Tawaran Baru Dari Tabuh Dua Setengah “Sikut Anyar” Karya I Ketut Pany Ryandhi

This post was written by ngurahwahyu on April 16, 2018
Posted Under: Tak Berkategori

I Ketut Pany Ryandhi, beliau bisa dikatakan adalah salah satu seniman muda yang baru-baru ini berhasil menghadirkan warna baru pada musik karawitan Bali, khususnya Gong Kebyar. Dalam karyanya yang beliau buat sebagai syarat untuk lulus S-1 karawitan, beliau mempersembahkan tabuh yang tak biasa didengar banyak kalangan pada umumnya. Karya yang beliau buat berjudul “Tabuh Dua Setengah Sikut Anyar”. Beliau mengambil judul tersebut guna memberikan sebuah tawaran baru dalam konteks bentuk tabuh lelambatan. Penulis juga menjelaskan bahwa kata tabuh dua setengah dalam konteks komposisi ini menekankan paradigma baru pada susunan bagian-bagian gending yang secara partitur menghasilkan bagian simetris yang sarat akan konsepsi keseimbangan sualistis.
Ide garap merupakan gagasan yang ada pada benak seniman yang mendasari garap, terutama dalam proses penciptaan seni. Ide dapat diperoleh darimana saja, dimana saja, dan kapan saja. Ide garapan beliau berawal dari fenomena penciptaan komposisi karawitan bali, baik itu menyangkut belenggu tradisi ataupun kontemporer serta indikator pemberi sebuah identitas. Pemberian label seperti halnya tabuh pisan, tabuh dua, tabuh telu, tabuh pat dan seterusnya memberikan ide kepada beliau tidakkah ada penciptaan komposisi tabuh lelambatan dengan menggunakan dua setengah sebagai penekanan konstannya? tidakkah ada tabuh tiga per-empat? Begitu pula seterusnya. Asumsi beliau bukan kurang alasan, melalui ide garap ini beliau ingin mengajak para seniman akademis untuk membedah sebuah partitur tabuh lelambatan yang telah mengkristal (mungkin bisa dibilang tabuh lelambatan klasik) hingga tabuh lelambatan yang telah dikemas diberi nama “tabuh x” lelambatan kreasi.
Menurut penjelasan dari beliau sang penggarap, Tabuh dua setengah merupakan sebuah komposisi baru yang terinspirasi serta berpijak pada bentuk tabuh lelambatan yang sudah ada. Tabuh dua sebagai contoh tabuh lelambatan terdiri dari dua paletan gending dan secara horizontal memiliki sistem empat matra setiap barisnya sehingga memiliki enam belas peniti penyacah. Berangkat dari analisis tersebut beliau secara sadar mengasimilisasikan sistem tersebut dengan ukuran yang berbeda baik itu secara vertikal maupun secara horizontal hingga membentuk tabuh dua setengah. Secara vertikal komposisi yang dibuat oleh beliau terdiri dari dua lampetan terbentuk oleh lampetan-lampetan dengan struktur kolotomiknya. Satu lampetan gending terdiri dari empat baris, jika ada sepuluh baris maka sudah dipastikan lampetan gendingnya berjumlah dua setengah. Secara horizontal beliau juga mengaplikasikan sistem dua setengah matra yang terbentuk dengan pola empat ketukan peniti penyacah (satu matra), empat ketukan peniti penyacah (satu matra), dan dua ketukan peniti penyah (setengah matra) sehingga membentuk dua setengah matra. Dari kesamaan sistem matra dan lampetan inilah membuat beliau si komposer berindikasi bahwa kompisi ini bersifat simetris.
Dari hasil membaca skrip karya yang beliau buat, beliau juga menyimpulkan bahwa beliau tidak hanya saja mampu menjawab permasalahan mengenai pemberian label pada tabuh lelambatan kreasi, akan tetapi beliau juga mampu menawarkan warna baru dalam memahami komposisi tabuh lelambatan yang sejatinya lelambatan dalam karawitan bali memiliki berbagai macam bentuk jika dianalisis berdasarkan kalkulasi matranya. Begitu pula pada komposisi tabuh dua setengah “sikut anyar” milik I Ketut Pany Ryandhi, karya ini dihadirkan oleh beliau bukan untuk menampilkan hal yang berbeda dan baru serta sifatnya tidak merancukan paradigma yang telah melekat, melainkan untuk memberikan komparasi (perbandingan) bahwa yang dinamakan tabuh lelambatan tidak sepenuhnya kaku. Justru beliau berpendapat bahwa karya yang beliau buat ini sifatnya sudah konservatif.

Comments are closed.