakan motor dalam penciptaan kesempatan kerja. Meskipun mengalami berbagai guncangan, yang menyebabkan terjadinya stagnasi pada tahun-tahun tertentu, secara keseluruhan pariwisata umumnya mengalami peningkatan secara berlanjut.
Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat, sehingga membawa berbagai dampak terhadap masyarakat setempat.Terlebih lagi jika yang dikembangkan adalah pariwisata budaya.Pariwisata budaya pada hakikatnya merupakan salah satu bentuk industri budaya.Namun banyak sekarang ini yang beranggapan budaya med-medan atau yang sering sekarang lebih dikenal dengan nama omed-omedan sebagai tradisi pornografi dan melanggar undang-undang. Bukannya dari tamu mancanegara melainkan orang-orang Indonesia yang sebagian besar sangat tidak setuju untuk tradisi omed-omedan ini. Tradisi ini bukan saja akan menguntungkan daerah bali tapi akan mengangkat martabat Indonesia sebagai Negara yang memiliki budaya yang beragam dan juga menjadikan Indonesia Negara yang memiliki kelebihan khususnya dibidang pariwisata.
Untuk itu, dengan memperkenalkan tradisi omed-omedan atau med-medan, terutama kepada masyarakat lokal baik itu masyarakat Bali ataupun Indonesia, memberikan informasi tentang tradisi omed-omedan kepada pembaca, untuk meningkatkan pemahaman pembaca tentang tradisi omed-omedan agar tidak terjadi kesalah pahaman dan penafsiran akan tradisi ini.Dengan dikembangkannya tradisi omed-omedan ini bahkan ke seluruh nusantara agar nantinya tradisi omed-omedan tidak hanya bisa dilakukan di Bali saja melainkan di seluruh nusantara agar tradisi ini tidak punah di makan zaman dan tidak diakui oleh Negara lain.
Awal Tradisi med-medan
Awalnya Raja Puri Oka marah besar melihat rakyatnya menggelar omed omedan (saling cium).Tak dinyana Raja yang sakit justru sembuh setelah melihat upacara tersebut.Kini tradisi itu dijadikan ajang mencari jodoh.
Kepala Adat Banjar, Wayan Sunarya menceritakan, tradisi omed omedan itu merupakan tradisi leluhur yang sudah dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda. Awalnya ritual ciuman massal itu dilakukan di Puri Oka.
Puri Oka merupakan sebuah kerajaan kecil pada zaman penjajahan Belanda.Ceritanya, pada suatu saat konon raja Puri Oka mengalami sakit keras.Sang raja sudah mencoba berobat ke berbagai tabib tapi tak kunjung sembuh.
Pada Hari Raya Nyepi, masyarakat Puri Oka menggelar permainan omed-omedan. Saking antusiasnya, suasana jadi gaduh akibat acara saling rangkul para muda mudi.Raja yang saat itu sedang sakit pun marah besar.
Dengan berjalan terhuyung-huyung raja keluar dan melihat warganya yang sedang rangkul-rangkulan.Anehnya melihat adegan yang panas itu, tiba-tiba raja tak lagi merasakan sakitnya.
Ajaibnya setelah itu raja kembali sehat seperti sediakala.Raja lalu mengeluarkan titah agar omed-omedan harus dilaksanakan tiap hari raya nyepi.Namun pemerintah Belanda yang waktu itu menjajah gerah dengan upacara itu.Belanda pun melarang ritual permainan muda mudi tersebut.Warga yang taat adat tidak menghiraukan larangan Belanda dan tetap menggelar omed-omedan.Namun tiba-tiba ada 2 ekor babi besar berkelahi di tempat omed omedan biasa digelar.“Akhirnya raja dan rakyat meminta petunjuk kepada leluhur.Setelah itu omed-omedan dilaksanakan kembali tapi sehari setelah Hari Raya Nyepi,” kata Wayan Sunarya.
Makna Omed-omedan
Tradisi omed-omedan mendapat kritikan dari masyakat dunia khususnya masyarakat Indonesia karena budaya omed-omedan bukan merupak suatu tradisi budaya melankan tradisi pornografi. Dikatakan demikian, karena dalan tradisi ini seorang perempuan dan laki-laki yag tidak saling mengikat hubungan atau dengan kata lain tidak berikatan melakukan ciuman yang sepantasnya tidak boleh dilakukan karena tidak adanya ikatan ataupun status yang mengikat mereka untuk melakukan tradisi tersebut. Awal dari tradisi omed-omedan ini dilakukan oleh pasangan yang sudah berikatan ataupun memiliki status dan yang dilakukan pada kegiatan hanya memeluk ataupun menarik lawan jenisnya. Tetapi di era globalisasi ini, tradisi ini mengalami perubahan dimana tradisi omed-omedan boleh dilakukan ataupun diikuti oleh siapapun tidak memandang status yang menjadikan peserta yang berstatus lajang diperbolehkan mengikuti kegiatan tersebut.Sehingga tidak sedikit masyarakat khususnya orang yang tidak berasal dari Bali memandang budaya omed-omedan merupakan suatu tradisi yang bersifat pornografi.Mereka memandang budaya tersebut merusak citra Indonesia dan melanggar undang – undang pronografi.Tetapi semua kritikan salah satu warga, acara itu tak memiliki makna khusus. “Memang awalnya hanya untuk keakraban dan bersenang-senang,” ia menjelaskan. Namun, tak urung, karena berbagai cerita turun-temurun yang mengiringinya, suasana sakral menjadi sangat kuat. Salah satunya adalah kisah tentang kesembuhan seorang raja dari Puri Oka, bernama A.A Made Raka, setelah ia menyaksikan omed-omedan. Padahal, sebelumnya ia datang ke lokasi acara dengan maksud hendak melarangnya, sebab dianggap sebagai biang keributan.
Tidak ada persyaratan tertentu untuk menjadi peserta acara itu.Siapa pun boleh ikut, asal merupakan anggota Sekaha Teruna-teruni di Banjar Kaja. Kekecualiannya cuma satu: remaja putri yang sedang datang bulan tak boleh ikut serta, untuk menjaga kesucian acara.



Komentar ditutup.