Sejarah Berdirinya Gambelan Di Pura Maospahit

Sejarah berdirinya gambelan di Pura Maospahit(Jeroan)..

Perlu kita mengetahui informasi mengenai periodisasi atau angka tahun yang menunjukkan sejarah kelahiran seni sacral Barong Swari di tatasan,baik yang bersumber dari tuturan lisan oleh para tetua karma banjar maupun dari sumber-sumber tertulis dapat dikatakan tidak ada atau tidak diketahui.yang ada hanyalah berupa dogeng atau lebih tepat disebut legenda yang dituturkan secara turun temurun.adapula sebelum lahirnya sejarah gambelan,perlu diketahui bahwa palungan batu berbentuk agak lonjong tersebut secara factual ada di pelataran dalam(jeroan)Pura Maospahit,tepatnya terletak di sebelah barat laut dari meja batu(Dolmen).masyarakat pengempon Pura Maospahit sering menyebut palungan batu tersebut dengan nama batu pesiraman.

           Terlepas dari legenda seperti diuraikan di atas,kami mencoba memberikan analisa dan penafsiran sehubungan dengan dugaan sejarah kelahiran gambelan di Pura Maospahit dan fungsi serta maknanya bagi kelangsungan kehidupan masyarakat tatasan.gambelan di Pura Maospahit berdirinya kira-kira thn 48 dengan terdapat gender rambat,gangse,kantil,jublag,jegog,riong,gong,terompong dan lain-lain.tetapi bahan gambelan tersebut berbeda degan bahan gambelan yang sekarng,karena gambelan ini suaranya sangat jernih ketimbang dengan gambelan yang sekarang.namun sebelum gambel ini dibuat lengkap,gambelan ini dulunya adalah gambelan pelegonggan dimana hanya terdiri dari gender rambat,jublag,jegog,kantil dan pemade.namun terompong dan riong tidak ada.oleh karena itu gambelan pelegonggan ini berdirinya lebih awal,akan tetapi tidak ada yang jelas mengetahui kapan berdirinya gambelan tersebut.namun gambelan sekarang dipakai hanya mengiringgi sesolahan Ratu Ayu pada sasih kenem atau purame kapat.demikianlah yang bisa saya informasikan atas berdirinya sejarah gambelan yang ada di Pura Maospahit.

Komentar Video Cymbran Show

OM SWASTIASTU

Sinopsis Cymbran Show : Damai, aman dan sejahtera, merupakan suatu hal yang sulit dicapai pada saat ini. Hal itu tak lepas dari sifat manusia yang kurang berpikir panjang dalam menyelesaikan suatu masalah, sehingga hanya pertikainlah yang selalu menjadi jalan keluar untuk menyelesaikan permasalahan.Dari realita itulah karya seni music Cymbran Show ini tercipta. Dengan mempergunakan media music cymbal dan membrane, penata mencoba untuk mengolah berbagai instrumen seperti kendang, bedug, drum dan cymbal sebagai ungkapan dari realita di atas. Karya ini juga sarat akan makna perdamain dan memberi pesan untuk selalu menjunjung tinggi rasa perdaamain agar semua elemen masyarakat dapat merasakan kehidupan yang damai, aman dan sejahtera. Pendukung Karawitan :ST. Dwi Tunggal Ubung.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sebuah pertunjukan diantaranya sound system, Lighting System.

 

            Dalam video ini pengaturan terhadap suaranya kurang pas, dilihat dari video tersebut,kurangnya kedegeran suara kendang,sehingga suara yang lebih menonjol yaitu suara drum dan bedug. Dalam dunia Audio profesional, sebuah mixer apakah itu analog maupun digital, atau juga disebut soundboard / mixing desk (papan suara) adalah sebuah peralatan elektronik yang berfungsi memadukan pengaturan jalur  dan mengubah level, serta harmonisasi dinamis dari sinyal audio. Disini Audio mixer akan menjadi bagian penting sebagai titik pengumpul dari masing masing mikropon yang terpasang, mengatur besarnya level suara sehingga keseimbangan level bunyi akan dapat dicapai sebelum diperkuat oleh amplifier.

Pemain bedug posisiny kurng bagus,sehingga pemain kendang yang belakang bedug kurang kelihatan.adapula kurangnya sinar lampu pada seseorang yang ujian dalam garapan tersebut,sehingga agak kurng jelas seseorng yang ujian.adapula kurangnya sebuah teraf yang dipakai,sehingga suatu pertunjukan akan menjadi lebih jelas terlihat.

biodata diri

NAMA : PANDE NYOMAN KARYANA

NIM      : 2010 02 029

JUR.     : SENI KARAWITAN

HOBI    : MAIN GAMELAN BALI DAN MUSIK GAMELAN NUSANTARA

CITA- CITA  : INGIN MENJADI SENIMAN YANG DIKENAL DAN  BISA DITRIMA DI MASYARAKAT

AGAMA    : HINDU

STATUS  : MAHASISWA

MELANJUTKAN DI INSTITUTE SENI INDONESIA DENPASAR TAHUN 2011

 

 

 

Asal mula berdirinya suatu Br TATASAN.

Lurah kepandean menurunkan putra 3 orang antara lain adalah:

  1. I Tatasan (Jenak) di Tatasan Badung.

2.    I Tusan    (Jenak) di Tusan Klungkung.

3     I Putih Dahi (Jenak) di Budaga Klungkung.

Dari disinilah I tatasan disebutkan dalam prasasti Pura Kawitan Dalem Pande Majapahit menyebutkan warganya yang ada di sekitar lingkunggan pura tersebut membuat suatu bale banjar yang dinamakan Br Pande Tatasan,setelah kemudian baru perubahan bale banjar dan anggotanya,

Terjadilah bale Br Tatasan di pecah menjadi 2 yaitu Br Tatasan  Kelod dan Br Tatasan Kaja, Desa Tonja Denpasar Utara (Kodya Dpsr).

Demikianlah sejarah Br tatasan kelod yang dapat kami jelaskan secara singkat.

TRADISI UPACARA MAKOTEK BAGI MASYARAKAT HINDU DI DESA MUNGGU KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG

Istilah makotek muncul karena terjadinya parade senjata yang diselingi perang-perangan dengan tongkat yang dipukul atau dikotekkan kepada tongkat yang lain, sehingga menimbulkan suara yang berbunyi tek, tek, tek … yang ramai. Dari suara tersebut serta cara memukulkannya dengan “ngotek” maka timbullah istilah makotek.

Upacara makotek dianggap suatu upacara yang paling pokok dalam pencapaian keselamatan. Adapun tradisi makotek itu, pada dasarnya merupakan upacara Dewa Yadnya yaitu pemujaan dan persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan dipusatkan pada pura kahyangan tiga. Pura kahyangan tiga merupakan tempat penyimpanan senjata atau alat-alat yang akan diarak dalam upacara makotek dengan mengelilingi Desa. Alat-alat yang diarak dalam parade tersebut meliputi tombak, keris, umbul-umbul, tedung (payung), kukul, tamyang kulen (perisai) disertai dengan gambelan yang diikuti oleh segenap masyarakat Munggu. Upacara makotek biasanya dilaksanakan setiap enam bulan sekali, warga desa merasa wajib ikut serta dalam upacara tersebut tanpa terkecuali karena halangan kematian (sepung). Sehingga upacara makotek membudaya dan berkembang terus sejalan dengan perkembangan kepercayaan masyarakat Desa Munggu dan menghadapi keselamatan.

Tradisi makotek yang telah mendarah daging serta melembaga dikalangan masyarakat Munggu mengalami perubahan istilah dari kata Ngerebeg dan sekarang lebih dikenal dengan sebutan makotek. Istilah ini muncul karena dalam pelaksanaan tradisi makotek terutama pada saat  diadakan parede senjata yang diselingi dengan perang-perangan terjadi tongkat yang satu dipukulkan atau dikotekkan kepada tongkat yang lain sehingga menimbulkan suara yang berbunyi tek, tek, tek… yang sangat ramai serta cara memukulnya dengan ngotek maka timbullah istilah makotek.

Melalui tradisi makotek dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pelaksanaannya menunjukkan betapa besarnya kekuasaan dan kewibawaan Raja dalam menggerakkan kekuatan massa, sebagai suatu alat memelihara rasa persatuan dan rasa tanggung jawab rakyat terhadap keselamatan Raja serta sejauh mana kesetiaan rakyat terhadap Raja dan kerajaan. Tradisi makotek kalau ditinjau dari kata kaca mata masa kini adalah sebagai suatu alat untuk menolak penyakit atau hama demi kesejahteraan Desa, serta sebagai alat pengukur sejauh mana membudayakan tradisi-tradisi yang diwarisinya untuk dapat mengembangkannya demi pembangunan dan pariwisata.

Tradisi makotek merupakan adat kebiasaan turun temurun dari nenek moyang yang masih terus dilestarikan dalam masyarakat Munggu, yang masyarakatnya secara melembaga melaksanakan tradisi makotek tersebut. Masyarakat Munggulah sebagai penerus dan pewaris kebudayaan leluhur yang hampir terlupakan. Tradisi makotek dilakukan dengan hikmah dan penuh keyakinan, setiap enam bulan sekali atau 210 hari tepatnya pada hari raya Kuningan.