• Prosiding

    Seminar Nasional Bahasa Ibu VII.

    ISBN ; 978-602-7776-89-0.

    917

    STILISTIKA PENERJEMAHAN PUISI DI DEPAN ARCA SARASWATI DARI BAHASA

    INDONESIA KE BAHASA INGGRIS

    Ni Ketut Dewi Yulianti, Putu Agus Bratayadnya, dan Ni Made Diana Erfiani

    Institut Seni Indonesia Denpasar dan UNDHIRA Denpasar

    [email protected]

     

    Abstrak

    Paper ini akan membahas tentang stilistika penerjemahan puisi yang berjudul Di Depan Arca

    Saraswati dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris Before the Statue of Saraswati, Goddess of

    Knowledge. Paper ini akan menjadi bahan acuan khususnya bagi mahasiswa dan tenaga pengajar

    bahasa yang ingin mendalami lebih jauh mengenai gaya / style penulisan puisi dan bagaimana gaya

    tersebut diterjemahkan, dan bagi siapa saja yang ingin mendalami puisi yang tentunya sangat

    memperhatikan penggunaan pilihan kata/diksi dalam sebuah puisi.

    Dalam paper ini, metode yang diterapkan oleh penerjemah dalam menerjemahkan stilistik

    puisi tersebut terutama perihal diksinya, akan dibahas dengan lengkap dan tentunya dikaitkan dengan

    budaya kedua bahasa (bahasa sumber/BS dan bahasa target/BT), mengingat penerjemahan tidak

    dapat dipisahkan dari unsur budaya. Hal ini sangat signifikan, karena tanpa pengetahuan tentang

    budaya BS dan BT, seorang penerjemah tidak mungkin dapat melakukan penerjemahan dengan baik.

    Secara teoritis, paper ini akan dapat memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan bahasa

    terutama dalam bidang stilistika puisi dan penerjemahan, sehingga dapat membantu dalam

    meningkatkan kegiatan penerjemahan teks lainnya, mengingat penerjemahan sudah menjadi sebuah

    kebutuhan di era globalisasi ini. Secara praktis, paper ini dapat diaplikasikan dalam proses

    pembelajaran baik formal maupun informal, sehingga puisi dan penerjemahan menjadi semakin

    menarik untuk dikaji.

    Keywords: Stilistika, Penerjemahan Puisi, Diksi

    PENDAHULUAN

    Tujuan utama dari penerjemahan adalah menghasilkan padanan yang paling alami di dalam

    bahasa target atas suatu teks sumber yang diterjemahkan, baik dalam hal makna maupun gaya. Dalam

    menerjemahkan pesan sebuah puisi, bentuk maupun isinya harus diusahakan sama-sama dipertahankan.

    Dalam hal ini penerjemahan sebuah puisi menuntut kemampuan interpretasi yang tinggi, sebab kalau

    tidak demikian akan berakibat pada pemaknaan yang salah.

    Karya sastra seperti puisi selalu memakai ungkapan figuratif, untuk membantu dalam

    membangun makna dari puisi tersebut. Dalam menganalisa ungkapan figuratif yang digunakan dalam

    puisi tersebut, tema merupakan elemen yang tidak terhindarkan. Tujuan dari tulisan ini adalah: (1) )

    untuk menentukan tema dari puisi yang memotivasi penggunaan ungkapan-ungkapan figuratif dalam

    pusis tersebut; (2) untuk mengidentifikasi dan menjelaskan jenis-jenis ungkapan figuratif yang

    merupakan aspek stilistika yang ditemukan pada puisi bahasa sumber (Indonesia) dan terjemahannya

    ke dalam bahasa Inggris; dan (3) untuk menganalisa metode yang diterapkan untuk mencapai

    kesepadanan dalam penerjemahan ungkapan-ungkapan figuratif dari puisi bahasa sumber ke dalam

    puisi bahasa target.

    Landasan Teori

    Teori Terjemahan

    Dalam kajian ini akan diterapkan teori penerjemahan oleh Nida (1982), teori stilistika oleh

    Kraft (2000), dan metode penerjemahan oleh Newmark (1998).

    Nida (1984) memberikan difinisi mengenai pentingnya gaya (style) dalam penerjemahan:

    Prosiding

    Seminar Nasional Bahasa Ibu VII.

    ISBN ; 978-602-7776-89-0.

    918

    “ Translation consists in reproducing in the receptor language the closest natural equivalent

    of the source language massage, first in terms of meaning and secondly in terms of style.”

    Definisi di atas mengandung pengertian bahwa dalam proses penerjemahan, isi dan gaya dari

    teks bahasa sumber (BS) harus dipertahankan sejauh mungkin dalam teks bahasa target (BT). Dengan

    kata lain, dari definisi ini diperoleh gambaran bahwa penerjemahan harus mengutamakan kesepadanan

    isi dan gaya bahasa (stilistik).

    Teori Stilistika

    Keraf (2002) mengatakan bahwa gaya bahasa merupakan cara pengungkapan pikiran melalui

    bahasa khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian pengarang. Mengkaji gaya bahasa

    memungkinkan dapat menilai pribadi, karakter, dan kemampuan pengarang yang menggunakan bahsa

    tersebut. Gaya bahasa merupakan cara pengungkapan pikiran melalui bahasa secara khas yang

    memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulisnya.

    Adapun gaya bahasa yang dimaksud dalam tulisan ini adalah ungkapan figuratif yang

    digunakan dalam penulisan teks puisi. Penjelasan dari masing-masing ungkapan figuratif tersebut

    adalah sebagai berikut.

    Antitesis

    Antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang berisikan ide-ide dan gagasan-gagasan yang

    bertentangan, dengan memakai kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan. Gaya ini timbul dari

    kalimat berimbang.

    Contoh:

    Bibirku tersenyum, namun hatiku menangis.

    Mencari terang dalam kegelapan malam.

    Eufemisme

    Eufemisme adalah semcam acuan berupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung

    perasaan orang atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin

    dirasakan menghina, menyinggung persaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan.

    Contoh:

    Ayahnya sudah tak ada di tengah-tengah mereka (=mati)

    Pikiran sehatnya semakin merosot saja akhir-akhir ini (=gila)

    Hiperbola

    Hiperbola adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan,

    dengan membesar-besarkan sesuatu hal (see Larson 1998).

    Contoh :

    Cintanya pada anaknya seluas angkasa dan sedalam samudra

    Kecantikannya begitu agung sehingga menggetarkan setiap jiwa yang melihatnya.

    Idiom

    Idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum,

    biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis atau secara gramatikal

    dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya.

    Contoh:

    Dia telah mencuri hatiku dia membuatku jatuh cinta

    Irony

    Ironi adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan

    dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya.

    Contoh:

    Seseorang mengatakan pada temannya: “kamu sangat cerdas”, padahal temannya berbuat

    Prosiding

    Seminar Nasional Bahasa Ibu VII.

    ISBN ; 978-602-7776-89-0.

    919

    Metafora

    Metafora adalah semcam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam

    bentuk yang singkat.

    Contoh:

    Rumahku adalah istanaku

    Matanya bagai bintang kejora

    Metonimia

    Metoniamia adalah gaya bahasa yang menggunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal

    lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat.

    Contoh :

    Mereka membeli sebuah Toyota

    Itu tak akan terjadi semasih aku bernafas (bernafas digunakan secara figuratif yang berarti

    masih hidup)

    Paradox

    Paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan

    fakta-fakta yang ada. Paradoks dapat juga berarti semua hal yang menarik perhatian karena

    Contoh:

    Musuh sering merupakan kawan yang akrab.

    Ia kesepian dalam keramaian malam itu .

    Personification

    Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati

    atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-seolah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Personifikasi

    (penginsanan) merupakan suatu corak khusus dari metafora, yang mengiaskan benda-benda mati

    bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia.

    Contoh :

    Bintang menatapku mesra

    Angin memeluknya dengan hangat

    Pleonasme

    Pleonasme adalah acuan yang mempergunakan kata-kata yang lebih banyak daripada yang

    diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan.

    Contoh :

    Saya hal itu dengan saya sendiri.

    Dia telah mendengar dengan telinganya sendiri.

    Sarkasme

    Sarkasme merupakan acuan yang lebih kasar dari ironi, dan merupakan suatu acuan yang

    mengandung kepahitan dan celaan yang getir.

    Contoh:

    Bau tubuhnya membuat kami mual.

    Kamu memang jahanam tak berperasaan.

    Simile

    Simili adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang dimaksud perbandingan bersifat

    eksplisit adalah bahwa ia menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain (McArthur, 1996:935).

    Contoh:

    Prosiding

    Seminar Nasional Bahasa Ibu VII.

    ISBN ; 978-602-7776-89-0.

    920

    Hatinya seperti batu

    Kulitnya putih bagaikan salju

    Sinekdoke

    Sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal

    untuk menyatakan keseluruhan, atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian.

    Contoh:

    Mereka masih tinggal di atap yang sama (tinggal serumah)

    Pulau Bali sedang merayakan kemenangan hari ini.

    Metode Penerjemahan

    Newmark (1998) menjelaskan bahwa metode penerjemahan dibagi menjadi dua kelompok

    besar, yang masing-masing kelompok terdiri atas empat metode penerjemahan. Kelompok pertama

    adalah metode penerjemahan kata-demi-kata, metode penerjemahan harfiah, metode penerjemahan

    setia dan metode penerjemahan semantik. Metode penerjemahan kelompok pertama tersebut sangat

    menghargai sistem dan budaya bahasa sumber. Kelompok kedua terdiri atas metode penerjemahan

    adaptasi, metode penerjemahan bebas, metode penerjemahan idiomatis dan metode penerjemahan

    komunikatif. Metode penerjemahan kelompok kedua ini sangat menghargai sistem dan budaya bahasa

    target. Oleh karena itu, terjemahan yang dihasilkan melalui metode-metode penerjemahan kelompok

    kedua, sangat alamiah dan akrab dengan pembacanya.

    Kedelapan metode penerjemahan yang disebutkan di atas digambarkan ke dalam suatu

    diagram, yang dia sebut sebagai diagram berhuruf V, seperti yang diadaptasi di bawah ini.

    Diagram Huruf V Metode Penerjemahan (Newmark, 1998: 45)

    Diagram di atas menunjukkan bahwa metode penerjemahan mempunyai dua polar atau kutub.

    Kutub sebelah kiri memberikan penekanan pada bahasa sumber, sedangkan kutub sebelah kanan

    memberikan penekanan pada bahasa target. Di bawah ini dibahas secara singkat sifat dari masingmasing

    metode penerjemahan tersebut.

    (1)Metode penerjemahan kata-demi-kata sangat terikat pada sistem dan budaya bahasa sumber.

    Susunan kata pada teks terjemahan sama persis dengan susunan kata dalam teks bahasa sumber.

    Pemadanan berlangsung pada tataran kata dan dilakukan tanpa memperhatikan konteks kata tersebut

    dalam kalimat.

    (2)Metode penerjemahan harfiah, pemadanan juga berlangsung pada tataran kata dan dilakukan tanpa

    mempertimbangkan konteks kata tersebut dalam kalimat. Perbedaannya adalah bahwa metode

    penerjemahan harfiah mempersyaratkan penyesuaian struktur (structural adjustment). Dengan kata

    lain, terjemahan yang dihasilkan telah sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku dalam bahasa target.

    (3)Metode penerjemahan setia, berusaha sesetia mungkin menduduki struktur posisi yang persis sama

    dalam menghasilkan makna kontekstual teks bahasa sumber meskipun tidak sesuai dengan struktur

    gramatika bahasa target.

    (4)Metode penerjemahan semantik mengarah pada pencarian padanan pada tataran leksikal dengan

    tetap mempertahankan makna bahasa BS, konsep kata dalam BS dan BT dikatakan sepadan jika

    komponen makna alan fitur-fitur semantiknya sama.

    Communicative

    Idiomatic Translation

    Free Translation

    Adaptation

    Orientasi Pada BT

    Sematic

    Faithful translation

    Literal translation

    Word-for-word translation

    Orientasi pada BS

    Prosiding

    Seminar Nasional Bahasa Ibu VII.

    ISBN ; 978-602-7776-89-0.

    921

    (5)Metode penerjemahan adaptasi merupakan metode penerjemahan yang paling bebas. Disebut

    demikian karena penerjemah mempunyai kebebasan yang luas dalam mengadaptasi budaya bahasa

    sumber ke dalam budaya bahasa target. Penerjemah dapat mengadaptasi nama pelaku tempat peristiwa

    dan waktu peristiwa yang terdapat dalam teks bahasa sumber agar terjemahannya dekat atau akrab

    dengan pembaca sasaran. Metode yang seperti ini hanya dapat diterapkan pada teks sastra. Metode

    penerjemahan adaptasi seyogianya jangan diterapkan dalam penerjemahan teks-teks yang sensitif

    (misalnya teks hukum, agama, dsb) karena hasilnya akan berakibat fatal.

    (6)Metode penerjemahan bebas. Namun, kebebasan yang dimiliki penerjemah dalam menerapkan

    metode ini, terbatas hanya pada cara menyampaikan pesan teks bahasa sumber ke dalam teks bahasa

    target. Pencarian padanan yang dilakukan penerjemah bukan pada tataran kata atau kalimat tetapi pada

    tataran teks.

    (7)Metode penerjemahan idiomatis berusaha untuk menghasilkan kembali “pesan” teks sumber dalam

    leks terjemahan, tetapi cenderung merusak nuansa makna dengan jalan menggunakan bahasa kolokial

    dan ungkapan idiomatis meskipun kedua hal ini tidak terdapat dalam bahasa sumber.

    (8)Metode penerjemahan lainnya yang berorientasi pada bahasa target adalah metode-metode

    penerjemahan komunikatif. Metode penerjemahan komunikatif ini sangat memperhatikan efek yang

    ditimbulkan oleh suatu terjemahan pada pembaca meskipun hal itu acapkali sulit dicapai. Terjemahan

    yang dihasilkan melalui penerjemahan komunikatif sangat efektif berterima dan mudah dipahami oleh

    pembaca sasaran.

    Metode Penelitian

    Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yang mencakup tiga tahapan, yakni

    (1) tahap pengumpulan data; (2) tahap analisis data, dan (3) tahap penyajian hasil analisis seperti yang

    terinci di bawah ini.

    Pengumpulan Data

    Objek penelitian ini berupa produk penerjemahan teks (puisi) berbahasa Indonesia berjudul Di

    Depan Arca Saraswati karya Putu Fajar Arcana dan teks terjemahannya dalam bahasa Inggris Before

    The Statue of Saraswati, Goddess of Knowledge, diterjemahkan oleh Vern Cork. Korpus data dalam

    kajian terjemahan ini berupa korpus bilingual paralel (paralel bilingual corpora) yang terdiri dari teks

    asli (bahasa sumber) dan versi terjemahannya (bahasa target) yang terdapat dalam buku The Morning

    After. Data yang berupa ungkapan figuratif sebagai salah satu aspek stilistika semuanya diambil dari

    teks puisi BS dan terjemahannya dalam teks BT.

    Metode dan Teknik Analisis Data

    Pada dasarnya dalam analisis data terkandung pengertian pengumpulan dan interpretasi data.

    Data yang terkumpul berupa ungkapan figuratif yang terdapat dalam teks sumber dan terjemahannya

    dalam teks target diklasifikasikan berdasarkan jenisnya untuk mendapatkan korpus-korpus data.

    Klasifikasi korpus tersebut didasarkan pada pengertian masing-masing ungkapan figuratif yang telah

    dijelaskan di atas, untuk selanjutnya dianalisis secara rinci dengan mengacu pada tema dari puisi yang

    memotivasi penggunaan ungkapan-ungkapan figuratif tersebut

    Metode dan Teknik Penyajian Data

    Karena analisis pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif maka hasil analisis akan

    disajikan secara deskriptif naratif untuk menghasilkan pelaporan dengan lebih rinci. Penelitian ini

    lebih menekankan pada kegiatan mengumpulkan dan mendeskripsikan data kualitatif yang berupa

    penerjemahan stilistik yang terdapat dalam pusis Di Depan Arca Saraswati dari bahasa Indonesia ke

    bahasa Inggris Before the Statue of Saraswati, Goddess of Knowledge. Penelitian ini dapat disebut

    penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif yang menekankan pada makna, lebih memfokuskan

    pada data kualitas dengan analisis kualitatifnya (Sutopo, 2004:48)

    Secara umum, prosedur penelitian ini meliputi hal-hal sebagai berikut.

    (1) Pengumpulan data yang berbentuk ungkapan figuratif yang merupakan aspek stilistika yang

    terdapat dalam puisi Di Depan Arca Saraswati dari bahasa Indonesia dan terjemahannya dalam

    bahasa Inggris Before the Statue of Saraswati, Goddess of Knowledge, dengan mengacu pada

    Prosiding

    Seminar Nasional Bahasa Ibu VII.

    ISBN ; 978-602-7776-89-0.

    922

    tema dari puisi yang memotivasi penggunaan ungkapan-ungkapan figuratif tersebut, serta metode

    yang diterapkan dalam penerjemahannya.

    (2) Pengklasifikasian, pengkodean, dan penganalisisan data,

    (3) Penarikan simpulan penelitian,

    (4) Pengajuan saran dan implikasi penelitian.

    PEMBAHASAN

    Stilistika merupakan ilmu tentang gaya bahasa, ilmu interdisipliner antara linguistik dengan

    sastra, ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa dalam karya sastra, ilmu tentang penerapan kaidahkaidah

    linguistik dalam penelitian gaya bahasa, dan ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa dalam

    karya sastra, dengan mempertimbangkan aspek-aspek keindahannya sekaligus latar belakang

    sosialnya. Dengan memahami uraian ini, jelaslah bahwa dalam menganalisa laras tutur (stilistika)

    dalam sebuah wacana/teks, sekaligus akan dapat dikaji kaidah-kaidah linguistiknya (Kuta

    Ratna:2009). Seperti dijelaskan di atas bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi

    ungkapan-ungkapan figuratif yang merupakan salah satu aspek stilistika dan metode yang digunakan

    dalam penerjemahannya, yang tentu harus mengacu pada tema dari puisi dimaksud.

    Tema adalah pola makna yang muncul secara bertahap dari pemahaman keseluruhan terhadap

    sebuah puisi (Smith, 1985:46). Smith juga mengatakan bahwa the number of themes is much smaller

    in comparison to the trillions of poems already in existence (bahwa jumlah tema jauh lebih sedikit

    dibandingkan dengan triliunan puisi yang sudah ada. Fakta ini akhirnya kembali pada kemungkinan

    dan keterbatasan keberadaan manusia. Tema tersebut berhubungan dengan bagian kehidupan manusia

    yang tidak dapat dihindari dan dikontrol. Bagian utama kehidupan manusia yang dihubungkan dengan

    tema adalah: (1) the effects of time : growth, change, ageing, death, transience, renewal, birth,

    (2)human relationship : love, friendship, parting, loss, constancy, unfaithfulness, (3) human

    consciousness : hope, fear, happiness, despair, self-esteem, self-rejection, dan (4) human

    circumstances: freedom, restriction, abundance, deprivation, communion, isolation (Smith, 1985:47).

    Setelah membaca teks puisi BS dan BT, tema puisi tersebut dapat diformulasikan ke dalam

    makna tertentu dari human circumstances khususnya restriction yaitu ‘kekecewaan masyarakat

    terhadap pembangunan pulau Bali yang menyempitkan gerak dan aktifitasnya’.

    Analisis ungkapan figuratif yang dalam konteks penelitian ini disajikan dalam dua belas

    bagian, tidak per baris, untuk memberikan pemahaman yang seksama bagi pembaca.

    Teks BS Teks BT

    1. Dewi, pelataran pura ini 1. Goddess, the forecourt of this temple

    tak cukup buatku menari is not wide enough for me to dance in

    Pada bagian awal puisi ini, penulis menggunakan ungkapan figuratif sinekdoke dengan

    mempergunakan sebagian dari sesuatu hal yaitu frasa ‘pelataran pura ini’ untuk menyatakan

    keseluruhan, yaitu pulau Bali, dan ‘menari’ untuk menyatakan setiap gerak dan aktifitas masyarakat

    Bali. Dengan pembangunan yang semakin pesat di Bali, kemajuan pariwisata, serta perkembangan

    bidang lainnya, malah menyempitkan gerak dan aktifitas masyarakat Bali. Fakta ini sangat jelas dalam

    kehidupan masyarakat Bali dewasa ini. Pantai, yang dulu tidak begitu dipenuhi para wisatawan yang

    berkunjung ke Bali, yang merupakan tempat masyarakat Bali (hindu) ketika mekiis, sekarang sudah

    tidak ramah lagi untuk melakukan prosesi upacara keagamaan. Tidak jarang diantara iring-iringan

    umat yang sedang melaksanakan upacara keagamaan, ada pemandangan wisatawan mengenakan

    bikini di pantai tempat upacara tersebut sedang berlangsung.

    Metode yang diterapkan dalam menerjemahkan baris awal puisi ini adalah metode

    penerjemahan komunikatif, karena terjemahannya sangat efektif, berterima dan mudah dipahami.

    2. Terasa ruang kian sempit 2. It is closing in

    penuh ditumbuhi pepohonan overgrown with trees

    Prosiding

    Seminar Nasional Bahasa Ibu VII.

    ISBN ; 978-602-7776-89-0.

    923

    yang tidak kita kenal that are alien to us

    Pada bagian kedua ini, penulis kembali menggunakan ungkapan figuratif sinekdoke dengan

    menggunakan sebagian dari sesuatu hal yaitu frasa ‘terasa ruang kian sempit’ untuk menyatakan

    keseluruhan, yaitu pulau Bali, dan ‘pepohonan yang tidak kita kenal’ untuk menyatakan bangunan dan

    para pendatang yang ada di Bali.

    Metode yang diterapkan adalah metode penerjemahan adaptasi. Penerjemah mengadaptasi

    peristiwa yang terdapat dalam teks bahasa sumber yaitu ’terasa ruang kian sempit’ menjadi ’It is

    closing in’ dan ’ penuh ditumbuhi pepohonan yang tidak kita kenal’ menjadi ‘overgrown with trees

    that are alien to us’ agar terjemahannya dekat atau akrab dengan pembaca sasaran.

    3. Dewi, gerak manalagi mesti kumainkan 3.Goddess, which other movement should I perform

    Pada bagian ketiga ini, ungkapan figuratif sinekdoke kembali menjadi pilihan penulis, dengan

    menggunakan sebagian dari sesuatu hal yaitu frasa ‘gerak manalagi mesti kumainkan’ untuk

    menyatakan keseluruhan, yaitu usaha apalagi yang harus dilakukan.

    Metode penerjemahan yang diterapkan adalah metode penerjemahan adaptasi. Penerjemah

    mengadaptasi peristiwa yang terdapat dalam teks bahasa sumber yaitu ’kumainkan’ menjadi ’I

    perform’ agar terjemahannya dekat atau akrab dengan pembaca sasaran.

    4. langit telah jadi dinding pembatas 4. the sky has become a dividing wall

    bagi keliatan burung-burung for the wildness of birds

    Pada bagian keempat ini, ungkapan figuratif pleonasme digunakan, dengan mempergunakan

    kata-kata yang lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan,

    yaitu pada kalimat ‘langit telah jadi dinding pembatas’, kata ‘dinding’ bisa dihilangkan.

    Metode penerjemahan yang diterapkan adalah metode penerjemahan adaptasi. Penerjemah

    mengadaptasi peristiwa yang terdapat dalam teks bahasa sumber yaitu ’ dinding pembatas’ menjadi ’a

    dividing wall’ agar terjemahannya terkesan natural dan mudah dipahami pembaca teks BT. Namun

    kata ’keliatan’ diterjemahkan menjadi ’the wildness’ tidak dapat dijelaskan metode yang digunakan,

    dengan asumsi apakah penerjemah salah baca kata ’keliatan’ menjadi ’keliaran yang dalam bahasa

    Inggris adalah ’toughness’ ataukah hal ini merupakan penerapan metode penerjemahan adaptasi.

    5. Dan rumput yang menghamba 5. And the grass which serves

    di kaki peradaban at the foot of civilization

    makin mengasingkan puja kita alienates our worship even more

    Pada bagian kelima puisi ini, penulis menggunakan ungkapan figuratif personifikasi, yaitu

    gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa

    seolah-seolah memiliki sifat-sifat kemanusiaan, bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia, yang

    dalam hali ini ‘dan rumput yang menghamba di kaki peradaban’ tidak mungkin rumput bisa

    menghamba di kaki peradaban. Di samping itu, ungkapan figuratif sinekdoke juga diterapkan, dengan

    menggunakan sebagian dari sesuatu hal yaitu frasa ‘mengasingkan puja kita’ untuk menyatakan

    keseluruhan, yaitu mengasingkan keberadaan masyarakat Bali.

    Metode yang diterapkan dalam menerjemahkan bagian puisi ini adalah metode penerjemahan

    komunikatif, karena terjemahannya sangat efektif, berterima dan mudah dipahami

    6. Garis yang kau gores di atas debu 6. The line that you scrape in the dust

    diterbangkan angin ke awan has been blown away by wind into the air

    Pada bagian keenam puisi ini, penulis menggunakan ungkapan figuratif sinekdoke dengan

    menggunakan sebagian dari sesuatu hal yaitu kalimat ‘garis yang kau gores di atas debu’ untuk

    menyatakan keseluruhan, yaitu segala pengetahuan yang diberikan oleh Dewi Saraswati, sebagai Dewi

    sumber pengetahuan. Ungkapan figuratif ini sangat mendukung pesan yang ingin disampaikan penulis,

    Prosiding

    Seminar Nasional Bahasa Ibu VII.

    ISBN ; 978-602-7776-89-0.

    924

    bahwa pengetahuan yang sudah diberikan oleh Tuhan, dalam hal ini Dewi Saraswati sebagai Dewi

    sumber pengetahuan telah diabaikan karena false ego sehingga kurang mampu menjaga tanah Bali dari

    derasnya arus modernisasi dan segala upaya untuk memajukan perekonomian namun memudarkan

    riak keindahan, kepolosan, dan keaslian pulau Bali tercinta ini.

    Metode penerjemahan yang diterapkan adalah metode penerjemahan adaptasi. Penerjemah

    mengadaptasi tempat peristiwa yang terdapat dalam teks bahasa sumber yaitu ’diterbangkan angin ke

    awan’ menjadi ’has been blown away by wind into the air’. Kata ‘ke awan’ diadaptasi menjadi ‘into

    the air’

    7. Kita sedang bertamu di pelataran sendiri 7. We are guests in our own courtyard

    Pada bagian ketujuh puisi ini, penulis menggunakan ungkapan figuratif sinekdoke dengan

    menggunakan sebagian dari sesuatu hal yaitu kalimat ‘di pelataran sendiri’ untuk menyatakan

    keseluruhan, yaitu ‘di pulau kita sendiri’

    Metode penerjemahan yang diterapkan adalah metode penerjemahan adaptasi. Penerjemah

    mengadaptasi peristiwa yang terdapat dalam teks bahasa sumber yaitu ’kita sedang bertamu’ menjadi

    ’We are guests’

    8. Tak bebas lagi memetik bunga 8. No longer free to pick the flowers

    Pada bagian kedelapan puisi ini, penulis menggunakan ungkapan figuratif sinekdoke dengan

    menggunakan sebagian dari sesuatu hal yaitu kalimat ‘tak bebas lagi memetik bunga’ untuk

    menyatakan keseluruhan, yaitu segala aktifitas yang di lakukan masyarakat Bali.

    Metode yang diterapkan adalah dalam menerjemahkan bagian puisi ini adalah metode

    penerjemahan komunikatif, karena terjemahannya sangat efektif, berterima dan mudah dipahami

    9. atau terlentang di pasir 9. or to lie down on the sand

    Pada bagian kesembilan puisi ini, penulis kembali menggunakan ungkapan figuratif sinekdoke

    dengan menggunakan sebagian dari sesuatu hal yaitu frasa ‘terlentang di pasir’ untuk menyatakan

    keseluruhan, yaitu hidup di pulau Bali.

    Metode yang diterapkan adalah dalam menerjemahkan bagian puisi ini adalah metode

    penerjemahan komunikatif, karena terjemahannya sangat efektif, berterima dan mudah dipahami.

    10. menciumi hangat matahari 10. feeling the sun’s warmth

    Pada bagian kesepuluh puisi ini, penulis menggunakan ungkapan figuratif hiperbola, gaya

    bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal,

    dalam hal ini frasa ‘menciumi hangat matahari’ adalah ekspresi yang berlebihan, karena ‘hangat

    matahari’ dirasakan bukan diciumi.

    Metode yang diterapkan adalah metode penerjemahan adaptasi, yaitu penerjemah

    mengadaptasi peristiwa yang terdapat dalam teks bahasa sumber ’ menciumi hangat matahari’ menjadi

    feeling the sun’s warmth’ agar akrab dengan pembaca sasaran dan mudah dipahami, namun jelas

    mengurangi keindahan bahasa puisi tersebut pada teks BT.

    11.Dewi, harus kutujukan kemana sembah ini? 11. Goddess, to whom should I offer up this prayer?

    Pada bagian kesebelas puisi ini, penulis menggunakan ungkapan figuratif sinekdoke dengan

    mempergunakan sebagian dari sesuatu hal yaitu frasa ‘sembah’ untuk menyatakan keseluruhan, yaitu

    ‘keluhan dan kekecewaan’.

    Metode yang diterapkan adalah metode penerjemahan adaptasi, yaitu penerjemah

    mengadaptasi peristiwa yang terdapat dalam teks bahasa sumber ’kemana’ menjadi ’to whom’ agar

    akrab dengan pembaca sasaran dan mudah dipahami.

    Prosiding

    Seminar Nasional Bahasa Ibu VII.

    ISBN ; 978-602-7776-89-0.

    925

    12. Di sekeliling pura telah tumbuh 12. Around this temple have grown

    pohonan yang tidak kita kenal! trees that are alien to us!

    Pada bagian akhir puisi ini, penulis menggunakan ungkapan figuratif sinekdoke dengan

    mempergunakan sebagian dari sesuatu hal yaitu frasa ‘Di sekeliling pura’ untuk menyatakan

    keseluruhan, yaitu pulau Bali, dan ‘telah tumbuh pohonan yang tidak kita kenal’ untuk menyatakan

    bangunan, pendatang, dan segala sesuatu yang bersifat asingyang sudah memenuhi pulau Bali.

    Metode yang diterapkan dalam menerjemahkan baris akhir puisi ini adalah metode

    penerjemahan adaptasi, penerjemah melakukan adaptasi terhadap penerjemahan ‘pohonan yang tidak

    kita kenal’ menjadi ‘trees that are alien to us’.

    SIMPULAN

    Setelah membaca teks puisi BS dan BT, tema puisi tersebut dapat diformulasikan ke dalam

    makna tertentu dari human circumstances khususnya restriction yaitu ‘kekecewaan masyarakat

    terhadap pembangunan pulau Bali yang menyempitkan gerak dan aktifitasnya’. Penelitian ini

    menunjukkan bahwa penggunaan ungkapan figuratif secara konsisten dimotivasi oleh tema puisi

    Jenis-jenis ungkapan figuratif yang merupakan aspek stilistika yang ditemukan pada puisi

    bahasa sumber (Indonesia) dan terjemahannya ke dalam bahasa Inggris adalah hiperbola (bagian 10),

    personifikasian (bagian 5), pleonasme (bagian 4), sinekdoke (bagian 1,2,3,5,6,7,8,9,11, dan 12), dan

    hanya pada bagian 10 ungkapan figuratif tidak diterjemahkan secara figurative.

    Metode yang diterapkan untuk mencapai kesepadanan dalam penerjemahan ungkapanungkapan

    figuratif dari puisi bahasa sumber ke dalam puisi bahasa target adalah metode penerjemahan

    adaptasi (bagian 2,3,4,6,7,10,11,dan 12) dan metode penerjemahan komunikatif (bagian 1,5,8, dan 9).

    Dengan begitu banyaknya ragam ungkapan figuratif, penulis semestinya masih bisa

    menyampaikan pesan dalam puisi ini dengan lebih indah namun memberi kesan tegas dan kuat.

    Demikian pula untuk penerjemahnya, ada bagian dari ungkapan figuratif dalam puisi (bagian 10), tidak

    diterjemahkan secara figuratif, sehingga mengurangi nilai puitisnya pada bahasa target.

    Masih ada banyak devices yang masih bisa dikaji dalam puisi ini, sehingga peneliti lain bisa

    melanjutkan penelitian ini, untuk membangun interpretasi yang lebih mendalam dalam puisi ini.

    DAFTAR PUSTAKA

    Cork, Vern. 2000. Bali The Morning After. Australia: Darma Printing.

    Keraf, Gorys. 2002. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

    Kutha Ratna, Nyoman. 2009. Stilistika. Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya.

    Yogyakarta:Pustaka Pelajar

    Larson, M.L. 1989. Meaning-Based Translation. A Guide to Cross-Language Equivalence. Second

    Edition. Lanham: University Press.

    Newmark,P. 1988. A Textbook of Translation. New York: Prentice-Hall International

    Nida,E: 1984. On Translation. Translation Publishing Corp. Beijing, China.

    Smith, Sybille,1985 Inside Poem. Victoria : Pitman

    Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian.

    Surakarta: Sebelas Maret University Press

    Prosiding

    Seminar Nasional Bahasa Ibu VII.

    ISBN ; 978-602-7776-89-0.

    926

    Apendiks

    DI DEPAN ARCA SARASWATI

    Dewi, pelataran pura ini

    tak cukup buatku menari

    Terasa ruang kian sempit

    penuh ditumbuhi pepohonan

    yang tidak kita kenal

    Dewi, gerak manalagi mesti kumainkan

    langit telah jadi dinding pembatas

    bagi keliatan burung-burung

    Dan rumput yang menghamba

    di kaki peradaban

    makin mengasingkan puja kita

    Garis yang kau gores di atas debu

    diterbangkan angin ke awan

    Kita sedang bertamu di pelataran sendiri

    Tak bebas lagi memetik bunga

    atau terlentang di pasir

    menciumi hangat matahari

    Dewi, harus kutujukan kemana sembah ini?

    Di sekeliling pura telah tumbuh

    pohonan yang tidak kita kenal!

    1996

    BEFORE THE STATUE OF SARASWATI, GODDESS OF KNOWLEDGE

    Goddess, the forecourt of this temple

    is not wide enough for me to dance in

    It is closing in

    overgrown with trees

    that are alien to us

    Goddess, which other movement should I perform

    the sky has become a dividing wall

    for the wildness of birds

    And the grass which serves

    at the foot of civilization

    alienates our worship even more

    The line that you scrape in the dust

    has been blown away by wind into the air

    We are guests in our own courtyard

    No longer free to pick the flowers

    or to lie down on the sand

    feeling the sun’s warmth

  •  

    “SEGARA WIDYA”

    JURNAL HASIL-HASIL PENELITIAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

    ISSN: 2354-7154 Volume 1, Nomor 1, November 2013

    LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

    JURNAL “SEGARA WIDYA”

    Diterbitkan oleh
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

    ISSN : 2354-7154, Volume 1, Nomor 1, November 2013

    Pengarah

    Dr. I Gede Arya Sugiartha, SSKar., M.Hum (Rektor ISI Denpasar).
Prof. Dr. Drs. I Nyoman Artayasa, M.Kes. (PR I ISI Denpasar)

    Penanggungjawab

    Dr. Drs. I Gusti Ngurah Ardana, M.Erg. (Ketua LP2M ISI Denpasar)
I Wayan Sudana, SST. M.Hum. (Skretaris LP2M ISI Denpasar)

    Ketua Pelaksana Harian

    Drs. I Wayan Mudra, M.Sn.
(Ketua Pusat Penelitian LP2M ISI Denpasar)

    Dewan Redaksi

    Prof. Dr. I Wayan Dibia, SST. (ISI Denpasar)
Prof. Dr. I Nyoman Sedana, SP. (ISI Denpasar) Prof. Dr. A.A.I.N. Marhaeni, M.A. (Undiksha) Prof. Dr. Ir. I Ketut Satriawan, MT. (Unud)
Dr. Ni Luh Sustiawati, M.Pd. (ISI Denpasar)
Dr. I Komang Sudirga S.Sn., M.Hum. (ISI Denpasar) Drs. I Gusti Ngurah Seramasara, M.Hum. (ISI Denpasar) I Gede Oka Surya Negara, SST, M.Sn. (ISI Denpasar)

    Penyunting Bahasa

    (Bahasa Inggris)        Ni Ketut Dewi Yulianti. S.S., M.Hum.

    (Bahasa Indonesia)   Putu Agus Bratayadnya, S.S., M.Hum.

    Bendaharawan

    Ida Ayu Sri Sukmadewi, SSn.,M.Erg.

    Desain Cover

    Ni Luh Desi In Diana Sari, SSn.,M.Sn

    Tata Usaha & Sirkulasi

    Drs. I Dewa Putu Merta, M.Si. Drs. I Ketut Sudiana,
I Gusti Ngurah Putu Ardika, S.Sos Putu Agus Junianto, ST.
I Wayan Winata Astawa,
I Made Parwata

    Jurnal “SEGARA WIDYA” terbit sekali setahun pada bulan November. Alamat Jalan Nusa Indah Denpasar

  • PENDEKATAN CARA BELAJAR SISWA AKTIF (CBSA) DALAM PELAJARAN BAHASA INGGRIS PADA KELAS FOTOGRAFI SEMESTER GENAP TAHUN 2009/2010

     

     

     

     

     

    oleh

     

    PUTU AGUS BRATAYADNYA

     

     

     

     

    FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN

    INSTITUT SENI INDONESIA (ISI) DENPASAR

    2012


    UCAPAN TERIMA KASIH

     

     

    Pertama-tama perkenalankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung warannugraha-Nya/karunia-Nya, paper penelitain ini bisa diselesaikan.

    Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih Bapak Rektor ISI Denpasar Prof. Dr I Wayan Rai S., MA.,  dan Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain Dra. Ni Made Rinu, M.Si. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Ketua Program Studi Fotografi I Komang Arba Wirawan, S.Sn., M.Si.  atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis.

    Pada Kesempatan ini Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus disertai penghargaan kepada seluruh guru-guru yang telah membimbing penulis, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Juga penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu dan Bapak yang telah mengasuh dan membesarkan penulis, memberikan dasar-dasar berpikir logik dan suasana demokratis sehingga terciptalah lahan yang baik untuk perkembangan kreativitas.

    Akhir kata semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian paper penelitian ini, serta kepada penulis sekeluarga.

     

    ABSTRAK

     

    Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) Dalam Pelajaran Bahasa Inggris Pada Kelas Fotografi Semester Genap Tahun 2009/2010

     

     

    Latar belakang penelitian ini dilaksanakan adalah untuk mengetahui sejauh mana pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) mampu mempengaruhi kemampuan mahasiswa dalam mata kuliah bahasa Inggris pada semester genap tahun ajaran 2009/2010. Selanjutnya tujuan dari penelitian ini adalah diharapkan setelah penelitian ini didapat indikator yang jelas sehingga dapat dilaksanakan pada semester-semester berikutnya.

    Dalam mengumpulkan data menggunakan penelitian lapangan dan observasi. Sedang metode dan tehnik dalam menganalisa data adalah metode kualitatif dimana teori empat kemungkinan interaksi belajar mengajar dari H.C Lindgren digunakan sebagai teori utama. Kemudian metode dan tehnik dalam menyajikan hasil analisis data disajikan dengan keberhasilan penggunaaan Satuan Acara Pengajaran (SAP) yang berstandar CBSA, ditambah dari hasil nilai akhir mahasiswa di kelas dan rangking mahasiswa dalam lomba debat bahasa Inggris tingkat Institut

    Hasil dari pendekatan CBSA sangatlah positif hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya rata-rata nilai para mahasiswa di kelas dan perbaikan rangking pada lomba berbahasa Inggris yang berhubungan dengan dunia akademis, lomba yang dimaksud adalah lomba debat tingkat Institut di kampus ISI Denpasar yang diselenggarakan setiap tahun dalam Dies Natalis dan Wisuda.

    Sehingga dari hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Pendekatan CBSA mempunyai pengaruh yang positif dalam proses belajar mengajar yang dimana terjadi interaksi antara mahasiswa dan dosen, dan juga mahasiswa yang satu dengan mahasiswa lainnya sehingga mampu meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris sehingga berpengaruh pada peningkatan nilai dan rangking pada lomba debat tingkat Institut. Saran yang dapat disampaikan adalah dengan keterbatas kurikulum (dalam hal ini, mata kuliah bahasa Inggris hanya sampai mata kuliah bahasa Inggris 2) perlu kiranya adanya penambahan dengan mata kuliah bahasa Inggris 3, khususnya pada kelas fotografi dengan melihat antusiasme para mahasiswa yang sudah menyadari bahwa pangsa potensial mereka adalah pangsa dengan orang luar negeri, contoh yang sedang hangat akhir-akhir ini adalah menjadi fotografer spesial kapal pesiar, yang tentu saja gajinya sangat besar dan belum banyak saingan. Selain hal tersebut secara akademis diharapkan kemampuan bahasa Inggris para mahasiswa, khususnya kelas fotografi lebih baik lagi sekaligus untuk menyukseskan slogan ISI Denpasar Go Internasional.

    Kata kunci: Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), mata kuliah bahasa Inggris, kelas fotografi.

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

    ABSTRACT

     

     

    Student Active Learning (SAL) Approach at English Lecture in

    Photography Class on Even Semester 2009/2010

    Background of this research is to know what  the effect of used Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) and in english it is called with Student Active Learning (SAL) approach at English lecture in photography class on even semester 2009/2010. Next after the reseach finished, there is a clear indicator and it will practice to next semester.

    Field riset and observation were using for method and technique of collecting data in this reseach. Then method and technique of analyzing data were used qualitative method and theory of four possibility interaction of learning and teaching purposed by H.C Lindgren as main theory. After then, the success of using student active learning standard in teaching schedule unit/satuan acara pengajaran, including increase of  student grade and rank in Institute English debating contest were used as method and technique of  presenting the analysis.

    Result of SAL is positive, in that point was seing in the increase of student average grade this period and had the better rank that be the champion (1st winner) in English Debating Contest in ISI Denpasar, which is held every year to celebrate Dies Natalis and Graduate Ceremony.

    After analyzing the data some conclusions can be formulated and presented as follow, with is Student Active Learning (SAL) approach had positive effect that with maximum interaction between lecturer and students, and between students to all their student friends could increased students capacity in English so it was influence in their grade level and campus English debating contest rank.  Suggestion was be suggested that with limited curriculum ( in this case English lecture only until second (2nd) level), hopefully there is more class for English lecture especially for photography because the students are very enthusiasm and they understoond that their potential workfields are working with foreigners, for example today’s hot issues work as photographer in cruise with big income in their pocket and few contenders. Besides this, it is hoped that students english ability is better academically to support the motto of ISI Denpasar Go International.

    Key words : Student Active Learning (SAL),  English lecture,  photography class.

     

    DAFTAR ISI

     

    Ucapan terima kasih    …………………………………………………………………………………….           i

    Abstrak berbahasa Indonesia …………………………………………………………………………             ii

    Abstrak berbahasa Inggris ………………………………………………………………………………           iii

    Daftar ISI       ……………………………………………………………………………………………….           iv

    BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………………….                        1

    1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………………………           1

    1.2 Masalah …………………………………………………………………………………………          3

    1.3 Tujuan Penelitian …………………………………………………………………………….         4

    1.4 Batasan Masalah ……………………………………………………………………………..         4

    BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL

    PENELITIAN  ………………………………………………………………………………………………….      5

    2.1 Kajian Pustaka …………………………………………………………………………………..      5

    2.2 Konsep Pendekatan CBSA …………………………………………………………………      7

    BAB III METODE PENELITIAN ……………………………………………………………………..      9

    3.1 Metode Dan Tehnik Pengumpulan Data ………………………………………………       9

    3.2 Metode Dan Tehnik Dalam Menganalisa Data ……………………………………..        9

    3.3 Metode Dan Tehnik Dalam Menyajikan Hasil Analisis Data ………………….        12

    BAB IV PENDEKATAN CARA BELAJAR SISWA AKTIF (CBSA)

    DALAM PELAJARAN BAHASA INGGRIS PADA KELAS

    FOTOGRAFI SEMESTER GENAP TAHUN 2009/2010 ……………………….        13

    4.1 Pengaruh Penggunaan Metode Pendekatan Cara Belajar Siswa

    Aktif (CBSA) Dalam Proses Belajar Mengajar Dalam Kelas Bahasa

    Inggris Pada Kelas Fotografi Semester Genap Tahun Ajaran 2009/2010

    Dengan Nilai Akhir Para Mahasiswa …………………………………………………..        13

    4.2  Pengaruh Penggunaan Metode Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif

    (CBSA) Pada kelas Bahasa Inggris Pada Kelas Fotografi Semester

    Genap Tahun Ajaran 2009/2010 Dengan Kemampuan Para Mahasiswa

    Mengikuti Lomba Yang Berhubungan Dengan bahasa Inggris Yang

    Menunjung Kemampuan Akademis Para Mahasiswa. …………………………          19

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………………………….        22

    5.1 Kesimpulan …………………………………………………………………………………….         22

    5.2 Saran …………………………………………………………………………………………….          23

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1       Latar Belakang.

    Dalam perjalanan sejarahnya sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami banyak perubahan-perubahan. Perubahan-perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.

    Kurikulum pendidikan nasional pertama bernama Rentjana Pelajaran 1947. Ini bisa dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda dan karena suasana kehidupan masih dalam semangat juang mempertahan kemerdekaan, maka pendidikan menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini. Kemudian pada tahun 1952, kurikulum pendidikan mengalami penyempurnaan, dengan nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pendidikan di Indonesia, dengan nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran yang menjadi cirinya adalah pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD.

    Selanjutnya adalah kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kemudian kurikulum pendidikan 1975 menggunakan pendekatan-pendekatan di antaranya sebagai berikut: Berorientasi pada tujuan, menganut pendekatan integratif, Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu, menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI) dan yang terakhir dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon dan latihan.

    Kurikulum ini kemudian dianggap sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan kemudian disempurnakan  kembali menjadi kurikulum pendidikan 1984 dengan ciri: Berorientasi kepada tujuan instruksional, Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), materi pelajaran dikemas dengan menggunakan pendekatan spiral, menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan, materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa dan menggunakan pendekatan keterampilan proses (www.AsianBrain.com). Dari kurikulum pendidikan nasional 1984, kita mulai mengenal istilah Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) yang menonjolkan keaktifan siswa dalam proses pengajaran.

    Walaupun kurikulum berbasis CBSA sudah sekian lama dicantumkan dalam kurikulum pendidikan nasional tetapi pelaksanaannya masih belum maksimal sehingga hal ini menimbulkan sebuah fenomena tersendiri. Seperti yang dipaparkan  Project Manager Tanoto Foundation dari Asian Agri, Dewi Susanti, Kamis 22 Juli 2010 di Kisaran,Kabupaten Asahan,Sumut, “CBSA itu semakin tidak bisa diterapkan karena sistem itu nyatanya hanya diketahui secara teori, bukan praktik,” akibatnya, siswa Indonesia khususnya sekolah negeri, masih sebatas bisa membaca, menjawab pertanyaan, tetapi tidak memahami apa yang diajarkan. (www.antaranews.com)

    Oleh karena itu, semua dosen dan juga guru dewasa ini dituntut mahir dan terampil mengajar tidak semata-mata hanya menyajikan materi ajar. Para pengajar dituntut memiliki pendekatan mengajar sesuai dengan tujuan instruksional. Pengajar dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar harus mengupayakan agar terbentuknya self concept/konsep diri secara positif. Self-concept secara positif akan dapat meningkatkan adalah munculnya motivasi belajar yang bersifat intristik. Kenyataan pentingnya menumbuhkan self concept ini didasarkan atas psikologi yang melihat individu sebagai functioning or organisme yang masing-masing berusaha membangun self-concept. Peranan pengajar didalam kerangka ini adalah secara terus menerus melakukan segala sesuatu yang membantu membangun self-concept mereka. Ini berarti bahwa pengajar melibatkan siswa didalam proses pembelajaran, sehingga mereka memiliki pengalaman sukses, membantu sikap dengan sikap terbuka, tidak mengancam, menerima, menyukai, dan mengurangi rasa takut. Melalui penerapan prinsip CBSA, pengajar hendaknya semakin menyadari bahwa siswa mempelajari ilmu pengetahuan saja tidak cukup, pembelajaran harus lebih aktif dalam membantu anak menghadapi tantangan hidup modern. Untuk itu, para pengajar harus lebih aktif dalam membantu siswa mengembangkan positive awareness (sadar diri), positive self consciousness (insaf diri), dan menjadi individu yang utuh dengan positive self-concept. (Suprihadi, 1993:125 diambil dari (http://www.pdfmeta.com/preview).

    1.2       Masalah

    Dari fenomena yang dipaparkan dapat ditarik dua (2) masalah yaitu,

    • Bagaimana pengaruh penggunaan metode pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dalam proses belajar mengajar dalam kelas bahasa Inggris pada kelas fotografi semester genap tahun ajaran 2009/2010 dengan nilai akhir para mahasiswa?
    • Bagaimana pengaruh penggunaan metode pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dalam proses belajar mengajar dalam kelas bahasa Inggris pada kelas fotografi semester genap tahun ajaran 2009/2010 dengan kemampuan para mahasiswa mengikuti lomba yang berhubungan dengan bahasa Inggris yang menunjung kemampuan akademis para mahasiswa.

    1.3       Tujuan Penelitian

    Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penggunaan pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) bagi para mahasiswa pada mata kuliah Bahasa Inggris di kelas fotografi semester genap tahun ajaran 2010 sehingga dapat dijadikan acuan pada tahun-tahun berikutnya dan juga menunjung motto Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar untuk go internasional.

    1.4       Batasan Masalah

    Studi pada penelitian ini hanya berfokus membahas pengaruh pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) baik pengaruh baik atau pengaruh buruknya pada proses belajar mengajar dalam kuliah Bahasa Inggris, dalam hal ini kelas Bahasa Inggris pada program studi fotografi sebagai obyek penelitian karena peneliti ditempatkan sebagai dosen pada program studi fotografi.

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN

     

     

     

    2.1       Kajian Pustaka.

    Cara belajar siswa aktif sebagai prinsip dalam penciptaan sistem pembelajaran hahekat penerapannya tidak lain bertolak dari hakekat belajar itu sendiri. Berbagai kajian tentang belajar menyatakan bahwa, pada dasarnya belajar terwujud sebagai proses aktif dari sipelajar. (John Dewey dalam Davies, 1987: 31) menyatakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan murid-murid untuk dirinya sendiri. Maka inisiatif harus datang dari murid-murid sendiri. Guru adalah pembimbing dan pengarah, sementara yang harus mengemudikan kegiatan belajar adalah murid yang belajar”. Sejalan dengan John Dewey, Yoakam dan Simpson (1934) mengutarakan: “Learning is active … Learning is guide by purpose and consists is living and doing, in having experiences and seeking to understand them”. (T. Raka Joni, 1980). Sedangkan Gage dan Berliner secara sederhana mengemukakan: “Learning may be defined as the process where by an organism changes its behavior as a result of experience”. (Gage dan Berliner, 1984:252)

    Gagne (1975), demikian pula menyatakan bahwa belajar merupakan aktivitas mental-intelektual yang bersifat internal. Seperti yang telah disebutkan dalam kajian bab pertama bahwa, aktivitas belajar aktualisasinya adalah proses beroperasinya mental-intelektual anak. Tilikan untuk menandai hal itu, Indikator nya dapat di lacak dari hasil perubahan perilaku anak yang belajar yang berupa kemampuan-kemampuan kognitif seperti kemampuan mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis dan menilai. Selain itu, perubahan perilaku itu, juga diwujudkan anak berupa kemampuan-kemampuan afektif seperti penghayatan sikap, motivasi, kesediaan anak, penghargaan terhadap sesuatu dan sejenisnya. Di samping juga , perubahan perilaku anak tersebut termanifestasikan dalam wujud perubahan keterampilan fisik anak yang berupa kemampuan mengkordinasikan sistem otot-ototnya untuk melakukan gerakan-gerakan keterampilan tertentu.

    Ada dua hal penting yang perlu disadari dalam kaitannya dengan proses belajar. Dua hal dimaksud bahwa belajar mengandung makna: (a) confrontation with new information or experience, dan (b) the leaner’s personal discovery of the meaning of that experience.Bertolak dari beberapa kajian tersebut di atas, memperlihatkan bahwa belajar dari sisi proses merupakan keaktifan pada diri sipelajar. Berbagai bentuk keaktifan itu, terwujud sebagai keaktifan kognitif, afektif dan fisik. Dalam pada itu, Gagne (Suprihadi,dkk. 2002), menandai bahwa keaktifan sebagai hakekat dari kegiatan belajar, adalah aktivitas internal yang tidak lain adalah proses beroperasinya mental-intelektual anak. Kenyataannya bahwa belajar adalah proses aktif si pelajar membawa konsekuensi pada kegiatan pembelajaran yang perlu diciptakan guru. Atas dasar itu maka pembelajaran sebagai aktivitas membelajarkan anak, struktur kegiatannya dituntut agar mengikuti hakekat bagaimana proses belajar itu berlangsung. Oleh karena itu, penerapan cara belajar siswa aktif dalam pembelajaran adalah konsekuensi logis dari penyesuaian pembelajaran yang diciptakan guru terhadap hakekat keaktifan sebagai indikator proses belajar. (www.Laboratorium-umsch.id/files/BAB_IV_STRATEGI_CARA_BELAJAR_SISWA_AKTIF.pdf).

    Dalam suatu peristiwa pembelajaran, penerapan sebuah model pembelajaran akan mencakup aspek-aspek prosedur instruksional, disain instruksional, metode dan media, bahan/materi ajar, dan sebagainya sebagai suatu kesatuan dalam rangka pencapaian tujuan tertentu. Bila dikaji secara mendalam situasi yang harus dihadapi oleh seorang pendidik, termasuk yang berstatus profesional sekalipun, pasti menuntut suatu pemikiran yang strategis. Tidak lain karena makin luasnya spektrum tujuan pendidikan yang harus dicapai dan konatif dengan segala tingkatannya; makin majunya disiplin keilmuan sebagai hasil maupun sebagai proses; serta makin heterogennya latar belakangkemampuan kognitif, sosial serta ekonomi-kultural peserta didik; dan makin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap lulusan lembaga formal. Karakteristik situasi pendidikan yang demikian itu tidak mungkin dihadapi oleh seorang pendidik secara linier, melainkan harus secara komprehensip, kritis -reflektif

    imaginatif dan strategis ( Soedijarto, 1990: 2-3).

    Karena itu proses untuk sampai pada satu putusan tentang jenis proses pembelajaran yang paling relevan untuk mencapai suatu jenis dan tingkatan tujuan pendidikan suatu bidang pengajaran dalam suatu tingkatan dan jenis pendidikan bagi seseorang dan/atau sekelompok orang peserta didik pada suatu lingkungan sosial tertentu, membawa konsekuensi terhadap pilihan dan/atau penentuan model pembelajaran. Sebab, kedudukan model pembelajaran dalam keseluruhan sistem kurikulum adalah penjamin tingkat imptementasi struktur program sebagai kerangka strategis dan tingkat implementasi garis-garis besar program pengajaran sebagai materi pelajaran yang telah ditata dan dipilih untuk mencapai satu tujuan pendidikan. Dengan perkataan lain, tujuan instruksional yang telah dirancang dan dirumuskan, struktur program yang telah dirancang dan GBPP yang telah di pilih dan ditata, tidak akan ada artinya terhadap mutu hasil pendidikan, tanpa diterjemahkan secara relevan dalam suatu model pembelajaran yang tepat (Soedijarto: 1990:3-4) diambil (dari Farisi, 2008: 6).

    2.2       Konsep

    2.2.1 Pengertian Pendekatan CBSA

     

    Metode pembelajaran lebih cenderung disebutkan dengan kata pendekatan pembelajaran pada umumnya. Dalam bahasa Inggris dikenal luas dengan kata “approach” yang berarti “pendekatan” kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Didalam kata pendekatan terdapat unsur psikis seperti yang ada ketika proses belajar mengajar terjadi. Semua guru dewasa ini dituntut mahir dan terampil mengajar tidak semata-mata hanya menyajikan materi ajar. Guru dituntut memiliki pendekatan mengajar sesuai dengan tujuan instruksional.

    Pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) menuntut keterlibatan mental siswa terhadap bahan yang dipelajari. CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secar fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal dan baik. Pendekatan CBSA menuntut keterlibatan mental vang tinggi sehingga terjadi proses-proses mental. Melalui proses yang baik pembelajar akan memiliki penguasaan konsep dan prinsip. Konsep CBSA yang dalam bahasa Inggris disebut Student Active Learning (SAL) dapat membantu pengajar meningkatkan daya kognitif  pembelajar. Tanpa CBSA, kadar aktivitas pembelajar masih rendah dan belum terprogram. Akan tetapi dengan CBSA para pembelajar dapat melatih diri menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepada mereka. Tidak untuk dikerjakan di rumah tetapi dikerjakan di kelas secara bersama-sama.

    BAB III

    METODE PENELITIAN

     

     

    3.1       Metode Dan Tehnik Pengumpulan Data

    Dalam mengumpulkan data ada beberapa langkah yang dilakukan:

    (a)        Penelitian ini menggunakan field research/penelitian lapangan.

    (b)        Obersevasi dengan mengamati di kelas dan dengan menilai tugas-tugas dari mahasiswa.

    3.2       Metode Dan Tehnik Dalam Menganalisa Data.

    (a)        Metode yang yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif dimana dapat diukur dari kemampuan mahasiswa menyampaikan pendapat mereka di depan kelas dan kemampuan mengerjakan tugas-tugas dengan berpedoman dengan Satuan Acara Perkuliahan (SAP) yang telah disusun berpedoman pada metode Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).

    (b)                   Dari metode pertama akan digabungkan dengan toeri dari  H.C Lindgren yang mengemukakan empat kemungkinan interaksi belajar mengajar, yang digunakan sebagai teori utama dalam mengalisis data. Keempat (4)  kemungkinan interaksi belajar mengakar yakni:

    (1) Interaksi pertama (nomor 1) adalah Interaksi satu arah, dimana guru bertindak sebagai penyampai pesan dan siswa sebagai penerima pesan. Pola interaksi satu arah dimaksud dapat diperhatikan gambar berikut.

    D

    M1                    M2                     M3                     M4

    (2) Interaksi nomor 2 adalah Interaksi dua arah antara guru-siswa, di mana guru memperoleh umpan balik dari siswa, Pola tersebut dapat diamati dalam gambar berikut.

    D

    M1                           M2                              M3                   M4

    (3). Interaksi selanjutnya adalah adalah interaksi nomor 3 yaitu interaksi dua arah antara guru-siswa, di mana guru mendapat balikan dari siswa. Selain itu siswa saling berinteraksi atau belajar satu dengan yang lain. Pola tersebut dapat diamati dalam gambar berikut.

     

     

     

    D

    M1                                                                 M4

    M2                                     M3

    (4). Interaksi ke empat adalah Interaksi optimal antara guru-siswa, dan antara siswa-siswa.

    Perhatikan pola gambar dibawah ini.

    D

    M1                                                                                    M4

    M2                                           M3

    Catatan : D = Dosen

    M1 = Mahasiswa 1

    M2 = mahasiswa 2

    M3 = Mahasiswa 3
    M4 = Mahasiswa 4

    (H.C Lindgren, 1976 :251)

    3.3       Metode Dan Tehnik Dalam Menyajikan Hasil Analisis Data.

    (a)        Metode dan tehnik dalam menyajikan hasil analisa data disajikan dengan berpedoman dengan keberhasilan penggunaan Satuan Acara Pengajaran (SAP) yang telah disusun dengan metode Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), apakah para mahasiswa mampu merespon dengan baik materi dan metode pembelajaran yang diberikan.

    (b)       Hasil-hasil dari nilai akhir para mahasiswa fotografi pada semester genap tahun 2009/2010 akan dibandingkan dengan hasil-hasil nilai para mahasiswa semester genap pada tahun sebelumnya 2008/2009. Sehingga akan diketahui pengaruh Metode ini dengan kemampuan mahasiswa dalam pelajaran bahasa Inggris.

    (c)        Rangking mahasiswa dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan bahasa Inggris di ruang lingkup kampus ISI Denpasar yaitu debat bahasa Inggris tingkat Institut dalam ruang lingkup ISI Denpasar. Di sini dipilih hanya di ruang lingkup kampus ISI Denpasar agar lebih mudah dalam melakukan observasi dan juga ajang lomba debat tingkat institut sudah cukup menjadi ukuran tolak ukur berhasil atau tidaknya metode pendekatan CBSA.

    BAB IV

    Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) Dalam Pelajaran Bahasa Inggris Pada Kelas Fotografi Semester Genap Tahun 2009/2010

     

    4.1       Pengaruh Penggunaan Metode Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) Dalam Proses Belajar Mengajar Dalam Kelas Bahasa Inggris Pada Kelas Fotografi Semester Genap Tahun Ajaran 2009/2010 Dengan Nilai Akhir Para Mahasiswa

    Pengaruh penggunaan metode pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dalam proses belajar mengajar pada kelas bahasa Inggris pada kelas fotografi semester genap tahun ajaran 2009/2010 dengan nilai akhir para mahasiswa dapat dimulai dengan memasukan metode tersebut pada Satuan Acara Pengajaran (SAP) dimana dengan miniman 12 kali pertemuan dan maksimal 16 kali pertemuan diharapkan mampu memperoleh hasil yang baik dan maksimal. Dalam hal ini kelas fotografi terjadi 14 kali pertemuan. Dengan metode Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) yang dimana pada pertemuan-pertemuan di depan kelas memberikan kesempatan kepada para mahasiswa untuk bereksperiman menggunakan kemampuan bahasa Inggris mereka. Sehingga mereka mempunyai gaya atau ciri khas tersendiri dalam berbahasa Inggris. Dengan hal ini juga terjadi pola belajar Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), bukan hanya umpan balik antara dosen dengan mahasiswa akan tetapi Interaksi optimal antara guru-siswa, dan antara siswa-siswa.

    Seperti pada pertemuan pertama (I), kedua (II) dan ketiga (III), Mahasiswa dapat memperkenalkan diri dengan mempergunakan bahasa Inggris didepan kelas dan indikator pencapaiannya adalah mahasiswa dapat memahami dan menggunakan salam perkenalan/greeting dalam bahasa Inggris secara baik dan benar. Dengan metode Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) ini, para mahasiswa mengetahui secara pasti tentang kemampuan berbahasa Inggrisnya secara umum, kemampuan bahasa Inggris teman-teman mahasiswa secara umum, sehingga mereka dapat saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Melengkapi dalam hal ini adalah para mahasiswa saling berdiskusi satu dengan lainnya tentang kelemahan dan kelebihan mereka sehingga yang bahasa Inggrisnya secara umum masih lemah dapat bertanya pada yang bahasa Inggrisnya secara umum sudah bagus. Kemampuan bahasa Inggris mahasiswa dapat dikatakan bagus secara umum adalah dengan memperbandingkan kemampuan mahasiswa dengan kemampuan teman-temannya sesama mahasiswa di kelas. Metode ini sangat berhasil terbukti dengan banyaknya mahasiswa bertanya kepada rekan mereka yang sedang memperkenalkan dirinya didepan kelas sehingga tercipta umpan balik antara mahasiswa dengan mahasiswa dan dilengkapi dengan dosen yang secara langsung memperbaiki grammar, vocabulary, diction etc.

    Dengan metode ini dosen pun akan sangat mudah memetakan para mahasiswanya, sehingga akan lebih mudah dalam membuat kelompok belajar di kelas. Jika ada sebagai contoh empat (4) mahasiswa yang kemampuan bahasa Inggrisnya secara umum baik, jangan ke 4 nya ditempatkan dalam 1 kelompok belajar, akan tetapi di bagi misalnya jika mencukupi membuat 4 kelompok belajar maka kumpulan mahasiswa yang kemampuan bahasa Inggrisnya baik kita bagi satu persatu pada masing-masing kelompok ataupun jika hanya mencukupi membuat 2 kelompok belajar maka mereka dibagi dua pada kelompok belajar yang berbeda. Dalam hal ini kelompok belajar tidak ditentukan berapa jumlah idealnya, asalkan lebih dari 6 orang, sehingga suasana kelompok belajar ideal secara umum untuk berdiskusi dan berlatih bahasa Inggris. Metode pembelajaran yang digunakan adalah interaksi no empat (4) yaitu interaksi optimal antara guru-siswa dan siswa-siswa dimana semua aspek, baik dosen dengan masing-masing individu mahasiswa saling melengkapi, sehingga dapat disebutkan telah menggunakan metode Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) seperti terlihat dalam gambar.

    D

    M1                                                                                    M4

    M2                                           M3

    Sedangkan pada pertemuan keempat (IV), kelima (V), keenam (VI, ketujuh (VII) dan kedelapan (VIII) mahasiswa diharapkan dapat dan mampu menulis dalam bahasa Inggris yang indikator keberhasilannya adalah mahasiswa memahami dan menerapkan menulis Bahasa Inggris dengan benar. Dalam hal ini menulis dalam bahasa Inggris adalah agar mahasiswa dapat menuliskan ide-ide yang mereka punya dalam bentuk tulisan yang akan dipersiapkan untuk presentasi pada akhir pertemuan. Menulis (writing) dalam bahasa Inggris sangat membantu dalam mengetahui kelemahan mereka secara lebih mendetail dalam bahasa Inggris,seperti grammar, pancuation, diction, spelling, vocabulary dan lain-lain, karena dalam bentuk tulisan akan lebih jelas, hal mana yang mahasiswa kuasai dan tidak. Disini metode yang digunakan adalah,  metode nomor empat (4) . yaitu interaksi optimal antara guru-siswa dan siswa-siswa dimana semua aspek, baik dosen dengan masing-masing individu mahasiswa saling melengkapi, seperti terlihat dalam gambar.

    D

    M1                                                                                    M4

    M2                                           M3

    Dalam pertemuan ini para mahasiswa mendapat tugas tambahan mencari tulisan dalam bahasa Inggris bisa didapat pada surat kabar, majalah dan internet yang berbahasa Inggris yang menurut mereka tulisannya baik dan gampang dimengerti dan selanjutnya tugas tersebut akan dibahas bersama-teman di kelas

    Selanjutnya minggu kesembilan (IX) adalah Ujian Tengah semester. Pada Ujian tengah semester ini yang biasa disebut UTS, mahasiswa diharapkan mampu mengerjakan soal yang diberikan oleh dosennya. Soal yang diberikan pada UTS adalah mahasiswa mampu menulis beberapa paragraf dalam bahasa Inggris secara baik dan benar. Dengan Hasil UTS yang rata-rata baik berarti metode pendekatan Cara Belajar CBSA berhasil dalam proses belajar mengajar pada pertengahan semester.

    Kemudian dilanjutkan dengan pertemuan kesepuluh (X), kesebelas (XI) dan kedua belas (XII). Dimana pada pertemuan ini mahasiswa diberkan kesempatan memperbaikan lagi soal pada UTS sehingga mereka mengerti letak kesalahannya serta dilanjutkan dengan tahan menulis selanjutnya. Pada pertemuan-pertemuan selanjutnya mahasiswa tidak hanya menulis dalam bentuk paragraf, akan tetapi mampu membuat paper dalam bahasa Inggris tentang karya mereka, (misalnya mahasiswa fotografi) mahasiswa diharapkan mampu membuat paper yang membahas tentang salah satu hasil karya terbaik mereka dalam paper berbahasa Inggris yang tentu saja masih dengan bimbingan dosen bahasa Inggris. Paper dalam bentuk bahasa Inggris ini dipersiapkan jika mereka ingin mempromosikan kemampuan fotografi dan karya mereka pada jurnal Internasional, dll. Dalam pembelajaran sistem ini metode yang digunakan adalah, metode nomor 4 yaitu interaksi dua arah antara guru-siswa, di mana guru mendapat balikan dari siswa. Gambar:

    D

    M1                                                                                    M4

    M2                                           M3

    Hal ini terjadi karena siswa saling berinteraksi atau belajar satu dengan yang lain karena para mahasiswa diberikan kesempatan berdiskusi dengan sesama mahasiswa bahkan dosen juga terlibat langsung dengan diskusi tersebut. Penulisan mendapatkan porsi yang cukup banyak karena pada pertemuan selanjutnya dari tulisan yang mereka buat meraka mampu memaparkannya di depan kelas dengan baik dan benar.

    Seperti yang sudah dipaparkan diatas pada pertemuan ke tiga belas (XIII), mahasiswa diharapkan mampu memaparkan apa yang mereka tulis dalam paper mereka di depan teman-teman para mahasiswa. Hal ini tentunya memerlukan pelatihan agar mereka tidak canggung dan terbiasa tampil didepan dan juga penguasaan materi dari paper mereka. Disini banyak terjadi umpan balik bukan hanya antara mahasiswa dengan dosennya akan tetapi dengan sesama mahasiswa dan juga mahasiswa diberikan kesempatan mengajukan pertanyaan tentang hal yang mereka tidak mengerti. Sehingga tercipta atmosper diskusi yang hangat. Hal ini tentunya memerlukan pelatihan  sehingga mahasiswa sedikit tidaknya memahami adan mengetahui apa yang akan mereka bicarakan didepan kelas. Sehingga metode disini adalah.

    D

    M1                                                                                    M4

    M2                                           M3

    Proses ini berhasil dengan indikator keberhasilan para mahasiswa memperoleh hasil maksimal pada Ujian Akhir Semester (UAS) pada pertemuan ke empatbelas (XIV). Pada Ujian Akhir Semester (UAS) para mahasiswa maju satu persatu ke depan kelas dan memaparkan paper yang mereka buat secara singkat dan jika ada mahasiswa lainnya yang ingin bertanya atau mempunyai ide yang lebih baik tentang paper tersebut dipersilahkan bertanya maksimal 2 pertanyaan untuk seorang mahasiswa. Sehingga terciptalah atmosper diskusi yang hangat ketika mahasiswa pemilik paper memberi sanggahan.

    Indikator keberhasilan metode pendekatan CBSA dapat kita lihat, dimana setelah digabung secara keseluruhan dengan nilai tugas, nilai UTS dan nilai UAS tercatat sebanyak enam (6) mahasiswa mendapat nilai A dari 12 mahasiswa angkatan tahun 2009/2010 sehingga jika dirata-ratakan mampu mendapat rata-rata 50% yang mendapat nilai dari keseluruhan mahasiswa di kelas berbanding dengan mahasiswa angkatan 2008/2009 yang hanya mendapat satu (1)  nilai A dari 9 mahasiswa sehingga jika dirata-ratakan hanya 1,1 % yang mendapat nilai A dari keseluruhan siswa di kelas. (lihat data pada lampiran)

    4.2       Pengaruh Penggunaan Metode Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) Pada kelas Bahasa Inggris Pada Kelas Fotografi Semester Genap Tahun Ajaran 2009/2010 Dengan Kemampuan Para Mahasiswa Mengikuti Lomba Yang Berhubungan Dengan bahasa Inggris Yang Menunjung Kemampuan Akademis Para Mahasiswa.

    Seperti telah kita ketahui bersama bahwa setiap tahun dalam rangka memperingati Dies Natalis dan Wisuda dalam ruang lingkup Institut Seni Indonesia (ISI Denpasar) diselenggarakan lomba debat tingkat Institut yang diberi nama English Debating Contest (EDC) yang mengacu pada lomba debat tingkat nasional, National University English Debating Championship (NUEDC) yang merupakan kelender resmi tahunan dari Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi, Direktorat Akademik. Sehingga pemenang lomba debat di ISI Denpasar otomatis dikirim mewakili ISI Denpasar pada ajang NUEDC.

    Konsep lomba debat bahasa Inggris NUEDC dan EDC adalah sama (Panduan National Debating Champion (NUEDC):1) “Debat Bahasa Inggris sudah menjadi kebutuhan dunia akademis mahasiswa”, “Debat Bahasa Inggris menuntut mahasiswa tidak hanya mampu mengungkapkan ide dalam Bahasa Inggris, tetapi juga menuntut mahasiswa mampu menguasai pengetahuan global, menganalisis, membuat judgement dan meyakinkan publik, sehingga sudah tepat jika institut pendidikan di Indonesia melaksanakan lomba debat bahasa Inggris antar mahasiswa dalam rangka internalisasi semangat kompetisi positif yang bermuatan tuntutan kemampuan komunikasi dan argumentasi”.

    Dari perbandingan lomba debat EDC tahun 2008/2009 hanya diwakili oleh Aryo Agung W. tidak mampu menembus sampai ke tingkat juara dan kemampuannya masih agar kurang dalam memaparkan bahan yang akan disampaikan (kebetulan penulis merupakan salah satu juri) sedangkan pada lomba debat EDC tahun 2009/2010 wakil fotografi yang sudah mendapatkan menerapkan proses belajar mengajar dengan pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), mampu menempatkan mahasiswanya sebagai juara harapan III (rangking 6) atas nama I Gede Aryadi Setiawant dan puncaknya dengan menempatkan terbaik pertama (rangking 1) atas nama Gede Juliandika.

    Keberhasilan mahasiswa fotografi tampil sebagai juara didukung dengan metode CBSA yang di dapatkan pada perkuliahan minggu I, II, III, XIII, XIV dan XV dimana mahasiswa mendapatkan porsi yang sangat banyak untuk tampil didepan kelas, berdiskusi serta tanya jawab dan memberikan argumen yang jelas tentang paper yang para mahasiswa buat, sehingga tercapailah atmosper belajar CBSA. Dengan metode ini membuat mahasiswa mampu mengeluarkan ide-ide dan serta merta mengembangkan ide-ide tersebut dan hal ini sangat jelas terlihat pada keberhasilan para mahasiswa fotografi tersebut.

    Perlu dicatat dalam lomba debat kali ini peserta untuk masing-masing prodi dibatasi hanya mengirim 1 tim saja (1 tim terdiri dari 2 orang) karena keterbatasan dana, sehingga banyak mahasiswa yang tidak mendapatkan kesempatan untuk berlaga di ajang prestisius ini sebagai sarana membentuk jiwa berkompetisi dan menunjang dunia akademis pada kalangan  mahasiswa .

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

     

     

    5.1       KESIMPULAN

    Dari hasil analisa dan observasi dari penelitian tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:

    Pengaruh penggunaan metode pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dalam proses belajar mengajar dalam kelas bahasa Inggris pada kelas fotografi semester genap tahun ajaran 2009/2010 dengan nilai akhir para mahasiswa, mempunyai efek yang positif dan berhasil dalam meningkatkan kemampuan bahasa Inggris para mahasiswa,  yang dengan metode pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) yang dimasukan dalam Satuan Acara Pengajaran (SAP) ini mampu meningkatkan nilai rata-rata A yang hanya 1,1 % pada semester genap kelas fotografi tahun 2009/2010 menjadi 50% pada semester genap kelas yang sama tahun ajaran 2009/2010.

    Sedangkan pada pengaruh penggunaan metode pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) pada kelas bahasa Inggris pada kelas Fotografi semester genap tahun ajaran 2009/2010 dengan kemampuan para mahasiswa mengikuti lomba yang berhubungan dengan bahasa Inggris yang menunjung kemampuan akademis para mahasiswa juga mempunyai efek yang positif sekali dan juga berhasil. Hal ini dibuktikan dengan perbandingan lomba debat tingkat Institut/English Debating Contest (EBC) pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2009, wakil dari kelas fotografi tidak memperoleh gelar juara maupun juara harapan akan tetapi pada lomba debat tingkat Institut/English Debating Contest 2010 wakil dari kelas fotografi menjadi yang terbaik (rangking 1) dan juara harapan III (rangking 6).

    Dari keempat (4) teori yang diungkapkan oleh H.C Lindgren dalam proses interaksi belajar mengajar di kelas, teori nomor 4 yaitu teori Interaksi optimal antara guru-siswa, dan antara siswa-siswalah yang terjadi di dalam proses belajar mengajar sehingga pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) telah berhasil dilaksanakan pada pada pelajaran bahasa Inggris semester genap kelas fotografi.

    5.2         SARAN

    Dari hasil penelitian diatas dapat diformulasikan sebuah saran tentang penambahan mata kuliah bahasa Inggris pada kelas fotografi. Sebelumnya hanya terdapat bahasa Inggris 1 pada semester ganjil dan bahasa Inggis 2 pada semester genap, sehingga sekarang diharapkan adanya mata kuliah bahasa Inggris 3 untuk menambah pembelajaran para mahasiswa dengan melihat antusiasme pada para mahasiswa kelas fotografi sehingga diharapkan kemampuan bahasa Inggris para mahasiswa fotografi lebih baik lagi sekaligus untuk menyukseskan slogan ISI Denpasar Go Internasional.

     

    BAB VI

    DAFTAR PUSTAKA

    Sa’ud, S. U. 2009. Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

    Amri, S & Ahmadi, I.K. 2010. Proses Pembelajaran Kreatif Dan Inofatif Dalam Kelas.

    Jakarta: Prestasi Pustaka.

    Anonim. 2010. Paduan National University English Debating Championship (NUEDC).

    Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

    Direktorat Akademik.

    Anonim. 2003. Buku Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Tesis Dan Disertasi. Denpasar:

    Program Pascasarjana. Universitas Udayana.

    Farisi, M.I. 1994. Laporan Penelitian Eksperimentasi model Pembelajaran The Inquiry-

     

    Conceptual Mata Kuliah Pendidikan IPS 2 Dalam Proses Tutorial PPD2. GSB.

    (serial online) Agustus., [diambil pada 5 Agustus 2010] pada: URL:

    http://www.laboraturium-umsch.id/files/

    H.C Lindgren. 1976. Cara Belajar Siswa Aktif. (serial online) Agustus., [diambil pada

    5 Agustus 2010] pada: URL: http://www.laboraturium-umsch.id/files/

    KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

    INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

     

    Jalan Nusa Indah Denpasar Telp. (0361) 236100

    E-Mail [email protected] Website : http: / /www.isi-dps.ac.id

     

     

     

     

    KUESIONER DALAM PENELITIAN PENDEKATAN CARA BELAJAR SISWA AKTIF (CBSA) DALAM PELAJARAN BAHASA INGGRIS PADA KELAS FOTOGRAFI SEMESTER GENAP TAHUN 2009/2010

    Oleh

    Putu Agus Bratayadnya

     

    Contreng jawaban anda pada pilihan “ya” dan “tidak” dan berikan alasan anda.

    1.         Apakah anda menyukai pelajaran bahasa Inggris?

    (a) ya                                          (b) tidak

    Berikan alasan untuk jawaban anda:

    …………………………………………………………………………………………………………………………            …………………………………………………………………………………………………………………………

    …………………………………………………………………………………………………………………………

    …………………………………………………………………………………………………………………………

    2.         Apakah anda pernah mendengar tentang Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)?

    (a) ya                                                                (b) tidak

    dan berikan pendapat anda tentang program tersebut?

    ……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

    …………………………………………………………………………………………………………………………

    …………………………………………………………………………………………………………………………

    3.         Apakah anda sebelumnya pernah mendengar tentang lomba debat dalam bahasa Inggris?

    (a) ya                                                                          (b) tidak

    dan apakah lomba debat tersebut dapat meningkatkan kemampuan anda dalam berbahasa Inggris?

    ………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

    …………………………………………………………………………………………………………………………

    4.         Apakah perlu didirikan English Club di ISI Denpasar sebagai wadah dalam melatih kemampuan bahasa Inggris para mahasiswa?

    (a) ya                                                                           (b) tidak

    Berikan alasan anda:

    …………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

    TERIMA KASIH

  • PAPER


    THE TRANSLATION FROM SEMANTICS MEANING OF COLOURS SYMBOLS IN “MECARU”

    (TRADITIONAL BALINESE OFFERING CEREMONY)

    by

    PUTU AGUS BRATAYADNYA

    (0690161032)

    TRANSLATION STUDIES IN APPLIED LINGUISTICS

    SCHOOL OF POST GRADUATE STUDIES

    UDAYANA UNIVERSITY

    CHAPTER I

    INTRODUCTION

    1. 1.  Background

    1.1.1.  The understand of Semantics

    Semantics, the study of meaning, stand at the very centre of linguistic quest to understand the natural of language and human abilities. Why? Because expressing meanings is what languages are all about.  Every think in a language-words, grammatical construction, intonation pattern-conspires to the realize this goal in the fullest richest, subtlest way.  To understand how any particular language works we needs to how its individual design work to fulfill its function as an intricate device for communicating meanings. Equally, semantics is crucial to the Chomskyan goal of describing and accounting for linguistic competence, that is, the knowledge that people must have in order to speak understand a language. Semantic competence is a crucial part of overall linguistic competence.

    Another concern of semantics is to shed light on the relationship between language and culture, or more accurately, between languages and cultures. Much of the vocabulary of any language, and ever, part of the grammar, will reflect the culture of the speakers. Indeed, the culture-specific concept and ways of understanding embedded in a language are an important part of what constitutes a culture. Language is one of the main instruments by which children are socialized into the values, belief systems, and practices of their culture.

    1.1.2.  The understanding of translation

    The study of translation has been dominated, and to a degree still is, by the debate about its status as an art or a science, so we shall begin with this issue.

    The linguist inevitably approaches translation from a ‘scientific’ point of view, seeking to create some kind of objective description of the phenomenon and this will be the fundamental orientation of this book. It could, however be argued that translation is an ‘art’ or a ‘craft’ and therefore not amenable to objective, ‘scientific’ description and explanation and so, a fortiori, the search for a theory of translation is doomed from the start.

    It is easy to see how such a view could have held sway in the last century, when scholars-for the most part, dilettante translators engaging in translation as a past time-were preoccupied with the translation of literary texts and, in particular, Classical authors; Latin and Greek. Not untypical is the description, by a contemporary, of the Scottish peer, Lord Woodhouselee (1747-1814) as:

    a delightful host, with whom it was a memorable experience to spend an evening

    discussion the Don Quixote of Motteux and of Smollett, or how to capture the

    aroma of Virgil in a n English medium, in the era before the Scottish prose Homer

    had changed the literary perspective north of the Tweed.

    It also understandable that the attitude should have continued into the present century, during which both translation and translation theory have been dominated at less until very recently, by Bible translation (especially Nida)

    What is less comprehensible is that the view should still persist in the closing decade of the twentieth century, when the vast proportion of translations are not literary texts but technical, medical, legal, administrative and the vast majority of translations are professionals engaged in making a living rather than whiling away the time in an agreeable manner by translating the odd ode or two on winter evenings.

    Nevertheless, the supposed dichotomy between ‘art’ and science’ is still current enough to form the title of a book on translation theory published in 1998: The science of linguistics in the art of translation, where (even though care is taken to distinguish ‘pure’ linguistic from applied linguistic) the main emphasis is still on literary translation since, we are told: ’The quintessence of translation as art is, if anything, even more patent in literary texts.

    ‘Translation’ has been variously defined and, not infrequently, in dictionaries of linguistics, omitted entirely and the following definitions have been selected (and edited) partly because they are, in some sense typical and partly because they raise issue which we will be pursuing in detail later.

    1. Traiduire c,est énoncer dans une autre langage (ou langue cible) ce qui a été énoncé dans une autre langue source, en conservant les equivalence sémantiques et stylistiques. Translation is the expression in another language (or target language) of what has been expressed in another, source language, preserving semantic and stylish equivalences. [my translation]

    There are , in spite of the differences, common features shared by the two

    definitions we have given so far, the notion of movement of some sort between language, content of some kind and the obligation to find ‘equivalents’ which ‘preserve’ features of the original. It is this notion of ‘equivalence’ which we are about to take up.

    1.2. Scope of problem

    • The translation from semantics meaning of colours symbols in “mecaru”

    (Tradition Balinese Offering Ceremony)

    Continue reading »