Musik Genggong merupakan musik instrumental tradisional Bali yang sangat langka, seperti yang dikutip dalam artikelgenggong merupakan salah satu instrumen getar yang unik yang semakin jarang dikenal orang. Keunikannya terletak pada suara yang ditimbulkannya yang bila dirasakan memberi kesan mirip seperti suara katak sawah yang riang gembira bersahut-sahutan di malam hari. Keunikannya yang lain adalah memanfaatkan rongga mulut orang yang membunyikannya sebagai resonator.
Memang alat ini dibunyikan dengan cara mengulum (yanggem) pada bagian yang disebut “palayah”nya. Jari tangan kiri memegang ujung alat sebelah kiri dan tangan kanan menggenggam tangkai bambu kecil yang dihubungkan dengan tali benang dengan ujung alat di sebelah kanan. Untuk membunyikannya maka benang itu ditarik-tarik ke samping kanan agak menyudut ke depan, tetapi tidak meniupnya. Rongga mulut hanya sebagai resonator, dibesarkan atau dikecilkan sesuai dengan rendah atau tinggi nada yang diinginkan

Kalau ditelusuri mengenai asal mula Genggong di Desa Batuan ini, maka tak seorang informanpun dapat memberikan keterengan yang pasti mengenai asal-usul instrumen in idi Desa Bantuan yang menjadi obyek penelitian. Dari keterangan informan yang dapat dikumpulkan dikatakan. Bahwa Genggong yang ada di Desa Bantuan sudah ada sejak dahulu (sekitar awal abad 19-an). Instrumen yang dalam organisasi dikenal dengan sebutan jaw’s harp ini memang tersebar hampir di seluruh Nusantara. Pada jaman dulu, para petani di Desa Bantuan sehabis bekerja di sawah beristirahat sambil minum tuak. Pada umumnya para petani yang suka minum tuak itu, biasanya mempunyai tempat-tempat berkumpul tertentu, misalnya di warung, di rumah pedagang tuak atau di bawah pohon besar yang rindang. Sambil minum tuak mereka ngobrol kesana kemari tanpa tujuan, di samping sering mereka melakukan kegiatan yang dapat menghibur dirinya sendiri seperti bernyanyi, “Mececimpedan” dan sebaiknya. Para petani di Desa Batuan itu banyak melakukan permainan Genggong sebagai selingan. Permainan Genggong yang dimaksud adalah dengan meniup sebilah pupug kecil dan tipis yang telah di bentuk sedemikian rupa, hingga menimbulkan suara yang merdu dan dapat memberikan kepuasan pada rohani mereka.

Menurut informan, Genggong pada dasarnya berbentuk seni, tabuh. Tetapi sejak kapan Genggong dipergunakan untuk mengiringi tari, tidak seorang informan pun dapat memberikan keterangan yang pasti. Menurut informan I Wayan Sore (60 th) diungkapkan Genggong sebagai pengiring tari terjadi secara tidak sengaja. Ini terjadi sekitar tahun 1935.

Ketika itu, di suatu tempat, sekelompok orang sedang berkumpul sambil bermain Genggong. Tatkala permainan Genggong sedang berlangsung, datang Ida Bagus Putu Renteh sambil menari berimprovisasi mengikuti irama Genggong. Gerak-gerik tarian Ida Bagus Pu¬tu Renteh mengekspresikan tingkah Godogan (katak). Karena tarian ini dianggap menarik, maka atas prakarsa pemuka masyarakat setempat, tarian Ida Bagus Putu Renteh ini dipentaskan sebagai klimak setelah didahului dengan beberapa tahuh renggong, bertempat di Jabe Pura Desa Batuan. Tarian Godogan pada waktu itu kostumnya sa¬ngat sederhana dan tidak mempergunakan tapel (topeng) seperti yang ada sekarang. Tarian ini pada awal munculnya dulu juga tidak terikat oleh cerita. Hanya merupakan tari lepas yang melukiskan Godo¬gan memburu mangsanya yaitu capung yang diperankan oleh Ni Wayan Raji. Rudolf Bonnet dan Walter Spies tertarik sekali dengan kesenian ini. Kedua orang inilah menganjurkan agar barungan Genggong dilengkapi dengan Kendang, Kajar, Kempur dan instrumen lainnya. Sebelumnya barungan Genggong hanya terdiri dari beberapa Genggong. Kemudian timbullah prakarsa dari Jero Mangku Desa Batuan untuk memetik beberapa babak ceritera Godogan ini yang kemudian digabungkan dengan musik Genggong, sedangkan tariannya diciptakan oleh I Nyoman Kakul. Petikan dramatari ini pertama kali didukung oleh sekaa Genggong Batuan. Kemudian pada tahun 1970 diambil alih oleh sekaa Genggong Batur dari pimpinan I Nyoman Artika dan I Made Jimat. Eksistensi sekaa Genggong Batur Sari mendapat per¬hatian dari pemerintah, tepat pada tanggal 5 Agustus 1971, sekaa Genggong Batur Sari memperoleh Pramana Fatram dari Gubernur Bali saat itu.

Dari seluruh informasi yang di dapat,tidak seorang pemain Genggong pun dapat memberikan metode atau definisi yang pasti ba¬gaimana cara bermain Genggong. Menurut mereka, di dalam belajar bermain Genggong mereka tidak dibekali dengan metode tertentu. Ka¬rena sering mendengar dan melihat orang bermain Genggong, mereka coba-coba meniru, karena tekun dan berbakat, akhirnya bisa. Namun menurut I Dewa Aji Man Ubud dan Dewa Sandi, teknik bermain Genggong menurutnya adalah sebagai berikut :

1.Buka mulut sesuai dengan lebar Genggong yang dimainkan.
2. Tempelkan Genggong pada mulut yang terbuka tadi secara horisontal. Tangan kanan memainkan talinya sementara tangan kiri memegang alatnya.
3. Keluarkan nafas secara “ngangkihin”, mainkan bentuk mu¬lut maka lidah Genggong itu akan bergetar menimbulkan bunyi yang khas.

Laras Genggong di Desa Batuan adalah laras seledro dengan nada pokok ada 4 (empat), antara lain , ndeng, ndung, ndang dan nding, sama dengan laras angklung, maka kesenian genggong banyak mengambil bentuk lagu angklung.ada beberapa gending angklung yang masih dimainkan sampai sekarang yaitu : Gegineman, Tabuh Telu,Tabuh Angklung Dentiyis,Tangis,Tabuh Angkiung Kuta,Dongkang Menek Hiyu, Sekar Saridat, Sekar Sungsang, Sekar Gendot,  Elag Elog, Janger, konokan Ngoyong, Konokan Mejalan,