pembuatan topeng

PROSES PEMBUATAN TOPENG

Dalam proses pembuatan topeng kreasi ini membutuhkan waktu 3 hari sampai proses finishing. Jika topeng ini menggunakan kayu waru, kita cukup mempolish dengan semir sepatu warna putih biar kelihatan mengkilap. Kalau menggunakan kayu pule, kita mesti mewarnai dasar dengan cat warna putih terlebih dahulu sebagai warna dasar, baru setelah itu dilapisi dengan warna yang diinginkan.
Proses pembuatan topeng ini, awalnya kita pilih kayu waru warnanya yang bagus dan tua tentunya. Kayu-kayu ini biasanya pengerajin mendapatnya dari penadah yang ada di sekitaran desa Mas. Para penjual kayu mengaku mereka mendapatkan dari pinggir sungai, sawah, pekarangan rumah dan ladang, karena kayu ini biasanya hidup atau tumbuh bagus di areal sawah.
Awal potong kayu sesuai ukuran topeng, lalu kita potong kayu tersebut, setelah itu kita belah bagi dua dengan pemaji, alat yang digunakan untuk membelah kayu. Setelah proses pembelahan baru kita bentuk kayu tersebut sesuai dengan topeng apa yang akan kita buat. Proses ini disebut makalin (membentuk wajah).
Makalin ini kita menggunakan Kapak dan Timpas (kapak yang lebih panjang dan rada cekung). Setelah makalin, baru masuk ke tahap maet (memahat) dengan pahat. Jenis pahat pun banyak jenisnya
dari pemuku (Pahat rada cembung) sampai pengancap (pahat yang datar). Dari proses inilah kita membuat lekuk-lekuk rauh dari topeng. Proses ini
penting karena akan membentuk wajah topeng seperti apa yang kita inginkan. Tahap ini membutuhkan waktu yang paling lama. Setelah proses ini selesai barulah masuk ke proses penghalusan dari bekas pahatan. Dalam proses ini kita menggunakan pisau kecil yang disebut Pemutik. Pemutik ada dua macam, yaitu : Mutik dan Pangot. Mutik bentuknya lurus panjangnya pisaunya kira-kira 5 cm dan Pangot bentuknya lengkung digunakan untuk
menghaluskan (tahap I) rautan topeng yang cekung. Inilah yang kita gunakan untuk menghaluskan dan membentuk rautan topeng secara mendetail, seperti alis, bibir dan mata topeng. Setelah terbentuk wajah topeng sekarang kita tinggal menghaluskanya saja (tahap II). Proses menghaluskan ini kita menggunakan amplas keras dengan cara menggosokkan secara perlahan-lahan dalam satu arah sesuai bentuk dan lakukan topeng.
Setelah itu kita kembali amplas dengan amplas yang halus, proses amplasnya sama dengan yang diatas. Setelah alus baru kita bersihkan topeng dengan lap atau sikat. Kalau kayu waru, setelah rada mengkilap, baru kita selesai menyikat dan langsung di polish/semir. Proses mensemir kita lakukan dua kali. Setelah kering semiran kita yang pertama lalu kita sikat lagi dan semir lagi. Setelah kering kita sikat dan lap sampai mengkilap. Baru kita kasi tali pengikat buat dipakai atau pun digantung.
Sama halnya dengan topeng yang dicat. Setelah selesai diamplas baru kita cat dengan Cat tembok paragon putih. Setelah didasari sampai 20 kali (untuk mendapatkan hasil yang maksimal) baru masuk ke tahap selanjutnya yaitu mewarnai sesuai selera dan pesanan mungkin, biasanya dalam tahapan ini kita menggunakan warna Akrelik sampai 5-10 kali sesuai keinginan kita apakah agak tebal atau rada tipis sekalian membentuk goresan warna untuk alis, warna bibir dan sebagainya, tentunya pengeringan dilakukan di bawah sinar matahari yang bagus. Setelah selesai proses itu dan warna topeng kering, baru kita oleskan cairan pengkilap cat. Sebanyak 3 – 5 kali dengan pencahayaan sinar matahari yang full. Barulah dikasi tali sama seperti topeng waru dan siap di pajang atau pun ditarikan. “ smile with mask”, tersenyumlah bersama topeng.

ADI PARWA

ADIPARWA

 

 

 

Adiparwa (bahasa Sanskerta: adalah buku pertama atau bagian (parwa) pertama dari kisah Mahabharata. Pada dasarnya bagian ini berisi ringkasan keseluruhan cerita Mahabharata, kisah-kisah mengenai latar belakang ceritera, nenek moyang keluarga Bharata, hingga masa muda Korawa dan Pandawa). Kisahnya dituturkan dalam sebuah cerita bingkai dan alur ceritanya meloncat-loncat sehingga tidak mengalir dengan baik. Penuturan kisah keluarga besar Bharata tersebut dimulai dengan percakapan antara Bagawan Ugrasrawa yang mendatangi Bagawan Sonaka di hutan Nemisa.

 

Cerita Begawan Ugrasrawa (Ugraçrawā) mengenai terjadinya pemandian Samantapañcaka dan tentang dituturkannya kisah Mahabharata oleh Begawan Waisampayana (Waiçampāyana). Kisah panjang tersebut dituturkan atas permintaan maharaja Janamejaya, raja Hastinapura, anak mendiang prabu Parikesit (Parīkşit) dan cicit Pandawa. Begawan Waisampayana bermaksud menghibur sang maharaja atas kegagalan kurban ular (sarpayajña) yang dilangsungkan untuk menghukum naga Taksaka, yang telah membunuh raja Pariksit.

Selain itu sang Ugrasrawa juga menjelaskan ringkasan delapan belas parwa yang menyusun Mahabharata; jumlah bab, seloka (çloka) dan isi dari masing-masing parwa.

Cerita dikutuknya maharaja Janamejaya oleh sang Sarama, yang berakibat kegagalan kurban yang dilangsungkan oleh sang maharaja

Cerita Begawan Dhomya beserta ketiga orang muridnya; sang Arunika, sang Utamanyu dan sang Weda. Dilanjutkan dengan ceritera Posya, mengenai kisah asal mula sang Uttangka murid sang Weda bermusuhan dengan naga Taksaka. Oleh karenanya sang Uttangka lalu membujuk Maharaja Janamejaya untuk melaksanakan sarpayajña atau upacara pengorbanan ular.

Cerita asal mula Hyang Agni (dewa api) memakan segala sesuatu, apa saja dapat dibakarnya, dengan tidak memilah-milah. Serta nasihat dewa kepada sang Ruru untuk mengikuti jejak sang Astika, yang melindungi para ular dan naga dari kurban maharaja Janamejaya.

Ceritera Astika; mulai dari kisah sang Jaratkāru mengawini sang Nāgini (naga perempuan) dan beranakkan sang Astika, kisah lahirnyanaga dan garuda, dikutuknya para naga oleh ibunya agar dimakan api pada kurban ular, permusuhan naga dengan garuda, hingga upaya para naga menghindarkan diri dari kurban ular.

Cerita asal-usul dan sejarah nenek moyang Kurawa dan Pandawa. Kisah Sakuntala (Çakuntala) yang melahirkan Bharata, yang kemudian menurunkan keluarga Bharata. Sampai kepada sang Kuru, yang membuat tegal Kuruksetra; sang Hasti, yang mendirikan Hastinapura; maharaja Santanu (Çantanu) yang berputra Bhîsma Dewabrata, lahirnya Begawan Byasa (Byâsa atau Abiyasa) –sang pengarang kisah ini– sampai kepada lahirnya Dhrestarastra (Dhŗţarāstra) –ayah para Kurawa, Pandu (Pãņdu) –ayah para Pandawa, dan sang Widura.

Cerita kelahiran dan masa kecil Kurawa dan Pandawa. Permusuhan Kurawa dan Pandawa kecil, kisah dang hyang Drona, hingga sangKarna menjadi adipati di Awangga.

Cerita masa muda Pandawa. Terbakarnya rumah damar, kisah sang Bima (Bhîma) mengalahkan raksasa Hidimba dan mengawini adiknya Hidimbî (Arimbi) serta kelahiran Gatutkaca, kemenangan Pandawa dalam sayembara Drupadi, dibaginya negara Hâstina menjadi dua untuk Kurawa dan Pandawa, pengasingan sang Arjuna selama 12 tahun dalam hutan, lahirnya Abimanyu (Abhimanyu) ayah sang Pariksit, hingga terbakarnya hutan Kandhawa tempat naga Taksaka bersembunyi.

Ringkasan isi Kitab Adiparwa

Adiparwa dituturkan seperti sebuah narasi. Penuturan isi kitab tersebut bermula ketika Sang Ugrasrawa mendatangi Bagawan Sonakayang sedang melakukan upacara di hutan Nemisa[1]. Sang Ugrasrawa menceritakan kepada Bagawan Sonaka tentang keberadaan sebuah kumpulan kitab yang disebut Astadasaparwa, pokok ceritanya adalah kisah perselisihan Pandawa dan Korawa, keturunan SangBharata. Dari penuturan Sang Ugrasrawa, mengalirlah kisah besar keluarga Bharata tersebu

PENGETAHUAN KARAWITAN BALI

Semara Pagulingan (laras pelog system 7 nada) :
Sesungguhnya menurut lontar “tutur catur muni”, ansambel/barungan samara pagulingan adalah salah satu dari 4 (empat) barung gambelan yang disebut-sebut. Keempat barungan itu yalah :
– samara pagulingan, untuk iringan tarian barong singa.
– samara patanglan, untuk iringan tarian legong
– samara pandirian, untuk iringan tarian barong keket
– samara palinggih, untuk iringan tarian jogged pingitan
Sesuai dengan lontar tutur catur muni-muni, maka alat-alat yang menjadikan kesatuan ansambel/barungan-barungan di atas seperti berikut :

Semara Pagulingan :
– satu tungguh terompong, memakai 14 pencom
– dua pasang gangsa pamade, a, memakai 7 nada
– dua pasang gangsa kantil, a, memakai 7 nada
– sepasang curing, a, memakai 14 bilah
– sepasang panyacah, a, memakai 7 nada
– sepasang jublag, a, memakai 7 nada
– sepasang jegogan, a, memakai 7 nada
– sebuah rebab
– dua batang suling bebarangan/suling pegongan (?)
– sepasang kendang krumpungan lanang-wadon
– sebuah kajar
– sebuah klenang
– sepancar genta orag
– satu pangkon gecek

Semara Petangian :
– sebuah kempul
– sebuah kenong (gantung)
– sebuah kajar
– sepasang gupekan lanang wadon
– sebuah rebab
– dua buah suling (besar)/suling pegambuhan (/)
– dua buah suling barangan/suling pegongan (?)
– sepasang gender (besar)
– sepasang jegogan
– sepasang jublag
– sepasang panyacah
– sepasang kantilan
– sepasang gangsa menengah
– sepasang gangsa (kecil)
– tiga buah gumanak
– satu pancar genta orag
– tiga tumpuan gecek
– dua tumpuan kecek menengah
– satu tumpu kecek besar

Semara Pandirian :
– sebuah kempul
– satu tumpu kemprung
– sebuah kemong jongkok
– sebuah kendang wadon
– sebuah bende /kala-kala
– sebuah rebab
– dua buah suling besar/suling pegambuhan (?)
– dua buah suling bebarangan/suling pegongan (/)
– sepasang jegogang
– sepasang jublag
– sepasang panyacah
– sepasang kantil
– sepasang gangsa manengah
– sepasang gangsa kecil
– tiga buah gumanak
– satu pancar genta orag
– tiga buah gecek kecil
– tiga buah kecek menengah
– sebuah kecek besar

Samara Palinggihan :
– sebuah kempul
– sebuah kemong gantung
– sebuah kemong jongkok
– sebuah kendang lanang
– sebuah rebab
– dua batang suling besar/suling pegambuhan 9?)
– dua batang suling bebarangan/suling pegongan(?)
– sebuah terompong besar
– satu lajur terompong bebarangan
– sepasang curing besar
– sebuah curing bebarangan
– sepasang jegogan
– sepasang jublag
– sepasang panyacah
– sepasang gangsa besar
– sepasang gangsa manengah
– tiga buah gumanak manengah
– satu tumpuan kangsi manengah
– dua tumpuan ricik kecil
– satu tumpuan ricik manengah
Gending-gending samara pagulingan, antara lain :
– tabuhgari
– terong
– langsing tuban
– subandar
– samaradas
– lengker
Selain itu juga ada
Patutan Semar Pagulingan Saihpitu yang ada di Pura Bale Batur Kamasan
– Patutan selisir
– Patutan tembung
– Patutan sunaten
– Patutan baro
– Patutan lebeng
Macam Patutan Semar Pagulingan Saih Pitu ASTI Denpasar
– Patutan selisir
– Patutan tembung
– Patutan sunaten
– Patutan baro
– Patutan lebeng

gamelan selonding tatasan

 Asal Usul Gamelan Selonding.

Sebagai daerah yang berlandaskan seni dan budaya, di Bali sering kali diadakan suatu pertunjukan. Selain sebagai pengiring upacara keagamaan, seni di Bali juga sering dipertunjukan sebagai seni hiburan (profan). Gambelan Slonding merupakan ciri khas gambelan yang ada di Desa Tgananan Pegringsingan.

Gamelan Slonding adalah gamelan khas Kabupaten Karanggasem. Slonding merupakan gamelan golongan tua,dimana gambelan tersebut tidak banyak dipergunakan kendang,bahkan ada yang sama sekali tidak mempergunakan kendang seperti Slonding,Gender Wayang,gambang dan Caruk.gambelan sakral yaitu Slonding yang terbuat dari besi yang hanya terdapat di daerah Karangasem yaitu di Desa Teganan Pegringsingan dan di desa Bongaya.diduga juga ada gambelan slonding yang dibuat dari kayu,namun sampai saat ini instrumen itu belum dijumpai.nama lengkap dari slonding besi di Teganan Pegringsingan ialah Bhatara Bagus slonding yang berarti slonding adalah Leluhur yanng Maha Kuasa.

Kata slonding diduga berasal dari kata Salon dan Ning yang berarti tempat suci.dilihat dari fungsinya bahwa Slonding adalah sebuah gambelan yang dikramatkan atau disucikan.gambelan tersebut memiliki ukuran bilah-bilah besi yang panjang dan besar,dibandingkan dengan gambelan lainnya di Bali dan dimulai dengan nada nding.

Mengenai sejarah gambelan Slonding ini belum diketahui orang.ada sebuah mithology yang menebutkan bahwa pada zaman dulu orang-orang Tenganan mendengar suara gemuruh dari angkasa dan suara itu datangnya bergelombang.pada gelombang pertama suara itu turun di Bongaya (sebelah Timur Laut Tenganan) dan pada gelombang ke dua suara itu turun di Tenganan Pegringsingan.setelah suara itu sampai di Bumi tenyata diketemukan gambelan Slonding yang berjumlah tiga bilah.bilah-bilah itu lalu diturunkan lagi dan kini gambelan Slonding di Tenganan Pegringsingan terdiri dari delapan tungguh yang berisi empat puluh bilah.dimana bilah-bilah gambelan berukuran besar dan kecil yang dibentuk sedemikian rupa sehingga menjadi seperangkat gambelan Slonding yang sakral.semakin lama gambelan Slonding tersebut semakin berkembang dan diminati masyarakat,lalu lahirlah laras Slonding yang bebeda dari desa Teganan Pegringsingan,dimana laras yang baru agar bisa dijadikan sarana hiburan.namun dari pebedaan laras tersebut dapat juga digunakan sebagai sarana Upacara.dimana gambelan selonding tersebut dipakai untuk mengiringgi upacara sakral yaitu megeret pandan yang ada di desa Teganan Pegringsingan.lalu gambelan tersebut hanya boleh dipergunakan sebagai upacara piodalan dan tidak boleh dipergunakan untuk upacara gaben.namun seorang seniman dan pengerajin gambelan igin memiliki ciri khas Slonding yang dimana bentuk gambelan Slonding tersebut berbeda dengan di desa adat Teganan Pegringsingan,bentuk tersebut tidak memakai bertias melainkan merempat.namun bentuk pelawahnya begitu agak besar dari Slonding yang ada di Teganan Pegringsingan.semakin berkembangnya gambelan Slonding,gambelan tersebut juga sering dipakai sebagai sarana hiburan,dimana dipakai untuk menguringgi pembukaan acara Denpasar Festival yang diadakan di Denpasar(KODYA) yang baru-baru ini diadakan

 Fungsi

Awalnya, gamelan Slonding itu berfungsi sebagai sarana pegiring upacara Megeret pandan yang ada di Desa Teganan Pegringsingan.namun sekarang gambelan Slonding juga dipkai sebagai saran pembuka dalam acara kegiatan acara Denpasar Festival yang diadakan di Denpasar (Kodya),sebagai sarana hiburan dan lain-lain. Maka gambelan Slonding sekarang semakin banyak peminatnya dan juga sering dipakai untuk acara pertunjukan dan upacara.

Perkembangan Gamelan Selonding

Gamelan Selonding yang diamati sekarang ini telah mengalami  perkembangan. Oleh karena itu bentukny agak dikit berbeda dengan Slonding yang ada di Teganan Pegringsingan dan juga laras.kemudian dengan munculnya banyak seniman dan pengerajin gambelan Slonding,dari seniman Bapak Dewa Kopang dan Pengarajin I Made Jana membuat laras yang berbeda yang ada di Desa Teganan Pegringsingan.dimanapula bentuk gambelan tersebut tidak bertias melainka mer empat.kemudian semakin berkembangnya Slonding tersebur sering dipakai acar PKB.dimana juga gambelan Slonding tersebut juga pernah dipakai untung mengiringgi tari Topeng,namun ditambahny instrumen kendang,gong,kempur,kajar dan lain-lain.oleh karena itu gambelan Slonding saat ini sangat diminati masyarakat.dimana sekarang masing-masing daerah di Denpasar udah banyak yang memiliki.

Gamelan Slonding ini mungkin saja berkembang di Kabupaten Karangasem,Denpasar,Badung,Gianyar,Bangli dan lain-lain.namun sekarang gambelan Slonding sudah ada di kampus ISI Denpasar saja (sepengetahuan penulis).

 

Jenis Gending

Gending-gending yang dapat dimainkan dalam gamelan Slonding adalah Gending-gending Geguron,gending-gending petegak,gending-gending untuk mengiringgi tari dan gending Slonding yang asalnya dari gending Gambang.

Gending-gending geguron :

a. . Ranggatating.

b . Kulkul Badung.

c . Darimpog.

d . ,Kebogerit.

e . Dewa.

f . Blegude (penutup upacara).

g . Ranggawani (untuk menyimpan Bhatara Bagus Slonding).

Gending-gending petegak :

a . ,Sekar gadung.

b . Nyangnyangan.

 

Sejarah Seniman Alam di Banjar Tatasan Kelod

OM SWASTYASTU.

 

Nama           : I Made jana.

Jenis             : laki-laki.

Tempat lahir:Br tatasan kelod dpsr utara.

Pendidikan   :SMA.

Pekerjaan     : PNS.

 

Belajar kesenian:

Saya sebagai seniman alam mulai belajar menabuh gambelan pada thn sebagai berikut:

Thn 1971 belajar menabuh gender wayang di Sukawati,denpasar dan sekitarnya,sehingga mendapat setyl gending yang berbeda.

Thn 1974 mulai belajar mekendang gilak dan tabuh lelambatan.

Thn 1976 mulai menbuh barunggan gambelan Gong kebyar.

Thn 1976 ikut rombongan kesenian KOKAR ke Surabaya(Pura jagat krana).

Thn 1980 sudah mulai ikut sekhe gong yang ada di Banjar-banjar.

Thn 1979 ikut berartisipasi didalam HSR (Himpunan Seniman Remaja).

Thn 1980 lagi belajar ke Br Geladag (Pak Kale).setelah itu memplajari mekendang krumpunggan ke Br Buagan bersama A.A Putu Griya(almarhum).

Thn 1982 sudah mulai ngajar menabuh di sekhe sekhe Br yang ada d Denpasar maupun di Puri.

 

 

Thn 1983 sudah nabuh/honor di keluarga kesenian Bali di RRI.

Thn 1983 sudah menjadi PNS pada kantor Departemen Penerangan(staf pertunjukan rakyat).setelah itu ikut selaku peserta festival Pertunjukan Rakyat tingkat Nasioanal di Jakarta,dengan menampilkan suatu kesenian khas Bali.lalu thn-thn yang berikutnya mulai menyebarkan ilmu kepada masing-masing orang.setelah itu mulai memplajari cara membuat gambelan dan juga menjual gambelan sampai sekarang.

 

 

Demikianlah persentasi tentang sejarah seniman alam yang bias saya sampaikan,jika ada kesalahan kata saya minta maaf yang sebesar-besarnya.

 

OM SHANTI, SHANTI, SHANTI, OM.