Tradisi
Mepeed di Sukawati adalah salah satu bagian warisan budaya dan tradisi unik
dari leluhur yang masih bertahan sampai saat ini. Sebagai tujuan wisata tentunya
menambah daya tarik kawasan Sukawati, dan Bali pada umamnya, sehingga
memantapkan bali sebagai destinasi wisata dunia yang wajib dikunjungi. Budaya
dan tradisi yang memiliki Bali memang berkaitan dengan kegiatan ritual ataupun
prosesi upacara agama, sehingga bali bisa memiliki taksu atau karisma di mata
para pelancong.
Para peserta saat tradisi Mepeed di
Sukawati tidak mengusung gebogan seperti pada umumnya, dan juga tidak terbatas
pada kaum ibu saja, ratusan warga yang ikut dalam ritual Mepeed tersebut
dikutin oleh semua kalangan, baik lak-laki maupun perempuan mulai dari
anak-anak, remaja, dewasa bahkan lansia, merekapun secara antusias berjalan
kaki beriringan atau berparada. Para peserta dirias dengan pakaian tradisional
Bali model payas agung, walaupun sekarang berkembang jenis pakaian payas agung
modifikasi, namun mereka tetap bertahan dengan pakaian tradisional dengan pakem
khas Sukawati.
Ciri Khas
Tradisi Mepeed ini berciri khas lelengisan yang memiliki
arti kesederhanaan. Walaupun dalam ini terlihat megah karena menggunakan parade
payas agung namun unsur kesederhanaan dari Tradisi Mepeed ini tidak boleh
dihilangkan, seperti ciri khas kancut belakang untuk pengayah puri. Dijaman
sekarang pernah terjadi modifkasi terhadap busana yang digunakan pada saat
mepeed, menyebabkan banyak peserta mepeed yang meninggalkan unsur
kesederhanaan, untuk membatasi hal itu agar tidak meluas, maka warga Sukawati
tetap menggunakan busana yang benar dan itu bisa disaksikan saat Tradisi Mepeed
berlangsung.
Terlihat barisan indah dengan busana
payas agung membuat yang menyaksikan terkagum-kagum, apalagi wisataan yang
jarang menemukan sungguhan budaya seperti ini. Barisan terdepan diawali dengan
pemuda yang membawa atribut lelontekan, tedung dan sarana lain. Selanjutnya
diikuti dengan ibu-ibu yang membawa perlengkapan untuk nyaba beserta pemangku
yang akan mengambil air suci setelahnya baru pengayah anak-anak hingga lansia
yang sudah mepayas agung, biasanya diurut dengan rendah ke tinggi atau dari
anak-anak hingga dewasa. Tradisi Mepeed juga diiringi dengan baleganjur yang
berada pada barisan paling belakang.
Makna Tradisi Mepeed
Menrut penduduk setempat yang sudah pernah terlibat dalam
Tradisi Mepeed, pada saat berlangsungnya tradisi ini mereka selalu merasakan
kegembiraan karena menurut mereka Tadisi
Mepeed ini merupakan bentuk sujud bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas segala
sesuatu yang di berikan beliau kepada masyarakat untuk mempertahankan busana
adat bali dengan pakem Sukawati.
Berdasarkan
Raja Purana Pura Payogan Agung bahwa Topeng Ratu Dari dibuat oleh Ki Lampor
dari Kerajaan Daha.
Dikisahkan
bahwa Raja Kediri mendapatkan pawisik dari Ida Hyang Pasupati yang berstana di
Gunung Semeru untuk membuat 7 buah Topeng Dedari. Yang terbuat dar kayu
Jorjenar. Untuk mempersembahkan kepeda Para Dewata di Gunung Semeru. Raja
Kediri memerintahkan kepada Ki Lampor (orang kepercayaan dari Putri Daha) untuk
membuat Topeng Dedari tersebut. Setelah Topeng itu dibuat, Topeng tersbut di
persembahkan kepada Para Dewa yang bestana di Gunung Semeru, selama 42 hari
Bhatara di Gunung Semeru merasa puas sehingga Topeng tersebut di kirim. Tidak
terhngga lamanya Topeng tersebut bersemayam diKahyangan Jogan Agung belum
ditemukan tarian dari Topeng tersebut. Pada waktu I Dewa Agung Anom Karna
berpuri di Ketewel, Beliau disamping membangun kembali Kahyangan Giri Jagat
Natha juga bersemedi untuk mengetahui tarian Dedari di Indraloka. Selanjutnya
diceritakan I Dewa Agung Made Anom Karna menciptakan ragam gerak Tari Topeng
Legong, terinspirasi dari mimpnya dalam Yoga semadinya.
Dalam gerak ragam tersebut terlkiskan
gerakan ragan Bidadari yang sedang menari nari di Kahyangan. Sejak saat it
terciptalah Tari Topeng Legong beserta iringannya berupa gambelan Semar
Pegulingan, yang berarti nama “Tabuh Wali Subandar”.
Tari Sang Hyang Dedari tersebut hanya dipentaskan
pada saat Upacara baik Puja Wali di Pura-Pura maupun Piodalan di Rumah-rumah
penduduk se-Desa Ketewel. Disamping itu Tari Sang Hyang Dedari tersabut
berfungsi sebagai penampeh / menolak gering, sasab, merana. Kalau di Desa
Ketewel terjadi wabah maka Masyarakat menghaturkan Grti-geti pisang mas
kehadapan Ratu Mas Suci Giri Suci dan Ratu Dedari.
Adapun banyaknya Topeng Dedari yang
tersimpan di Pura Payogan Agung berjumlah 9 Topeng Juru Rias Sebagai baikut:
Bidadari Supraba.
Bidadari Nilotama.
Bidadari Sulasih.
Bidadari Tunjung
Biru.
Bidadari Gagar
Mayang.
Bidadari Aminaka.
Bidadari Gudita.
Kentrut.
Took.
Topeng Ratu Dedari hanya dapat ditarikan oleh anak-anak
yang menginjak usia Remaja.
Sejarah Topeng Ratu Lanang
di kisahkan bahwa Ida Hyang Bhatara Pasupati sudah berparahyangan di Payogan Agung. Beliau memerintahkan kepada Ida Bhatara Gana untuk meniru wajah dari raja dan para mentri di kerajaan Majapahit untuk diwujudkan dalam bentuk Topeng yang terbuat dari Kayu Maya, untuk dipentaskan pada saat puncak Upacara sebagai pemuput Karya. Setelah Topeng tersebut selesai dibuat lalu dipersembahkan kehadapan Ida Hyang Pasupati dan berstana di Pura Payogan Agung. Topeng Ratu Lanang ini hanya dapat di pentaskan pada saat Upacara Mapedudusan Agung atau Mapadudus Alit di Kahyangan-kahyangan.
Adapun penarinya harus orang-orang yang
telah Mewinten dan Mepedambel. Topeng Ratu Lanang berjumlah 13 buah : 6 buah
diantaranya memakai nama sedangkan 7 buah tanpa nama. Nama-nama Topeng Ratu
Lanang tersebut adalah sebagai berikt:
Sri Surya Mahajaya, Topeng ini berwarna putih.
Sri Empu Siddha Karya, Topeng ini berwarna merah muda.
Sri Semara Jaya, Topeng ini berwarna putih.
Sri Patih Gajah Mada, Topeng ini berwarna coklat.
Sri Kertawardhana, Topeng ini brwarna biru muda.
Sri Sura Yuda, Topeng ini berwarna merah muda.
Fungsi Topeng Ratu Lanang disamping merupakan tari wali /
muput karya dan juga berfungsi untuk menangkal gering, sasab, merana.
Kebyar duduk adalah sebuah tarian Bali yang dibuat oleh I Mario dan pertama kali ditampilkan pada 1925. Terinspirasi oleh pengembangan gamelan gong kebyar yang dipetik secara cepat
Gamelan selonding merupakan gamelan sakral yang terbuat dari besi yang hanya terdapat didaerah Karangasem yaitu di desa Tenganan Pegringsingan dan di desa Bungaya. Diduga juga ada Gamelan Slonding yang di buat dari kayu namun sampai saat ini instrument tersebut belum dijumpai. Nama lengkap dari Slonding Besi di Tenganan, pegringsingan ialah Bhatara Bagus Slonding yang berarti Selonding adalah leluhur yang Maha Kuasa .
Kata Slonding diduga berasal dari kata Salon dan Ning yang berarti tempat suci. Dilihat dari fungsinya bahwa Slonding adalah sebuah gamelan yang dikramatkan atau disucikan. Pendapat lain juga menyebutkan bahwa Slonding berasal dari kata Saron dan Ding yang berarti bilah – bilah gamelan dengan nada terendah yaitu nada Ding . Pendapat terakhir masih belum bisa diterima oleh masyarakat Tenganan dan Pegringsingan, namun kenyataanya Gamelan itu terdiri dari bilah – bilah besi yang panjang dan besar , dibandingkan dengan gamelan lainya yang ada di Bali yang dimulai dengan nada Ding .