BABONANGAN DIAMBIL ALIH BALEGANJUR

ABSTRAK
Seni musik merupakan sebuah kreatifitas yang sudah dibuktikan keberadaannya dari zaman prasejarah dan selalu berkembang mengikuti zaman. Perkembangan seni musik sangatlah pesat dilakukan oleh seniman sendiri, dengan terus mengeksplorasi pembaharuan-pembaharuan yang ada pada zamannya hingga menyebabkan adanya musik-musik yang khas menurut jamannya. Di Bali musik mempunyai istilah lain yaitu karawitan. Karawitan ada dua yaitu Karawitan Vokal (Tembang) dan Karawitan Instrumental (Gamelan). Karawitan berarti seni suara instrumental dan vokal yang menggunakan laras (tangga nada) pelog & slendro. Asal mula Karawitan Instrumen Bali disimpulkan menjadi beberapa fase, yakni: Masa Prasejarah; Masa Pemerintahan Raja-raja Bali Kuna; Masa Kedatangan Orang-Orang Majapahit, Masa Kejayaan Raja-raja Gelgel dan Klungkung; Masa Pemerintahan Belanda; Masa Kemerdekaan; dan Masa Kini. Jika menurut periodesasinya, gamelan Bali digolongkan menjadi tiga: gamelan golongan tua, gamelan golongan madya, gamelan golongan baru. Gamelan Babonangan termasuk dalam gamelan golongan tua namun lebih eksis keberadaannya pada periodesasi golongan baru, berlaras pelog 4 nada, yang difungsikan dalam ritual Yadnya (Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, Rsi Yadnya), mempengaruhi barungan gamelan lain diantaranya gamelan okokan dan gamelan baleganjur, mempengaruhinya dari segi instrumen dan pola gendingnya. Pengaruh tersebut berdampak negatif terhadap Gamelan Babonangan, keberadaan dan fungsionalnya tergeser oleh adanya Gamelan Balaganjur. Fenomena itu terjadi karena pesatnya perkembangan Gamelan Balaganjur, yakni sebagai iringan baru berupa iringan pawai, hingga di kompetisikan dalam konteks kreasi baru, mulai dari struktur gending, teknik permainan, dinamika, ritme yang baru. Perkembangan Balaganjur membuat keberadaan Gamelan Babonangan ini seperti diisolasi. Guna menjaga kelestarian Gamelan Babonangan peran pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan dalam menanggulangi kepunahan Gamelan Babonangan beserta gending-gendingnya.
Kata Kunci: Gamelan, Yadnya, Babonangan, Balaganjur, Pengaruh.

PENDAHULUAN
Musik merupakan sesuatu hal yang sudah mempengaruhi bahkan ikut berkembang bersama mengikuti peradaban manusia. Sehingga timbul analogi peradaban manusia bergandengan dengan musik atau musik bergandengan dengan peradaban manusia. Di Bali musik mempunyai istilah lain yaitu karawitan yang berasal dari kata rawit yang berarti halus, diawali dengan awalan ke- dan akhiran –an. Karawitan Bali digolongkan menjadi dua yakni, karawitan vokal (tembang) dan karawitan instrumen (gamelan). Karawitan berarti seni suara instrumental dan vokal yang menggunakan laras (tangga nada) pelog & slendro. Istilah pelog adalah tangga nada (laras) dalam Karawitan Bali yang jarak nadanya berjauhan (1 . 3 4 5 . 7 1 atau do . mi pa sol . si do), sedangkan istilah slendro adalah tangga nada (laras) dalam Karawitan Bali yang jarak nadanya berdekatan (1 2 3 . 5 6 . 1 atau do re mi . sol la . do). Gamelan Bali (karawitan instrumen Bali) sudah ada sejak zaman dahulu. Untungnya kebanyakan bentuk gamelan yang diwarisi dari zaman dahulu hingga sekarang masih hidup hingga dapat dilestarikan. Untuk memudahkan penulisan asal mula gamelan Bali ini, perlu dibuat fase-fase perkembangan gamelan Bali, yakni: Masa Prasejarah (2000 S.M-Abad VIII); Masa Pemerintahan Raja-raja Bali Kuna (Abad X- Abad XIV); Masa Kedatangan Orang-Orang Majapahit, Masa Kejayaan Raja-raja Gelgel dan Klungkung (Abad XIV-XIX); Masa Pemerintahan Belanda (1846-1945); Masa Kemerdekaan (1945 – Akhir Abad XX); dan Masa Kini (Akhir Abad XX – Awal Abad XXI).
Pada Masa Pemerintahan Raja-raja Bali Kuna mulai adanya hubungan yang erat antara Bali dan Jawa sejak abad VIII menyebabkan kesenian Bali, termasuk gamelan mendapat pengaruh dari Hindu Jawa. Bentuk-bentuk seni pertunjukan pada waktu itu belum diketahui secara pasti namun sudah ditemukannya prasasti Sukanawa A I yang berangka tahun 882 Masehi dan menyebutkan adanya
“… instrumen papadaha balian (gendrang berujung dua), & Prangsangkha (trompet kulit kerang), pamukul tangkalik (bermain silafon bambu); serta Prasasti Bebetin yang berangka tahun 896 Masehi, yang menyebutkan beberapa jenis seni pertunjukan yang ada di Bali, seperti pande tembaga (pengrajin tembaga), pamukul (pemain bunyi-bunyian), pagending (biduan), pabunjing (penari), papadaha (pemain gendrang), parbangsi (pemain rebab, sejenis lute dengan dua dawai), partapukan (penari topeng), parbwayang (pertunjukan wayang, boneka dari kulit atau kayu), Prasasti itu dibuat oleh pegawai kerajaan Singamandawa pada bulan ke-10 hari pasaran wijayamanggala …”. (Bandem, 2013: 18).
Gamelan Bali menurut periodesasinya dapat digolongkan menjadi 4 golongan:
Gamelan Golongan Tua
Gamelan golongan tua diperkirakan sudah ada sejak Masa Prasejarah, 2000 S.M.-Abad VIII; Masa Pemerintahan Raja-raja Bali Kuna, Abad IX-XIV. Yang paling mencirikhaskan suatu gamelan digolongkan dalam gamelan golongan tua yakni fungsional kendang dalam suatu ansambel (barungan gamelan) yang belum sebagai pemurba irama atau pemimpin gending, namun hanya sebagai pelengkap. Contohnya seperti ansambel Gong Luwang, Slonding, Gender Wayang, Angklung 4 nada, Gambang, Bheri, Ponggang, Babonangan.
Gamelan Golongan Madya
Gamelan golongan madya diperkirakaan sudah ada sejak Masa Kedatangan Orang-orang Majapahit; Masa Kejayaan Raja-raja Gelgel dan Klungkung, Abad XIV-XIX. Bila dibandingkan dengan gamelan golongan tua, instrumen gamelan golongan madya lebih lengkap dan banyak, serta komposisi gendingnya sudah semakin kompleks dan fungsional kendang sudah sebagai pemurba irama dan pengatur dinamika gending. Contohnya yakni: Gamelan Gambuh, Semar Pagulingan, Palegongan, Barong Ket, Paarjan, Gong Gede, Gong Kuna, Babonangan Madya.
Gamelan Golongan Baru
Gamelan golongan baru diperkirakan sudah ada sejak Masa Pemerintahan Kolonial Belanda, Tahun 1846-1945; Masa Kemerdekaan, Tahun 1945-Akhir Abad XX. Pada masa ini, gamelan golongan baru merupakan perkembangan gamelan dari masa sebelumnya. Contohnya seperti Gamelan Gong Kebyar yang dikembangkan dari Gamelan Gong Gede 5 nada, dan Gong Kuna. Perkembangan Gong Kebyar pada masa itu sangat pesat hingga sekarang ini. Dibalik perkembangan yang pesat tersebut juga ada insiden yang sangat mengkhawatirkan, yaitu pengeksploitasian Gamelan Gong Gede dan Gong Kuna yang dilebur ulang untuk dijadikan Gamelan Gong Kebyar. Mengapa hal itu bisa terjadi? jelas karena keinginan seniman untuk menghasilkan sesuatu yang baru, namun nyatanya kebaruan tersebut tidak seutuhnya berdampak positif. Beberapa contoh gamelan golongan baru lainnya adalah gamelan gong gede 7 nada, semarandana, gamelan baleganjur semarandana, gamelan balaganjur babarongan.
Setiap barungan gamelan yang diciptakan oleh leluhur masyarakat Bali, lahir bersamaan dengan fungsinya untuk kepentingan adat dan ritual keagamaan di masing – masing daerah. Seperti halnya Gamelan Angklung Klentang difungsikan dalam upacara Pitra Yadnya (Ngaben) di Bali Selatan, Gamelan Gong Gede sesuai dengan ciri khas suaranya yang agung yang biasa dibunyikan ketika pelaksanaan Dewa Yadnya (Piodalan), Gamelan Gender Wayang yang dibunyikan dalam Manusa Yadnya (Metatah/ Mesangih), hingga Gamelan Babonangan yang disuarakan ketika pelaksanaan Dewa Yadnya (Iringan Ida Betara Lunga). Hal ini membuktikan bahwa gamelan Bali memang benar difungsikan dalam upacara keagamaan dan prosesi ritual di Bali.
Dalam perjalanan gamelan bali, perkembangannya begitu pesat. Dewasa ini, fungsional gamelan bali yang dulunya sebagai pengiring upacara keagamaan sekarang sudah berkembang menjadi sebuah seni pertunjukan untuk publik. Fenomena tersebut termasuk wujud pelestarian gamelan bali. Sebagai objek seni, gamelan kini dimainkan sebagai seni pertunjukan yang menjadi penyebab munculnya nuansa-nuansa kekinian, baik dari segi teknik, tempo, dinamika, melodi, dan penciptaan gending oleh seniman, yang selalu ingin menciptakan sesuatu yang baru. Sehingga timbulah perubahan warna suara dan perkembangan instrumen dalam barungan gamelan yang sama.

PEMBAHASAN
Gamelan Babonangan merupakan salah satu jenis gamelan bali yang termasuk dalam gamelan golongan tua. Gamelan Babonangan menggunakan laras (tangga nada) pelog 4. Suara tersebut memberi ciri khas gamelan babonangan yang terdengar angker, agung dan menggelegar oleh karena itu gamelan babonangan difungsioanalkan sebagai gamelan pengiring Pitra Yadnya (Ngaben) dan Dewa Yadnya (Piodalan). Gamelan Babonangan yang disebut pula gamelan Ktug Bumi dipakai untuk mengiringi upacara Butha Yadnya (pengeruwatan, pembersihan). (Bandem: 15). Dalam kehidupan bermasyarakat, jika terdengar suara babonganan maka akan muncul pertanyaan “siapa yang meninggal?”, “dimana ada odalan?” dan “dimana rumah orang yang melakukan caru” menurut lontar prakempa mengenai alat-alat bebarungan Gong Babonangan;
“… Gong, dua yaitu lanang dan wadon suaranya dang angumbang angisep, Kempul, satu suaranya ding angisep, Bebende, suaranya dang gora, Ponggang, setungguh suaranya dang dung, Kemong, suaranya dung angumbang alit, Rareyong Besar (Pengageng), dua tungguh suaranya dang dung satu tungguh, deng dung setungguh, Rareyongan Bebarangan, dua tungguh suaranya dang dung setungguh, deng dong setungguh, Kendang, dua yaitu lanang wadon beserta pepanggulan, Rebab, satu, Serunai Besar, satu pasang sama (dua buah), Serunai Barangan, satu pasang sama ngumbang ngisep, Jegogan, sepasang, Jublag, sepasang, Penyacah, sepasang, Gangsa Besar, Gangsa Menengah, Gangsa Kecil, sepasang sama ngumbang ngisep, Gumanak, tiga, Genta orag dua pancer menengah, Cengceng kecil, tiga cakep, Ceceng menengah¸dua cakep, Cengceng besar, satu cakep. Lengkaplah semua …”. (Bandem, 1986: 89)
Dewasa ini, Gamelan Babonangan mempengaruhi lahirnya ansambel baru di beberapa desa di Bali yaitu Okokan (Grumbyungan) di Desa Mayongan, Kecamatan Baturiti, kabupaten Tabanan, dan juga di Desa Pujung Kaler, Kecamatan Tegalalang, Kabupaten Gianyar Gamelan Okokan adalah ansambel musik prosesi yang hamper sebagian besar instrumennya berasal dari okokan, grumbyungan, keroncong sapi. Selain Gamelan Okokan, Gamelan Babonangan sering dibaurkan dengan gamelan Balaganjur. Beberapa instrumen dari baleganjur diambil dari gamelan babonangan seperti yang tervital berupa reyong, ponggang, kendang cedugan (memakai panggul) dll. Fungsi pokok dari kedua gamelan ini juga sama yaitu sebagai pengiring Pitra Yadnya (Ngaben) dan Dewa Yadnya (Piodalan), namun seiring perkembangan jaman gamelan babonangan mulai punah oleh keberadaan gamelan balaganjur. Hal itu disebabkan oleh pesatnya perkembangan gamelan balaganjur yang sebelumnya hanya pengiring upacara ngaben dan piodalan kini difungsitambahkan sebagai gamelan pengiring pawai, pengiring upacara pawiwahan, hingga menjadi sesuatu yang dikompetisikan dalam konteks kreasi baru, konteks baru yang dimaksudkan ini yaitu struktur gending, teknik permainan, dinamika, ritme yang baru.
Gamelan Babonangan yang pernah ada di desa Mengwi sudah mengalami kepunahan. Sebagian besar banjar-banjar di desa Mengwi mempunyai pura yang diayomi masing-masing banjar dimana terdapat Sesuhunan (Perwujudan Tuhan menurut Hindu Bali) yang berstana di pura tersebut. Oleh karena itu, gamelan babonangan berperan penting dalam pelaksanaan ritual keagamaan di pura-pura tersebut. Hal itu dibuktikan oleh adanya beberapa instrumen ponggang, reyong, kendang cedugan, ceng-ceng yang sekarang dilengkapkan sebagai gamelan baleganjur yang tentu saja diadopsi dari gamelan babonangan yang ada di salah satu Banjar di desa Mengwi yakni banjar Delod Bale Agung. Pelestarian kesenian belakangan ini, terutama kesenian balaganjur sungguh membludak keberadaannya di Bali. Hal itu mengakibatkan semakin bergesernya gamelan babonangan dengan gending-gending klasik yang diwarisi secara turun temurun. Oleh karena itu, penulis harapkan adanya peran pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi kepunahan gamelan babonangan beserta gending – gendingnya.

SIMPULAN
Gamelan Babonangan merupakan salah satu jenis gamelan bali (karawitan instrumen Bali) yang termasuk dalam gamelan golongan tua. Gamelan Babonangan menggunakan laras (tangga nada) pelog 4 nada yang difungsioanalkan sebagai gamelan pengiring Pitra Yadnya (Ngaben), Dewa Yadnya (Piodalan) dan Butha Yadnya (Pengeruwatan). Gamelan Babonangan mempengaruhi gamelan okokan yang ada di Tabanan, dan gamelan balaganjur yang tersebar luas di seluruh Bali. Keberadaan gamelan babonangan semakin bergeser setelah adanya gamelan balaganjur yang mengambil alih fungsional gamelan babonangan dan cenderung bersifat fleksibel. Oleh karena itu, penulis harapkan adanya peran pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi kepunahan gamelan babonangan beserta gending-gendingnya

PUSTAKAAN
Bandem, I Made. 2013. GAMELAN BALI di Atas Panggung Sejarah. Denpasar: STIKOM BALI
______________. 1986. Prakempa Sebuah Lontar Gambelan Bali. Denpasar: Akademi Seni Tari Indonesia Denpasar

Komentar ditutup.