Review Artikel “Kesenian Angguk dari Desa Garongan”

Review Artikel

Judul Artikel : “Kesenian Angguk dari Desa Garongan”, dalam buku Ketika Orang Jawa Nyeni

Penulis               : Soetaryo

Kesenian Angguk merupakan salah satu jenis kesenian dari pantai selatan Yogyakarta khususnya di Desa Garongan. Jenis kesenian ini memiliki suatu kekhasan yang jarang dimiliki oleh kesenian lainnya yaitu pada klimaksnya terjadi ndadi (trance). Menurut masyarakat setempat, terjadinya ndadi disebabkan oleh adanya kekuatan sakti (magis) dari jimat yang diperoleh dari seorang juru kunci pasarean (kompleks pemakaman) dan juga dari roh-roh yang diperbantukan untuk membuat pemain Angguk trance.  Secara umum, jenis kesenian ini berfungsi sebagai hiburan warga, akan tetapi di dalamnya juga sarat akan nilai-nilai moral dan pendidikan. Hal tersebut bisa terlihat dari pantun yang dibawakan pada saat pementasan. Pada jenis kesenian Angguk ini, terlihat adanya akulturasi dari budaya Hindhu dengan Islam. Budaya Hindhu tercermin dari upacara dengan mempergunakan sesaji dengan mempergunakan bunga dan membakar kemenyan untuk peristiwa manitis. Sedangkan budaya Islam terlihat dari kitab yang dipergunakan yaitu kitab Tlodo yang bertuliskan Arab yang memuat kaidah-kaidah barzanji. Akulturasi budaya seperti ini merupakan sesuatau yang lazim yang terjadi dalam masyarakat. Koentjaraningrat juga menyetujui hal tersebut dan mengatakan bahwa tak pernah ada suatu masyarakat yang semua penduduknya menganut hanya satu macam bentuk religi saja. Pementasan Angguk biasanya dilakukan pada malam hari di arena pendopo sebuah rumah dan bersifat terbuka untuk umum.

Jenis kesenian ini dimainkan oleh 24 orang dimana semuanya adalah pria. Setengah dari kelompok tersebut adalah penari yang tidak saja menari dan berjoget, akan tetapi juga nembang. Sedangkan sisanya adalah penabuh yang juga bertugas mbawani (melagukan bowo yang diambil dari kitab Tlodo). Para pemain nembang dengan mempergunakan cengkok Jawa yang diambil dari kitab Tlodo bertuliskan Arab, sehingga dikenal juga dengan nama Arab-pegon. Salah seorang pemain secara khusus bertugas sebagai dalang atau Ro’is yang mengatur jalannya pertunjukan. Dalang juga yang mengawali pertunjukan dalam membawakan bowo.

Ada empat macam alat musik yang dipergunakan, yaitu jedor (bedug kecil), genjreng (sejenis trebang), kendang dan kecer. Di sini juga terlihat adanya akulturasi budaya, dimana budaya Hindhu diwakili oleh kendang dan kecer, sedangkan budaya Islam diwakili oleh jedor dan genjreng. Diantara keempat jenis instrumen tersebut, kendang dan jedor dianggap paling keramat karena dianggap sebagai rumah bagi roh-roh yang dimiliki oleh para pemain Angguk. Selain itu, kendang dan jedor juga berfungsi untuk mengembalikan kesadaran orang yang mengalami trance dengan cara menggiring orang yang mengalami trance hingga dia bersujud di hadapan kendang dan jedor sampai bisa sadar kembali.

Kostum yang dipergunakan oleh pemain Angguk memiliki perbedaan antara penabuh dengan penari. Jika penabuh mempergunakan pakaian layaknya santri dengan menggunakan baju lengan panjang, sarung, jas bukak, dan kopiah, maka untuk pakaian penari mempergunakan pakaian menyerupai prajurit kerajaan yang telah ditata secara estetis. Para penari memakai topi-pet dengan jambul pada bagian depan, kacamata hitam, kostum lengan panjang warna hitam, rompi (gombyok), celana hitam, dan selendang.

Pertunjukan Angguk memiliki 11 macam tarian yang dibagi ke dalam dua kategori yaitu Tari Ambyakan dan Tari Pasangan. Kategori Tari Ambyakan terdiri dari Tari Bakti, Tari Srokal, dan Tari Tari Penutup, dimana ciri khususnya adalah seluruh penari berjoget bersama dalam peran yang sama pula. Jenis tarian yang termasuk dalam kategori Tari Pasangan adalah Tari Mandaroka, Tari Kamudaan, Tari Cikalo-ado, Tari Layung-dilayung, Tari Intik-intik, Tari Saya-cari, Tari Jaln-jalan dan Tari Robisari. Ciri dari tarian pada kategori ini adalah adanya sepasang penari sebagai pemeran utamanya. Jika pada awalnya seluruh penari ikut berjoget, akan tetapi nantinya tinggal sepasang penari yang menari sesuai dengan peranannya. Yang mengawali pertunjukan Angguk adalah Tari Bakti. Tari ini adalah tarian pembuka yang berfungsi untuk memberikan hormat kepada penonton dengan cara hormat menyerupai hormat cara militer yaitu, mengangkat tangannya sejajar dengan kepala.

Pada jenis kesenian ini, tidak ada lakon atau cerita yang dipergunakan akan tetapi mempergunakan pantun yang di dalamnya juga melukiskan kehidupan manusia. Pantun tersebut berisikan pesan moral, pergaulan sosial, dan budi pekerti. Tujuannya adalah untuk menciptakan kedamaian dalam kehidupan. Selain pantun moral, juga berisikan pantun-pantun mengenai kisah-kisah percintaan. Adapun beberapa jenis pantun yang dipergunakan adalah pantun nasehat, pantun muda-mudi, dan juga pantun sakral.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, puncak atau klimaks dari kesenian Angguk adalah adanya ndadi (trance). Ndadi adalah istilah untuk menggambarkan seseorang yang telah kehilangan kesadaran dirinya dan dikuasai oleh alam kesadaran lain (yang dikenal dengan istilah rokh-suci). Jika orang tersebut mengalami ndadi, maka ia akan berubah berbeda sama sekali dengan perilaku pada saat normal. Ia akan mengikuti perilaku rokh-suci yang telah mengambil kesadarannya. Bagi anggota kesenian Angguk dari Garongan, tidak semua pemain bisa mengalami trance. Menurut mereka, kemampuan untuk ndadi tersebut didapatkan dari leluhur yang dimakamkan di daerah Bagelen, yaitu seorang ratu yang dikenal dengan nama Nyai Bagelen, yang mana ceritanya terdapat pada Serat Cemporet atau Kalasurya. Agar seorang pemain dikuasai oleh rokh-suci ada tiga tahap yang harus dilakukan terlebih dahulu yaitu tahap menyiapkan diri, tahap menerima rokh-suci, dan tahap memelihara hubungan dengan rokh-suci.

Pada tahap menyiapkan diri, pemain harus melakukan puasa untuk menyucikan dirinya dan juga mempersiapkan dirinya menjadi wadah rokh-suci. Adapun dua jenis puasa yang dilakukan adalah puasa mutih di hari kelahiran dan puasa pada hari-hari yang memiliki perhitungan hari dan pasaran 40. Semua ini berdasarkan wejangan-wejangan yang bersumber dari Nyai Bagelen. Seusai melakukan puasa maka akan dilanjutkan kepada ritual berikutnya yaitu mandi kembang. Jenis kembang yang dipergunakan adalah kembang yang diberi doa oleh juru kunci makam Bagelen. Selain itu, pemain tersebut juga diberikan sebuah benda oleh juru kunci yang dianggap sesuai dengan orang tersebut. Tiap orang akan mendapatkan benda yang berbeda-beda. Benda tersebut berfungsi sebagai cekalen, piyandel, atau pegangan dalam rangka melakukan trance. Tahap kedua adalah menerima rokh-suci, yang dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menyumber pada juru kunci makam Bagelen dan dengan mewarisi roh suci yang dimiliki seseorang. Terdapat persamaan dan perbedaan pada kedua cara tersebut. Persamaannya adalah yang bersangkutan telah melakukan puasa serta memlihara hubungan dengan rokh-suci dan menjauhi pantangan yang telah ditentukan. Sedangkan perbedaannya adalah untuk cara pertama sumbernya langsung dari juru kunci makam Bagelen, sedangkan cara kedua roh suci diperoleh dari orang yang telah bisa melakukan ndadi. Untuk pewarisan roh suci, terkadang bisa berhasil terkadang juga tidak. Hal tersebut semua ditentukan oleh roh sucinya apakah berkenan untuk memasuki wadah yang baru atau tidak. Terdapat dua macam roh suci yaitu laki-laki dan perempuan. Yang termasuk laki-laki adalah Umarmaya, Burung Wanoro, Raden Satrio sedangkan untuk perempuannya adalah Sekar Mawar dan Kuning-kuning. Tahapan terakhir merupakan cara untuk memelihara hubungan dengan roh suci. Hal tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu orang yang bersangkutan harus menjalankan kewajiban-kewajiban tertentu dan sanggup menjauhi pantangan yang telah ditentukan. Kewajiban tersebut berupa menjalankan puasa pada hari pulung (hari di mana yang bersangkutan menerima benda piyandel dari juru kunci) serta memberi suguhan kepada benda piyandel (dengan cara membakar kemenyan serta menyajikan bunga kantil, kenanga dan mawar). Menjauhi pantangan yang dimaksud adalah tidak boleh bersetubuh dengan wanita yang bukan istrinya. Jika hal tersebut dilanggar, maka ada kepercayaan orang tersebut akan mendapatkan bencana (kuwalat).

Orang yang akan mengalami ndadi pada awalnya akan merasa kesemutan di kaki hingga naik sampai ke puncak kepala. Jika sudah mencapai puncaknya, maka orang tersebut akan mulai kehilangan kesadaran dirinya dan tidak akan mampu mengontrol segala tingkah lakunya. Ia akan menari bebas, meloncat, memukul benda keras, memakan hal-hal yang aneh seperti pecahan kaca, jarum, lawe, telur yang masih utuh dan banyak hal lainnya. Ia juga akan mengikuti perilaku seperti roh suci yang telah merasukinya. Untuk menyadarkan orang trance hanya bisa dilakukan oleh seorang pawang roh suci yang biasanya dipegang oleh ketua rombongan Angguk. Untuk menyadarkan, seorang pawang harus mengetahui kegemaran setiap roh suci. Jika roh suci telah menyantap makanan kegemarannya, maka ia akan segera berlutut di hadapan instrumen jedor atau kendang. Pada saat berlutut, pawang akan memegang tengkuk orang yang mengalami trance hingga sadar kembali. Biasanya yang baru sadar dari trance akan lemas dan letih.

Comments are closed.