- 1. Sikap Duduk bermain Rebab
Pada umumnya sikap dalam memainkan suatu alat atau tungguhan di Bali selalu dilakukan dengan cara duduk bersila. Demikian juga sikap duduk pemain rebab dilakukan dengan cara duduk bersila dan bersikap tegak. Sikap duduk pengrebab akan berpengaruh pada letak permainan jari-jari yang dapat menentukan hasil suara rebab maupun nada yang ditimbulkan.
Di Bali terdapat beberapa bentuk sikap duduk bersila dalam memainkan tungguhan rebab. Perbedaannya terletak pada posisi kaki antara lain kaki kanan ditekuk kemudian diletakkan dileyakkan diatas paha kaki kiri, dan posisi kaki kiri terletak di bawah kaki kanan, demikian juga sebaliknya kaki kiri yang ditekuk kemdian diletakkan diatas paha kaki kanan, dan kaki kanan berada di bawah kaki kiri.
- 2. Posisi Tungguhan Rebab
Dalam memainkan rebab, pengrebab dalam posisi bersila, tungguhan rebab diletakkan atau berada di depan kaki pengrebab dengan posisi rebeb berdiri. Pada saat meletakkan rebab, bagian rebab yang paling bawah tidak dijepit dengan kedua kaki.
- 3. Cara memegang Tungguhan Rebab
Pada saat penyajian suatu gending, tungguhan rebab selalu dipegang baik pada saat menggarap atau tidak menggarap suatu gending. Dengan demikian posisi tungguhan rebab selalu dipegang dan disamping itu juga demi keamanan tungguhan rebab tersebut. Salah satu alterntif cara memegang tungguhan rebab pada saat tidak dimainkan adalah tangan kiri memegang pada bagian batang rebab, dan tangan kanan memegang pengadaran ( pengesek ) serta sikap duduk selalu tegak.
- 4. Cara Memegang Pengadaran
Langkah ini sangat perlu diketahui oleh calon pemain rebab, karena kalau salah memegang pengesek rebab, rebab tersebut tidak akan berbunyi karena plastiknya tidak kencang. Adapun cara memegang pengadaran adalah jari tengah dan jari manis dimasukkan diantara kayu dan plastik yang ada pada pengesekan tersebut. Jari telunjuk diletakkan pada baawah pengesek rebab dengan mengikuti bentuk pengesek tersebut. Ibu jari terletak diatas pengesek rebab, jari kelingking diletakkan di atas pelastik ( pengesek rebab ).
- 5. Cara Menyetel Rebab
Seorang pengrebab harus bisa menyetel rebabnya dengan perangkat gamelan yang akan diikutinya, karena setelan rebab yang akan dapat menentukan tutupan atau posisi jari yang akan digunakan. Tungguhan rebab menggunakan dua kawat, kawat satu dengan kawat yang lainnya mempunyai nada yang berbeda-bedasesuai dengan tutupan yang akan digunakan. Cara menyetelnya adalah permukaan rebab berhadapan dengan pengrebab, kemudian bagian kuping rebab yang letaknya disebelah kanan diputar kedepan dan kebelakang, apabila menginginkan kawat lebih kencang, kuping rebab diputar kearah belakang, sedangkan apabila menginginkan kawat rebab lebih kendor, maka bagian kuping rebab diputar kedepan. Jumlah memutar kuping rebab tergantung dari kebutuhan si pengrebab. Hal ini sangat perlu diketahui oleh pengrebab karena sebagai sarana untuk menentukan nada, dan juga kalau salah memutar kuping rebab, akibatnya kawat rebab akan gampang putus.
- 6. Cara Menekan Kawat Rebab
Untuk menimbulkan nada, disamping kawat tersebut digesek juga ditekan kawatnya menggunakan jari-jari sesuai dengan posisinya. Cara menekan kawat rebab ada 2 cara yaitu menekan kawat dengan ujung jari dan menggunakan bagian belakang jari. Kalau kita cermati kedua cara tersebut dapat menimbulkan suara rebab yang berbeda.
- 7. Cara Mengesek Rebab
Menggesek kawat rebab merupakan suatu faktor penting dalam menentukan kualitas suara rebab. Kawat digesek sambil menekan “ secukupnya “ pengesek rebab. Artinya apabila kawat digesek dengan tekanan terlalu keras maka akan menimbulkan kualitas suara yang kurang baik. Apabila saat menggesek kawat rebab sedikit ditekan juga kualitas suara rebabnya kurang baik, untuk mengukur tekanan dari penggesek rebab tersebut apabila rebab dapat menimbulkan kualitas suara yang baik atau jernih.
- 8. Cara memelihara Rebab
Sebagai seorang seniman akan selalu menghormati tungguhan atau gamelan yang sering digunakan. Penghormatan seniman terhaap tungguhan atau Gamelan antara lain dalam bentuk pemeliharaan sehingga siap untuk dipakai. Khusus pemeliharaan yang dilakukan dalam tungguhan Rebab antara lain bisa memasang kawat Rebab, bisa mmasang penyanteng, bisa membuat dan memasang jejebug, menggesek plastik dengan gondo rukem ( karpus ) dan menyimpan tungguhan Rebab di tempat yang aman.
- 9. Cara Memasang Kawat
Ada dua jenis kawat yang digunakan pada tungguhan Rebab yaitu jenis kawat gitar dan kawat kuningan. Kalau menggunakan kawat Rebab dari senar gitar biasanya menggunakan ukuran nomer 2. Kualitas suara yang ditimbulkan dari kawat gitar kurang baik.
Di dalam kisah pertempuran Mahabaratha yang memakai gamelan adalah pertempurannya. Ikhtisar Mahabarata, dari episode Pertemuan dihari Pertama sampai dengan episode Akhirnya Duryodhana Juga Tewas. Selain daripada itu juga terdapat beberapa interpretasi yang tertuang dalam bentuk diskusi dan analisis. Untuk lebih jelas materi tersebut, maka berikut ini akan mengulang kembali beberapa pokok pikiran itu dalam bentuk rangkuman seperti di bawah ini.
Ikhtisar-ikhtisar tersebut lebih banyak menguraikan tentang pertempuran besar antara Pandawa melawan Kaurawa di Medan Kurukshetra. Dari pertempuran ini terlukis jelas nilai-nilai kepahlawanan kedua belah pihak, baik yang ditumbuhkan dari sifat-sifat serakah, angkuh, irihati dan lain sebagainya maupun sifat kepahlawanan yang ditumbuhkan oleh kekuatan Dharma dan keadilan.
Ketika berlangsungnya peperangan dihari pertama, Pandawa menderita kekalahan yang amat besar. Kemudian pada hari kedua dan selanjutnya Pandawa selalu unggul, mereka berhasil memporakporandakan semua formasi yang digunakan oleh Kaurawa. Meskipun Abhimanyu, Gatotkaca dan juga semua putra mereka yang lahir dari Draupadi gugur, namun semangat perjuangan mereka tidak pernah luntur untuk membasmi segala kejahatan Kaurawa, demi tegaknya Dharma dan keadilan.
Sebetulnya kemenangan Pandawa besar sekali dipenan garuhi oleh Krishna, pengemudi kereta Arjuna. Adanya Krishna di pihak Pandawa menjadikan Pandawa terlindung dari segala hal bencana maut. Di saat-saat kritis seperti misalnya; dalam Pandawa menghadapi Bhishma, Drona, Karna dan juga Salya serta Duryodhana, ternyata Krishna tidak saja bertugas sebagai pengemudi kereta Arjuna, namun juga sebagai penasehat dan sumber taktik perang Pandawa.
Sumpah Shikandin dan beberapa Pahlawan besar Pandawa yang isinya akan membunuh pahlawan-pahlawan kenamaan Kaurawa semuanya berhasil dilaksanakan dengan baik. Shikandin dibantu Arjuna berhasil menewaskan Bhishma, Dhristadyumna berhasil mennewaskan Drona, Bhimasena membunuh Dhursasana dan sekaligus meminum darahnya, selain itu Bhima juga membunuh Duryodhana, Arjuna berhasil menewaskan Jayadratha sebelum matahari terbenam.
Peperangan yang terjadi antara Pandawa dan Kurawa tidak bedanya dengan peperangan antara Dharma melawan Adharma. Pandawa yang berada di pihak Dharma sedang Kurawa di pihak Adharma. Meskipun tidak sedikit korban yang berjatuhan dari kedua belah pihak, namun tetap tidak dapat dipungkiri bahwa Pandawa yang berada di pihak Dharma berhasil memperoleh kemenangan atas Kurawa yang berada di pihak Adharma itu. Sebenarnya hancur dan hangusnya Kurawa adalah disebabkan oleh hasil perbuatan mereka sendiri yang penuh diliputi oleh nafsu dan ambisi akan kekuasaan.
Bali adalah salah satu pulau yang paling tekenal di indonesia. Sebagai satu-satunya daerah di Nusantara tempat siswa-siswa kebudayaan indonesia-hindu masih tampak jelas balai-balai pemujaannya telah banyak di potret, upacara keagamaannya telah banyak dilukisakan, keseniannya telah banyak dianalisa, cara berpikir rakyatnya telah banyak dikupas secara mendalam, dan kecantikan wanita-wanitanya telah banyak di puji oleh para ahli etnografi.
Cabang seni karawitan, dalam penyajiannya didukung oleh 26 jenis perangkat gamelan yang masing-masing memiliki fungsi, instrumen, repertoar gending. Dari 26 jenis perangkat tersebut, 5 diantaranya menggunakan instrumen terompong yakni : Gong Luang, Semar Pegulingan (saih 5 dan saih 7), Gong Gede, dan Gong Kebyar.
Sekarang kita berbicara tentang kendang. Kendang adalah salah satu jenis instrument perkusi yang bunyinya timbul oleh membano atau kulit yang dicenceng. Di dalam pengetahuan tantang kendang ada yang namaanya pakelit. Pakelit itu adalah merupakan lubang kecil yang membatasi muka kanan dengan muka kiri dari sebuah kendang Bali. Fungsi pakelit itu adalah untuk mengatur tinggi rendahnya bunyi kendang tersebut.
Kendang Bali perbendaharaan bunyi yang cukup kaya karena teknik pukul dan tutupan pada kedua muka kendang tersebut. Kendang blai dapat dimainkan dengan cara memukul dengan tangan dan juga dengan panggul, begitu pula kalau memukul bagian-bagian muka yang berbeda, akan menghasilkan bunyi yang berfariasi.
Jenis-jenis kendang
Di Bali terdapat bermacam-macam jenis Kendang seperti kendang Mebarung, Kendang Cedugan, kendang Gupekan, Kendang krumpungan, Kendang nyalah, kendang Angklung.
- Kendang Mebarung
Kendang Mebarung yaitu kendang yang paling besar ukurannya, terdapat di Pulau Bali bagian Barat yaitu daerah Jembrana. Panjangnya 150 cm, ukuran muka gede 80 cm dan muka kecil 60 cm. Kendang ini termasuk kendang cedugan. Cara memainkan kendang ini, pemainnya berdiri dengan memegang dua panggul, yang keduanya dipukul pada muka gede kendang tersebut.
- Kendang Cedugan
Kendang cedugan yaitu yang khusus dipakai Gamelan Gong Gede. Kendang Cedugan disesuaikan dengan gamelan yang diiringi. Semakin besar larasnya, semakin besar pula ukuran kendangnya. Dengan demikian suara kendang dapat mengimbangi atau ada keseimbangan pada saat dibunyikan bersama.
- Kendang Gupekan
Kendang Gupekan ini masih lebih kecil ukurannya dengan Kendang Cedugan, panjangnya 68-70 cm dengan garis tengah 30cm untuk muka besar dan 25cm ukuran muka kecil. Kendang ini biasanya dimainkan dengan tangan, tetapi kadang-kadang dimainkan dengan panggul Kendang Gupekan dapat dibedakan 2 macam yaitu:
a. Kendang Gupekan Nunggal
b.Kendang Gupekan Berpasangan
- D. Kendang Krumpungan
Pada umumnya kendang krumpungan ini panjangnya 60cm, muka besar 26cm, muka kecil 22cm. Kendang krumpungan ini biasanya dipergunakan untuk mrngiringi Gamelan Gambuh atau Semar Pegulingan dan Gamelan Pelegongan.
- E. Kendang Nyalah
Kendang Nyalah merupakan jenis kendang yang ukurannya antara Kendang Gupekan dan Kendang Krumpungan. Kendang Nyalah biasanya dimainkan oleh tangan maupun juga dengan panggul.
- F. Kendang Angklung
Kendang Angklung merupakan Kendang yang ukurannya terkecil diantara Kendang yang ada di Bali. Kendang Angklung dimainkan berpasangan oleh gedenya saja, sedangkan tangan kiri untuk menutup suara muka besar dari waktu tertentu.
Teknik Permainan Kendang Gupekan Nunggal
Dalam memainkan kendang Gupakan Nunggal, juru Kendang duduk bersila, dimana kaki kiri di depan, kendang dipangku diatas paha, muka kanan daripada kendang ditumpu oleh telapak kaki kiri, dengan demikian muka kiri kendang ada diatas paha yang letaknya agak miring dengan muka kanan kendang.
Disamping itu pula umumnya Juru Kendang gupekan Nunggal bermain lebih lincah, dengan gerakan-gerakan tertentu memberikan tanda-tanda kepada pemain gamelan yang leinnya. Pada pemain kendang berpasangan, pada kendang Wadon suara yang dihasilkan lebih besar, Juru kendang Wadon dituntut untuk memiliki kemampuan lebih daripada pemain kendang Lanang. Sedangkan pada pemain kendang Gupekan Nunggal, harus dapat memainkan instrument yang bervariasi, karena Kendang Nunggal sangat menentukan berhasil atau tidaknya pertunjukan tabuh yang disajikan.
Peranan Kekendangan Gupekan Nunggal
Berbicara mengenai peranan Kekendangan Gupekan Nunggal, kita tidak lepas dengan timbulnya Gamelan Gong Kebyar di Daerah bali Utara. Sampai saat ini Gamelan Gong Kebyar terus berkembang baik di dalam negeri khususnya di pulau Bali maupun diluar negeri.
Dibidang seni khususnya Seni Karawitan / Tabuh dan Seni Tari timbul pembaharuan dengan munculnnya Gamelan Gong Kebyar pada tahun 1941 di Bali Utara yaitu di kabupaten Buleleng, oleh I Gusti Panji dan Lagu Gending Kebyar oleh Pan Wandres dari Desa Jagaraga Buleleng.
Istilah kebyar akhirnya sangat popular di masyarakat Bali Utara, karena kata Kebyar yang ditimbulkan oleh suara Gamelan yang bagaikan sinar kilat yang demikian tajam, riuh dengan iringan suara petir yang keras memekakkan telinga.
Dengan berkembangnya Gong Kebyar di masyarakat Bali, peranan Kekendangan Gupekan Nunggal semakin penting dan juru kendang mendapat tempat terhormat dari sekehe gong lainnya. Dengan demikian tiap-tiap sekehe atau grup Gong Kebyar yang tersebar di seluruh kabupaten yang ada di Bali, selalu mempunyai tokoh atau figur Yang mewakili sekehe atau grup mereka.
Pola Dasar Gupekan Nunggal
Adapun jenis pukulan Gupekan Nunggal adalah ada dua macam yaitu Gupekan Bapang dan Gupekan Ngecet. Pada Gupekan Ngecet terbagi lagi menjadi dua yaitu : Gandrangan untuk mengiringi Ngipuk Monyer dan Sepek untuk mengiringi Ngipuk Kalem. Adapun pola-pola dasar Gupekan Nunggal Bapang adalah :
Pola Kendang Dasar
Pola 1
. . . 6 . . . 1 . . . 3 . . . 2 . . . 6 . . .
KPC . KPC . KPC . KPC .
. . . 6 . . . 1 . . . 6 . . . 5 . . . 5 . . .
KPC . KPC . KPC . KPC .
Pola 2
. . . 6 . . . 1 . . . 3 . . . 2
KPD . KPC . .KPD . KPC .
. . . 6 . . . 1 . . . 6 . . . 5
KPD . KPC . KPD . KPC .
Pola 3
. . . 6 . . . 1 . . . 3 . . . 2
D D . KPC . D.D . KPC .
. . . 6 . . . 1 . . . 6 . . . 5
D D . KPC . D.D . KPC.
Pola 4
. . . 6 . . . 1 . . . 3 . . . 2
KPKPKPKPKPKPKPKP
. . . 6 . . . 1 . . . 6 . . . 5
KPKPKPKPKPKPKPKP
Pola 5
. . . 6 . . . 1 . . . 3 . . . 2
PK PP . PP . PP . PKPP
. . . 6 . . . 1 . . . 6 . . . 5
. . P . PP . . P . P C . C .
Pola 6
. . . 6 . . . 1 . . . 3 . . . 2
P P.D . . D . K P . D . . D
. . . 6 . . . 1 . . . 6 . . . 3
P P.D . . D . K P . D . . D
Pola 7
. . . 6 . . . 1 . . . 3 . . . 2
K P.CCP . CCP . CCP . C
. . . 6 . . . 1 . . . 6 . . . 3
K P.CCP . CCP . CCP . C
Demikianlah pola-pola dasar kendang yang harus dikuasai oleh para pemula yang belajar kekendangan gupekan Nunggal.
Nama :I Made Surawan.
Beliau adalah seniman alam yang berasal dari desa gulingan kecamatan mengwi kabupaten Badung . I Made Surawan lahir tahun 1865 dan beliau adalah seniman alam yang menggeluti bidang seni khususnya dalam bidang seni karawitan bali. Beliau adalah anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan suami istri I Made Gedug dan Ni Made Netri.
Beliau dulu bersekolah di SD 1 gulingan dan tamat tahun 1976. Setelah itu beliau melanjutkan ke sekolah SLUB Saraswati Amlapura dan beliau tamat tahun 1979. Setelah tamat di SLUB Saraswati beliau melanjutkan ke STM Pertanian Saraswati Tabanan, dan beliau tamat tahun 1982. Pada tahun1978 I Made Surawan ini mengikuti tarian Cak di banjar Tengah Gulingan yang di pentaskan di Objek-objek wisata. Di dalam tarian Cak itu beliau berperan sebagai Sugriwa dan setelah menari Sugriwa beliau langsung merangkap menabuh.
Mulai dari tahun 1980 I Made Surawan ini sudah mengabdikan diri di masyarakat banjar Tengah Gulingan di dalam bidang seni karawitan. I Made Surawan menikah dengan Ni Nyoman Suarini tahun 1884 dan di karuniai 2 orang anak. Di samping menggeluti bidang seni karawitan, beliau juga menggeluti bidang seni yang lainnya. Seperti, beliau bisa memainkan wayang dan menarikan tarian topeng. I I Made Surawan ini terpacu belajar wayang dan tarian topeng ini karena ia ingin menambah penghasilan keluarga. Karena keadaan keluarga di saat itu bisa di bilang kurang mampu.
Setelah I Made Surawan menguasai tarian topeng itu, baru beliau mulai menarikan tarian topeng di rumah-rumah masyarakat yang mempunyai upacara keagamaan sampai sekarang.
Kisahnya konon terjadi pada pemerintahan Dalem Waturenggong di Gelgel, tatkala beliau mengadakan upacara besar di Pura Besakih. Banyak pandita yang diundang untuk muput upacara ini.
Tersebutlah pandita (brahmana) sakti dari Keling, yang tidak diundang dalam upacara itu, tetapi ingin terlibat muput karya. Niatnya ini karena didasarkan pada hubungan kekerabatan antara Keling di Jawa dan Gelgel di Bali karena itu beliau datang. Sayangnya, karena perjalanan yang jauh dan berhari-hari, Pandita Keling sampai di Gelgel dalam keadaan kumal, bajunya compang-camping, mirip seorang pengemis. Dalam pakaian seperti itu, tak ada seorang pun staf kerajaan yang percaya kalau tamu tanpa diundang ini seorang pandita. Maka, Pandita Keling diusir dengan paksa, setelah sebelumnya sempat dihina.
Pandita Keling pergi dengan dendam. Di sebuah tempat yang sepi, dia melakukan perlawanan dengan mengucapkan mantra yang berisi sumpah yadnya yang diselenggarakan oleh Dalem Waturenggong tidak akan membawa berkah/tidak berhasil, malahan menimbulkan bencana. Semua banten menjadi busuk dan tikus-tikus pun mengerubungi banten busuk itu. Tikus semakin banyak sampai merusak tanaman petani. Rakyat menjadi resah.
Raja Waturenggong dalam samadinya tahu siapa yang mengutuk upacara besarnya itu. Dia lantas mengutus Arya Tangkas untuk menjemput pandita yang masih tinggal di tempat sepi (suung) itu. Raja meminta maaf dan mempersilakan Pandita Keling untuk ikut muput upacara bahkan menjadi pamuput paling akhir sehingga karya itu menjadi sida (diberkahi). Prosesi ini bagi masyarakat kebanyakan lantas disebut pamuput Sidakarya.
Dari legenda itu masyarakat Hindu di Bali lantas membuat Topeng Sidakarya. Wujudnya berwajah jelek dengan gigi merangas sebagai simbol dari pandita yang wajahnya mirip gelandangan. Karena itu, penari Topeng Sidakarya biasanya lebih banyak menutup wajah — terutama mulut — dengan kain putih yang dibawanya. Namun, mantra yang diucapkan sangat bertuah karena dilakukan dengan ngider buwana (ke segala arah). Itu sebabnya, tidak semua penari topeng mampu menarikan Dalem Sidakarya.
Kebanyakan masyarakat Bali yang tidak mementaskan Topeng Sidakarya untuk muput yadnya beralasan lain lagi, yakni tak ingin memanggil sekaa topeng. Pengeluaran bertambah dengan mementaskan topeng. Namun, Topeng Sidakarya sendiri sesungguhnya bisa dipentaskan tanpa ”pementasan topeng”. Artinya, yang didatangkan hanya seorang penari topeng yang sudah berhak (secara ritual) membawakan topeng Dalem Sidakarya itu.
Gamelan pengiring tidak menjadi masalah, bisa gong gede, angklung, maupun gender biasa, disesuaikan dengan gamelan yang ada pada penyelenggaraan yadnya. Dalam hal ini penari Topeng Sidakarya disebut ”Topeng Pajegan”, karena dia harus menarikan berbagai peran. Dalem Sidakarya hanya muncul pada saat akhir yakni ketika membuat tirtha. Karena itu sebelumnya ”penari pajegan” ini melakukan improvisasi dan monolog untuk mengantar pada kemunculan Dalem Sidakarya. Penari bisa membanyol, bisa pula memberikan semacam dharma wacana, tergantung siapa penarinya.
Sebagai seni ritual (seni wali) Topeng Sidakarya perlu dikembangkan dan dipopulerkan. Tentu fungsi utamanya ditambah, bukan hanya untuk mentradisikan legenda pamuput akhir dari yadnya, tetapi untuk media dharma wacana. Sekarang ini bukan hanya hama tikus yang meresahkan tetapi juga terjadinya kemerosotan moral pada generasi muda. Nah, siapa tahu Topeng Sidakarya bisa menjadi media perlawanan dalam mengatasi masalah moral ini.