Archive for the ‘Tulisan’ Category

penempatan microphone pada barungan gamelan semara pagulingan

Tulisan | Posted by putudyantara
Nov 19 2013

Jenis serta penempatan microphone dalam tiap instrumen gamelan Bali adalah suatu hal yang sangat penting yang harus diperhatikan demi kualitas suara yang maksimal dan sesuai harapan. Penempatan microphone dewasa ini sering disepelekan padahal hal ini sangat perlu diperhatikan karena dapat membuat penampilan atau perform menjadi lebih baik atau malah menjadi kendala yang membuat kualitas suara gamelan tidak bagus. Berikut ini adalah beberapa jenis microphone yang cocok untuk gamelan Bali.

 

  1. Condenser Microphone : mic ini mempunyai karakter yang sangat sensitive dan akurat dengan polarity yang diatur dengan kondisi ruangan. ECM atau Electric Condenser Microphone atau biasa juga disebut mic kondenser adalah microphone yang terbuat dari lempeng konduktor tipis membentuk sebuah kapasitor yang dapat berubah-ubah nilai kapasitasnya sesuai dengan getaran suara yang diterima. Jenis microphone ini bentuknya bisa sangat kecil sekali (sekitar 5-3mm) sehingga cocok digunakan pada peralatan elektronik kecil2 seperti ponsel, walkman, handycam, head set atau headphone yang dilengkapi microphone dan sebagainya.

 

 

  1. Dynamic Microphone dalam prinsipnya pemungut suara dynamic mempunyai sytem imbasan elektromagnetik dalam rangka menghasilkan suatu isyarat keluaran atau output, dengan mempunyai keunggulannya adalah tahan cuaca lembab, mampu untuk frekuensi yang mempunyai tekanan tinggi (spl tinggi), frekuensi respon baik, tidak memerlukan batrei

 

 

sangat populer dipakai untuk karakteristik akustik instrument yang mana mempunyai polarity yang terbatas dan bisa menerima signal yang sangat kuat seperti drumset, amplifires, dan beberapa vocal has atau tua serta unik

Dynamic Miccrophone dibagi lagi menjadi dua jenis yaitu  ribbon microphone dan moving coil microphone.

a)      Ribbon Microphone cara kerja dan prinsipnya sama dengan Moving Coil, dalam hal ini yang berbeda adalah konstruksi dan bahan. Pada ribbon lipatan pita atau ribbon berfungsi juga sebagai membran/diaphragm.

b)      Coil Microphone ini terdiri dari kumparan kawat, membran/diaphragm, dan magnet. Jika membran bergetar akibat tekanan gelombang suara maka akan menggetarkan kumparan yang terpasang mengelilingi magnet, sehingga kumparan terjadi induksi medan magnet, dan menghasilkan tegangan listrik. Tegangan listrik yang dihasilkan sebanding dengan energi mekanik yang menggetarkan membran/ diaphragm.

Keterangan :

  1. Microphone untuk instrument jublag dengan posisi stand dengan batang yang tinggi diantara kedua instrument, dengan posisi microphone manghadap kebawah. Microphone yang digunakan adalah tipe kondensor.
  2.  Mic untuk jegogan dengan mic yang sama seperti jublag yaitu kondensor dengan posisi stand tinggi dengan mic mengarah kebawah.
  3. Mic untuk gong. Untuk Mic nya juga bisa menggunakan mic kondensor namun diletakkan di belakang gong dengan arah mic mengarah ke instrument.
  4. Dua microphone untuk kantil. Mic pertama diletakkan diantara kantil 1-2 dan mic kedua diletakkan diantara kantil 3-4. Mic yang digunakan adalah mic tipe kondensor.
  5. Sama halnya dengan microphone pada kantil, empat buah instrument pemade membutuhkan dua microphone, mic untuk pemade adalah mic kondensor.
  6. Mic untuk Suling. Karena suling khususnya suling berukuran besar cenderung bervolume rendah dan sering tidak terdengar secara keseluruhan, maka untuk suling dapat menggunakan mic kondensor maupun mic tipe audio technical . jumlah mic yang dipergunakan adalah satu mic.
  7. Mic untuk instrument rebab. Rebab juga sering tidak terdengar karena dihanyutkan oleh suara keras dari pemade dan instrument lainnya. Untuk rebab kita bisa menggunakan mic audio technical atau mic lainya seperti shotgun microphone, tentu saja dengan perbandingan setelan volume yang lebih tinggi, atau dapat menambah instrument itu sendiri, jumlah mic yang dibutuhkan adalah satu mic.
  8. Mic untuk instrument terompong. Untuk instrument yang satu ini gunakan dua mic karena ukuran instrument yang cukup panjang agar dapat menjangkau tiap suara yang dihasilkan dari pencon-pencon terompong. Mic tipe kondensor dan kedua mic di letakan di depan instrument seperti pada gambar.
  9. Microphone untuk muka kiri kendang, bisa menggunakan mic tipe tom maupun dynamic microphone.

Mic untuk muka kanan kendang bisa menggunakan microphone untuk drum set atau dynamic microphone. Untitled

biografi seniman

Tulisan | Posted by putudyantara
Okt 18 2013

I Wayan Kalam Seniman Drama Tari Klasik Sejati

(Tugas sejarah karawitan semester)

Putu Dyantara

201202038

 

I Wayan Kalam Seniman Drama Tari Klasik Sejati

Arja merupakan drama tari klasik yang merupakan salah satu bentuk perkembangan dari drama tari Gambuh yang dalam pementasanya diiringi oleh Gambelan Geguntangan, Semar Pagulingan ataupun gamelan Gong Kebyar. Dalam pementasan tari arja si penari banyak melantunkan lagu-lagu yang telah di sesuaikan dengan karakter tokoh yang dibawakan oleh masing-masing penari serta jalan cerita yang di pentaskan. Drama tari arja inilah yang menjadi bagian hidup seorang putra Bali bernama I Wayan Kalam. Lahir bertepatan dengan di ploklamirkannya kemerdekaan RI 17 agustus 1945 di desa gabloban kecamatan selemadeg tabanan. Pertama kali belajar menari pada umur sepuluh tahun beliau mengatakan bahwa tari yang pertama ia pelajari waktu itu adalah tari dasar putra yaitu tari baris tunggal dengan pelatihnya yang bernama I Ketut Rideng (alm) dan pentas pada pertama kalinya di desanya sendiri desa gablogan. Sejak kecil beliau memang sangat gemar menari, selain itu dapat menerima materi-materi yang diberikan  oleh gurunya lebih cepat dari pada teman-teman sebayanya. Beliau menegaskan bahwa tari merupakan suatu cara untuk mengekspresikan jiwa yang kuat karakter manusia yang budiman serta mempunyai perasaan yang lemah-lembut.

Karena bakat dan ketekunan yang ia miliki maka di usianya yang masih belia itu ia diangkat sebagai salah satu murid dari seniman besar I ketut Mario. Seorang pengabih Puri Tabanan yang terkenal dengan tari Oleg Tamulilingannya. I Wayan Kalam diajari oleh gurunya tersebut tari Kebyar Duduk, Kebyar Terompong dan Oleg Tamulilingan. Karena sangat mencintai dunia tari sampai-sampai beliau tidak melanjutkan sekolah dan tidak tamat sekolah dasar yang pada waktu itu bernama sekolah rakyat bajera yang terletak di sebelah barat desa gablogan sebab sering tidak naik kelas karena mengikuti guru tari nya dalam pentas tari di berbagai tempat. Jadi I Wayan Kalam tidak tamat sekolah rakyat tersebut apalagi melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu ia juga sempat belajar tari teruna jaya pada seniman asal Jaga Raga , Buleleng yang bernama I Gede Manik pada tahun 1956. Dapat dididik oleh kedua guru tari sekaligus pencipta tari seperti I ketut Mario dan I Gede Manik merupakan pengalaman yang luar biasa dan tak pernah bisa terlupakan, “tak semua orang dapat menjadi murid yang sangat disayang oleh mereka berdua” jelasnya.

Pada tahun 1960 saat berusia lima belas tahun beliau bergabung bersama Sekaa Arja Gablogan dan mendapat peran sebagai penasar kartala yaitu tokoh bawahan atau pendamping seorang kesatria didalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin, penasar berarti dasar yang memiliki makna mendasari atau menterjemahkan dan memperjelas kembali kata-kata atau wacana yang diucapkan oleh atasannya tersebut. Dari sinilah bakat serta kecintaan beliau terhadap dunia seni drama tari klasik di mulai. Kemampuannya dalam mengolah bahasa dan reraosan di dalam dialog antar tokoh langsung mendapat sorotan khusus dari pelatih arja tersebut ia lah Nang Loji berasal dari Kutuh Kaja, tabanan. I Wayan Kalam dibekali olehnya tata aturan, santunan, karakter tiap pemain drama tari arja, lagu-lagu yang dibawakan oleh setiap karakter tokoh serta beberapa contoh cerita lakon yang biasa di bawakan pada saat pementasan arja. Apa yang didapat oleh gurunya tersebut ia resap, pelajari dan ia catat dengan baik. Sekaa Arja Gablogan yang diikutinya pentas pada hari-hari piodalan di desanya sendiri ataupun bisa juga di desa-desa lain yang masih dalam wilayah selemadeg. Seiring berjalannya waktu I Wayan Kalam makin menjadi sosok pemain drama tari yang matang karena cukup lama menjadi pemain arja Gablogan. Banyak pengalaman pentas di berbagai tempat, terinspirasi dari seniman tari yang lebih senior darinya, menjadikannya paham dan semakin tahu karakter dari semua tokoh arja yang dipentaskan. Setelah berperan sebagai kartala I Wayan Kalam lalu memerankan tokoh raja yang sering disebut dengan Mantri. Begitu juga dengan tokoh Putri, dan tokoh lainnya contohnya saja Inyo, Biang Agung dan Galuh.

 

Kemudian pada tahun 1965 I Wayan Kalam ikut bergabung bersama Lembaga Kesenian Nasional (LKN). Karena selain gemar dan pandai dalam hal menari beliau juga aktif dalam partai, yaitu PNI (partai nasional Indonesia) yang dipimpin oleh ir.Soekarno. LKN ini bertujuan untuk memeriahkan acara-acara seperti pertemuan dan undangan, yang diadakan oleh presiden Soekarno. Keikutsertaan I Wayan Kalam dalam LKN ini membawanya pentas ke Jakarta untuk pertama kalinya. Bersama teman-temannya I Wayan Kalam mementaskan tari jangger yaitu tarian berkelompok dan berpasang-pasangan yang dalam tarian ini mempertunjukan gerak gerak yang enerjik dan lagu-lagu atau gegendingan ala remaja. Tema jangger yang ia bawakan pada waktu itu adalah ajakan ataupun gertakan untuk mengganjang Malaysia agar mau masuk dalam NKRI pada pemerintahan presiden soekarno, namun itu akhirnya hanya sebatas pementasan saja karena Malaysia tidak berhasil di dapatkan. I Wayan Kalam beserta teman temannya yaitu Made Jelada (alm) berasal dari desa bantiran, Made Netra (alm) berasal dari desa Timpag, Nengah Degdeg (alm) dari desa payuk bangkas, dan  ida Bagus Botan dari desa Kesiut, sangat gembira dapat menari dihadapan presiden dan di depan tamu-tamu negara.

            Berbekal pengalaman serta ide dan imajinasi untuk mengembangkan sekaligus menuangkan kreatifitas seni suaranya pada tiap karakter/tokoh pemain arja dalam berbagai lakon cerita arja serta kemampuan untuk menciptakan sendiri cerita fiksi yang dijadikan sebagai lakon cerita arja menjadikan I Wayan Kalam siap untuk melatih dan membina gerakan tari maupun gending-gending atau pupuh yang di bawakan dalam drama tari Arja. Ia pertama melatih di desanya sendiri pada tahun 1966 yaitu Desa Gablogan, karena arja yang dulu yang ia pernah ikuti telah bubar. Membina dan mengajari beberapa calon penari di banjarnya itu dengan cerita Jaya Prana. Selain itu pada tahun yang sama ia juga pernah melatih dan membina arja di beberapa desa seperti di desa Payuk Bangkah dengan judul I wayan Buyar, di desa Kebon Jero Dengan judul Sipta Lara. Di desa Mambang dengan judul Pakang laras, dan di desa-desa lainnya. Pada tahun 1970 I Wayan Kalam kembali melatih arja di desanya yang kali ini dengan judul Sampik Ingtai. Dalam pentas Arja Sampik Ingtai ini I Wayan Kalam sendiri ikut menari, menjadi tokoh sampik. Pada tahun 1971 dan 1972 ia melatih Arja di desa Penataran, Selemadeg Barat, dengan judul Pamurut Mini. Sebagian besar pertunjukan arja yang ia latih di berbagai desa tadi yang utama adalah demi kepentingan keagamaan yaitu dalam hal mengiringi tari topeng sakral seperti barong dan rangda sebagai kisah dan cerita mengapa barong dan rangda tersebut bisa bermusuhan dan berperang jadi lakon cerita arja yang beliau berikan dan ajarkan umumnya menggunakan konsep istana sentries dan cerita yang diakhiri dengan kisah peperangan antara pihak yang benar dan yang salah.

kkkkkkkk

Selain melatih drama tari arja, I Wayan Kalam juga mampu untuk membina dan mengembangkan Drama Gong. Drama Gong juga merupakan drama tari klasik yang mementaskan adegan drama dan peristiwa yang dialami tokoh dalam cerita, diiringi oleh gamelan gong kebyar hanya saja tidak menggunakan gerak tari serta nyanyian seperti halnya Arja. Tahun 1972 Untuk pertama kalinya I Wayan Kalam melatih Drama Gong di desa Suraberata, Selemadeg Barat dengan judul Guna Wangsa, setelah itu di desa Cekik dengan judul Lara Pati, di desa Serampingan dengan judul Kama Jaya, lalu di desa Bebali dengan judul Jaya Kumara. Selanjutnya pada tahun 1973 I Wayan kalam membina Drama Gong di banjar Antap kaja dengan judul Renteng Reges. ia mengatakan bahwa saat itu selain membina juga ikut menjadi pemain yaitu menjadi tokoh Raja Muda. Selain Renteng Reges di tempat yang sama I Wayan Kalam juga memberikan cerita Drama Gong lainnya yaitu Larantaka, Guna Wangsa, Nara Kesuma. Tahun 1975 beliau mengikuti festival Arja bersama sekaa Arja Bakti suci dengan kisah Boja Negara. Kemudian pada tahun 1989 I Wayan kalam tergabung dalam sekaa Arja Printing dari denpasar Mas berperan menjadi Mantri Buduh hingga sepuluh tahun. Itulah sedikit dari beberapa pengalaman awalnya mengajar drama tari dan drama gong selain yang tersebut diatas banyak lagi berbagai wilayah khususnya di kabupaten Tabanan yang pernah ia singgahi untuk mengajar tari serta drama tari.

Kesungguhan dan kegigihan dalam mengembangkan kesenian setidaknya bisa menjadi cermin bagi generasi muda dalam mengasah talenta seni. I Wayan Kalam menikah dengan istri tercintanya Ni Putu Puji yang juga seorang penari pada tahun 1971 dan dikaruniai dua orang anak. Berkat kesungguhan ayah dari I Wayan Widiantara dan Komang Wida Purnama Sari itu mampu mengembangkan seni teater khas Bali yang mendapat dukungan dari masyarakat setempat.  Ayah dua putra-putri itu sukses mengembangkan kesenian arja hingga mendapat pesanan pentas ke sejumlah pelosok pedesaan di Kabupaten Tabanan dan daerah lainnya di Pulau Dewata. Ketika tampil di panggung, sosok Wayan Kalam tidak pernah merasa canggung, bahkan selalu menjadi idola penonton. Tidak mengherankan jika tari arja membuatnya jadi dikenal masyarakat luas. Dengan keterampilan dan ketenarannya bidang tari arja, I Wayan Kalam yang bergabung dalam sekaa kesenian arja itu pernah pentas menghiburkan masyarakat di pelosok pedesaan Pulau Dewata. Bahkan pernah pentas ke luar Bali antara lain ke Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jawa, Sumatera dan Sulawesi.

Berkat prestasi, dedikasi dan pengabdiannya yang terus menerus terhadap pelestarian dan pengembangan seni budaya Bali, Pemerintah Provinsi Bali menganugrahkan Dharma Kusuma, penghargaan tertinggi dalam bidang seni dari Pemerintah Provinsi Bali pada puncak Hari Ulang Tahun (HUT) ke-54 Pemprov Bali 14 Agustus 2012. Ia merupakan salah seorang dari 14 seniman yang berasal dari delapan kabupaten dan satu kota di Bali yang mendapat perhargaan tertinggi yang diserahkan Wakil Gubernur Bali Drs Anak Agung Ngurah Puspayoga. Selain penghargaan itu juga memperoleh satya lencana. Selain itu I Wayan banyak menerima penghargaan seni lainnya di tingkat kabupaten tabanan, yang sayangnya piagam-piagam itu tidak ada dirumahnya untuk di perlihatkan kepada saya ia menjelaskan bahwa piagam-piagam penghargaan tersebut ia serahkan ke kabupaten lagi untuk di simpan karena tidak ingin itu semua hilang dan rusak.

Meskipun tergolong lanjut usia, namun sosok pria berpenampilan sederhana itu hingga kini masih aktif dalam dunia pentas. Sambil melatih dan membina sekaa kesenian, juga tak henti-hentinya belajar mendalami sastra agama yang sanggup memberikan tuntunan, kesenangan dan ketenangan batin. I Wayan Kalam yang sehari-harinya sebagai wiraswasta yaitu penjual banten dan  menyewakan pakaian Tari Bali.

Dalam hal menari serta menurunkan ilmunya kepada siapa saja terlihat tidak ada rasa ragu maupun rasa lelah yang terlihat di benak I Wayan Kalam. Ia menari dengan setulus hati dan selalu berusaha menampilkan performanya yang terbaik di atas panggung. Ia menjelaskan bahwa itulah yang disebut taksu. Tak didapat secara Cuma-Cuma namun dari ketekunan dan dari belajar. Dari belajar yang dimaksud adalah kita sebagai seorang seniman hendaknya jangan pernah melupakan siapa-siapa saja yang ikut berjuang bersama, siapa-siapa saja yang membantu memberikan jalan kesuksesan terutama pada guru yang telah memberikan ajaran dan tuntunan kepada kita. Dalam bahasanya “ iraga do pesan nyen engsap ken guru, ken dija iraga nunas taksu, dija pado raga nunas tirta simalu, nyen gen pedo ajak, sing dadi” artinya ia berpesan kepada semua seniman khusunya seniman tari bahwa kita tidak boleh melupakan jasa-jasa yang pernah orang lain berikan kepada kita sehingga kita bisa seperti sekarang, tidak boleh sama sekali melupakan guru dan pelatih, serta yang terpenting adalah di Pura mana saja kia pernah nunas taksu dan dengan siapa saja kita pernah belajar bersama-sama. Selain itu ia juga menambahkan bahwa kita dalam berkesenian mulailah dari rumah atau tempat tinggal kita sendiri dan dengan orang-orang disekitar kita jangan terlalu jauh dulu, tujuannya adalah agar kita lebih dekat kepada masyarakat di tempat kita sendiri dan memulai sesuatu dari yang paling mendasar paling sederhana lantas baru menginjak ke hal yang lebih besar, Itu lah pesan I Wayan Kalam ketika saya usai mewawancarai beliau.

 

sumber : wawancara langsung dengan I Wayan Kalam dan istri, Ni Putu Puji

TEKTEKAN KERAMBITAN TABANAN

Tulisan | Posted by putudyantara
Jun 03 2013

TEKTEKAN

Presentasi saya kali ini masih dalam lingkup karawitan Bali, yaitu mengenai musik Bali yang memiliki keunikan dan struktur tersendiri yang merupakan suatu warisan nenek moyang dan orang-orang terdahulu yang mengalami suatu kejadian-kejadian atau peristiwa sejarah sehingga mempengaruhi kebiasaan dan kebudayaan generasi penerusnya termasuk peninggalan berupa Artefact kebudayaan. salah satu artifact kebudayaan yang dimaksud adalah ‘tektekan’. Tektekan dilihat dari etimologi atau asal mula terbentuknya suatu kata, tektekan berasal dari kata ‘tek’ yang merupakan bunyi yang dihasilkan oleh instrument sederhana dari bamboo yaitu ‘kulkul’ dimainkan dengan cara dipukul dan menghasilkan suara ‘tekk’lalu di jadikan kata benda menjadi TEKTEKAN.

Tektekan merupakan salah satu kesenian karawitan khas dari daerah tabanan yaitu tepatnya di daerah/kecamatan kerambitan, kesenian tektekan pada awal mulanya merupakan suatu ritual atau upacara yang bertujuan untuk mengusir dan menetralisir bala dan wabah penyakit di desa kerambitan tabanan karena menurut informasi yang saya peroleh, pada tahun 1920 warga kerambitan tabanan mengalami musibah grubug/penyakit non medis, yang konon disebabkan oleh mahluk halus, banyak menelan korban dan tentu saja masyarakat pada waktu itu merasa hawatir, untuk mengurangi rasa takutnya masyarakat berbondong-bondong keluar rumah dan sengaja untuk membuat kegaduhan dengan membunyikan barang-barang bekas yang tidak terpakai.

Sepuluh tahun setelah peristiwa tersebut tepatnya pada tahun 1930 masyarakat kerambitan kembali mengalami musibah serupa, dan mencoba berbagai cara untuk menghilangkan wabah penyakit itu termasuk melakukan upacara ritual mecaru dan kembali membunyikan alat-alat yang bersuara keras, mulai saat itulah kulkul di buat.

Selanjutnya setelah tahun 1965 tektekan akhirnya menggunakan ceritra Calonarang yang disesuaikan dengan sifat awal terciptanya Tektekan sebagai upaya pengusiran roh jahat yang berhubungan dengan bhuta kala kemudian dengan mengarak Barong dan Rangda mengelilingi desa, kegiatan seperti ini rutin dilakukan terutama pada hari pengerupukan yaitu sehari sebelum hari Nyepi dengan diikuti segenap warga masyarakat Desa Kerambitan.  Adapun instrument yang dipergunakan dalam barungan tektekan adalah dua buah kendang, sebuah kecek, suling, kajar,sepasang gong, serta kulkul yang berjumlah banyak(bebas)

Seiring berjalannya waktu Tektekan berkembang menjadi suatu seni pertunjukan yang dipentaskan demi kebutuhan pariwisata budaya di desa kerambitan, disaksikan oleh tourist domistik maupun mancanegara.

ensambel

Tulisan | Posted by putudyantara
Mei 20 2013

 

GONG KEBYAR

 

 

 

 

1.Bentuk fisik

 

Gamelan Gong Kebyar sebagai perangkat atau barungan yang berlaras pelog lima nada ,secara fisik dapat dibedakan menjadi dua model. Pertama, bemtuk fisik daun gamelan yang berbentuk bilah dan berbentuk pencon terbuat dari karawang. Karawang adalah campuran antara timah murni dengan tembaga (Rembang, 1984/1985 : 8). Kadang-kadang gamelan gong kebyar terbuat dari besi atau pelat. Sedangkan kedua adalah tempat dari bilah dan pencon digantung/ditempatkan disebut pelawah. Khusus untuk instrument bilah, pada pelawah ditempatkan resonator yang terbuat dari bambu ataupun paralon. Sedangkan pelawah untuk instrument reyong dan trompong bentuknya memanjang dan di atasnya ditempatkan instrument bermoncol/pencon yang di-cincang dengan tali pada lubang gegoroknya. Penempatan nada-nada kedua instrument ini berjejer dari nada rendah ke nada tinggi (dari kiri ke kanan), sesuai dengan ukurannya besar ke kecil (nirus). Kedua instrument ini tanpa mempergunakan resonator. Sedangkan untuk instrument yang lainnya seperti instrument gong, kempur dan klentong hanya digantung pada trampa yang disebut dengan sangsangan. Selain itu juga instrument kajar hanya ditempatkan pada atas trampe tanpa resonator, sedangkan untuk instrument cengceng gecek, cakepannya diikat pada atas pelawah yang berbentuk kura-kura/empas, angsa ataupun bentuk lainnya. Pelawah gamelan Gong Kebyar memiliki bentuk yang berbedabeda, ada yang mengambil ceritra pewayangan/parwa (epos Ramayana dan Mahabrata) ataupun mengambil ceritra tetantrian atau cerita tentang binatang. Jelas secara bentuk fisiknya telah terjadi perbedaan, walaupun secara substansi barungan Gong Kebyar memiliki persamaan dan telah mengakar di masyarakat. Kualitas bunyi sangat tergantung pada resonator yang dipergunakan. Bahan baku bamboo dipilih secara fisik ukuran bilah dan pencon dalam gamelan gong kebyar disesuaikan dengan fungsi masing-masing instrument dalam barungnya. Sehingga bagaimanapun bentuk fisiknya jelas telah mempertimbangkan aspek-aspek secara total dalam rancangan keberadaan Gong Kebyar saat ini.

 

 

 

 

 

 

2.Instrument  bahan fungsi

 

  1. TEROMPONG

Merupakan instrument utama dalam barungan gong kebyar yang mempunyai bentuk memanjang, memiliki sepuluh buah moncol/pencon yang umumnya dimainkan oleh satu orang pemain yang membawa dua buah panggul(alat pemukul ) yang disebut dengan panggul terompong. Terompong biasanya terbuat dari kayu jati, nangka dan kayu sejenisnya yang dirakit sedemikian rupa ditata dan dihiasi dengan ukiran ,di beri cat dasar berwarna merah dan prada. Sedangkan penconnya terbuat dari karawang, perunggu dan ada juga yang dibuat dari bahan besi.

Terompong digunakan dalam gong kebyar biasanya dalam gending-gending lelambatan, tabuh kreasi , pepanggulan , tari-tarian (khusus tari yang memerlukan terompong seperti : tari kebyar terompong dan palawakya) dan lain-lain.

Fungsi dari terompong ini sendiri adalah memainkan dan memperkuat melodi utama gending, memulai gending, menghubungkan ruas-ruas lagu.

 

  1. KENDANG

Kendang lanang -wadon dalam ansambel gong kebyar merupakan satu-satunya instrument perkusi yang mempunyai membran berupa kulit sapi. Masing-masing menggunakan sebuah panggul dalam permainannya kendang lanang dan wadon teramat penting dan tidak bisa dipisahkan peranannya dalam gong kebyar ,saling terhubung saling mengisi dan melengkapi sehingga menimbulkan harmoni antara keduanya.

Kulit atau membran kendang terbuat dari kulit sapi yang telah diolah yang dalam pembuatannya kulit tersebut telah mengalami proses yang cukup lama hingga akhirnya dipasang pada kayu nangka yang dilobangi kedua sisinya. Sebelah kanan lebih besar dari pada yang kiri lalu kedua sisi kendang tersebut dihubungkan dengan kulit sapi yang berupa tali pipih panjang sebagai pengatur kecang kendurnya kulit kendang agar sesuai dengan suara yang diinginkan.

Fungsi kendang:

Sebagai pemurba irama, pengatur jalannya sebuah gending, penghubung bagian-bagian lagu, membuat angsel-angsel, dan mengendalikan irama gending.

 

 

 

 

 

  1. GIYING / UGAL

Giying atau ugal merupakan instrument berbilah dalam barungan gong kebyar yang selalu digunakan dalam setiap jenis gending yang dimainkan tanpa terkecuali.

giying memiliki sepuluh buah bilah yang berarti terdiri atas dua oktaf nada. Setiap barungan gong kebyar di Bali menggunakan dua buah ugal terbuat dari bahan kayu nangka yang didalamnya disisipkan resonator dari bambu yang memiliki panjang berbeda namun tetap dengan diameter yang sama, jumlahnya sesuai dengan jumlah bilah diatasnya yaitu sepuluh buah resonator. Bilah terbuat dari perunggu atau besi.

Fungsinya hampir sama dengan terompong yaitu memulai gending, pembawa melodi, menyambung/menghubungkan ruas-ruas lagu.

 

  1. PEMADE DAN KANTIL

Pemade sering juga disebut dengan ‘gangsa’. Gangsa memiliki bentuk yang sama dengan ugal namun memiliki ukuran yang sedikit lebih kecil sedangkan kantil memiliki ukuran yang lebih kecil lagi dari dari gangsa. Resonator gangsa dan kantil berbentuk sama dengan ugal ,namun lebih kecil karena menyesuaikan dengan ukuran instrument. Dalam satu barungan gong kebyar menggunakan empat buah gangsa dan empat buah kantil yang saling berpasangan dalam hal polos dan sangsih. Memiliki jumlah bilah yang sama dengan ugal namun berukuran lebih kecil.

Perbandingan letak oktaf:

Ugal dengan oktaf satu dan dua, gangsa dua dan tiga,kantil tiga dan empat. Maka dari itu gangsa dan kantil terdiri dari bilah-bilah yang lebih kecil dari pada ugal.

Fungsinya adalah memberi angsel-angsel, mengisi pukulan gending dengan motif-motif pukulan tertentu, mengisi rongga-rongga/ruang antara penyacah dan ugal.

 

  1. RIONG

Riong atau disebut juga dengan ‘reong’ merupakan alat musik pukul berbentuk mirip terompong tetapi terdapat dua belas pencon. Dan dalam gong kebyar dimainkan oleh empat orang pemain yang duduk secara berderet masing-masing memakai dua buah panggul yang ukurannya berlainan sesuai dengan deretan yang ditempati oleh si pemain riong itu sendiri. Riong ini adalah salah satu instrument dalam gong kebyar yang tak kalah memegang peranan penting dibandingkan dengan kendang,terompong, maupun ugal. Reong memiliki ciri khas tersendiri yaitu dalam teknik permainannya menggunakan teknik ubit-ubitan atau kekotekan antara pemain yang satu dengan pemain yang lainnya saling berhubungan dan sangat bervariasi sehingga dalam memainkan riong ini dibutuhkan kerjasama yang baik dan saling pengertian antar pemain.

Fungsi riong sama dengan pemade dan kantil yaitu memberi angsel-angsel,mengisi gending dengan berbagai motif pukulan,mengisi ruang antara penyacah dengan ugal.

 

  1. JUBLAG

Jublag ialah instrument berbilah selanjutnya dari gong kebyar yang terdiri atas lima bilah nada yang cukup besar sehingga menghasilkan nada suara rendah agar dapat memperjelas melodi yang sedang dimainkan memiliki bunyi halus karena pemukul atau panggul yang digunakan diisi atau menggunakan karet di bagian bawahnya. Pelawahnya  terbuat dari kayu nangka atau jati sedangkan bilah nada terbuat dari karawang perunggu atau besi. Jumlah jublag dalam gong kebyar berjumlah dua buah. Pemain jublag dalam hal ini menjatuhkan pukulan jublag yaitu dua kali pukulan jegog. Fungsi jublag yaitu sebagai instrumen yang memperkuat melodi gending , menentukan pukulan jegog.

 

  1. PENYACAH

Bentuk bahan dan fungsi penyacah hampir sama dengan jublag namun penyacah mempunyai bentuk yang lebih kecil dari jublag tetapi  mempunyai bilah nada lebih banyak yaitu tujuh buah. Dalam setiap barungan gong kebyar terdapat dua buah penyacah. Pemain penyacah menjatuhkan pukulan penyacah dua kali pukulan jublag teknik permainannya sangat melodis pada setiap matra lagu.  Fungsi lainnya dari penyacah adalah secara langsung adalah membantu memperkuat dan memperjelas pukulan ugal.

 

  1. JEGOG/JEGOGAN

Terdapat dua buah instrument jegogan dalam barungan gong kebyar. Pelawah dari instrumen ini sendiri memiliki ukuran yang paling besar karena memiliki bilah yang paling panjang dan paling lebar diantara yang lainnya yang juga terdiri dari lima bilah nada seperti halnya jublag. menghasilkan nada suara rendah yang juga berperan dalam membunyikan melodi utama yang dimainkan.  Pemukul / panggul jegog memiliki bentuk seperti pungukul kempul dengan ukuran yang sedikit lebih kecil.

 

  1. GONG KEMPUR DAN KEMONG

Dua buah gong dalam ansambel gong kebyar Bali diberi nama gong lanang dan wadon . Gong di bali pada umumnya memiliki bentuk gong secara umum yaitu sama bentuknya dengan di Jawa, terbuat dari perunggu . Kempur bentuk sama dengan gong namun berukuran sedikit lebih kecil.  Instrument ini berfungsi sebagai pemangku  irama (ritme) dan sebagai pematok ruas-ruas gending serta sebagai pemberi aksen-aksen sebelum jatuhnya gong. Pola pukulannya dapat memberikan identitas ukuran tabuh yang dibawakannya. Seperti : tabuh pisan satu kempur dalam satu gong, tabuh dua ada dua kumpur dalam satu gongnya , dan seterusnya. Sedangkan Kemong berbentuk pencon kecil yang digantung pada tempatnya yang berbentuk melingkar.

Gong, Kempur, dan Kemong , memiliki fungsi dalam menandai dan menentukan satu atau lebih bait melodi berjalan.

Pukulan ketiga instrumen memiliki pola-pola tersendiri sesuai jenis lagu yang dimainkan .

Contoh : gong—pur(kempur)—tong(kemong)—pur—gong—pur—tong ,dst.

 

  1. SULING

Suling merupakan instrument melodis yang dalam komposisi lagu sebagai pemanis gending. Teknik permainan bisa simetris dengan lagu ataukah memberikan ilustrasi gending baik mendahului maupun membelakangi melodi gending. Suling dalam barungan gong kebyar di Bali memiliki beberapa variasi ukuran , ada kecil sedang dan besar yang kesemuanya terbuat dari bambu. Terdapat enam lubang pada suling yang pada saat permainannya dapat membelokkan suara pelog ke selendro sesuai kebutuhan musikalnya.

 

  1. REBAB

Instrument  Rebab merupakan instrument gesek yang dalam barungan gamelan sebagai penyeimbang / harmonisasi lagu. Instrument ini membutuhkan pengeras suara karena secara kualitas suara sangat nyaring, namun tidak mampu menimbulkan suara keras. Sehingga instrument rebab sangat tepat diharmoniskan dengan suling, dan pada saat pementasan dibantu oleh pengeras suara.

 

  1. KAJAR

Instrument ini merupakan salah satu instrument bermoncol/pencon yang berfungsi sebagai pembawa irama. Adapun jenis pukulannya adalah pukulan penatas lampah yang artinya pola pukulan kajar yang mengikuti pola ritme yang ajeg dari satu pukulan ke pukulan berikutnya dalam jangka waktu serta jarak yang sama.

 

  1. CENGCENG KECEK

Secara fisik cengceng kecek memiliki dua bagian yaitu: dua alat pemukul(penekep) disebut buangan cengceng dan cengceng tatakan. Dalam tatakan terdapat kurang lebih lima buah cengceng yang diikat pada pangkonnya. Untuk memunculkan suara, cengceng penekep dipegang oleh dua tangan dan dimainkan dengan cara dibenturkan sesuai tekniknya. Adapun beberapa jenis pukulannya adalah : pukulan malpal,ngecek,ngelumbar dan lain-lain. Sedangkan fungsinya dalam barungan adalah untuk memperkaya ritme/angse-angsel tanpa memakai teknik jalinan.

 

 

3. Notasi, tangga nada sistem pengolahan bunyi

 

 

a)     TEROMPONG

Terompong terdiri atas sepuluh nada dan memiliki notasi serta tangga nada sebagai berikut:

 

,                                 i                                   o                                      e                                         u                                  ,                                 i                              o                                         e                                            u                                       

 

yang dibaca:

ndang, nding, ndong, ndeng, ndung, ndang, nding, ndong, ndeng, ndung

dan perbandingan nada pada notasi modern sebagai berikut:

1      3      4      5     7      1      3     4     5      7

Gegebug terompong bernama sekar tanjung susun namanya. Sistem ini adalah gambaran keindahan permainan terompong yang dalam sub teknik seperti: ngembat, ngempyung, nyintud, nyiih asih, nguluin, nerumpuk, ngantu, niltil, ngunda, dan ngoret.

 

b)    KEDANG

Kendang lanang dan wadon dalam gamelan bali khususnya dalam barungan gong kebyar sikap dan teknik pukulan sebagai berikut:

I.            Milpil. Yaitu jalinan antara pukulan tangan kanan dan kiri.

II.            Batubatu. Pukulan lepas, baik kendang lanang maupun wadon pada muka kanan, sedangkan tangan kiri bertugas mengimbanginya.

III.            Gegulet/gilak. Adalah jalinan pukulan lanang dan wadon pada muka kanan.

IV.            Cadang runtuh. Pukulan yaitu pada muka kanan wadon, yang artinya mengimbangi pukulan dari kendang lanang.

 

 

c)     GIYING/UGAL

Pada Giying terdapat sepuluh nada. memiliki tangga nada dan notasi sebagai berikut:

                      o                                       e                                       u                                                ,                                         i                                                o                                       e                                       u                                      ,                                        i

 

dibaca:

ndong, ndeng, ndung, ndang, nding, ndong, ndeng, ndung, ndang nding

dan perbandingannya pada notasi dan tangga nada modern:

4      5      7      1      3      4      5      7      1      3

Ugal memiliki fungsi sebagai pembawa melodi sehingga teknik permainan dan pukulannya lebih banyak mengikuti melodi utama seperti: ngoret, ngerot, nedet, ngecet, dan neliti.

 

d)    PEMADE DAN KANTIL

Pemade dan kantil memiliki sepuluh nada, seperti halnya ugal:

 

                       o                                       e                                       u                                                ,                                         i                                                o                                       e                                       u                                      ,                                        i

 

dibaca:

ndong, ndeng, ndung, ndang, nding, ndong, ndeng, ndung, ndang nding

dalam notasi modern:

4      5      7      1      3      4      5      7      1      3

Pemade dan kantil memiliki jenis-jenis pukulan yang banyak dan bervariasi seperti: ngubit, nyekati, norot, gegulet, beburu, oncang-ongcangan, ngoret, ngorot, ngantung, milpil, netdet, nyogcag, asu anuntun saji.

 

e)     JUBLAG JEGOG DAN PENYACAH

Jublag, jegog, dan mempunyai lima nada:

 

                      i                                                o                                       e                                       u                                                ,                                        

yang dibaca:

nding, ndong, ndeng, ndung, ndang

Dan dalam sistem notasi modern:

3      4      5      7      1

 

 

Sedangkan pada penyacah terdapat tujuh buah nada yang terdiri dari:

 

                       u                                                ,                                         i                                                o                                       e                                       u                                                ,                                        

 

yang dibaca:

ndung, ndang, nding, ndong, ndeng, ndung, ndang.

Yang sama halnya dengan:

7      1      3      4      5      7      1

Jenis pukulan yang terdapat oada jublag, jegog, dan penyacah:

Neliti, nyelah(pukulan tepat pada tempo/kajar), ngempur(dijalankan sesuai pukulan lagu)

 

 

f)      RIONG

Instrument ini memiliki jumlah moncol/pencon sebanyak 12 buah dengan susunan nada :

                       e                                       u                                                ,                                         i                                                o                                       e                                       u                                                ,                               i                                               o                                        e                                                        u

 

 

yang dibaca:

ndeng, ndung, ndang, nding, ndong, ndeng, ndung, ndang, nding, ndong, ndeng, ndung.

Yang dalam notasi modern:

5      7      1      3      4      5      7     1      3     4      5      7

Teknik permainan yang diterapkan adalah teknik ubit-ubitan yang dalam barungan gamelan sepadan dengan cecandetan, kotekan, tetorekan, yang mengacu pada teknik permainan polos dan sangsih seperti : norot, oncang-oncangan, gegulet,nelutur,asu anuntu saji dan lain-lain

 

g)     SULING

Dalam instrument suling, teknik dalam menutup lobang suling atau tekep sifatnya menyesuaikan nada dengan lima nada pelog dan berada pada alur melodi yang sedang dimainkan dalam gong kebyar.

 

h)    REBAB

Wilayah nada rebab mencakup luas wilayah gendhing apa saja. Maka alur lagu rebab memberi petunjuk yang jelas jalan alur lagu gendhing. Pada kebanyakan gendhing, rebab juga memberi tuntunan musikal kepada ansambel untuk beralih dari seksi yang satu ke yang lain.