Esensi Bunyi Gamelan dalam Prosesi Ritual Hindu

This post was written by sedanaputra on Mei 22, 2012
Posted Under: Lainnya

Penerbit: Paramita Surabaya 2005
Kata Pengantar: Prof. dr. IGN Nala, MPH

Esensi Bunyi Gamelan dalam Prosesi Ritual Hindu

Bunyi gamelan diyakini disusun berdasarkan pada suara gemuruh yang berada didasar bumi yang disebut prakempa. Bunyi tersebut menyebar ke seluruh penjuru dunia yang kemudian disebut bumi pangider bhuana yang dalam teori penciptaan alam disebut sebagai “dentuman besar” (big bang). Dalam kitab suci Veda bumi penciptaan alam itu disebut sebagai nada brahman atau suara Om yang vibrasi dan resonansinya masih terabadikan hingga saat ini di dalam ether atau akasa. Bunyi tersebut kemudian disusun (direkontruksi) oleh Bhagawan Wiswakarma ke dalam dua kelompok bunyi yang disebut kelompok laras pelog dan kelompok laras selendro. Kelompok laras pelog merupakan simbul Dewa Kama Jaya atau simbul maskulin, sedangkan kelompok laras selendro merupakan simbul Dewi Kama Ratih atau simbul feminim. Gambelan laras pelog jika dipukul akan mengeluarkan nada-nada; dang, dung, deng, dong, ding, sedangkan gamelan laras selendro jika dipukul akan mengeluarkan nada-nada; ndong, ndeng, ndung, ndang, nding. Bunyi yang dikeluarkan oleh setiap bilah gamelan sesungguhnya melambangkan nyasa atau simbol dari salah satu ista dewata. Setiap lembar bilah gamelan hakikatnya bagaikan nomor telepon pada salah satu ista dewata. Jadi gamelan sesungguhnya adalah teknologi tingkat tinggi yang merupakan implementasi dari teologi Hindu.
Bentuk gamelan yang ada di bumi diyakini meniru bentuk dari gamelan-gamelan yang ada di alam para dewa. Menurut (mitos) dalam tradisi Bali yang tercatat dalam lontar Prakempa bahwa musik gamelan adalah musik sorgawi yang bernama gamelan Simladprana. Selanjutnya musik gamelan ini menjadi inspiraasi penciptaan gamelan di beberapa alam para dewa dan alam para Rsi pertapa. Maka terciptalah beberapa macam gamelan, yaitu (a) gamelan selonding di Wan srama, (b) gamelan Smar Pagulingan di Indraloka, (c) gamelan Smar Patangyan di Kuweraloka, (d) gamelan Smar Palinggyan di Yamaloka, (e) gamelan Smar Pandirian di Brahmaloka, (f) gamelan Gong di Akasa. Gamelan-gamelan inilah kemudian karena belas kasihan Tuhan dianugrahkan kepada manusia.
Bunyi gamelan selain memiliki makna filosofis-teologis juga memiliki manfaat psikologis dan sosiologis. Secara psikologis bunyi gamelan dapat menurunkan frekwensi gelombang otak betha () yang besarnya 14-30Hz hingga kelevel frekwensi alpha() yang besarnya 8-13 Hz yang memungkinkan pikiran menemui ketenangan.

Comments are closed.