OGOH-OGOH

BAB 1

PENDAHULUAN

 

1.1    Latar Belakang

Hari Raya Nyepi adalah hari raya umat Hinduyang dirayakan setiap tahun Baru Saka. Hari ini jatuh pada hitungan Tilem Kesanga yang dipercayai merupakan hari penyucian dewa-dewa yang berada dipusat samudra yang membawa intisari atau amerta air hidup. Nyepi berasal dari kata sepi ( sunyii ). Hari Raya Nyepi sebenarnya merupakan perayaan Tahun Baru Hindu berdasarkan penanggalan/kalender caka, yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Tidak seperti perayaan tahun baru Masehi, Tahun Baru Saka di Bali dimulai dengan menyepi. Tidak ada aktivitas seperti biasa. Semua kegiatan ditiadakan, termasuk pelayanan umum, seperti Bandar Udara Internasional pun tutup, namun tidak untuk rumah sakit. Hari Raya Nyepi ini dirayakan pada Sasih Kesanga setiap tahun. Biasanya jatuh pada bulan Maret atau awal bulan April. Beberapa hari sebelum Nyepi, diadakan upacara Melasti atau Melis dan ini dilakukan sebelum upacara Tawur Kesanga.

 

1.2    Rumusan Masalah

1        Apa makna perayaan hari raya nyepi?

2        Bagaimana tata cara pelaksanaannya?

 

1.3    Tujuan Penulisan

1        Untuk mengetahui makna perayaan hari raya nyepi.

2        Untuk mengetahui tata cara pelaksanaan hari raya nyepi.

 

1.4    Manfaat Penulisan

1        Dapat mengetahui makna perayaan hari raya nyepi.

2        Dapat mengetahui tata cara pelaksanaan hari raya nyepi.

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

 

2.1        Makna Hari Raya Nyepi

Nyepi berasal dari kata sepi (sunyi, senyap). Hari Raya Nyepi sebenarnya merupakan perayaan Tahun Baru Hindu berdasarkan penanggalan/kalender caka, yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Tidak seperti perayaan tahun baru Masehi, Tahun Baru Saka di Bali dimulai dengan menyepi. Tidak ada aktivitas seperti biasa. Semua kegiatan ditiadakan, termasuk pelayanan umum, seperti Bandar Udara Internasional pun tutup, namun tidak untuk rumah sakit.

Tujuan utama Hari Raya Nyepi adalah memohon ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, untuk menyucikan Bhuana Alit (alam manusia/microcosmos) danBhuana Agung/macrocosmos (alam semesta). Sebelum Hari Raya Nyepi, terdapat beberapa rangkaian upacara yang dilakukan umat Hindu, khususnya di daerah Bali.

Perayaan Tahun Saka pada bulan Caitra ini dijelaskan dalam Kakawin Negara Kertagama oleh Rakawi Prapanca pada Pupuh VIII, XII, LXXXV, LXXXVI – XCII. Di Bali, perayaan Tahun Saka ini dirayakan dengan Hari Raya Nyepi berdasarkan petunjuk Lontar Sundarigama dan Sanghyang Aji Swamandala.

Jika kita perhatikan tujuan filosofis Hari Raya Nyepi, tetap mengandung arti dan makna yang relevan dengan tuntutan masa kini dan masa yang akan datang. Melestarikan alam sebagai tujuan utama upacara Tawur Kesanga tentunya merupakan tuntutan hidup masa kini dan yang akan datang. Bhuta Yajña (Tawur Kesanga) mempunyai arti dan makna. Tawur Kesanga juga berarti melepaskan sifat-sifat serakah yang melekat pada diri manusia. Pengertian ini dilontarkan mengingat kata “tawur” berarti mengembalikan atau membayar. Sebagaimana kita ketahui, manusia selalu mengambil sumber-sumber alam untuk mempertahankan hidupnya. Perbuatan mengambil akan mengendap dalam jiwa atau dalam karma wasana. Perbuatan mengambil perlu dimbangi dengan perbuatan memberi, yaitu berupa persembahan dengan tulus ikhlas. Mengambil dan memberi perlu selalu dilakukan agar karma wasana dalam jiwa menjadi seimbang. Ini berarti Tawur Kesanga bermakna memotivasi ke-seimbangan jiwa. Nilai inilah tampaknya yang perlu ditanamkan dalam merayakan pergantian Tahun Saka. Menyimak sejarah lahirnya, dari merayakan Tahun Saka kita memperoleh suatu nilai kesadaran dan toleransi yang selalu dibutuhkan umat manusia di dunia ini, baik sekarang maupun pada masa yang akan datang. Umat Hindu dalam zaman modern seka-rang ini adalah seperti berenang di lautan perbedaan. Persamaan dan perbedaan merupakan kodrat. Persamaan dan perbedaan pada zaman modern ini tampak semakin eksis dan bukan merupakan sesuatu yang negatif. Persamaan dan perbedaan akan selalu positif apabila manusia dapat memberikan proporsi dengan akal dan budi yang sehat. Brata penyepian adalah untuk umat yang telah meng-khususkan diri dalam bidang kerohanian. Hal ini dimaksudkan agar nilai-nilai Nyepi dapat dijangkau oleh seluruh umat Hindu dalam segala tingkatannya. Karena agama diturunkan ke dunia bukan untuk satu lapisan masyarakat tertentu.

 

2.2        Tata Cara Pelaksanaan Hari Raya Nyepi

Sebagaimana telah dikemukakan, brata penyepian telah dirumuskan kembali oleh Parisada menjadi Catur Barata Penyepian yaitu:

  • Amati geni (tidak menyalakan api termasuk memasak). Itu berarti melakukan upawasa (puasa).
  • Amati karya (tidak bekerja), menyepikan indria.
  • Amati lelungan (tidak bepergian).
  • Amati lelanguan (tidak mencari hiburan).

Pada prinsipnya, saat Nyepi, panca indria kita diredakan dengan kekuatan manah dan budhi. Meredakan nafsu indria itu dapat menumbuhkan kebahagiaan yang dinamis sehingga kualitas hidup kita semakin meningkat. Bagi umat yang memiliki kemampuan yang khusus, mereka melakukan tapa yoga brata samadhi pada saat Nyepi itu. Yang terpenting, Nyepi dirayakan dengan kembali melihat diri dengan pandangan yang jernih dan daya nalar yang tiggi. Hal tersebut akan dapat melahirkan sikap untuk mengoreksi diri dengan melepaskan segala sesuatu yang tidak baik dan memulai hidup suci, hening menuju jalan yang benar atau dharma. Untuk melak-sanakan Nyepi yang benar-benar spritual, yaitu dengan melakukan upawasa, mona, dhyana dan arcana. Upawasa artinya dengan niat suci melakukan puasa, tidak makan dan minum selama 24 jam agar menjadi suci. Kata upawasa dalam Bahasa Sanskerta artinya kembali suci. Mona artinya berdiam diri, tidak bicara sama sekali selama 24 jam. Dhyana, yaitu melakukan pemusatan pikiran pada nama Tuhan untuk mencapai keheningan. Arcana, yaitu melakukan persembahyangan seperti biasa di tempat suci atau tempat pemujaan keluarga di rumah. Pelaksanaan Nyepi seperti itu tentunya harus dilaksana-kan dengan niat yang kuat, tulus ikhlas dan tidak didorong oleh ambisi-ambisi tertentu. Jangan sampai dipaksa atau ada perasaan terpaksa. Tujuan mencapai kebebesan rohani itu memang juga suatu ikatan. Namun ikatan itu dilakukan dengan penuh keikh-lasan.

Hari raya Nyepi oleh umat hindu di Bali dirayakan sebagai hari pergantian tahun baru Caka. Hari raya ini menurut penanggalan hindu jatuh pada tanggal satu (penanggal pisan) sasih X (kedasa) atau tepatnya sehari sesudah tilem ke IX (kesanga). Terdapat beberapa rangkaian pelakasanaan hari raya Nyepi ini , yaitu :

1     Melasti, Tawur (Pecaruan), dan Pengrupukan

Tiga atau dua hari sebelum Nyepi, umat Hindu melakukan Penyucian dengan melakukan upacara Melasti atau disebut juga Melis/Mekiyis. Pada hari tersebut, segala sarana persembahyangan yang ada di Pura (tempat suci) diarak ke pantai atau danau, karena laut atau danau adalah sumber air suci (tirta amerta) dan bisa menyucikan segala leteh (kotor) di dalam diri manusia dan alam.

Sehari sebelum Nyepi, yaitu pada “tilem sasih kesanga” (bulan mati yang ke-9), umat Hindu melaksanakan upacara Buta Yadnya di segala tingkatan masyarakat, mulai dari masing-masing keluarga, banjar, desa, kecamatan, dan seterusnya, dengan mengambil salah satu dari jenis-jenis caru (semacam sesajian) menurut kemampuannya. Buta Yadnya itu masing-masing bernama Pañca Sata (kecil), Pañca Sanak (sedang), dan Tawur Agung (besar). Tawur atau pecaruan sendiri merupakan penyucian/pemarisuda Buta Kala, dan segala leteh (kekotoran) diharapkan sirna semuanya. Dalam rangkaian Nyepi di Bali yang bertepatan dengan Sasih Kesange (bulan kesange) atau pada penanggalan masehi bertepatan dibulan Maret atau April, upacara yang dilakukan berdasarkan wilayah adalah sebagai berikut:

  • Di ibu kota provinsi dilakukan upacara Tawur.
  • Di tingkat kabupaten dilakukan upacara Panca Kelud.
  • Di tingkat kecamatan dilakukan upacara Panca Sanak.
  • Di tingkat desa dilakukan upacara Panca Sata.
  • Dan di tingkat banjar dilakukan upacara Ekasata.

Sedangkan di masing-masing rumah tangga, upacara dilakukan di natar merajan (sanggah). Di situ umat menghaturkan segehan Panca Warna 9 tanding, segehan nasi sasah 100 tanding. Sedangkan di pintu masuk halaman rumah, dipajangkanlah sanggah cucuk (terbuat dari bambu) yang di tambahi dengan penjor atau dalam bahasa Indonesia biasa disebut umbul-umbul dan di situ umat menghaturkan banten daksina, ajuman, peras, dandanan, tumpeng ketan sesayut, penyeneng jangan-jangan serta perlengkapannya. Pada sanggah cucuk digantungkan ketipat kelan (ketupat 6 buah), sujang berisi arak tuak. Di bawah sanggah cucuk umat menghaturkan segehan agung asoroh, segehan manca warna 9 tanding dengan olahan ayam burumbun dan tetabuhan arak, berem, tuak dan air tawar. Setelah usai menghaturkan pecaruan, semua anggota keluarga, kecuali yang belum tanggal gigi atau semasih bayi, melakukan upacara byakala prayascita dan natab sesayut pamyakala lara malaradan di halaman rumah. Upacara Bhuta Yajna di tingkat provinsi, kabupaten dan kecamatan, dilaksanakan pada tengah hari sekitar pukul 11.00 – 12.00 (kala tepet). Sedangkan di tingkat desa, banjar dan rumah tangga dilaksanakan pada saat sandhyakala (sore hari). Upacara di tingkat rumah tangga, yaitu melakukan upacara mecaru. Setelah mecaru dilanjutkan dengan ngerupuk pada saat sandhyakala, lalu mengelilingi rumah membawa obor, menaburkan nasi tawur. Sedangkan untuk di tingkat desa dan banjar, umat mengelilingi wilayah desa atau banjar tiga kali dengan membawa obor dan alat bunyi-bunyian. Ogoh-ogoh sebetulnya tidak memiliki hubungan langsung dengan upacara Hari Raya Nyepi. Sejak tahun 80-an, umat hindu mengusung ogoh-ogoh yang dijadikan satu dengan acara mengelilingi desa dengan membawa obor atau yang diebut acara ngerupuk. Sebelum memulai pawai ogoh-ogoh para peserta upacara atau pawai biasanya melakukan minum-minuman keras traditional yang dikenal dengan nama arak Pada umumnya ogoh-ogoh di arak menuju sutau tempat yang diberi nama sema(tempat persemanyaman umat hindu sebelum di bakar dan pada saat pembakaran mayat) kemudian ogoh-ogoh yang sudah diarak mengelilingi desa tersebut dibakar. Karena bukan sarana upacara, ogoh-ogoh itu diarak setelah upacara pokok selesai dengan diiringi irama gamelan khas bali yang diberi nama BleganjurPatung yang dibuat dengan bahan dasar bambu, kertas, kain dan benda-benda yang sederhana itu merupakan kreativitas dan spontanitas masyrakat yang murni sebagai cetusan rasa semarak untuk memeriahkan upacara ngerupuk. Karena tidak ada hubungannya dengan Hari Raya Nyepi, maka jelaslah ogoh-ogoh itu tidak mutlak ada dalam upacara tersebut. Namun benda itu tetap boleh dibuat sebagai pelengkap kemeriahan upacara.

Mecaru diikuti oleh upacara pengerupukan, yaitu menyebar-nyebar nasi tawur, mengobori-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesiu, serta memukul benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh. Tahapan ini dilakukan untuk mengusir Buta Kala dari lingkungan rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar. Khusus diBalipengrupukan biasanya dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh yang merupakan perwujudan Buta Kala yang diarak keliling lingkungan, dan kemudian dibakar. Tujuannya sama yaitu mengusir Buta Kala dari lingkungan sekitar.

Jika dilihat dari aspek tertentu ogoh-ogoh memiliki beberapa definisi, bagi orang awam ogoh–ogoh adalah boneka raksasa yang diarak keliling desa pada saat menjelang malam sebelum hari raya nyepi (ngerupukan) yang diiringi dengan gamelan bali yang disebut BLEGANJUR , kumudian untuk dibakar. Menurut Wilkipedia bahasa Indonesia,”Ogoh-ogoh adalah seni patung dalam kebudayaan bali yang menggambarkan kepribadian Bhuta Khala,” Bhuta berarti waktu yang tidak terukur,sedangkan Khala berarti kekuatan.dari arti kata diatas maka para cendekiawan hindu dharma mengambil kesimpulan bahwa proses perayaan Ogoh-ogoh melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta, dan waktu yang maha dasyat, kekuatan itu dapat dibagi dua, pertama kekuatan bhuana agung, yang artinya kekuatan alam raya, dan kedua adalah kekuatan Bhuana alit yang bearti kekuatan dalam diri manusia. kedua kekuatan ini dapat digunakan untuk menghancurkan atau membuat dunia bertambah indah.

 

2     Puncak acara Nyepi

Keesokan harinya, yaitu pada pinanggal pisansasih Kedasa (tanggal 1, bulan ke-10), tibalah Hari Raya Nyepi sesungguhnya. Pada hari ini suasana seperti mati. Tidak ada kesibukan aktivitas seperti biasa. Pada hari ini umat Hindu melaksanakan “Catur Brata” Penyepian yang terdiri dari amati geni (tiada berapi-api/tidak menggunakan dan atau menghidupkan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak mendengarkan hiburan). Serta bagi yang mampu juga melaksanakan tapa, brata, yoga, dan semadhi.

Demikianlah untuk masa baru, benar-benar dimulai dengan suatu halaman baru yang putih bersih. Untuk memulai hidup dalam tahun baru Caka pun, dasar ini dipergunakan, sehingga semua yang kita lakukan berawal dari tidak ada,suci dan bersih. Tiap orang berilmu (sang wruhing tattwa jñana) melaksanakan brata (pengekangan hawa nafsu), yoga (menghubungkan jiwa dengan paramatma (Tuhan)), tapa (latihan ketahanan menderita), dan samadi (manunggal kepada Tuhan, yang tujuan akhirnya adalah kesucian lahir batin).

Semua itu menjadi keharusan bagi umat Hindu agar memiliki kesiapan batin untuk menghadapi setiap tantangan kehidupan di tahun yang baru.

3        Ngembak Geni (Ngembak Api)

Rangkaian terakhir dari perayaan Tahun Baru Saka adalah hari Ngembak Geni yang jatuh pada “pinanggal ping kalih” (tanggal 2) sasih kedasa (bulan X). Pada hari ini Tahun Baru Saka tersebut memasuki hari ke dua. Umat Hindu melakukan Dharma Shanti dengan keluarga besar dan tetangga, mengucap syukur dan saling maaf memaafkan (ksama) satu sama lain, untuk memulai lembaran tahun baru yang bersih. Inti Dharma Santi adalah filsafat Tattwamasi yang memandang bahwa semua manusia di seluruh penjuru bumi sebagai ciptaan Ida Sanghyang Widhi Wasa hendaknya saling menyayangi satu dengan yang lain, memaafkan segala kesalahan dan kekeliruan. Hidup di dalam kerukunan dan damai.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

3.1        Kesimpulan

filosofis Hari Raya Nyepi, tetap mengandung arti dan makna yang relevan dengan tuntutan masa kini dan masa yang akan datang. Melestarikan alam sebagai tujuan utama upacara Tawur Kesanga tentunya merupakan tuntutan hidup masa kini dan yang akan datang. Bhuta Yajña (Tawur Kesanga) mempunyai arti dan makna. Tawur Kesanga juga berarti melepaskan sifat-sifat serakah yang melekat pada diri manusia

 

3.2        Saran-saran

Sebagai panganut agama hindu yang hidup di bali pada umumnya, sebaiknya kita melaksanakan catur brata penyepian dengan mengetahui makna perayaan hari raya nyepi itu sendiri. Agar yadnya yang kita laksanakan lebih berarti, baik bagi kita sendiri, orang lain maupun alam sekitar.

Putra Udyana

Nama Saya I Wayan EkaPutra Udyana anak pertama dari 2 bersaudara dari pasangan ayah dan ibu saya . Saya lahir pada tanggal 21 juni 1994 di keluarga yang sederhana, dan saya bertempat tinggal di desa Singapadu Tengah, kecamatan Sukawati, kabupaten Gianyar, provinsi bali .

Saya mempunyai keluarga yang lengkap di antaranya ayah, ibu, kakek, adik dan saya sendiri.  Ayah saya bernama : I Made Agustira, Ibu saya bernama : Ni Wayan Suwarti ,  Kakek saya bernama :I Made Seja, adik saya bernama : Ni Made Ratna Sari Devi.

Saya berada diantara keluarga yang sederhana, Ayah saya bekerja sebagai PNS dan Ibu saya bekerja sebagai wiraswasta. Adik saya sekarang mau tamat SMP Silachandra.

Kalau tentang saya sendiri: saya tamat dari SD Negeri 3 Singapadu Tengah tahun 2006, pada saat SD dari klz 1 saya bisa bersaing merebut juara kelas.Baru masuk saya sudah berkelahi dengan teman satu kelas, tapi utungnya saya tidak masuk B.K, tapi saya berkelahi untuk membela diri. Tetapi waktu SD saya bisa membanggakan Orang tua karena saya bisa terus merebut juara kelas, sampai di bidang seni saya bisa meraih prestasi sepeerti: lomba Baris Tunggal Se-Bali dan berbagai lomba.

Saat saya kelas 6 SD penghujung saya belajar di SD, waktu Ujian Nasional saya dihandalkan oleh guru-guru disekolah supaya bisa memberitahu teman-teman di kelas karena guru-guru tidak ada memberi jawaban. Dan waktu UN hari pertama teman saya ada yang minta jawaban tapi pengawasnya masih didalam kelas, tetapi teman saya tidak sabar buwat menunggu jawaban dan saya memberi jawaban dengan kertas yang saya lampirkan akhirnya saat saya melempar jawaban kertas tersebut jatuh dihadapan guru pengawas UN. Sejak saat itu saya trus diperhatikan oleh semua pengawas yang mengawasi ruangan saya. Tetapi untung pengawasnya bisa diajak kompromi, hingga selelsai UN saya diingat trus sama pengawasnya.

Saat Pengumuman hasil UN saya sangat takut karena waktu itu menjawab dengan tidak ada bantuan dari siapapun, saat saya melihat nilai UN ternyata saya lulus tetapi nilai saya agak kecil. Waktu saya mau mendaftar SMP, saya medaftar di SMP 2 Ubud dan SMP N 2 Sukawati, tapi saat pengumuman penerimaan di kedua SMP tersebut saya tidak diterima karena nilai UN saya kecil. Saat itu juga saya melampiri semua Piagam prestasi menari yang saya punya, tetapi tidak diterima juga samapi-sampai Bapak saya tidak terima dengan kepala sekolah karena ditempat Sekolah Seni saya tidak diterima, percuma juga SMPnya berada wilayah seni yaitu diSingapadu. Sampai-sampai saya mendaftar di SMP Silachandra dan guru-guru disilachandra senang karena mereka ingin punya tukang kendang.

Dan akhinya saya diperjuangkan oleh paman saya sekaligus Guru di SMP N 2 Sukawati supaya saya sekolah disana, dan akhirnya saya sekolah di SMP N 2 Sukawati. Saat saya sekolah di SMP Negeri 2 Sukawati, prestasi dikelas saya saat SMP sangat menurun karena faktor teman-teman dan lingkungan sekolah. Tetapi dalam bidang Seni saya sangat diunggulkan, dan guru-guru disana senang karena ada yang bisa dalam bidang seni. Pada saat saya UN SMP saya sangat tegang karena paketnya 2 tapi waktu itu lumayan sukar.Waktu UN hari ke tiga/hari terakhir Orang tua saya diejek sama teman, sampai selesai UN saya berantem disekolah tapi saya tidak takut karena saya tidak ada salah. Tetapi saya juga berfikir supaya menahan marah karena besoknya saya berangkat ke Singapore bersama sanggar buwat membawa Gamelan Bali. Saat penguman hasil UN SMP saya lulus dengan nilai yang lumayan besar, dan saya mendaftar di SMA N 1 Sukawati.

Saat saya mendaftar saya juga melampiri Piagam prestasi dalam bidang seni, tapi saya juga diragukan oleh guru-guru yang disana. Tapi saya tidak tanggapi karena saya ingin, kalau saya sekolah disini saya akan tunjukan kemampuan yang saya punya. Pada saat saya kelas 1 SMA ada kakak kelas yang membuat acara disekolah tapi dalam rangka ngayah pada saat rahinan Dewi Saraswati, saya ikut pementasan itu dari sana saya dilihat oleh guru-guru. Disetiap raninan Dewi Saraswati saya trus ikut pergelaran sama kakak kelas, samapai saat saya kelas 2 SMA saya bisa mengaturkan ayah-ayahan disekolah, sampai-sampai saya juga kirim lomba mekendang di Gianyar, akhirnya saya bisa merebut juara 1.

Dan saat kelas 3 saya mewakili sekolah Lomba Mekendang tunggal dan Tari Jauk Manis se-Bali di SMA N 1 Ubud. Dan disana saya bisa bersaing dengan Kokar dalam bidang berkesenian, dan akhirnya saya juga bisa merebut Juara 2. Sampai saat tamat SMA saya terus diingat sama guru-guru di SMA. Pada saat saya sekolah di SMA Negeri 1 Sukawati, saat SMA saya dan teman-teman sering memetaskan barong saat Odalan Saraswati karena saya waktu SMA jurusan IPS sangat diremehkan oleh guru-guru IPA, maka dari itu saya dan teman-teman optimis bahwa anak-anak IPS bisa berprestasi juga. Sebelum saya jadi mahasiswa ISI Denpasar, saya mengikuti Lomba mekendang tunggal di Peguyangan, yaitu Lomba Mekendang Tunggal dan Tari Jauk Keras. Dan saya bisa merebut juara satu dan Juara umum piala Walikota Denpasar.

Saat tamat SMA sekarang saya melanjutkan kuliah di ISI Denpasar, karena saya ingin lebih tau/ingin mengasah kemampuan saya dalam memainkan gamelan/bisa membuat suatu komposisi. Saya Ingin mengetahui semua jenis Gamelan di Bali maupun dengan musik Internasional. Saya ingin menjadi komposer yang bisa membuat gending dan bisa dinikmati oleh para penikmat seni di Bali. Saya ingin seperti komposer yang ada di Desa Saya yaitu di Singapadu, sepert Bapak Nyoman Windha, Bapak Prof.Bandem, Bapak Prof.Dibia dan lain-lainnya, semega mimpi saya bisa terwujud. Kalau saya sudah tamat di ISI Denpasar saya ingin melanjuti sekolah di ISI Surakarta, karena saya ingin tau lebih tentang instrumen supaya saat mengarang gending saya banyak mempunyai pedoman. Dan saya juga ingin mencari pengalaman di luar Bali dan ingin mencari teman dan juga ingin mencari Ilmu setinggi mungkin.

Demikian cerita yang saya paparkan kepada Bapak dari saya kecil hingga sekarang, saya juga ingin bimbingan bapak supaya supaya bisa mendalami Ilmu tentang seni di Indonesia dan Internasional. Kalau saya ada salah kata atau salah ketik saya mohon dengan hormat Bapak selaku dosen bisa memakluminya.