Monthly Archives: Mei 2013

kekawin

Tahun              : 1988

Penerbit          : Dinas Pendidikan Dasar Provinsi Daerah tingkat I Bali

Halaman         : 130 halaman

Buku yang sampul depannya bergambarkan sosok tokoh Arjuna membawa panah, memuat kisah perjalanan Arjuna dalam usahanya untuk mendapatkan senjata ampuh guna membantu saudaranya Yudistira untuk menaklukkan musuhnya serta memakmurkan Dunia. Disamping itu juga berisi filsafat ke-Tuhanan yang sangat tinggi dan tak ternilai harganya. Ceritra tersebut digubah dalam bentuk Kakawin/Wirama.

Kakawin Arjuna Wiwaha dengan terjemahannya dalam bahasa Bali Aksara Bali ini merupakan sajian kedua dalam usaha terjemahan dan penerbitan kakawin yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Dasar Provinsi Daerah tingkat I Bali.

Sesuai dengan kata pengantar dari buku ini, bahwa naskahnya diambil dari sebuah lontar, tetapi disana-sini diadakan  perbaikan agar Guru Laghunya tepat kalau dibaca dengan Wirama. Dalam terjemahannya juga dibandingkan dengan terjemahan yang dilaksanakan oleh Dr. R.NG. Poerbatjaraka dan Sanusi Pane serta  kamus Jawa Kuno yang ada.

Kakawin Arjunawiwāha adalah kekawinpertama yang berasal dari Jawa Timur. Karya sastra ini ditulis oleh Mpu Kanwa pada masa pemerintahan Prabu Airlangga, yang memerintah di Jawa Timur dari tahun 1019 sampai dengan1042 Masehi. Sedangkan kakawin ini diperkirakan digubah sekitar tahun 1030.

Kakawin ini menceritakan sang Arjuna ketika ia bertapa di gunung Maheru. Lalu ia diuji oleh para Dewa, dengan dikirim tujuh bidadari. Bidadari ini diperintahkan untuk menggodanya. Nama bidadari yang terkenal adalah Dewi Supraba dan Tilottama. Para bidadari tidak berhasil menggoda Arjuna, maka Batara Indra datang sendiri menyamar menjadi seorang brahmana tua. Mereka berdiskusi soal agama dan Indra menyatakan jati dirinya dan pergi. Lalu setelah itu ada seekor babi yang datang mengamuk dan Arjuna memanahnya. Tetapi pada saat yang bersamaan ada seorang pemburu tua yang datang dan juga memanahnya. Ternyata pemburu ini adalah batara siwa. Setelah itu Arjuna diberi tugas untuk membunuh Niwatakwaca, seorang raksasa yang mengganggu kahyangan. Arjuna berhasil dalam tugasnya dan diberi anugerah boleh mengawini tujuh bidadari ini. Oleh para pakar ditengarai bahwa kakawin Arjunawiwaha berdasarkan Wanaparwa, kitab ketiga Mahabrata.

Dalam buku ini terdapat 36 Pupuh dengan wirama yang berbeda, tetapi yang sangat menarik bagi penulis adalah Wirama Kilayu Manedeng, Pupuh ke-23. Dalam pupuh ini disebutkan beberapa alat-alat musik atau Karawitan, yaitu tepatnya pada bait kedua. Berikut salinan Wirama Kilayu Manedeng bait kedua dan terjemahannya terdiri dari empat baris.

Wirama Kilayu Manedeng

“Siddaresi guna pada sumungsunging, gagana gurnita majaya-jaya”

“Lumrang sura kusuma lawan udan, ksanikatan pejalada tumiba”

“Akweh wihaganira, sarira,kampasuba manggalani lakunira”

“Wuntung buwana tekapikang mredangga, kal beri murawa kumisik”

Terjemahannya :

Baris pertama        : Dewa resine sami memendak ring ambarane, umung nguncarang weda astuti.

Artinya : Para Dewa dan Resi menyambut Dewa Siwa sebagai Dewa tertinggi sambil mengucapkan mantra-mantra pemujaan.

Baris kedua           : Sambeh sekar watek dewatane maduluran sabeh, ajahan tanpa gulem mawastu tedun.

Artinya : Para Dewa menaburkan bunga yang berupa rintikan hujan, walaupun tanpa adanya mendung tetapi hujan tersebut bias turun.

Baris ketiga           : Katah cin ida, anggane makedutan, becik wiakti cirin pemargin idane.

Artinya : Banyak Tanda turunya Dewa Siwa, salah satunya seluruh tubuh bergetar, memang itulah tanda terbagus.

Baris keempat       : Empeng jagate olih suaran kendang, bende, gong beri, reyong mebyayuhan.

Artinya : Jagat raya dipenuhi dengan gemuruh suara kendang, bende, gong beri dan riyong.

Dalam Wirama ini disebutkan beberapa instrument Karawitan, seprti Meredangga ( kendang ), Kala ( bende ), beri ( gong Beri ), Murawa ( reyong ). Instrumen-instrumen tersebut dibunyikan sebagai pertanda turunya Dewa Siwa. Demikian pentingnya fungsi instrument tersebut, sesuai dengan yang di ungkapkan dalam wirama ini.

Buku ini sangat bermanfaat bagi pembaca, tidak hanya bagi penggemar karya sastra, akan tetapi bagi semua kalangan, karena dalam kakawin ini terkandung tentang fisafat hidup, pendidikan pekerti, pengetahuan serta berbagai ajaran kebenaran yang bersumber Dharma dari Agama Hindu. Selain itu bagi jurusan karawitan, buku ini juga dapat dimanfaatkan sebagai sebuah literature karena didalamnya disebutkan beberapa instrument-instrumen karawitan dan fungsinya.

 

resensi buku filsafat seni

Apakah seni itu? Ini merupakan pertanyaan filosofis jika kita mencoba menjawab pertanyaan itu secara hakiki, mendasar, dan radikal. Buku ini merupakan usaha memahami secara mendasar gejala yang disebut seni itu. Dan gejala seni adalah gejala tentang nilai. Apakah nilai seni itu ada pada benda seni itu sendiri? Atau justru berasal dari para penanggap seni? Lalu, adakah hubungan antara nilai seni pada benda dan nilai masyarakat di tempat benda seni tersebut diciptakan?

Lalu, bagaimana pula hubungan antara nilai masyarakat dan seniman serta penanggap seni? Semua pertanyaan tadi menghasilkan sebuah persoalan yang telah dicoba dijawab oleh para filsuf seni di dunia ini. Persoalan itu menyangkut kreatifitas, pengalaman seni, ekspresi seni, jarak estetik, struktur dan bentuk seni, material dan medium seni, interpretasi seni, seni rakyat, seni massa, seni elit budaya, dan sejumlah persoalan lainnya lagi. Semua jawaban filsafat seni yang amat beragam itu memaksa kita untuk menentukan pilihan sendiri.

Di dalam buku ini tidak hanya memberitahukan tentang seni sakral pada pembaca. Namun juga memberitahukan filsafat seni, pengertian seni, jenis-jenis seni. Buku ini patut diacungi jempol karena berkat buku ini, banyak pendapat dari masyarakat atau si pembaca yang mengakui bahwa buku ini, bisa memeberikan penegetahuan pada masyarakat awam mengenai apa itu seni?, mulai dari pendahuluan, seni itu apa, seni sebagai ekspresi, dll.

Di dalam buku ini tidak hanya membicarakan filsafat tentang seni, namun juga berisi tentang ilmu-ilmu seni. Ilmu seni harus dibedakan dengan seni. Seni itu soal penghayatan, sedangkan ilmu adalah soal pemahaman. Seni untuk dinikmati, sementara ilmu seni untuk memahami. Apa sajakah ilmu seni itu? Seperti berbagai obyek lain dalam lingkungan hidup manusia, seni juga dapat menjadi obyek ilmu. Seni juga dapat ditinjau dari segi estetikanya, yang berarti menjadi objek ilmu sekaligus filsafat. Seni juga dapat dianalisis berdasarkan bentuk formalnya. Selain itu seni dapat pula menjadi objek sejarah.

Buku ini pada bagian akhirnya juga dilengkapi dengan kesimpulan tentang isi buku dari awal sampai akhir dirangkum menjadi dua halaman. Namun, di sisi kekurangan pada buku ini, dri isian buku yang menarik, kurang adanya gambar-gambar untuk membuat sipembaca lebih senang membacanya, kemasan sampulnya terlalu polos.

Buku ini dapat dibaca oleh semua orang, karena buku adalah sumber ilmu, terutama seniman. Karena dalam buku ini membahas tentang Seni secara kesulurah. Yang bisa menambah ilmu atau pengetahuan bagi seniman. Dengan memahami ilmu-ilmu seni secara benar, maka akan diketahui pula beberapa jumlah jenis-jenis seni dalam setiap cabang seni.

Dari sekian banyak dijelaskan, menurut pendapat saya, sajian yang dijelaskan dalam buku ini sangatlah menarik, di mana dijelaskan tentang apa itu seni, seni sebagai ekspresi, seni sebagai benda, seni sebagai nilai, seni sebagai pengalaman, publik seni, dll, di dalam buku “FILSAFAT SENI”.

Gamelan Gong Kebyar Banjar Luglug

Sebelum penulis menguraikan mengenai sejarah Gamelan Gong Kebyar yang ada di Br.Luglug, Lembeng, Ketewel, penulis akan sedikit mengulas kemunculan Gamelan Gong Kebyar. Gamelan – gamelan Bali khususnya tentang Gong Kebyar sudah banyak ada yang menelitinya, baik oleh para penulis dalam negeri ataupun  penulis asing. Namu masalah asal mula Gamelan Gong Kebyar belum dapat terungkap secara jelas dan lengkap. Untuk mengungkap dan menguraikan asal mula Gamelan ini memang merupakan tugas yang tidak begitu mudah. Penulis menyadari begitu sulitnya menelusuri asal mula daripada gamelan ini, yang mana disebabkan sangat sedikitnya terdapat data – data mengenai asal mula gamelan ini, terutama data – data tertulis yang dapat dijadikan pegangan menelusuri asal mula gamelan ini lebih lanjut. Data – data yang berhasil dikumpulkan hanyalah besifat informasi.

Gamelan Gong Kebyar yan apabila dilihat berdasarkan skema semua dari pada semua jenis gamelan Bali yang ada di Bali dimana di dalam skema itu terdapat gamelan golongan tua, golongan madya dan golongan baru/muda. Nampak secara jelas bahwa Gamelan Gong Kebyar adalah tergolong gamelan Bali yang sangat muda usianya, temasuk kelompok gamelan Bali baru. Disini sedikit lebih tua dari gamelan jejangeran jejogedan dan lain sebagainya yang sama – sama tergolong kolompok gamelan Bali Baru.

Asal Mula Gamelan Gong Kebyar di Br. Luglug, Lembeng, Ketewel

Untuk mengungkap sejarah asal mula suatu kesenian seperti seni gong kebyar di Banjar Luglug, Lembeng, Ketewel, sungguh tidak mudah. Kesulitan-kesulitan yang menyebabkannya adalah kurangnya data-data mengenai gamelan tersebut dan hampir tidak ada data-data tertulis yang memuat tentang gamelan gong kebyar tersebut.

Namun demikian dari beberapa informasi yang penulis hubungi, telah berhasil penulis kumpulkan sejumlah informasi baik dari anggota sekaa maupun informan-informan luar yang mampu memberikan keterangan mengenai data-data tentang asal mula dari gamelan gong kebyar ini.

Misalnya : I Made Jegog yang menjadi anggota sekaa gong di Banjar Luglug(wawancara pada tanggal 25 April 2013 di rumahnya banjar Luglug, Lembeng) menerangkan bahwa gamelan gong kebyar yang ada di Banjar Luglug sekarang sudah berumur 43 Tahun. Karena Gamelan Gong Kebyar tersebut memang ada sejak dulu dan bentuk bilahannya yang dalam istilah balinya disebut metundu klipes, gong kebyar di banjar Luglug ini sudah ada sejak tahun 1970, gong kebyar yang ada di Banjar Luglug ini dulunya merupakan gamelan gong kebyar yang pertama ada di Desa Lembeng, yang dahulu Banjar Luglug ini mempunyai pasewitran (persaudaraan) dengan Banjar Biaung. Terbentuknya sekaa gong untuk gamelan gong kebyar ini karena ketertarikan animisme masyarakat untuk mengenal dan memahami gamelan yang termasuk dalam gamelan golongan baru ini, kemudian sekaa ini diberi namak sekaa gong sekar sandat dan kelian gong pertama pada waktu itu I ketut ning, pelawah gong tersebut pada waktu itu masih polos belum diukir maupun di prada dan diprakarsai oleh Imade Jambot, pada tahun 2005 karena sudah banyaknya ada gamelan gong kebyar yang diukir, sekaa gong yang kebanyakan mayoritasnya menjadi tukang ukir, berminat mengukir gamelan tersebut. Gamelan tersebut di ukir, di cat, dan di prada oleh seluruh anggota sekaa, dan dimodali oleh kas simpanan banjar, yang bertujuan agar menarik minat para remaja untuk mengembangkan jiwa seninya terutama pada bidang seni karawitan,dan akhirnya sekaa gong tersebut benar-benar menjaga gong tersebut di bawah naungan kelihan banjar dan kelihan sekaa sampai sekarang. Pada tahun 2010 sekaa mempunyai simpanan uang, gamelan gong kebyar yang ada di banjar di tambahkan dua buah penyacah.

Demikianlah secara singkat dapat diungkapkan tentang sejarah gamelan gong kebyar di Desa Petang.

Fungsi Dalam Upacara Agama

Kesenian Bali seni karawitan (gamelan) seni tari dan seni vocal (tembang) kesemuanya tidak bisa lepas dari upacara keagamaan (Agama Hindu) dalam uraian buku seni sacral dalam hubungannya dengan agama hindu di jelaskan sebagai berikut :

Seni Wali (Socred), relijius yaitu seni yang dilakukan di Pura-Pura dan di tempat-tempat yang ada hubungannya dengan upacara keagamaan sebagai pelaksana upacara dan upakara agama.

Bentuk Alat

Gamelan gong kebyar merupakan seperangkat gamelan yang dipergunakan untuk mengiringi upacara keagamaan khususnya agama Hindu dan mengiringi tari-tarian. Instrumen-instrumen gamelan gong kebyar di Banjar Luglug terdiri dari sebuah terompong, satu buah riong, dua buah ugal, empat buah ganse, empat buah kantil, dua buah jegog, dua buah jublag, dua buah kendang, satu buah ceng-ceng, satu buah kajar, satu buah kempli, dua buah gong, satu buah kempur, satu buah klemong, dua buah penyacah, dan satu buah bende.