KAKAWIN HARIWANGSA

21 July 2010 | Lainnya

LATAR BELAKANG :

Kakawin Hariwangsa ditulis oleh Mpu Panuluh pada zaman pemerintahan Prabu Jayabaya dari Kerajaan Kediri,  pada tahun 1135-1157. Cerita ini bisa  dikatakan  beraroma khas Nusantara, karena banyak hal yang berbeda dengan kisah aslinya di India. Ada hal yang sekaligus menarik dan janggal terjadi dalam kakawin ini, yaitu bagaimana para Pandawa bersama-sama dengan para Korawa yang merupakan musuh bebuyutan para Pandawa  bisa-bisanya   dilukiskan memerangi prabu Kresna, sekutu mereka yang paling setia. Barangkali ada maksud tertentu mengapa Pandawa bisa memerangi Prabu Kresna, mengapa musuh bebuyutan Prabu Kresna bisa berdamai dan semuanya berakhir baik    bagi segala pihak.  Hal seperti ini tidak muncul dalam sastra epis (wiracarita) di India dan ini menunjukkan sifat Indonesiawi dari kakawin ini. Bahkan ada pakar yang menduga bahwa kakawin ini sebenarnya adalah sebuah naskah lakon yang maksudnya dipentaskan untuk pertunjukan wayang.

Kakawin Hariwangsa adalah sebuah karya sastra Jawa Kuna. Sedangksn Hariwangsa sendiri bermakna wangsa Hari, Garis Keturunan Wisnu.  Akan tetapi Kakawin Hariwangsa hanya berupa petikan tentang perkawinan Prabu Kresna dengan Dewi Rukmini. Cerita yang dikisahkan dalam bentuk kakawin ini adalah cerita ketika sang prabu Kresna, titisan batara Wisnu ingin menikah dengan Dewi Rukmini, dari negeri Kundina, putri prabu Bismaka.  Dimana Dewi Rukmini adalah titisan Dewi Sri yang merupakan istri dari betara Wisnu.

ISI CERITA

Alkisah di Negeri Dwarawati Sang Kresna yang telah beranjak dewasa dan berkeinginan untuk  mencari istri namun  tidak ada satupun berkenan dihati. Kresna yang merupakan titisan Wisnu  sangat merindukan titisan Dewi  Sri yang tidak diketahui dimana dan siapa namanya.  Untuk  menentramkan hatinya yang sedang kasmaran, maka berjalan-jalanlah dia ke  taman di belakang istana. Ketika di taman tersebut Kresna mendapat kunjungan batara Narada.  Batara Narada mengatakan bahwa  calon istrinya, seseorang yang merupakan titisan Dewi Sri, telah turun ke dunia di negeri Bismaka.  Titisan Dewi Sri  tersebut bernama Dewi Rukmini dan merupakan putri prabu Bismaka. Akhirnya Kresna merasa girang karena apa yang  selama ini  ada dalam mimpinya  sebentar lagi menjadi kenyataan. Dia memikirkan cara yang paling baik untuk mendapat Dewi Rukmini. Terbersit dalam benaknya untuk  datang menghadap ke Negeri Bismaka dan menyampaikan lamaran kepada Prabu Bismaka. Namun diurungkan karena takut  kalau ditolak, betapa malu hatinya.  Kalau dengan jalan perang juga tidak berkenan dihatinya. Akhirnya Kresna memutuskan membuat surat kepada Sang Prabu untuk meminang Dewi Rukmini dan mengutus pengasuhnya yang bernama I Priambada.

Sesampainya di puri Bismaka  I Priambada minta tolong kepada Ni Kesari yang merupakan dayang kesayangan Sang Dewi. Ni Kesari menghadap Dewi Rukmini dan menyampaikan bunga cempaka dan cincin yang bermata mutu manikam titipan dari Prabu Kresna.  Ni kesari lupa menyampaikan surat cinta dari Sri Kresna akhirnya surat itu diletakkan di bawah cermin tempat sang dewi berhias. Surat yang berisi segala bujuk rayu dari Kresna membuat hati sang Dewi menjadi gundah gulana dan gelisah sepanjang  hari. Wajah Kresna seperti terbayang-bayang di pelupuk mata.

Di lain tempat diceritakan Hyang Bhagawan  Narada turun ke kerajaan Kundina. Beliau memberi kabar kepada Raja Jarasanda bahwa Kresna mempunyai niat akan menculik diah Rukmini.  Raja Jarasanda diperintahkan menyampaikan kabar ini kepada Raja Bismaka. Akhirnya Prabu Jarasanda menyampaikan hal itu dan menghasut   prabu Bismaka agar menikahkan sang Dewi dengan Prabu Cedi. Prabu Bismaka setuju dengan perjodohan itu. Setelah perundingan selesai Prabu Jarasanda memberitahu Prabu Cedi akan perjodohannya dengan Dewi Rukmini.  Raja Cedi kaget dan girang bukan kepalang bagaikan kejatuhan bulan  karena   dulu lamarannya ditolak oleh sang Dewi  akhirnya akan bersanding pula dengan sang Dewi. Pesta pernikahan disiapkan dengan meriah dan para tamu dari negeri tetangga dan para raja telah hadir.

Diceritakan Dewi Rukmini bersedih hati karena tidak setuju dengan perjodohannya. Hampir saja dia bunuh diri. Akan tetapi dicegah oleh dayangnya dan diingatkan tentang surat dari Kresna yang belum dibalas. Akhirnya dewi Rukmini membalas surat Sri Kresna dan  berniat untuk melarikan diri bersama Kresna.  Sehari sebelum hari pernikahannya Dewi Rukmini melarikan diri dengan Sri Kresna atau yang sering disebut Sang Hyang Hari.

Seisi puri menjadi gempar. Raja Jarasanda murka, akhirnya dia membuat siasat untuk memerangi Kresna. Semua raja-raja diajak bersekutu termasuk Korawa. Dia juga minta pertolongan kepada Para Pandawa dan mengutus  Sang Citrasena. Dengan berat hati Raja Yudhistira menyanggupi untuk membantu walaupun ditentang mati-matian oleh Bimasena. Setelah  utusan Jarasanda pergi  datanglah utusan Sri Kresna  sang Udawa yang menyampaikan kepada Raja Yudhistira agar tidak ikut berperang karena Sri Kresna tidak pernah takut oleh musuh siapapun  dan tidak akan mengampuni siapapun. Prabu Yudhistira sangat bingung ia merasa menyesal karena tidak bisa menuruti nasehat Sri Kresna yang merupakan sahabat setia dan yang membantu Yudhistira menjadi raja. Dengan berat hati ia menyampaikan akan tetap ke medan laga karena sudah terikat janji  dengan Prabu Jarasanda. Sang Udawa merasa sedih dengan jawaban sang Yudhistira dengan berat hati dia melaporkannya kepada Sri Kresna.

Pada akhirnya perang tak dapat dielakkan lagi, tempat perang tanding  berubah menjadi lautan darah. Raja-raja sekutu  Jarasanda semua  gugur, bahkan Jarasanda sendiripun gugur.   Begitu juga Sang Kurupati,  Prabu Bismaka, Sang Bagadata, Sang Karna, Prabu Cedi, Sang Nakula, Sahadewa, Sang Bima gugur pula. Karena melihat adik-adiknya tewas Sang Yudhistira pun ikut berperang. Namun Sri Kresna mengeluarkan senjata yang sangat sakti sehingga Yudistira pingsan roboh jatuh ke ibu pertiwi. Melihat kakaknya pingsan Arjuna membalas dengan mengeluarkan berbagai macam senjata sakti. Begitu pula dengan Kresna. Perang senjata, perang ilmu kanuragan  tiada henti. Akhirnya mereka   ingat  mereka adalah  titisan Sang Hyang Narayana. Keduanya berubah  bertangan empat, menjadi wisnu murti. Untuk memisahkan mereka Betara Wisnu turun dari sorga diiringi oleh para Dewata-Dewati dan Para Resi di langit.

Pada saat itu Yudhistira sudah siuman dan menyembah  serta memohon kepada Dewa Wisnu agar keadaan berubah  seperti sediakala dan menghidupkan kembali yang gugur dalam perang. Dewa Wisnu akhirnya mengembalikan keadaan semula semua yang mati  dihidupkan kembali  dan bahkan  mereka memiliki sikap welas asih menjadi lebih baik perselisihan pun terselesaikan dengan baik.

Diakhir cerita  diceritakan semua hidup kembali serta memiliki sikap welas asih  dan mereka bersama-sama menghadiri pernikahan Sang Prabu Kresna dengan Dewi Rukmini di Puri Dwarawati

TOKOH-TOKOH :

–                      Prabu Kresna, Dewi Rukmini, Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula-Sahadewa, Prabu Bismaka, Prabu Cedi, Prabu Jarasanda, Bhagawan Narada. Betara Wisnu, Baladewa, Sang Duryodana dan para Korawa, Sang Karna, Citrasena, Udawa, Ni Kesari dan I Priambada.

TEMA

Kakawin Hariwangśa, menceritakan perjalanan hidup Wisnu dalam bentuk Awatara Kresna, dan mengisahkan perkawinan Kresna dan Rukmini (abad 12, mpu Panuluh jaman Jayabaya 1135-1157 M). Adapun tema dari kekawin ini adalah  Sebagai seorang kesatria harus selalu menegakkan dharma tanpa memandang resiko terhadap dirinya. Contohnya dalam kakawin ini adalah sikap Prabu Yudhistira yang seorang kesatria mau membantu  Prabu Jarasanda dan  bergabung dengan Korawa musuh bebuyuta mereka untuk memerangi Kresna yang merupakan sahabat setia mereka dan pelindung mereka.


Comments are closed.