Gamelan Pegambuhan

April 12th, 2014

GAMBELAN PEGAMBUHAN

 gambuhKata “gambuh” di bali pada umumnya dihubungkan  dengan beberapa genre kesenian terutama seni pertunjukan yang bernama dramatari Gambuh.Kenyataannya kata “Gambuh’ memiliki daerah pemakaian yang cukup luas. Kata tersebut juga terdapat dalam bahasa Melayu, Sunda, jawa, dan di Madura juga sebuah tari yang bernama tari Gambuh. Dalam bahasa melayu gambuh berarti “terlalu kasih kepada orang yang tidak tahu terima kasih”, dalam bahasa jawa berarti Kulina (biasa, sudah melakukannya), sedangkan dalam bahasa Sunda kata Gambuh digunakan untuk menyebut nama hiasan kepala yang biasanya dipakai bersama topeng.

Istilah Pegambuhan berasal dari kata dasar Gambuh ditambah dengan awalan pe- dan akhiran –an. Khususnya di Bali istilah ini digunakan dalam arti luas yaitu untuk menyebutkan tidak hanya nama sebuah genre kesenian bali sebagai satu bentuk, akan tetapi juga untuk menyebutkan bagian-bagian pokok yang membentuk kesatuan genre tersebut. Gambelan Pegambuhan adalah sebuah orkestra tradisional Bali yang memiliki perangai lembut (soft sounding ensemble). Konstruksi harmonis yang melahirkan kesatuan perangkat (barungan) ini kendatipun didominasi alat-alat pukul, instrumen yang paling esensial bahkan dianggap sebagai ciri adalah suling jenis end-blown flute (aerophone). Di Bali suling ini disebut dengan suling Pegambuhan atau suling sikut kutus, merupakan jenis suling yang terbesar dan terpanjang. Suling yang terbuat dari bambu ini memiliki ukuran panjang sekitar 100Cm., dan garis tengah sekitar 3,5 Cm., ujung bagian atasnya tertutup sedangkan ujung bagian bawahnya terbuka.

Sebagai satu-satunya warga aerophone dalam perangkatnya, suling Pegambuhan dilengkapi dua jenis lobang yaitu lobang pengatur nada dan lobang tiup. Lobang nada yang terdiri dari enam terletak pada bagian depan, lobang tiup terletak pada ujung atas bagian belakang, lobang ini juga sering disebut dengan lobang pemanis. Lobang nada memiliki jarak yang sama, kecuali antara lobang ketiga dan keempat berjarak dua kali yang lainnya, dan bagian ini biasanya disebut dengan pengembang. Lobang kecil segi empat yang terletak pada ujung atas bagian belakang (lobang pemanis) disertai dengan irisan tipis, kemudian dilingkari dengan semacam cincin yang terbuat dari kulit bambu yang disebut siwer, sehingga ada celah dilihat dari atas akibat irisan tersebut dan bagian ini digunakan sebagai tempat meniup.

Suling Gambuh dimainkan dalam posisi diagonal, dan karena panjangnya suling, ujung bawah harus bersandar dilantai. Sementara jari-jari tangan mengatur tutupan, teknik tiupan memerlukan hembusan udara yang terus menerus yang di Bali disebut dengan ngunjal angkian (circular breathing). Teknik meniup ngunjal angkihan sangat penting dikuasai, karenan intrumen suling merupakan pemegang melodi pokok dalam gamelan Pegambuhan. Terputusnya tiupan akan berdampak pada terputus jalannya melodi, dan ini dapat membingungkan pemain instrumen yang lain dan merusak jalannya sebuah lagu.

Instrumen melodis lain dalm gamelan Pegambuhan adalah rebab. Rebab merupakan satu-satunya warga cordophone dalam gamelan Pegambuhan, instrumen melodis yang dimainkan secara unisono dengan suling. Alat gesek sejenis biola ini bentuk fisiknya terbagi menjadi lima bagian pokok yaitu kepala (bagian atas), bantang (badan penghubung), batok (badan utama), dongkrak (bagian bawah), dan sebuah pengaradan (penggesek).

Bagian kepala terdiri dari menur dan puntja (hiasan), kuping rebab yang terdiri dari klengan, kembang wong (alat pengatur ketegangan senar), dan irung-irung (lobang tempat memasukan senar dari kebagian kepala). Bantang merupakan yang menghubungkan badan utama dan kepala, dan bagian ini tempat memainkan nada dengan mengatur tutupan senar-senar yang melaluinya. Sementara senar yang berada pada bantang dimainkan dengan melepas dan menekan, senar yang berada pada bagian badan utama digesek dengan alat gesek (pengaradan). Badan utama atau batok biasanya terbuat dari batok kelapa ditutupi dengan membran yang terbuat dari babad kebo (kulit usus kerbau), direntangkan pada bagian depan badan utama. Sekarang ini rebab Bali yang terbuat dari batok kelapa sudah jarang digunakan, rebab Pegambuhan selalu didatangkan dari jawa. Rebab jawa badan utamanya terbuat dari kayu dan ukurannya relatif besar, yang ini tentu berdampak pula terhadap kualitas suara yang dihasilkan. Dongkrak adalah tangkai bagian bawah yang berfungsi sebagai kaki, sedangkan pengaradan terdiri dari batang dan arad (bulu-bulu plastik)

Senar rebab terbuat dari kuningan (biasanya dua buah) dipasang merentang dari bagian badan bawah hingga kepala. Senar ini ditegangkan dengan sebatang kayu yang disebut penyanteng, sedangkan untuk mengatur ketegangan yang berhubungan dengan tinggi rendahnya suara diatur dengan memutar kuping rebab. Senar digesekan dengan pengaradan oleh tangan kanan, sementara jari-jari tangan kiri mengatur tekanan senar keatas dan kebawah untuk menentukan nada-nada pilihan. Pola permainan rebab dan gamelan Pegambuhan seirama dan unisono dengan suling. Tidak seperti permainan rebab di jawa, bahwa rebab jawa mempunyai melodi sendiri dalam merealisisasi nada-nada pokok.

Instrumen warga ideophone yang terdapat dalam gamelan pegambuhan paling banyak jenisnya yaitu; kempur, kajar, klenang, kenyir, gumanak, ricik, kangsi, dan genrorag. Kempur, kajar dan klenang termasuk keluarga instrumen gong. Kempur relatif lebih kecil dari gong, memiliki ukuran diameter sekitar 45Cm., dengan kedalaman lingkaran sekitar 15Cm. Pada bagian tengah terdapat pencon (moncol) dengan diameter 13Cm,. Dan menonjol keluar sekitar 3Cm. Kempur dimainkan dengan menggunakan alat pukul yang disebut panggul kempur, suaranya memiliki durasi yang paling panjang dibandingkan dengan kedua keluarga gong lainnya yaitu kajar dan klenang. Kajar berukuran diameter sekitar 25Cm., dan bagian moncolnya tidak tidak menonjol keluar seperti kempur, hal ini sengaja dibuat demikian agar durasi suara kajar menjadi pendek. Kajar juga dimainkan dengan menggunakan alat pukul dari kayu yang disebut panggul kajar. Sedangkan klenang adalah warga gong terkecil dalam gamelan Pegambuhan, berukuran diameter sekitar 15Cm., juga dimainkan dengan alat pukul berbentuk batang kayu (stick). Instrumen ini diletakan diatas sebuah tempat yang disebut tatakan klenang. Klenang memiliki nada yang tinggi dan dimainkan secara imbal dengan kajar.

Dalam gamelan Pegambuhan hanya ada satu alat jenis metallophone yang disebut dengan kenyir, yaitu saron kecil berbilah tiga dengan nada yang sama. Bilah-bilah yang terbuat dari perunggu atau kerawang berukuran panjang sekitar 18Cm., lebar 4Cm, dan tebal sekitar 2 Cm.,ketiga bilah ini diletakan diatas sebuah tempat dari kayu yang diukir yang disebut pelawah, sekaligus berfungsi sebagai resonator. Kenyir dimainkan dengan alat pukul yang berbentuk hammer bercabang tiga yang terbuat dari kayu. Pola permainannya secara alternating dengan dua kali pukulan klenang.

Instrumen warga idiophone lainnya adalah kangsi (simbal mangkuk) kecil bertangkai, biasanya terdiri dari dua sampai tiga pasang. Instrumen ini juga sering disebut ricik. Kangsi dimainkan dengan membenturkan instrumen yang satu dengan yang lainnya. Gumanak adalah instrumen berbentuk sepasang tabung perunggu dengan ukuran panjang 15Cm dan diameter sekitar 2 Cm. Terdapat celah kecil membentang dari ujung satu ke ujung yang lainnya.untuk memainkannya instrumen ini diletakan dilantai, lalu dipukul dengan batang lidi sebesar lidi. Sedangkan gentorag adalah instrumen berbentuk pohon genta (bell tree), terdapat sekitar 30 genta kecil yang digantung pada beberapa batang kayu yang melintangi instrumen secara bertingkat. Alat ini dimainkan dalam posisi tegak, dengan pola permainan sederhana yaitu menggetarkan pohon genta tersebut bersamaan dengan jatuhnya pukulan instrumen kempur.Instrumen gamelan pegambuhan yang termasuk kedalam katagori warga membranophone adalah sepasang kendang yang disebut kendang pegambuhan. Apabila dilihat dari jenis dan ukurannya, kendang Pegambuhan termasuk dalam jenis kendang krumpungan. Kendang ini terbuat dari batang pihon nangka atau pohon intaran, diolah sehingga berbentuk tabung conical yang dalamnya dibuat pakelik (hourglass). Letak pakelik anatara kendang lanang dan wadon berbeda. Pada kendang lanang, pakelik dibuat persis dibuat ditengah-tengah antara mue (muka kanan) dan cang (muka kiri), sedangkan dalam kendang wadon, pakelik ditempatkan pada sekitar seperempat panjang badan dihitung dari muka kiri (cang).

Kedua ujungnya ditutup dengan kulit sapi atau kulit kerbau yang telah diparut sehingga relatif tipis. Kulit ini kemudian dicencang dengan tali yang juga terbuat dari kulit disebut jangat. Untuk menegangkan dan mengendorkan kulit yang dicencang tersebut, diatur dengan menggeser kedudukan sompe yaitu semacam cincin yang mengatur ketegangan jangat.

Kendang krumpungan mempunyai ukuran panjang sekitar 58Cm, dimeter muka kanan(mue) sekitar 25 Cm., dan diameter muka kiri (cang) sekitar 21Cm. Demikian kendang mempunyai dua muka yaitu muka kanan yang lingkarannya lebih besar disebut mue, dan muka kiri yang lingkarannya lebih kecil disebut cang. Terdapat perbedaan antara kedua muka kendang tersebut, terutama dalam hubungannya dengan jenis suara yang dikeluarkan. Masing-masing muka mengluarkan suara yang berbeda, demikian juga stiap muka mampu mengeluarkan suara lebih dari satu jenis. Antara kendang lanang dan wadon juga terdapat perbedaan ukuran dan jenis suara tut (muka kanan), pek, peng, pung (muka kiri), sedangkan kendang wadon jenis suaranya adalah dag(muka kanan), ka, kom (muka kiri)

Selain alat-alat instrumental, gamelan Pegambuhan juga didukung oleh musik vokal yaitu seorang penyanyi yang disebut juru tandak. Juru tandak ini menyanyi dalam irama bebas, namun masih mengikuti poko lagu yang dimainkan oleh alat-alat instrumental. Fungsinya ilustratif yaitu mereka pada umumnya satu orang, tapi kadang-kadang juga lebih dari satu tergantung keputusan.

Sumber : BUKU GAMELAN PEGAMBUHAN “TAMBANG EMAS” KARAWITAN BALI (I GEDE ARYA SUGIARTHA,S.Skar,M.Hum)

Comments are closed.