perkembangan Gong Kebyar

PERKEMBANGAN GAMBELAN GONG KEBYAR

 

Dalam periode tahun 1970 sampai dengan 1990-an, seni karawitan Bali mengalami kemajuan yang cukup mengembarakan. Kemajuan seni karawitan bali pada waktu itu memperlihatkan dua sisi yang menarik dan sangat menentukan masa depan dari seni karawitan di daerah ini.

 

Di satu sisi telah terjadi penyebaran gambelan keseluruh Bali, bahkan keluar daerah serta keluar negeri. Kondisi ini diikuti oleh munculnya komposisi-komposisi karawitwn baru yang semakin rumit denngan tehnik pemain yang semakin kompleks.

 

Di sisi lain terliahat terjadinya perubahan ekpresi musikal dan perubahan gaya-gaya musik lokal. Di Bali dewasa ini hampir setiap desa telah memiliki gambelan. Banyak desa bahkan memiliki 2-3 barungan gambelan. Namun demikian tidak dapat dipungkiri lagi bahwa jenis gambelan yang paling baik perkembangannya adalah Gong Kebyar. Kiranya hal ini disebabkan oleh keberadaan dari pada barungan ini yang serba guna dan yang paling sesuai dengan selera masyarakat banyak terutama kalangan generasi muda.

 

Di tingkat internasional, gambelan Bali (Gong Kebyar, Smar Pegulingan dan Gender Wayang) sudah tersebar ke Eropa, German, Australia, Japan. Kanada. Dan mungkin yang terbanyak ke Amerika Serikat. Walaupun kebanyakan dari barungan gambelan Bali ini di tempatkan di perwakilan RI, ataupun universitas-universitas, semakin banyak group-group swasta dan perorangan yang memiliki gambealan sendiri.

 

 

 

 

 

 

 

HISTORIS GAMBELAN GONG KEBYAR

 

Satu peristiwa histories penting dalam kehidupan masyarakat Bali telah terjadi yaitu jatuhnya Bali ketangan penjajah Belanda ditandai takluknya kerajaan klungkung sebagai kerajaan terakhir pada tahun 1908. Sejak itu pemerintahan belanda mulai mengembangkan kekuasaannya dengan sistem pemerintahan barat sesuai dengan kepentingan colonial. Bali yang ketika itu terdiri atas delapan kerajaan, oleh Belanda dijadikan dua bagian, Bali Utara dibawah pengawasan seorang residen yang berkedudukan di Singaraja dan Bali Selatan dibawah pengawasan asisten residen yang berkedudukan di Denpasar. Bali Utara dibagi menjadi Buleleng dan Jembrana, sedangkan Bali Selatan terdiri atas Tabanan. Badung, Gianyar, Karangasem, dan Klungkung yang membawahi Bangli dan Nusa Penida.

 

Berkurangnya kekuasaan raja-raja Bali itu mengakibatkan berkurangnya perhatian puri (keratin) terhadap kelngsungan hidup seni pertunjukan klasik-Gambuh ,waayang wong,topeng,legong,gong gede,semar pegulingan ,dan lain-lain yang pernah mencapai masa keemasan pada zaman kejayaan raja-raja di Bali seperti watu enggong (1460-1550),dalem bekung (1550-1580),dalem tahun dewe agung jambe (1845-19080. Oleh karana itu sangat logis jija kualitas dan kuantitas penyajian seni-seni klasik ketika itu menjadi menurun.keadaan seperti itu sangat berbeda di jawa yang justru karana berkurananya kekuasaan politiknya ,para raja berusaha mengekstrapolasikan kekuasaan lewat pelestarian dan perkembangan budaya,tidak mengherankan kesenian keraton justru berkembang dengan baik.untung seni pertunjukan bali masih tetap dibutuhkan sebagai salah dsatu sarana upacara agama dan adat,sehingga kelangsungan hidupnya masih dapat dipertahankanatas pangayoman pura (agama),banjar(desa adat),sekaa (organisasi) kesenian.dari sisi ini tampak pemerintah colonial Belanda sangat banyak merugikan rakyat Indonesia temasuk rakyat bali.

Dalam suasana zaman seperti itu,dalam bidang seni tabuh pula pembaharuan-pembaharuan yang juga merupakan aktulisasi kesadaran nasional dan rasa dempkratis yaitu ansambel Gambelan Gong Kebyar,sebuah bentuk seni yang mengunakan susunsn instrumen,pola garap gendhing,pola penyajian tehnik tabuhan instrumen dan karakter baru,sehingga tepat sekali gambelan dimasukan kedalam kelompok gambelan baru.

 

Pemberian nama “Kebyar” terhadap karya seni tersebut tepat,karana perangkat gambelanbaru itu betul mampu mengekspresikan karakter Kebyae,yaitu keras,lincah,cepat,agresif,mengejutkan,muda,enerjik,gelisah,semangat,optimis,kejasmanian,ambisius,dan penuh emosional.

 

Gambelan pelog tujuh nada ini pada awalnya merupakan pengembangan dari asambel gambelan Gong Gede, sebuah orkes agung gaya kuno yang sangat diperlukan pada hari-hari besar atau upacara odalan di pura. Gambelan tradisional ini merupakan sebuah asambel Gambelan yang paling lengkap di Bali yaitu dengan banyak menggunakan instrumen yang dimainkan kurang lebih 60 orang penabuh. Semua itu dapat disebutkan pada lontar Aji Gurnita.

 

Dalam perkembangannya menjadi gambelan kebyar ada beberapa instrumen gambelan Gong Gede yang dihilangkan, dikurangi, diubah bentuknya, dan ada pula yang tidak mengalami perubahan. Instrumen yang dihilangkan terdiri dari : bende (bebende), ponggang, kempyung, gumanak, dan gentorag. Yang dikurangi dua buah: jublag dikurangi dua buah, penyacah dikurangi dua buah dan ceng-ceng  (kecek) beberapa bua. Yang diubah: gangsa ageng diubah menjadi gender (gangsa ugal), gangsa menengah menjadi pemade, gangsa alit menjadi kepluk (kajar) dan kemong ndang menjadi kemong (kenong)

 

Diantara semakin banyak instrumen yang diubah yang sangat menonjol mengalami perubahan adalah instrumen gangsa jongkok. Dalam Gong Gede setiap tungguh (jawa: rincikan/ satuan) instrumen ini menggunakan lima buah nada : ndang (jawa: nem), nding (ji), ndong (ro), ndeng (lu), dan ndung (mo). Akan tetapi dalam gambelan Kebyar, pada awalnya instrumen gangsa pernah menggunakan tujuh buah nada ditambah ndang alit dan nding alit, kemudian berkembang menjadi delapan buah nada yaitu: ndung, ndang, nding, ndong, ndeng alit, ndang alit dan nding alit: sembilan bilah ditambah nada nding(sebelum nada ndung): dan selanjutnya sampai sekarang berubah menjadi berbilah sepuluh dengan urutan nada: ndong, ndeng, ndung, ndang, nding, ndong alit, ndeng alit. Ndung alit. Ndang alit, nding alit.

 

Jenis instrumen gambelan Gong Gede yang tidak mengalami perubahan terdiri dari : gong, kempur, kendang, rebab, suling, trompong ageng, dan trompong barangan. Dengan demikian jenis instrumen yang digunakan dalam gambelan kebyar pada umunya di Bali terdiri dari instrumen melodis: trompong satu tungguh, reyong satu tungguh, gangsa ugal/giying dua tungguh(ngumbang ngingsep), gangsa pemade/panganter dua tungguh(ngumbang ngisep), gangsa kanti empat tungguh (ngumbang ngisep) penyacah dua tungguh (ngumbang ngisep) rebab, suling satu sampai empat buah. Instrumen ritmis: kendang dua buah lanag dan wadon, ceng-ceng satu buah atau dua stel, dan kajar satu buah. Dan instrumen kolotomik: kenong/kemong satubuah, kempur satu buah, dan gong dua buah lanang dan wadon.

 

Secara pasti kapan terjadi perubahan dari gambelan Gong Gede menjadi gembelan Kebyar pada saat ini belum diketahui. Namun demikian ada satu informasi Anak Agung Gede Gusti Jelantik (Bupati Buleleng) yang yang dituturkan kepada Colin Mcphee pada tahun 1937 yang menyebutkan bahwa Gambelan Kebyar pertama kali didengar dikalangan masyarakat pada bulan Desember 1915 ketika tokoh gambelan di Bali Utara menyelangarakan kompetisi gambelan kebyar di Jagaraga Buleleng. Data ini mendekati apa yang dikatakan Made Bandem bahwa Gabelan Kebyar telah terwujud di Bali pada tahun 1914. Ini berati masyarakat Bali Selatan, mereka lebih dahulu terbuka terhadap pengaruh-pengaruh modern, khusunya setelah Bali sepenuhnya dapat dikuasai pemerintahan Belanda

 

 

Comments are closed.