Category: Tak Berkategori


Deskripsi Gamelan Gambang

Maret 11th, 2018 — 1:29pm
  1. Deskripsi Gamelan Gambang

Kata gambang terdiri atas suku kata gam yang artinya bergerak (berjalan) dan bang yang artinya ‘merah’(menyiratkan warna darah). Kata gambang jika dilihat dari daerah artikulasinya g, k, ng, berarti kambang, ngambang. Memang bila diamati antara bilah dan pelawahnya, bilahnya terkesan mengambang. Hal lain, kata gambang kemungkinan berasal dari kata kembang, yakni bunga atau sekar. Terkait dengan hal tersebut, tidak sedikit gending Bali mempergunakan nama bunga atau sekar, antara lain Sekar Sandat, Sekar Jepun, Sekar Gendot, Sekar Sungsang, Sekar Gadung, Kembang Kuning, Sekar Eled, Kembang Jenar, dan Kemang Langkuas. Dengan mempergunakan nama bunga, si penciptanya berharap agar lagu ciptannya indah dan disenangi oleh para pendengarnya. Kesenian gambang tersebar luas diseluruh kabupaten di Bali, kecuali Kabupaten Daerah Tk. II Jembrana, tetapi keberadaanya sungguh sangat memprihatinkan. Yang dimaksud sangat memprihatinkan bahwa gamelannya masih cukup banyak, tetapi kebanyakan sekaa-nya tidak aktif, penabuhnya kebanyakan orang orang tua. Dan hanya mampu menabuhkan beberapa buah gending saja. Secara umum, seniman Bali atau pengrawit-nya terkesan kurang berminat untuk mempelajarinya, padahal kesenian gambang memiliki keunikan tersendiri yang tidak dimiliki oleh barung gamelan Bali lainnya. Gambang adalah salah satu barung gamelan yang tertua di Bali. Hal tersebut dapat dilihat dari pupuh (gendingnya) cukup banyak yang di transfer ke dalam gamelan selonding, gong luang, charuk atau saron, pelegongan, gong kebyar, dan sebagainya. Namun tidak satupun gending dari barungan lain yang di transfer ke dalam gamelan gambang. Hal lain, irama dasar seni suara vokal kidung dan macapat juga mendapat inspirasi dari irama gangsa gambang. Oleh karena itu Pak Wayan Sinti berpendapat bahwa gamelan “gambang adalah cikal bakal karawitan Bali”. Gamelan gambang memiliki pupuh (gending) yang jumlahnya ratusan, tetapi banyak yang tidak disertai dengan teks. Selain itu, ada pula pupuh gambang yang lebih populer dikenal sebagai bagian dari sekar alit atau macapat, yaitu pupuh demung, semaradana, sinom, pangkur, mijil, dan kinanti. Keberadaan gambang tersebar luas di seluruh kabupaten di Bali, pemiliknya ada milik perseorangan, pemakasan ataupun banjar. jenis kesenian ini sangat kurang mendapatkan perhatian, baik dari kalangan pemerintah maupun dari seniman karawitan dalam kurun waktu yang cukup lama sehingga kita sudah banyak kehilangan.

Sekaa Gambang Manikasanti, dibawah binaan Bapak Wayan Sinti, MA

  1. Sistem Laras

Gamelan gambang terdiri atas dua tungguh gangsa, yaitu penyorog dan pengumbang. Yang satu merupakan oktaf dari yang lain. Konon gamelan gambang diciptakan oleh orang buta, oleh karena itu susunan nada atau bilahnya tidak beraturan letaknya, namun pak I Wayan Sinti berpendapat sebaliknya bahwa kesenian gambang diciptakan oleh seniman yang memiliki bobot intelektual yang sangat tinggi. Hal itu dapat dilihat dari beberapa sudut, yaitu: perihal wujud instrumennya, susunan nada-nadanya, bentuk panggul, permainan instrument dan keterkaitan dengan vokal (kidung).

Gamelan gambang mempergunakan tangga nada saih pitu (tujuh nada) terdiri atas dua tungguh gangsa yang masing masing terdiri atas tujuh nada atau bilah yang bahannya terbuat dari perunggu (kerawang). Gangsa yang besar disebut penyorog terdiri atas tujuh bilah atau nada dengan urutan nada, sebagai berikut:

Susunan Nada             : 7        1          2          3          4          5          6

Notasi dingdong         : 4       3          4          1          5          7          1

Notasi Latin                : o        I           O         A         e          u          a

Dibaca                         : dong  ding  dong    dang     deng    dung    dang

Gangsa yang kecil disebut pengumbang yang tangga nadanya satu oktaf lebih tinggi dari gangsa penyorog dengan urutan nada, seperti berikut:

Susunan Nada             : 7        1          2          3          4          5          6

Notasi dingdong         : 4       3          4          1          5          7          1

Notasi Latin                : o        I           O         A         e          u          a

Dibaca                         : dong  ding  dong    dang     deng    dung    dang

Dengan mengamati susunan nada gangsa yang tidak berurutan yakni nada tertinggi ditaruh di awal, lalu disusul oleh nada berikutnya dari nada yang terendah ke nada yang lebih tinggi. Susunan nada tersebut ada kaitannya dengan pelawahnya. Bentuk pelawah gangsa gambang dibuat sedemikian rupa agak mirip seperti bentuk dulang yakni resonantor pada kedua ujung pelawah lebih dangkal dari yanglainnya. Jika seandainya nada terendah diletakan diatasnya, akan memerlukan resonantor yang dalam agar meresonasi nada diatasnya. Bila itu dilakukan, pelawahnya (resonantor-nya) akan tembus. Oleh karena itu, kedua nada yang tertinggi yaitu nada nomer enam (a) dan tujuh (o). Masing masing ditempatkan dibagian ujung pelawah sehingga bisa meresonasi nada yang berada diatasnya.

Tentang larasnya (tuningnya) maksudnya sistem ngumbang-ngisep-nya., gangsa penyorog di laras (di tuning) selaku pengisep, sedangkan gangsa pengumbang dilaras selaku pengumbang. Gangsa penyorog dan pengumbang pada gamelan gambang berfungsi untuk memainkan pokok melodi atau pupuh.

Di samping instrumen gangsa, barungan dilengkapi dengan empat tungguh instrumen gambang, yaitu: gambang, pengenter, pemero, penyelat, dan pemetit. Yakni pada setiap gambang sudah dilaras ngumbang-ngisep. Setiap gambang susunan nadanya adalah sebagai berikut:

  1. Gambang pengenter : o I O o I O A e u a A e u a
  2. Gambang pemero : O A e O A e u a o I u a o I
  • Gambang penyelat          : u a o u a o I O A e I O A e
  1. Gambang pemetit : o I O o I O A e u a A e u a

Pada setiap instrumen gambang secara langsung sudah terjadi sistem ngumbang-ngisep, yaitu ketujuh nada dasar (yang lebih rendah) dari setiap instrumen gambang adalah pengisep, sedangkan ketujuh nada yang lebih tinggi adalah pengumbang. Susunan nada gangsa gamelan gambang adalah o I O A e u a (tujuh nada), sedangkan setiap instrumen gambang masing-masing terdiri atas empatb belas (dua oktaf) susnan gambang tersebut berpedoman pada misalnya, susunan nadanya dimulai dari nada o I O, lalu ditulis ulang o I O yakni susunan nada yang kedua adalah oktaf dari susunan nada sebelumnya. Susunan nada gangsa berikutnya adalah Ae u a, lalu ditulis ulang Ae u a sehinggga nada gambang pengenter. Susunan nada gambang pemero dimulai dari nada O A e, ditulis ulang u a o I sehingga tulisan gambang pemero selengkapnya  O A e O A e u a o I u a o I. Susunan nada gambang penyelat selengkapnya menjadi u a o u a o I O A e I O A e. Terakhir susunan nada gambang pemetit sama denga gambang pengenter tetapi nadanya satu oktaf lebih tinggi.

  1. Periodisasi atau Penggolongan

Gamelan gambang diperkirakan telah muncul pada abad ke-9 di Bali. Masuknya gamelan gambang pada abad ke-9 ini sangat meperjelas bahwa gambang termasuk gamelan golongan tua. Di Bali Tengah dan Selatan, gamelan gambang dimainkan pada upacara ngaben (Pitra yadnya) sementara di Bali Timur, gamelan gambang juga dimainkan dalam kaitannya dengan upacara odalan di pura-pura (Dewa Yadnya). Gamelan dipergunakan sebagai pengiring upacara, karena estensinya adalah untuk membimbing pikiran umat yang sedang mengikuti prosesi agar terkonsentrasi pada kesucian sehingga, pada saat persembahyangan pikiran fokus kepada tuhan. Dalam konteks ini gamelan memiliki nilai religius, karena fungsinya sebagai pengiring upacar keagamaan dan dapat menambah religiusitas sebuah prosesi keagamaan. Sebaia salah satu instrumen musik tradisional yang diwarisi masyarakat bali secara turun temurun. Gamelan gambang adalah gamelan yang langka dan sakral. Gambar gamelan gambang terdapat pada relief Candi Penataran, Jawa Timur abad ke XV dan istilah gambang disebut sebut dalam cerita malat dari zaman majapahit akhir. Hal ini menunjukan bahwa gamelan gambang sudah cukup tua umurnya.

  1. Jenis Instrumen

Caruk termasuk jenis gamelan langka, termasuk barungan alit, adalah gamelan sejenis gambang yang dibentuk oleh 2  gambang berukuran kecil (caruk). Caruk pada dasarnya adalah gamelan gambang yang diperkecil. Gamelan ini juga tergolong dalam gamelan sakral yang dimainkan hanya dalam kaitannya denga upacara ngaben (Pitra Yadnya) dengan jenis tabuh yang hampir sama dengan gamelan gambang. Gamelan caruk awalnya hanya terdiri atas dua tungguh gangsa, seperti gangsa gambang dan dua tungguh gambang masing-masing terdiri atas empat bilah atau bilah saja. Kemudian, ada pengembangan yaitu adanya penambahan instrumen gangsa. dalam permainan kedua gambang biasanya di gabung menjadi satu oktaf dengan susunan nada, seperti berikut:

Susunan nada charuk:      7         1          5          6          1          2          3          4

Cara membaca          :     dong   ding    dung   dang      ding     dong   dang     deng

Gamelan caruk dimainkan bersama gamelan gong luang karena gendingnya kebanyakan diambilkan dari gending gamelan gambang.

2 comments » | Tak Berkategori

Mengenal Tari Rejang Dewa

Maret 11th, 2018 — 1:05pm

Sebagai orang Bali kita harus mengenal sebuah tarian yang sering dipentaskan saat upacara, yaitu tari Rejang Dewa.

Sejarah Tari Rejang Dewa

Tari Rejang adalah tarian tradisional yang diprcaya masyrakat Bali dalam menyambut kedatangan serta menghibur para dewa yang datang dari Khayangan dan turun ke Bumi. Tarian rejang ini secara khusus ditampilkan pada waktu berlangsungnya suatu  upacara adat atau keagamaan masyarakat Hindu di Bali. Selain sebagai salah satu warisan budaya, tarian ini juga dipercaya memiliki nilai-nilai penting di dalamnya khususnya makna spiritual, sehingga juga dipercaya sebagai tarian yang suci dan dilakukan dengan penuh rasa pengabdian.

Menurut beberapa sumber sejarah  yang ada, Tari Rejang diperkirakan sudah ada sejak zaman pra-Hindu. Tarian ini dipercaya dilakukan sebagai persembahan suci untuk menyambut kedatangan para dewa yang turun ke Bumi. Di kalangan masyarakat Hindu Bali, Tari Rejang ini selalu ditampilkan pada berbagai upacara adat dan keagamaan yang diselenggarakan di pura seperti upacara Odalan. Selain itu di beberapa tempat di Bali, tarian ini juga ditampilkan setiap adanya upacara di Bali, sebagai bagian dari upacara peringatan tertentu di lingkungan desa mereka.

Fungsi Tari Rejang Dewa

Seperti yang diungkapkan di atas, Tari Rejang ini merupakan tarian persembahan suci dalam menyambut kedatangan para dewa yang datang dari khayangan dan turun ke Bumi. Tarian ini berfungsi sebagai ungkapan rasa syukur dan penghormatan mereka kepada dewa atas berkenannya turun ke Bumi.

Gerak Tari Rejang Dewa

Secara umum gerakan Tari Rejang ini sangat sederhana. Hal ini disebabkan karena dalam tarian ini lebih fokus pada nilai spiritual di dalamnya. Gerakan Tari Rejang ini biasanya didominasi dengan gerakan ngembat dan ngelikas atau gerakan kiri dan kanan yang dilakukan sambil melangkah ke depan secara perlahan. Setiap gerakan dalam tarian ini biasanya dilakukan dengan tempo yang cenderung pelan dan juga disesuaikan dengan iringan musik yang ada, sehingga terasa hikmat dan terlihat selaras.

Tempat Ditarikan Rejang Dewa

Tari Rejang ini biasanya ditarikan oleh sejumlah penari wanita secara berkelompok maupun secara masal. Pada umumnya mereka bukanlah para penari profesional, sehingga dapat dilakukan oleh anak kecil yang belum haid (menstruasi). Walaupun begitu, dalam pertunjukan tari ini biasanya juga terdapat beberapa orang penuntun yang disebut Pamaret, yaitu seorang yang sudah berpengalaman melakukannya. Pamaret ini biasanya berada di barisan paling depan agar para penari pemula bisa mengikuti gerakannya.

Iringan Tari Rejang Dewa

Dalam pertunjukan Tari Rejang ini biasanya diiringi dengan musik gamelan khas Bali. Musik gamelan tersebut pada umumnya adalah gong kebyar, namun ada beberapa yang memakan gamelan lain seperti gamelan selonding atau gamelan gambang. Selain itu dalam pertunjukan Tari Rejang ada pula yang diiringi vokal seperti tembang atau kidung.

Busana Tari Rejang Dewa

Busana yang digunakan pada Tari Rejang ini biasanya merupakan pakaian adat masyarakat Bali yang didominasi warna kuning dan putih. Busana tersebut terdiri dari kain putih panjang yang di kenakan dari bawah sampai pinggang penari. Pada bagian atas merupakan serangkaian kain panjang seperti selendang yang berwarna kuning dililitkan di badan penari menutupi kain putih bagian atas. Sedangkan pada bagian  kepala, penari menggunakan mahkota yang dibuat dengan ornamen bunga-bunga. Untuk tata rias yang digunakan para penari, biasanya lebih sederhana dan lebih terkesan natural.

Perkembangan Tari Rejang Dewa

Dalam perkembangannya, Tari Rejang ini masih terus ada hingga sekarang. Selain sebagai warisan budaya, Tari Rejang ini juga merupakan bagian dari upacara keagamaan masyarakat Hindu di Bali. sehingga tarian tersebut tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat di sana. Dalam pertunjukan Tari Rejang ini juga tidak dilakukan oleh penari khusus sehingga dapat diajarkan secara turun-temurun dan keahlian dalam menari tidak terhenti begitu saja.

Comment » | Tak Berkategori

Halo dunia!

Februari 28th, 2018 — 10:30am

Selamat Datang di Blog Institut Seni Indonesia Denpasar. Ini adalah post pertama anda. Edit atau hapus, kemudian mulailah blogging!

Comment » | Tak Berkategori

Back to top