Komunitas Seni Gita Prabaswara, Denpasar

April 3rd, 2018

 

 

Komunitas Seni Gita Prabaswara (GPS), digagas sejak tanggal 8 juli 2017 oleh sekumpulan pemuda-pemudi peduli seni (gamelan, tari, karya sastra) khususnya mereka yang tumbuh besar di Banjar Tegal Kawan, Desa Pemecutan Kelod, Kecamatan Denpasar Barat. Terbentunya komunitas seni ini didasarkan atas niatan untuk melestarikan, mengembangkan, mengkemas serta merevitalisasi seni-seni tradisi baik yang berada di wilayah kota Denpasar maupun pada desa-desa terpencil di Bali. Anggota yang tergabung dalam GPS saat ini mayoritas berumur 20 tahun. Berbagai proses pelatihan (pratikal), diskusi dan riset mencoba dibangun agar formula, isu seni, peta pertunjukan dapat terbaca dengan baik. Harapannya tentu dapat tegak memposisikan diri di tengah meningkatnya persaingan kreativitas seni global. Dengan langkah ini pula kegiatan GPS tidak hanya berdiam di Banjar Tegal Kawan saja, akan tetapi terus bergerak mengikuti arah untuk menemukan “Gita Prabaswara” lainnya. Di tahun 2017 ini, GPS sedang fokus untuk mengembangkan dan mengkemas sebuah seni pertunjukan berlandaskan nilai-nilai Dharma Gita lewat gerak dan bunyi-bunyian gamelan Selonding.

Selonding

Selonding merupakan gamelan golongan tua yang berasal dari Karangasem (Bali timur). “Selonding” terbentuk dari dua kata, yakni salu dan ening. Salu berarti tempat atau ruang, sedangkan ening berarti keheningan atau ketenangan. Salu ening berarti ruang keheningan. Keheningan yang dimaksud bersumber dari lantunan tabuhan gending selonding yang mampu memasuki relung-relung pikiran menuju ruang jernih kehidupan.

 

Sinopsis

Durasi pertunjukan: 50 menit

“Sekar Alit”

Jiwa adalah bunga yang menghiasi kehidupan manusia. Bunga yang baik adalah ia yang mekar dan merunduk kecil di ketinggian ranting daun, bukan membesarkan dahan di tanah. Bunga yang setia adalah ia yang konsisten menabur wangi, sekalipun sudah layu dan mau mati, bukan karna hari.

Di taman sari ada banyak bunga warna-warni, namun keindahannya hanya dapat dinikmati oleh mereka yang menghagai perbedaan, bukan yang memperdebatkan perbedaan.

Inilah Sekar Alit, sebuah bunga rampai komposisi yang merajut bunyi bilah Slonding dengan sepuluh pupuh asli Bali.

| Komposer : Wayan Pande Widiana, S.Sn                 Vokal : Gusti Ayu Irayanti, S.Spd

Putu Rahayu Devita Sari, S.Pd

 

Sekar Alit juga disebut Macapat yang dalam bahasa Jawa berarti suatu sistem untuk membaca syair tembang atas empat-empat suku kata. Di Bali tembang macapat sering disebut dengan pupuh yang berarti rangkaian tembang. Terdapat sepuluh pupuh yang dikenal sebagai macapat asli, seperti Pupuh Sinom, Pupuh Smarandana, Pupuh Pangkur, Pupuh Pucung, Pupuh Ginada, Pupuh Ginanti, Pupuh Durma, Pupuh Maskumambang, Pupuh Dandanggula, dan Pupuh Mijil. Dari kesepuluh pupuh tersebut, masing-masing memiliki nilai dan karakter tersendiri. Pengetahuan yang terkandung dalam macapat kemudian menginspirasi komposer untuk menuangkannya pada seperangkat gamelan Selonding agar mampu menghiasi blantika tetabuhan gamelan Bali kini. Gending yang diberi judul “Sekar Alit” secara struktur terbagai menjadi sepuluh bagian (Sinom,Smarandana, Pangkur, Pucung, Ginada, Ginanti, Durma, Maskumambang, Dandang, dan Mijil) yang saling mengait satu sama lain. Masing-masing bagian diciptakan dengan mengikuti padalingsa dari kesepuluh pupuh asli. Untuk mengelola tata penyajian Panca Periring dan Ngwilet/Gregel digunakan beberapa ilmu dasar komposisi musik seperti ; manipulasi patutan, perubahan dinamika dan tempo, constanct changes ornamentasi, pada tiap instrumen yang digunakan. Masing-masing bagian disajikan dengan durasi 5 menit serta 5 bagian diantranya disi oleh vokal macepat.

Comments are closed.