Monthly Archives: Oktober 2012

SEJARAH GAMELAN GONG KEBYAR DI BANJAR BATUMULAPAN, DESA BATUNUNGGUL , NUSA PENIDA, KLUNGKUNG

 

  1. Gamelan kebyar merupakan satu bentuk karya dari gamelan golongan madya  seni budaya yang ekspresif dan dinamis diterima masyarakat dan berkembang ke seluruh Bali, bahkan sampai keluar Bali. Sebagai karya baru, kebyar mampu menampung berbagai inspirasi yang muncul sari bentuk-bentuk seni tradisional yang telah ada.
  2. Ada sekitar 30 jenis barungan gamelan salah satunya adalah Gamelan Kebyar yang hingga kini masih aktif dimainkan oleh masyarakat Bali. Barungan-barungan ini didominir oleh alat-alat musik pukul, tiup dan beberapa instrumen petik. Instrumen-instrumen ini ada yang dibuat dari bambu, kayu dan perunggu (krawang). Gamelan-gamelan ini sebagian besar milik kelompok masyarakat, hanya beberapa saja diantaranya merupakan milik pribadi/perorangan. Berdasar jumlah pemain atau penabuhnya, gamelan Bali dapat dikelompokkan barungan alit (kecil), madya (sedang) dan barungan ageng (besar). Baruangan gamelan alit pada umumnya dimainkan oleh 4-10 orang, ruangan madya antara 11-25 orang, sedangkan barungan ageng memerlukan diatas 25 orang. Dilihat dari usia barungan dan latar belakang sejarahnya, para pakar karawitan Bali membagi jenis-jenis gamelan yang ada didaerah ini kedalam 3 (tiga) kelompok yaitu gamelan golongan tua, gamelan golongan madya, gamelan golongan modern.

    Banjar Batumulapan merupakan salah satu banjar yang ada di Desa batununggul Kecamatan Nusa penida Kabupaten Klungkung. Menurut Bapak Mangku Agus dan pengelingsir di Banjar Batumulapan, sejarah gamelan di Banjar Batumulapan pertama kalinya sekitar tahun 1967. Awalnya sekitar tahun 1967, Banjar Batumulapan hanya memiliki gamelan baleganjur. Setelah berselang beberapa bulan kemudian masyarakat Banjar Batumulapan berinisiatif untuk membeli gamelan gong kebyar. Namun, pada saat itu masyarakat hanya memiliki dana yang sangat minim. Banyak cara yang dilakukan oleh masyarakat demi memiliki Gamelan Gong Kebyar yaitu, dari sekha manyi (panen jagung) menghimpun diri untuk mengisi waktu luang dengan membuat sekha demen , khususnya yang senang menabuh gamelan. Untuk bisa membeli gamelan, kelompok itu menyisihkan upah yang di dapat dari penjualan jagung. Sekitar tahun 1969 dana terkumpul, namun masyarakat Banjar Batumulapan hanya bisa sebatas membeli daun gangsa, sedangkan pelawah dan bumbungnya hanya bisa meminjam di Banjar kutapang Selama tahun 1969, selain melaksanakan kegiatan latian- latian rutin, sekha gong banjar batumulapan aktif  melakukan latihan-latihan megambel diluar Banjar.

    Kemudian pada tahun 1992 sekha yang ada di Banjar Batumulapan ini pun berkembang, dan membentuk kesenian Drama Gong yang sekarang ini sering di pentaskan di pura dalem cemara, setiap odalan di pura dalem cemara kesenian drama gong harus di pentaskan,karena dulu katanya kalau drama gong itu tidak di pentaskan maka salah satu masyarakat banjar batumulapan mengalmi sakit demam “ujar bpk mangku agus” Karena kenginginan yang masih menggebu-gebu , akhirnya pada tahun 1998 timbul kenginginan dari masyarakat Banjar Batumulapan untuk memiliki perangkat gamelan Gong Kebyar yang utuh, melalui prajuru/kelihan banjar Batumulapan pada tahun 2001, masyarakat di suruh mengumpulkan dana  untuk membeli pelawah baru . Semenjak sudah memiliki perangkat gambelan yang lengkap, sekhaa gong banjar batumulapan terus melakukan kegiatan berkeseniannya hingga sampai saat ini.  

    Adapun instrumen yang terdapat didalam gamelan Gong Kebyar di Banjar Batumulapan :

    1. 1 tungguh terompong
    2. 2 buah kendang
    3. 1 buah cenceng ricik
    4. 3- 5 buah suling
    5. 1 buah ugal
    6. 1 buah kajar
    7. 4 buah pemade
    8. 4 buah kantilan
    9. 1 tungguh reyong
    10.  2 buah jublag
    11.  2 buah jegog
    12.  2 buah gong
    13.  1 kempur
    14.  1 buah bende
    15.  1 buah kemong
    16.  1 buah kempli

    Dengan perangkat gamelan yang telah dimiliki di banjar Batumulapan, sekha mampu mewujudkan rasa bakti dengan konsep ngayah-ngayah di lingkungan Banjar bahkan di luar Banjar. Dengan perkembangan gamelan Gong Kebyar masa kini yang telah adanya tambahan instrument 1 buah ugal , dan 2 buah penyacah, di banjar Batumulapan tidak terdapat instrument tersebut karena sekha Gong Eka putra masih mempertahankan konsep tradisi dan gamelannya juga tidak meprada seperti gamelan masa kini yang banyak menggunakan prada untuk mempercantik penampilan gamelan Gong Kebyar tersebut. Dan hingga saat ini konsep tradisional tersebut masih dipertahankan dengan baik agar dapat di warisi kepada anak cucu di generasi akan datang.

    Informasi sejarah gamelan di Banjar Batumulapan ini saya dapat dari Bapak Mangku agus selaku Kelihan Gong, dan pengelingsir- pengelingsir di Banjar Batumulapan yang saya wawancarai pada Hari Senin, tanggal 1 oktober 2012

SALAH SATU TOKOH SENIMAN ALAM DI BANJAR BATUMULAPAN DESA BATUNUNGGUL, KECAMATAN NUSA PENIDA,KLUNGKUNG

 

Nama                           : I ketut Tirta

Tempat, tgl lahir          : Batumulapan, 31 desember 1940

Status                          : menikah

Menurut wawancara yang saya lakukan, beliau bercerita banyak hal tentang perjalanannya dalam menekuni kesenian khususnya karawitan. I Ketut Tirta itu biasa panggilan beliau di rumah, selain itu beliau juga biasa dipanggil ketut lokang. I ketut Tirta berasal dari keluarga yang sederhana. kedua orang tuanya berprofesi sebagai petani. hal itu tidak menyurutkan niat beliau untuk menuntut ilmu. Beliau mengatakan pada saat itu sama sekali belum ada sekolah TK, sekolah dasar saja masih sangat sederhana  “maklum pada saat itu masih jaman penjajahan” ujar beliau. Pada saat beliau masih  duduk dibangku sekolah dasar, di banjar batumulapan belum memiliki gamelan,akan tetapi di rumah beliau mempunyai 1 pasang rindik beliau sangat tekun memplajari Pada saat itu beliau berumur 18 tahun. saat itulah beliau mulai belajar memainkan alat musik gamelan. Karena ketekunan dan semangat beliau,akhirnya beliau pun berhasil memainkan gamelan. Akan tetapi belum selesai sampai disitu, pada umur 20 tahun beliau di tunjuk menjadi sekee gong banjar batumulapan, beliau pun sering ikut pentas ( kupah ) di berbagai daerah, pada saat itu dimana pun beliau di tempatkan dalam instrument gamelan beliau selalu mau, saat itulah beliau memplajari satu persatu setiap instrument gamelan Akhirnya beliau mahir memainkan gamelan. Pada saat beliau berumur 26 tahun beliau di tunjuk sebagai pelatih di banjar batumulapan karena pada saat itu ada pembentukan sekee gong anak–anak, dalam melatih sekaa gong anak-anak Beliau selalu bersemangat untuk mengembangkan dan mencari bakat-bakat seniman lainnya. Pada saat itu beliau mengajar megambel dengan menggunakan suatu teknik putar,artinya setiap personil tidak diam disatu tempat saja. Selain gong kebyar beliau juga membentuk sekaa rindik yang langsung dibikin sendiri bersama teman-temannya. Pada tahun 1967 beliau mengakhiri masa lajangnya. Beliau mempunyai 2 (dua) orang anak yakni 2 orang  laki-laki. saat anak-anaknya masih kecil beliau selalu mengajarkan seni kepada 2 orang anaknya. Dari ke dua anaknya hanya satu yang berminat untuk meneruskan bakat seni dari orang tuanya tersebut, Sampai umur 54 tahun I ketut tirta masih tetap eksis menjadi anggota sekaa gong dibanjar batumulapan. Selain itu beliau juga ikut menjadi anggota sekaa gong disebuah sanggar yang dibentuk oleh para seniman yang bisa meluangkan waktunya untuk megambel di banjar batumulapan yang diberi nama sanggar “padaliang”. Pada tahun 1995 beliau mengundurkan diri menjadi anggota sekaa gong di banjar dan di sanggar karena beliau sakit. Di sanggar beliau digantikan oleh keponakannya  yang bernama I kadek juli ardana yang sekarang menjadi tukang kendang wadon dibanjar batumulapan. Tapi pada saat sekarang beliau cuman aktif dalam sekaa rindik yang di bentuk dengan temen-temennya itu.