Ulasan Buku Etnomusikologi milik Jaap Kunst

April 7th, 2018

 

1.Ulasan Satu 

Istilah ‘etnomusikologi’ berasal dari Jaap Kunst, dalam bukunya yang berjudul Musicologica : a study of the Nature of Ethnomusicology, its problems, Methods, and Representative Personalities(Amsterda, 1950). Yang saya pahami dari ‘terminologi dan definisi’, ialah etnomusikologi dasarnya berhubungan dengan musik-musik yang masih hidup, termasuk didalamnya instrumen – instrumen musikal dan tari, pada daerah, suku-suku maupun negara yang mempunyai tradisi yang terhubung dengan musik. Sinonim bahasa etnomusikologi dari macam-macam negara : Eropa, bahasa Jerman musikethonologie, bahasa Polandia ethnografia muzyezna, bahasa Rusia, Bulgaria, Ukraina ethnografia muzikal’naya dan muszikal’naya fol’kloristika. Istilah etnografia musik adalah untuk kerja perekaman musik. Mendenifisikan etnomusikologi sebagai studi musik tradisi yang musiknya diajarkan/diwariskan secara lisan, tidak melalui tulisan, dan selalu mengalami perubahan. Etnomusikologi meletakkan kembali kenyataannya di dalam musik disertai konteks sosial kulturalnya, menempatkan musik-musik itu kedalam pikiran.

 

Etnomusikologi memiliki samaan yang sangat dekat dengan etnologi, sebagai ciri yang jelas memiliki spesialis di bidang musikologis. Etnomusikologis dikenal sebagai disiplin ilmiah di universitas-unisversitas Amerika, Kenada dan Perancis sementara itu di Jerman, Belanda, Inggris dan negeri-negeri lainnya pengakuan yang terbatas. Subyek dan sarana yang ditelitinya adalah musik-musik pada masyarakat non-literasi (atau musik tribal); musik yang diajarkan secara lisan melalui tradisinya pada kebudayaan-kebudayaan tinggi terutama di Asia (musik istana [keraton] dan musik para biksu/pendeta serta setara yang lebih tinggi dala, masyarakat) seperti di Indonesia, Cina, Jepang, Korea, India, Iran dan negara-negara berbahasa Arab; dan musik rakyat, yang oleh Netll(1964:7), secara didefinisikan sebagai musik di kebudayaan lisan yang terdapat di wilayah-wilayah yang didominasi oleh kebudayaan-kebudayaan yang tinggi. Dalam buku Barbara Krader ‘sejarahnya hinngga perang dunia II’, dalam musik dunia atau musik ekstotik muncul dalam literatur Barat pada abad ke-18, tonggak sejarahnya adalah Dictionnaire de musicque karya Rousseau (1768), di dalamnya terdapat contoh musik diidentifikasikan sebagai musik rakyat orang Cina, musik suku Indian Kanada, musik rakyat orang Finlandia. Umumnya sejarah musik adalah umat manusia dengan demikian semua [musik] masyarakat [manusia] harus dimasukkan, ditempat mana etnomusikologi menempatkan ekstensinya, (dan) hampir disebut sebagai ‘musikologi kompatatif’ dimulai pada tahun 1880-an.

 

Kesimpulannya menurut saya, Etnomusikologi secara formal dan institusional displin ilmu yang relatif baru, namun dalam konteks sejarah ilmu-ilmu seni, ia termasuk pelopor awal. hendak baiknya kita yang memiliki tradisi dimasing-masing daerah, selalu dijaga dan dilestarikan, kalau bisa dikembangkan tradisi tersebut, dalam artian tradisi budaya tersebut bisa digagas oleh setiap seniman, seperti halnya membuat musik maupun iringan, atau tari dan lainnya, agar kedepannya bisa dihirup bau wanginya/ tradisi kita kalau ini tradisi milik daerah kita yang dikembangkan oleh setiap seniman yang memahami etnomusikologi ini di mata dunia. Etnomusikologi yang tampil dan muncul di awal-awal sejarah perkembangan ilmu-ilmu seni, menjadi contoh dan model bagi ilmu-ilmu seni lainnya.

2. Ulasan Yang Kedua

Yang saya ulas dari sub 3 dari buku Barbara Krader 3. Kecenderungan Etnomusikologi Sejak 1950. Etnomusikologi didalam ilmu tersebut sangatlah desiplin, munculnya sesudah Perang Dunia II, yaitu dari sisa musikologi komparatif, hal baru dari kemunculannya dengan perkembangan dinamis yang memungkinkan memegang peranan pengulangan kelahirannya. Bagi sarjana-sarjana yang berasal dari negara industri, daerah terpencil di dunia mudah di jangkau dan alat perekam suara, bahkan alat pembuatan film begitu cepat berkembang dan harga tersebut sangatlah murah dari pada masa sebelumnya. Pendekatan histori terhadap seni barat yang bersumber pada catatan-catatan notasi yang tertulis. Para antropolog merasakan pentingnya studi musik selengkapnya, dalam konteks kehidupan musik di tengah masyarakat, dan sebagai suatu proses (yang tidak pernah kering dan mati, tetapi selalu berubah). Etnomusikologi didirikan pada tahun 1955 memberi kesempatan yang menampung minat untuk dibahas, menyediakan sarana untuk saling memberi informasi melalui jurnalnya.

 

Di sub 3 ini penjelasannya sungguh jelas adanya pekembangan musik etnis pada tahun tersebut, dalam penjelasan itu ada bagian-bagian penjelasan yang sudah di terangkan oleh si pembuat buku, lebih menonjolkan perkembangan musik etnis itu. Penjelasannya ada enam; 1.Koleksi dan dokumentasi, mengumpulkan data dara hasil kerja dilapangan pada tahun 1930-an sampai dengan 1970-an para etnomusikolog mengumpulkan deskripsinya. Pengumpulan materi-materi pendekatan etnomusikologis pada masa sangat maju pada era Perang Dunia II dan sudah adanya tape recorder yang dapat dibawa kemana, dan merekam semua karya-karya paramusik etnis yang masa itu sudah berkembang. 2.Transkripsi dan analisis akustika musik tradisional dalam bentuk notasi visual teahl dianggap tugas ensensial etnomusiklog. 3.Klasifikasi, sitematisasi dan analisis, mendeskripsikan musik yang dipelajari untuk menemukan ciri-ciri mendasari musik yang diteliti, memandingkan dengan kebudayaan lainnya yang masih dianggap adanya hubungan. 4.Fungsi sosial, studi paling intensif terhadap kebudayaan, atau sosial yang diarahkan pada musik tradisional nonliterasi atau masyarakat tribal. 5.Dimensi Kesejarahan, merupakan hal yang fundamental, bagi parasarjana dalam penelitian terhadap musik rakyat. Parasarjsana melakukan pembahasan didalam perspektif sejarah dan menempatkannya dibawah kategori musik dari masyarakat non-literasi yang dapat saja terdiri dari musik yang paling primitf maupun yang paling maju. 6.Etika, moral yang relevan dalam studi musik di  negeri-negeri yang sedang berkembang, berhubungan dengan semua jenis kegiatan penelitian lapangan.

 

Kesimpulan pembahasan yang diatas, merupakan definisi perkembangan musik etnis di setiap daerah yang mempunyai musik tradisional atau musik asli penduduk di daerah tersebut. Percabangan definisi musikolog, sebagai berikut: mempresentasikan dalam bahasa laporan mengetengahkan, pertama, sifat dasar dari terjadinya musik secara teknis. Menghubungakan antara dunia musik dan dunia pembahasannya dan yang ketiga, fungsi dari totalitas musi didalam kebudayaan.

3. Ulasan Yang Ketiga

Definisi dalam disiplinnya etnomusikologi, istilah musikolog komparatif menurut Jaap Kunst merasa tidak puas pada seperempat abad yang lalu. Jaap Kunst memberi tambahan kata ‘etno’di depan kata ‘musikologi’ untuk menunjukan bahwa studi ini adalah untuk musik dari berbagai ras (19911). Sebalik definisinya terbatas oleh seni barat maupun terpopuler berada diluar lapangan studi ini. Redefinisi yang diperbaikinya ialah mengindikasikan bahwa studi ini juga memasukan aspek-aspek sosiologis yang terdapat di dalam musik (1959:1). Data metode yang digunakan berasal dari berbagai desiplin yang ada dalam seni humaniora, ilmu sosial, dan ilmu fisika. Etnomusikolgi hanya bisa didefinisikan apabila kita melihat bahwa etnomusikologi diberi peralatan yang baik untuk bekerja seperti teori antropolog, ahli folklor, ahli sejarah, ahli linguistik, ahli yang mengenal musikolog historis, psikolog, atau sosiolog. Dalam proses studi ini menjadi sebuah desiplin yang didasari oleh hak-hak dan pandangannya seperti desiplin lainnya yang memiliki fokus tersendiri dan mempunyai permasalahan sendiri atau bentuk kegiatan yang penting, maupun memperlihatkan keterbatasan di dalam lapangan yang menjadi perhatiannya. Sebuah wissenschaft, atau scientia dengan haknya? Etnomusikologi adalah studi tentang pola-pola suara yang dihasilkan suara manusiawi, suara yang terpola dari anggota masyarakat yang memproduknya dan sarjana yang mempelajari serta menerimanya sebagai musik.

 

Semua musik yang diproduksi dalam hal memiliki ciri-ciri penting, penyajian musik dianggap mempunyai perbedaan-perbedaan dalam beberapa cara. Studi tentang kegiatan yang terjadi pada saat bersamaan merupakan pemahaman kita terhadap gaya dan struktur musik. Para etnomusikologi juga mempelajari non-musikal seperti studi teks yang dinyanyikan, pembuatan dan permainan instrumen-instrumen musik, kegiatan kinetik yang muncul bersamaan dengan musik. Hal penting dalam konsep-konsep yang terdapat pada anggota masyarakat dari sebuah kebudayaan, yang berkaitan dengan musik yang dihasilkan. Kegiatan yang non-musikal mempunyai daya tarik sendiri, tetapi para etmomusikologi mempelajarinya dalam upaya menambah pengertian lebih luas tentang berbagai aspek dari musik sebagai contoh ialah tentang aspek-aspek musik apa saja yang dianggap penting bagi mereka yang membantu dalam mentranskripsi musik ini. Konsep musikal dalam narasumber sebaliknya tidak selalu sesuai dengan para etnomusikolog. Seorang narasumber dapat yakin bahwa ia menyajikan dua [komposisi] di dalam ukuran tempo yang sama. Namun apabila rekaman dari kedua penyajian musik tetsebut menggunakan mentronom atau dengan jam tangan, maka akan mendapatkan perubahan tempo sebenarnya telah terjadi. Musik jelasnya dapat dipelajari sebagai satu cara untuk memecahkan sebuah masalah non-musikal, sebagai contoh Clark Wissler dalam bukunya tentang suku Indian Amerika (1922:155) menunjukan bahwa musik merupakan ciri-ciri kultural yang sangat stabil dan karenanya dapat memberikan tanda-tanda yang berguna untuk menentukan persebaran ciri-ciri kebudayaan lain. Studi ini tentu saja dimungkinkan akan tetapi semua ini di luar jangkauan etnomusikologi maka pendekatan yang terbalik harus dilakukan.

Kesimpulannya, saya sebagai mahasiswa atau calon sarjana terus mempelajari dan memahami studi musikal maupun non-musikal didalam kebudayaan yang ada, sebab didalam etnomusikologi sangat pentingnya bagi calon sarjana-sarjana dibidang seni musik sebagai deskripsinya. Dengan konsep seperti diatas bahwa etnomusikologi belum lengkap tanpa adanya penelitian lapangan dan bukan itu saja yang saya ketahui termasuk kedalamnya penelitian kepustakaan, kedua metode ini tidak dapat dipisahkan agar mendapatkan data yang akurat, dalam etnomusikologi.

4. Ulasan Yang Keempat (Terakhir)

Musikologi komparatif dan etnomusikologi, membuat definisi tentang bagaimana seharusnya berada etnomusikologi (Merriam 1960; 1996 ;1975). Pada umumnya bahwa Jaap Kunst yang dahulu mencetuskan dan pertama membuat istilah ‘etnomusikologi’ lebih dari 25 tahun yang lalu (Kunst 1950) bagi kita meninjau kembali apa yang telah terjadi istilah ‘musikologi komparatif’ sebelum istilah baru itu muncul. Berbicara dari perspektif historis, pada akhirnya belum dapat mencapai optimal. Bahan-bahan yang disajikan menurut pandangannya yang menunjukan semua refrensi tentang berbagai definisi yang ada. Pendapat penting yang dapat menunjukan kecenderungan dan perubahan yang terjadi, sebagian pendapat-pendapat dari para sarjana Amerika. Definisi tentunya merupakan masalah yang sangat sulit apabila kita mendefinisikan suatu konsep seharusnya kita harus membuat suatu batasan tentang apakah sesuatu dan bagaimana seharusnya sesuatu itu. Definisi dalam hal ini etnomusikologi dapat dirumuskan berdasarkan identifikasi dari apa saja yang kerjakan paraetnomusikologi. Pada dasarnya bersifat deskriptif dan disimpulkan dari pengamatan terhadap kegiatan-kegiatan normatif. Penyimpulan definisi ini pada dasarnya tidak informatif, karena adanya dua kelemahan yaitu penjelasannya hanyalah bersifat deskriptif dan penjelasan tersebut akhirnya juga akan balik. Misalnya mengetahui apakah etnomusikologi itu, kita harus mencirikan penjelasan tersebut dapat dirumuskan apabila penjelasan pertama dikemukakan dahulu.

 

Merumuskan definisi etnomusikologi, pertama teori, metode dan data saling menjali satu dengan yang lain. Tanpa teori hampir dapat dikatakan bahwa tidak akan mempunyai metode yang baik, bukan  dalam artian bahwa tidak ada metode yang seharusnya bebas teori. Salah satu dari ketiga unsur tersebut tidak akan ada tanpa adanya dua unsur yang lain, serta ketiga unsur tersebut selalu berinteraksi satu dengan yang lain di dalan kegiatan intelektual. Definisi ‘musikologi komparatif’ yang pertama dikemukakanvoleh Guido Adler pada tahun 1885. Adler lebih menekankan kelompok suku bangsa didunia, yang digunakan untuk tujuan etnografi dan klasifikasi.Hornbostel tidak menyetujui pendapat tersebut dan pada mula itu tidak terlalu mempermasalahkan definisi, tidak seperti halnya Lachman pada tahun 1935 dan Roberts pada tahun 1936. Demikian definisi singkat tentang musikologi komparatif di Amerika Serikat dikemukakan juga oleh Glen Haydon pada tahun 1941 didalam bukunya yaitu Introduction to Musicology. Di halaman 218 dibuku milik Glen Haydon yaitu, sistem-sistem musikal dan musik-musik rakyat dari masyarakat non-Eropa adalah objek studi pokok dari musikologi komparatif. Nyanyian-nyanyian burung dan bermacam-macam suara yang dihasilkan manusia juga merupakan topik-topik sasaran studinya. Masalah komparatif didalam musikologi, yang banyak dibicarakan pada masa tersebut. Munculnya isitilah baru “Etnomusikologi” tersebut timbul paham komparatisme yang tidak didukung oleh kenyataan-kenyataanm.

 

Kesimpulannya,  musikologi komparatif tidak digunakan dalam pendapat pendapat para penemu penemu definisi etnomusikologi pada tahun 1960-an , karena kerja komparatif selalu digunakan disetiap bentuk pengetahuan. Pelukisan kenyataan yang terjadi dalam ilmu humaniora seperti halnya ilmu pasti selalu mencari kemiripan-kempiripan dan perbedaan-perbedaan. Dengan tepat Walter Wiora menyatakan bahwa komparasi hanyalah merupakan metode saja, bukan sebagai suatu cabang ilmu .

 

 

 

 

 

Baru Belajar Menganalisa Tabuh

April 7th, 2018

Saya belajar menganalisa Tabuh Pat Lelambatan Kreasi Manas Manis, tabuh ini menurut saya sangat indah saat mendengarkannya mengapa? Karena bagian – bagiannya , pola pukulannya, gegendingnya sangat cocok dengan nama judul tabuh pat ini saya mencoba untuk belajar bagaimana caranya menganalisa sebuah karya yang indah ini. Dari struktur bagian – bagian dari tabuh pat ada Pengawit, Pengawak, Penghisap, Bebaturan dan Tabuh Telu. Saya menganalisa dari tabuh Manas Manis ini dari cara tehnik pukulan di awali permainan atau pola kekotekan Ugal, Gangsa dan Kantil. Di bagian pengawit awalan sampai akhir gegending instrumen Ugal, Gangsa dan Kantil ada beberapa menggunakan macam tehnik pukulan dari ketiga instrumen tersebut  menggunakan pola ubit – ubitan.

 

Istilah Ubit – ubitan tidak dijumpai dalam Kamus Bali – Indonesia (KBI). Namun tertara dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) karangan W.J.S Poerwardaminta yang menyatakan bahwa kata ubit – ubitan adalah sebuah kata yang berasal dari daerah tertentu dan berarti menggerak – gerakkan barang yang kecil – kecil, seperti nyala lampu. Dalam konteks permainan yang dihasilkan dari perpaduan sistem on-beat (polos) dan off-beat (sangsih). Pukulan polos dan sangsih jika dipadukan akan menimbulkan perpaduan bunyi yang dinamakan ubit – ubitan. Pukulan polos dan sangsih, bergerak naik – turun (sebaliknya), mengisi beat  (ketukan) yang kosong dan akhirnya menimbulkan bunyi yang interlock (saling mengunci/mengisi) yang dinamakan ubit – ubitan. Di dalam musik barat sistem sejenis itu disebut interlocking-figuration atau interlocking-parts yaitu figurasi yang saling mengisi dalam lagu.

 

 

Di gegending tabuh pat manas manis ini terdapat pukulan atau tehnik pukulan ugal, gangsa dan kantil Oles – olesan, Oncang – oncang, Neliti, Norot, Gegelut contoh penjelasan seperti :

 

  1. Oles – olesan secara harfiah kata oles – olesan berarti poles atau gosok.
  2. Oncang – oncangan nama salah satu pola pukulan gangsa giying, pemade, kantil dengan menggunakan pukulan yang bergantian dengan memukul dua buah nada yang berbeda diselingi oleh satu nada.
  3. Neliti adalah memukul dan menutup satu nada saja, dimana bisa dimainkan oleh kesemua nada tersebut.
  4. Norot Nama dari salah satu pola pukulan nada instrumen pemade dan kantil yang mengikuti aluran nada atau tempo.
  5. Gegulut ada dua macam bentuk jalinan dalam arti jalinan tiga nada (neluin) dan jalinan empat nada (ngemput). Jalinan ini akan bertemu antara pukulan polos dan sangsih.

 

  • Ide Garapan

 

Dari ide garapan sang kompeser menurut saya tumbuhan nanas yang awalnya tumbuh

dengan banyaknya di batang pohon dan daunnya yang berisi duri dan kerumitan pola teknik ubit – ubitan gangsa dan kantil. Kerumitan pukulan sama dengan setajam duri – duri tumbuhan nanas.  Dedaunan yang lebat membuat sang komposer menjadi mendapatkan ide garapan pola – pola yang rumit seperti kekotekan gangsa,kantil,reong. Buah nanas yang manis menurut saya pas ditabuh ini, kenapa? Karena pas dengan serasinya semanis buah nanas.

  • Konsep

Untuk mengimplentasikan ide garapan Tabuh Pat Manas Manis mengangka konsep

buah nanas, menurut saya ada 3 bagian yaitu:

 

Bagian 1 : Tumbuhnya tanaman buah nanas yang berpelan – pelan tumbuh dari segi bagian tabuh ini di bagian pengawit geginem terompong. Dan kerumitan kotekan gangsa dan kantil mulai tajam seperti mulainya tumbuh duri – duri di pohon nanas yang mulai duri – duri

Bagian 2 : Dari pengawak mulailah tabuh ini tumbuhannya pohon nanas yang mulai tumbuhnya buah nanas, dan pohon yang mulai begitu besar dan banyaknya duri – duri dan dedaunan yang lebat, dan kerumitan gegending mulai terasa.

Bagian 3 : Buah nanas yang matang dan manis dari penghisap gegending sudah dan sangat sangat bagus terasa manis di dengarkan.

 

  • Bentuk

Bentuk yang sangat indah dan enak di dengar oleh seseorang yang menikmatinya oleh karena itu konsep ini dinamakan semanis buah nanas. Gegending yang sangat indah dan tidak bisa saya memberikan saran atau komentar lainnya.

Definisi Kebudayaan

April 7th, 2018

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia.

Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.

 

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi.[1] Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaianbangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya, dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar, dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri.”Citra yang memaksa” itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti “individualisme kasar” di Amerika, “keselarasan individu dengan alam” di Jepang dan “kepatuhan kolektif” di Tiongkok.

Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.

Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.

Pengertian Budaya

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.

Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.

Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual, dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

Menurut Selo Soemardjan, dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan, dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.

Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku, dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Unsur-Unsur

Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:

  1. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
    • alat-alat teknologi
    • sistem ekonomi
    • keluarga
    • kekuasaan politik
  2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
    • sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
    • organisasi ekonomi
    • alat-alat, dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
    • organisasi kekuatan (politik)
  3. Kluckhohn mengemukakan ada 7 unsur kebudayaan secara universal (universal categories of culture) yaitu:
    • bahasa
    • sistem pengetahuan
    • sistem tekhnologi, dan peralatan
    • sistem kesenian
    • sistem mata pencarian hidup
    • sistem religi
    • sistem kekerabatan, dan organisasi kemasyarakatan

Wujud dan komponen

Wujud

Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.

  • Gagasan (Wujud ideal)
    Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilainorma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan, dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
  • Aktivitas (tindakan)
    Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusialainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati, dan didokumentasikan.
  • Artefak (karya)
    Artefak adalah wujud kebudayaan fisikyang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur, dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.

Sedangkan menurut Koentjaraningrat, wujud kebudayaan dibagi menjadi nilai budaya, sistem budaya, sistem sosial, dan kebudayaan fisik.

  • Nilai-nilai Budaya
    Istilah ini, merujuk kepada penyebutan unsur-unsur kebudayaan yang merupakan pusat dari semua unsur yang lain. Nilai-nilai kebudayaan yaitu gagasan-gagasan yang telah dipelajari oleh warga sejak usia dini, sehingga sukar diubah. Gagasan inilah yang kemudian menghasilkan berbagai benda yang diciptakan oleh manusia berdasarkan nilai-nilai, pikiran, dan tingkahlakunya.
  • Sistem Budaya
    Dalam wujud ini, kebudayaan bersifat abstrak sehingga hanya dapat diketahui dan dipahami. kebudayaan dalam wujud ini juga berpola dan berdasarkan sistem-sistem tertentu.
  • Sistem Sosial
    Sistem sosial merupakan pola-pola tingkah laku manusia yang menggambarkan wujud tingkah laku manusia yang dilakukan berdasarkan sistem. Kebudayaan dalam wujud ini bersifat konkret sehingga dapat diabadikan.
  • Kebudayaan Fisik
    Kebudayaan fisik ini merupakan wujud terbesar dan juga bersifat konkret. Misalnya bangunan megah seperti candi Borobudur, benda-benda bergerak seperti kapal tangki, komputer, piring, gelas, kancing baju, dan lain-lain

Komponen

Berdasarkan wujudnya tersebut, Budaya memiliki beberapa elemen atau komponen, menurut ahli antropologi Cateora, yaitu :

  • Kebudayaan material
    Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
  • Kebudayaan nonmaterial
    Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
  • Lembaga sosial
    Lembaga sosial, dan pendidikan memberikan peran yang banyak dalam kontek berhubungan, dan berkomunikasi di alam masyarakat. Sistem sosial yang terbentuk dalam suatu Negara akan menjadi dasar, dan konsep yang berlaku pada tatanan sosial masyarakat. Contoh Di Indonesia pada kota, dan desa dibeberapa wilayah, wanita tidak perlu sekolah yang tinggi apalagi bekerja pada satu instansi atau perusahaan. Tetapi di kota – kota besar hal tersebut terbalik, wajar seorang wanita memilik karier
  • Sistem kepercayaan
    Bagaimana masyarakat mengembangkan, dan membangun system kepercayaan atau keyakinan terhadap sesuatu, hal ini akan mempengaruhi system penilaian yang ada dalam masyarakat. Sistem keyakinan ini akan mempengaruhi dalam kebiasaan, bagaimana memandang hidup, dan kehidupan, cara mereka berkonsumsi, sampai dengan cara bagaimana berkomunikasi.
  • Estetika
    Berhubungan dengan seni, dan kesenian, musik, cerita, dongeng, hikayat, drama, dan tari –tarian, yang berlaku, dan berkembang dalam masyarakat. Seperti di Indonesia setiap masyarakatnya memiliki nilai estetika sendiri. Nilai estetika ini perlu dipahami dalam segala peran, agar pesan yang akan kita sampaikan dapat mencapai tujuan, dan efektif. Misalkan di beberapa wilayah, dan bersifat kedaerah, setiap akan membangu bagunan jenis apa saj harus meletakan janur kuning, dan buah-buahan sebagai simbol yang arti disetiap derah berbeda. Tetapi di kota besar seperti Jakarta jarang mungkin tidak terlihat masyarakatnya menggunakan cara tersebut.
  • Bahasa
    Bahasa merupakan alat pengantar dalam berkomunikasi, bahasa untuk setiap wilayah, bagian, dan negara memiliki perbedaan yang sangat kompleks. Dalam ilmu komunikasi bahasa merupakan komponen komunikasi yang sulit dipahami. Bahasa memiliki sifat unik, dan kompleks yang hanya dapat dimengerti oleh pengguna bahasa tersebut. Jadi keunikan, dan kekompleksan bahasa ini harus dipelajari, dan dipahami agar komunikasi lebih baik, dan efektif dengan memperoleh nilai empati, dan simpati dari orang lain.

Hubungan Antara Unsur-Unsur Kebudayaan

Komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan antara lain:

Peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi)

 

Teknologi merupakan salah satu komponen kebudayaan.

Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan, dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.

Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan, dan unsur kebudayaan fisik), yaitu:

Sistem mata pencaharian

Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah-masalah mata pencaharian tradisional saja, di antaranya:

Sistem kekerabatan dan organisasi sosial

Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. Meyer Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan.

Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek, dan seterusnya.

Dalam kajian sosiologiantropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar seperti keluarga ambilinealklanfatri, dan paroh masyarakat. Di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan lain seperti keluarga intikeluarga luaskeluarga bilateral, dan keluarga unilateral.

Sementara itu, organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa, dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.

Bahasa

Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.

Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum, dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kesenian[sunting | sunting sumber]

 

Karya seni dari peradaban Mesir kuno.

Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.

Sistem Kepercayaan[sunting | sunting sumber]

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agama

Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam menguasai, dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya ini, yang juga mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya. Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem kepercayaan kepada penguasa alam semesta.

Agama, dan sistem kepercayaan lainnya seringkali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama (bahasa InggrisReligion, yang berasar dari bahasa Latin religare, yang berarti “menambatkan”), adalah sebuah unsur kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia. Dictionary of Philosophy and Religion (Kamus Filosofi, dan Agama) mendefinisikan Agama sebagai berikut:

… sebuah institusi dengan keanggotaan yang diakui dan biasa berkumpul bersama untuk beribadah, dan menerima sebuah paket doktrin yang menawarkan hal yang terkait dengan sikap yang harus diambil oleh individu untuk mendapatkan kebahagiaan sejati.

Agama biasanya memiliki suatu prinsip, seperti “10 Firman” dalam agama Kristen atau “5 rukun Islam” dalam agama Islam. Kadang-kadang agama dilibatkan dalam sistem pemerintahan, seperti misalnya dalam sistem teokrasi. Agama juga memengaruhi kesenian.

Agama Samawi

Tiga agama besar, Yahudi, Kristen, dan Islam, sering dikelompokkan sebagai agama Samawi[4] atau agama Abrahamik. Ketiga agama tersebut memiliki sejumlah tradisi yang sama namun juga perbedaan-perbedaan yang mendasar dalam inti ajarannya. Ketiganya telah memberikan pengaruh yang besar dalam kebudayaan manusia di berbagai belahan dunia.

Yahudi adalah salah satu agama, yang jika tidak disebut sebagai yang pertama, adalah agama monotheistik dan salah satu agama tertua yang masih ada sampai sekarang. Terdapat nilai-nilai, dan sejarah umat Yahudi yang juga direferensikan dalam agama Abrahamik lainnya, seperti Kristen dan Islam. Saat ini umat Yahudi berjumlah lebih dari 13 juta jiwa

Kristen (Protestan dan Katolik) adalah agama yang banyak mengubah wajah kebudayaan Eropa dalam 1.700 tahun terakhir. Pemikiran para filsuf modern pun banyak terpengaruh oleh para filsuf Kristen semacam St. Thomas Aquinas dan Erasmus. Saat ini diperkirakan terdapat antara 1,5 s.d. 2,1 miliar pemeluk agama Kristen di seluruh dunia.[7]

Islam memiliki nilai-nilai, dan norma agama yang banyak mempengaruhi kebudayaan Timur TengahAfrika Utara dan sebagian wilayah Asia Tenggara. Saat ini terdapat lebih dari 1,6 miliar pemeluk agama Islam di dunia.[8]

Agama dan filsafat dari Timur

 

Agni, dewa api agama Hindu

Agama, dan filosofi seringkali saling terkait satu sama lain pada kebudayaan Asia. Agama, dan filosofi di Asia kebanyakan berasal dari India, dan China, dan menyebar di sepanjang benua Asia melalui difusi kebudayaan, dan migrasi.

Hinduisme adalah sumber dari Buddhisme, cabang Mahāyāna yang menyebar di sepanjang utara, dan timur India sampai Tibet, China, Mongolia, Jepang, dan Korea, dan China selatan sampai Vietnam. Theravāda Buddhisme menyebar di sekitar Asia Tenggara, termasuk Sri Lanka, bagian barat laut China, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Thailand.

Agama Hindu dari India, mengajarkan pentingnya elemen nonmateri sementara sebuah pemikiran India lainnya, Carvaka, menekankan untuk mencari kenikmatan di dunia.

Konghucu, dan Taoisme, dua filosofi yang berasal dari Tiongkok, memengaruhi baik religi, seni, politik, maupun tradisi filosofi di seluruh Asia.

Pada abad ke-20, di kedua negara berpenduduk paling padat se-Asia, dua aliran filosofi politik tercipta. Mahatma Gandhi memberikan pengertian baru tentang Ahimsa, inti dari kepercayaan Hindu maupun Jaina, dan memberikan definisi baru tentang konsep antikekerasan, dan antiperang. Pada periode yang sama, filosofi komunisme Mao Zedong menjadi sistem kepercayaan sekuler yang sangat kuat di China.

Agama tradisional[sunting | sunting sumber]

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agama tradisional

Agama tradisional, atau kadang-kadang disebut sebagai “agama nenek moyang”, dianut oleh sebagian suku pedalaman di AsiaAfrika, dan Amerika. Pengaruh bereka cukup besar; mungkin bisa dianggap telah menyerap kedalam kebudayaan atau bahkan menjadi agama negara, seperti misalnya agama Shinto.

Seperti kebanyakan agama lainnya, agama tradisional menjawab kebutuhan rohani manusia akan ketentraman hati di saat bermasalah, tertimpa musibah, tertimpa musibah, dan menyediakan ritual yang ditujukan untuk kebahagiaan manusia itu sendiri.

“American Dream”[sunting | sunting sumber]

American Dream, atau “mimpi orang Amerika” dalam bahasa Indonesia, adalah sebuah kepercayaan, yang dipercayai oleh banyak orang di Amerika Serikat. Mereka percaya, melalui kerja keras, pengorbanan, dan kebulatan tekad, tanpa memedulikan status sosial, seseorang dapat mendapatkan kehidupan yang lebih baik.[9]

Gagasan ini berakar dari sebuah keyakinan bahwa Amerika Serikat adalah sebuah “kota di atas bukit” (atau city upon a hill”), “cahaya untuk negara-negara” (“a light unto the nations”),[10] yang memiliki nilai, dan kekayaan yang telah ada sejak kedatangan para penjelajah Eropa sampai generasi berikutnya.

Pernikahan[sunting | sunting sumber]

Agama sering kali mempengaruhi pernikahan, dan perilaku seksual. Kebanyakan gereja Kristen memberikan pemberkatan kepada pasangan yang menikah; gereja biasanya memasukkan acara pengucapan janji pernikahan di hadapan tamu, sebagai bukti bahwa komunitas tersebut menerima pernikahan mereka. Umat Kristen juga melihat hubungan antara Yesus Kristus dengan gerejanya.

Gereja Katolik Roma mempercayai bahwa sebuah perceraian adalah perbuatan tercela yang disebabkan oleh sikap egoistis dari individu masing-masing. Alasan perceraian umumnya beragam mulai dari perselingkuhan, ketidak sesuian sifat, perlakukan kasar pasangan, fundamental paham yang sudah tidak sejalan yang dalam pandangan Gereja Katolik Roma sebuah alasan yang mengada-ada. Gereja Katolik Roma berdasarkan ajaran Yesus Kristus beranggapan bahwa seseorang yang terikat dalam intitusi pernikahan melakukan perceraian adalah bagian dari bentuk dari perjinahan kepada Tuhan, dan umat. Berdasarkan pemikiran ini, maka seseorang yang telah bercerai tidak dapat dinikahkan kembali di gereja terkecuali bercerai karena salah satu pasangannya telah dipanggil ke hadapan Tuhan. Sementara Agama Islam memandang pernikahan sebagai suatu kewajiban. Islam menganjurkan untuk tidak melakukan perceraian, namun memperbolehkannya.

Sistem ilmu dan pengetahuan[sunting | sunting sumber]

Secara sederhana, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh semua suku bangsa di dunia. Mereka memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut logika, atau percobaan-percobaan yang bersifat empiris (trial and error).

Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi:

  • pengetahuan tentang alam
  • pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhandan hewan di sekitarnya
  • pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan tentang sifat, dan tingkah laku sesama manusia
  • pengetahuan tentang ruangdan waktu

Perubahan sosial budaya[sunting | sunting sumber]

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perubahan sosial budaya

 

Perubahan sosial budaya dapat terjadi bila sebuah kebudayaan melakukan kontak dengan kebudayaan asing.

Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial, dan pola budaya dalam suatu masyarakat.

Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat, dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan.

Ada tiga faktor yang dapat memengaruhi perubahan sosial:

  1. tekanan kerja dalam masyarakat
  2. keefektifan komunikasi
  3. perubahan lingkungan alam.[11]

Perubahan budaya juga dapat timbul akibat timbulnya perubahan lingkungan masyarakat, penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan lain. Sebagai contoh, berakhirnya zaman es berujung pada ditemukannya sistem pertanian, dan kemudian memancing inovasi-inovasi baru lainnya dalam kebudayaan.

Penetrasi kebudayaan[sunting | sunting sumber]

Yang dimaksud dengan penetrasi kebudayaan adalah masuknya pengaruh suatu kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Penetrasi kebudayaan dapat terjadi dengan dua cara:

Penetrasi damai (penetration pasifique)

Masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai. Misalnya, masuknya pengaruh kebudayaan Kpop, Hollywood Movies, Bollywood Movies, dan lain-lain sebagainya ke Indonesia[butuh rujukan]. Penerimaan kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya khasanah budaya masyarakat setempat. Pengaruh kedua kebudayaan ini pun tidak mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli budaya masyarakat.
Penyebaran kebudayaan secara damai akan menghasilkan AkulturasiAsimilasi, atau Sintesis.

Akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli. Contohnya, bentuk bangunan Candi Borobudur yang merupakan perpaduan antara kebudayaan asli Indonesia, dan kebudayaan India. Asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru. Sedangkan Sintesis adalah bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada terbentuknya sebuah kebudayaan baru yang sangat berbeda dengan kebudayaan asli.

Penetrasi kekerasan (penetration violante)

Masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa, dan merusak. Contohnya, masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia pada zaman penjajahan disertai dengan kekerasan sehingga menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan dalam masyarakat[butuh rujukan].

Wujud budaya dunia barat antara lain adalah budaya dari Belanda yang menjajah selama 350 tahun lamanya. Budaya warisan Belanda masih melekat di Indonesia antara lain pada sistem pemerintahan Indonesia.

Cara pandang terhadap kebudayaan[sunting | sunting sumber]

Kebudayaan sebagai peradaban[sunting | sunting sumber]

Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan “budaya” yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-18, dan awal abad ke-19. Gagasan tentang “budaya” ini merefleksikan adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa, dan kekuatan daerah-daerah yang dijajahnya.

Mereka menganggap ‘kebudayaan’ sebagai “peradaban” sebagai lawan kata dari “alam“. Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.

 

Artefak tentang “kebudayaan tingkat tinggi” (High Culture) oleh Edgar Degas.

Pada praktiknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda, dan aktivitas yang “elit” seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang mengetahui, dan mengambil bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas.

Sebagai contoh, jika seseorang berpendendapat bahwa musik klasik adalah musik yang “berkelas”, elit, dan bercita rasa seni, sementara musik tradisional dianggap sebagai musik yang kampungan, dan ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa ia adalah orang yang sudah “berkebudayaan”.

Orang yang menggunakan kata “kebudayaan” dengan cara ini tidak percaya ada kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu, dan menjadi tolak ukur norma, dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang “berkebudayaan” disebut sebagai orang yang “tidak berkebudayaan”; bukan sebagai orang “dari kebudayaan yang lain.” Orang yang “tidak berkebudayaan” dikatakan lebih “alam,” dan para pengamat seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture) untuk menekan pemikiran “manusia alami” (human nature)

Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan antara berkebudayaan, dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu -berkebudayaan, dan tidak berkebudayaan- dapat menekan interpretasi perbaikan, dan interpretasi pengalaman sebagai perkembangan yang merusak, dan “tidak alami” yang mengaburkan, dan menyimpangkan sifat dasar manusia.

Dalam hal ini, musik tradisional (yang diciptakan oleh masyarakat kelas pekerja) dianggap mengekspresikan “jalan hidup yang alami” (natural way of life), dan musik klasik sebagai suatu kemunduran, dan kemerosotan.

Saat ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkan antara kebudayaan dengan alam, dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka menganggap bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap “tidak elit” dan “kebudayaan elit” adalah sama – masing-masing masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan.

Pengamat sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular culture) atau pop kultur, yang berarti barang atau aktivitas yang diproduksi, dan dikonsumsi oleh banyak orang.

Kebudayaan sebagai “sudut pandang umum”[sunting | sunting sumber]

Selama Era Romantis, para cendekiawan di Jerman, khususnya mereka yang peduli terhadap gerakan nasionalisme – seperti misalnya perjuangan nasionalis untuk menyatukan Jerman, dan perjuangan nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran Austria-Hongaria – mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam “sudut pandang umum”.

Pemikiran ini menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya memiliki perbedaan, dan kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya tidak dapat diperbandingkan. Meskipun begitu, gagasan ini masih mengakui adanya pemisahan antara “berkebudayaan” dengan “tidak berkebudayaan” atau kebudayaan “primitif.”

Pada akhir abad ke-19, para ahli antropologi telah memakai kata kebudayaan dengan definisi yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi, mereka mengasumsikan bahwa setiap manusia tumbuh, dan berevolusi bersama, dan dari evolusi itulah tercipta kebudayaan.

Pada tahun 50-an, subkebudayaan – kelompok dengan perilaku yang sedikit berbeda dari kebudayaan induknya – mulai dijadikan subjek penelitian oleh para ahli sosiologi. Pada abad ini pula, terjadi popularisasi ide kebudayaan perusahaan – perbedaan, dan bakat dalam konteks pekerja organisasi atau tempat bekerja.

Kebudayaan sebagai mekanisme stabilisasi[sunting | sunting sumber]

Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah sebuah produk dari stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan, dan kesadaran bersama dalam suatu masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.

Kebudayaan di antara masyarakat[sunting | sunting sumber]

Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan (atau biasa disebut sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku, dan kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya sub-kultur disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya karena perbedaan umurrasetnisitaskelasaesthetikagamapekerjaan, pandangan politik dan gender,

Ada beberapa cara yang dilakukan masyarakat ketika berhadapan dengan imigran, dan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan asli. Cara yang dipilih masyarakat tergantung pada seberapa besar perbedaan kebudayaan induk dengan kebudayaan minoritas, seberapa banyak imigran yang datang, watak dari penduduk asli, keefektifan, dan keintensifan komunikasi antar budaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa.

  • Monokulturalisme: Pemerintah mengusahakan terjadinya asimilasikebudayaan sehingga masyarakat yang berbeda kebudayaan menjadi satu, dan saling bekerja sama.
  • Leitkultur(kebudayaan inti): Sebuah model yang dikembangkan oleh Bassam Tibi di Jerman. Dalam Leitkultur, kelompok minoritas dapat menjaga, dan mengembangkan kebudayaannya sendiri, tanpa bertentangan dengan kebudayaan induk yang ada dalam masyarakat asli.
  • Melting Pot: Kebudayaan imigran/asing berbaur, dan bergabung dengan kebudayaan asli tanpa campur tangan pemerintah.
  • Multikulturalisme: Sebuah kebijakan yang mengharuskan imigran, dan kelompok minoritas untuk menjaga kebudayaan mereka masing-masing, dan berinteraksi secara damai dengan kebudayaan induk.

Kebudayaan menurut wilayah[sunting | sunting sumber]

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kebudayaan menurut wilayah

Seiring dengan kemajuan teknologi, dan informasi, hubungan, dan saling keterkaitan kebudayaan-kebudayaan di dunia saat ini sangat tinggi. Selain kemajuan teknologi, dan informasi, hal tersebut juga dipengaruhi oleh faktor ekonomimigrasi, dan agama.

Afrika

Beberapa kebudayaan di benua Afrika terbentuk melalui penjajahan Eropa, seperti kebudayaan Sub-Sahara. Sementara itu, wilayah Afrika Utara lebih banyak terpengaruh oleh kebudayaan Arab, dan Islam.

 

Orang Hopi yang sedang menenun dengan alat tradisional di Amerika Serikat.

Amerika

Kebudayaan di benua Amerika dipengaruhi oleh suku-suku Asli benua Amerika; orang-orang dari Afrika (terutama di Amerika Serikat), dan para imigran Eropa terutama SpanyolInggrisPerancisPortugisJerman, dan Belanda.

Asia

Asia memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda satu sama lain, meskipun begitu, beberapa dari kebudayaan tersebut memiliki pengaruh yang menonjol terhadap kebudayaan lain, seperti misalnya pengaruh kebudayaan Tiongkok kepada kebudayaan JepangKorea, dan Vietnam.

Dalam bidang agama, agama Budha dan Taoisme banyak memengaruhi kebudayaan di Asia Timur. Selain kedua Agama tersebut, normadan nilai Agama Islam juga turut memengaruhi kebudayaan terutama di wilayah Asia Selatan dan tenggara.

Australia

Kebanyakan budaya di Australia masa kini berakar dari kebudayaan Eropa dan Amerika. Kebudayaan Eropa, dan Amerika tersebut kemudian dikembangkan, dan disesuaikan dengan lingkungan benua Australia, serta diintegrasikan dengan kebudayaan penduduk asli benua Australia, Aborigin.

Eropa

Kebudayaan Eropa banyak terpengaruh oleh kebudayaan negara-negara yang pernah dijajahnya. Kebudayaan ini dikenal juga dengan sebutan “kebudayaan barat“. Kebudayaan ini telah diserap oleh banyak kebudayaan, hal ini terbukti dengan banyaknya pengguna bahasa Inggris, dan bahasa Eropa lainnya di seluruh dunia. Selain dipengaruhi oleh kebudayaan negara yang pernah dijajah, kebudayaan ini juga dipengaruhi oleh kebudayaan Yunani kuno, Romawi kuno, dan agama Kristen, meskipun kepercayaan akan agama banyak mengalami kemunduran beberapa tahun ini.

Timur Tengah, dan Afrika Utara

Kebudayaan didaerah Timur Tengah dan Afrika Utara saat ini kebanyakan sangat dipengaruhi oleh nilai, dan norma agama Islam, meskipun tidak hanya agama Islam yang berkembang di daerah ini.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^a b c Human Communication: Konteks-konteks Komunikasi
  2. ^Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya:Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. 2006. Bandung:Remaja Rosdakarya.hal.25
  3. ^Reese, W.L. 1980. Dictionary of Philosophy and Religion: Eastern and Western Thought, 488.
  4. ^Dari bahasa Arab, artinya: “agama langit“; karena dianggap diturunkan dari langit berupa wahyu.
  5. ^Karena dianggap muncul dari suatu tradisi bersama Semit kuno dan ditelusuri oleh para pemeluknya kepada tokoh Abraham/Ibrahim, yang juga disebutkan dalam kitab-kitab suci ketiga agama tersebut.
  6. ^Annual Assessment (PDF), Jewish People Policy Planning Institute (Jewish Agency for Israel), 2007, p. 15, based on American Jewish Year Book 106American Jewish Committee. 2006.
  7. ^com – Number of Christians in the world
  8. ^Miller, Tracy, ed. (2009), Mapping the Global Muslim Population: A Report on the Size and Distribution of the World’s Muslim Population (PDF), Pew Research Center, hlm.4″
  9. ^Boritt, Gabor S. Lincoln and the Economics of the American Dream, 1.
  10. ^Ronald Reagan“Final Radio Address to the Nation”.
  11. ^O’Neil, D. 2006. “Processes of Change”.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]

“Ritual and Social Change: A Javanese Example”, American Anthropologist, Vol. 59, No. 1. — 1957.

  • Goodall, J. 1986. The Chimpanzees of Gombe: Patterns of Behavior.Cambridge, MA: Belknap Press of Harvard University Press. ISBN 978-0-674-11649-8
  • Hoult, T. F., ed. 1969. Dictionary of Modern Sociology. Totowa, New Jersey, United States: Littlefield, Adams & Co.
  • Jary, D. and J. Jary. 1991. The HarperCollins Dictionary of Sociology.New York: HarperCollins. ISBN 0-06-271543-7
  • Keiser, R. Lincoln 1969. The Vice Lords: Warriors of the Streets. Holt, Rinehart, and Winston. ISBN 978-0-03-080361-1.

Analisa Tabuh Tari Cakrawaka & Palegongan Layar Samas di Br.Karang Suwung, Desa Pedungan

April 7th, 2018

1.Analisa Tabuh Tari Cakrawaka

Komposer Alm.I Nyoman Kaler Br.KarangSuwung, Desa Pedungan, Denpasar Selatan 1968

Saya menganalisa Tabuh Tari Cakrawaka ini dikarenakan tabuh ini sudah saya nyatakan Tua/Klasik dikarenakan tabuh ini di buat pada tahun 1968 di banjar saya sendiri yaitu Banjar Karang Suwung Pedungan. Saya tertarik untuk menganalis tabuh ini karena tabuh ini cukup unik bagi saya karena tabuh ini di bagian pertengahan atau pengawak sangat indah untuk di dengar dan juga belum banyak yang tau dengan tabuh tarian ciptaan Alm.I Nyoman Kaler ini.

 

Alat Instrumen yang di pakai adalah Gong Kebyar, awalnya di Desa Pedungan hanya Banjar Karang Suwung menggunakan Gamelan Plegongan/Bebarongan dikarenakan untuk Upacara Keagamaan di Parerepan Agung Pura Dalem Batu Pageh Desa Pedungan karena mempunyai sebuah Gelungan Legong yang sakral. Alm. I Nyoman Kaler memberi usulan untuk membuat sebuah gamelan yang bisa di pakai selain dari Plegongan bisa juga di pakai dengan tetabuhan lelambatan atau tari – tarian selain legong dan dibuatlah sebuah gamelan yang baru yaitu Gong Kebyar pada tahun 1966 di Banjar Karang Suwung Pedungan.

 

Alm.I Nyoman Kaler memberi sebuah Tabuh Tarian dari Instrumen Gong Kebyar di Banjar saya yang saya inget dari perbincangan saya dengan Kakek saya yang bernama I Ketut Malen. Yang beliau ingat dari cerita Orang Tuanya dahulu yaitu ;Tari Panji Semirang, Tari Wiranata, Tari Margapati, dan ada yang belum dikenal oleh masyarakat umumnya yaitu ; Tari Bad Minton, Tari Gotong Royong, Tari Margarana dan yang saya analisakan Tari Cakrawaka.

 

Tabuh Tari Cakrawaka awalan bagian pertama yaitu kekebyaran  nada awalnya ‘Dung’, penyalit kekebyaran langsung mencari gegending, gangsa,kantil sama bermelodi sesuai gending tidak adanya pola seperti noltol/ngotek atau sebagainya, dari gegending bagian pertama ini 3 kali pengulangan setiap penyalit gegending selalu ada pola jagul kendang yang pelan, setelah yang ketiga lalu mulai gending yang berubah hanya saja kecepatan gending itu lebih cepat dari sebelumnya dan gangsa, kantil, tetap bermain meloda sama seperti ugal, 12 gong dalam ketukan cepat pola gong menggunakan gong gegaboran. Bagian kedua yaitu bapang gendingnya sama seperti tabuh legong lasem kendang wadon megupek sendiri dan mengangsel tabuh tersebut. Bagian ketiga pola gangsa dan kantil yaitu noltol dan instrumen riong mengikuti kendang, di menit 5,40 penyalit sesudahnya gending ketiga terakhirnya kembali bapang tapi hanya sekitar 10 detik, nada akhir Tabuh Tari Cakrawaka ini adalah ‘Ding’.

 

  1. Analisa Tabuh Palegongan Layar Samas versi Seka Legong Karang Masdjati.

Tabuh palegongan ini di ciptakan oleh alm.I Wayan Lotring yang berasal dari Kuta, tahun pembuatannya belum diketahui tetapi kata petuah di Banjar Karang Suwung Pedungan yang mengajarkan dulu di Seka Legong Karang Masdjati ini adalah Alm.I Nyoman Kaler pada tahun 1953, Alm. I Nyoman Kaler  berasal dari Desa Pemogan,

Saya menganalis tabuh ini karena di bagian pengecetnya seperti kekebyaran

Setruktur tabuhnya yaitu kawitan 1, kawitan 2, kawitan 3

Menganalisa Gong Kebyar

April 7th, 2018

1. Latar Belakang
Gong kebyar adalah sebuah barungan baru. Gong adalah sebuah instrument pukul yang bentuknya bundar yang mempunyai moncol atau pencon di tengah – tengahnya. Kebyar adalah suatu bunyi yang timbul dari akibat pukulan alat – alat gambelan secara keseluruhan dan secara bersama – sama.Sesuai dengan nama yang diberikan kepada barungan ini Kebyar disini bermakna cepat, tiba-tiba, dan keras. Gamelan ini menghasilkan musik-musik keras yang dinamis. Gamelan ini digunakan untuk mengiringi tari-tarian atau memainkan tabuh-tabuhan yang instrumental. Secara fisik Gong Kebyar adalah pengembangan dari Gong Gede dengan pengurangan peranan, atau pengurangan beberapa buah instrumennya. Misalnya saja peranan trompong dalam Gong Kebyar dikurangi, bahkan pada tabuh-tabuh tertentu tidak dipakai sama sekali, gangsa jongkokan yang berbilah lima dirubah menjadi gangsa gantung yang berbilah sembilan atau sepuluh. Cengceng kopyak yang terdiri dari empat sampai enam pasang dirubah menjadi satu atau dua set cengceng kecil. Kendang yang semula dimainkan dengan memakai panggul diganti dengan pukulan tangan.
Secara konsep Gong Kebyar adalah perpaduan antara Gender Wayang Gong Gede dan Pelegongan. Rasa-rasa musikal maupun pola pukulan instrumen Gong Kebyar ada kalanya terasa Gender Wayang yang lincah, Gong Gede yang kokoh atau pelegongan yang melodis. Pola Gagineman Gender Wayang, pola Gegambangan dan pukulan Kaklenyongan Gong Gede muncul dalam berbagai tabuh Gong Kebyar. Gamelan Gong Kebyar adalah produk kebudayaan Bali modern. Gamelan gong kebyar yakni sebagai seni musik tradisional di Bali yang diperkirakan muncul di Kabupaten Singaraja yakni pada tahun 1915.
Desa yang di sebut-sebut sebagai asal pemunculan Gong Kebyar adalah Jagaraga (Buleleng) yang juga memulai tradisi Tari Kebyar. Ada juga informasi lain yang menyebutkan bahwa Gong Kebyar muncul pertama kali di desa Bungkulan (Buleleng). Perkembangan Gong Kebyar mencapai salah satu puncaknya pada tahun 1925 dengan datangnya seorang penari Jaukyang bernama I Ketut Mario dari Tabanan yang menciptakan sebuah tari Kebyar Duduk atau Kebyar Trompong, Perkembangan Gong Kebyar di Bali, seperti yang dikutip dalam catatan sukocoterdapat tiga Gamelan kebyar yang berkembang di Bali yaitu :
1. Gamelan kebyar yang bersumber dari Gong Gede,
2. Bersumber dari gamelan palegongan.
3. Murni buatan baru.

Yang pertama memiliki embat yang sesuai dengan embat gamelan gong gede yaitu agak rendah seperti yang banyak terdapat di Bali Utara. kelompok kedua menggunakan embat sama dengan embat gamelan palegongan (sumbernya) yaitu agak tinggi seperti yang sebagian besar terdapat di Bali bagian selatan, Gamelan-gamelan kebyar yang murni buatan baru sebagian besar ber-embat sedang seperti yang terdapat di berbagai daerah di Bali dan diluar Bali. Kenyataan ini menunjukan bahwa belum ada standarisasi embat untuk Gamelan kebyar diBali.
Gong Kebyar adalah sebuah barungan baru. Sesuai dengan nama yang diberikan kepada barungan ini (Kebyar yang bermakna cepat, tiba-tiba dan keras) gamelan ini menghasilkan musik-musik keras dan dinamis. Gamelan ini dipakai untuk mengiringi tari-tarian atau memainkan tabuh-tabuhan instrumental. Secara fisik Gong Kebyar adalah pengembangan kemudian dari Gong Gede dengan pengurangan peranan, ataupun peniadaan beberapa buah instrumennya. Misalnya saja peranan trompong dalam Gong Gebyar dikurangi, bahkan pada tabuh-tabuh tertentu tidak dipakai sama sekali, gangsa jongkoknya yang berbilah 5 (lima) dirubah menjadi gangsa gantung berbilah 9 (sembilan) atau 10 (sepuluh).
Ceng-ceng kopyak yang terdiri dari 4 (empat) sampai 6 (enam) pasang dirubah menjadi 1 (satu) atau 2 (dua) set ceng-ceng kecil. Kendang yang semula dimainkan dengan memakai panggul diganti dengan pukulan tangan. Secara konsep Gong Kebyar adalah perpaduan antara Gender Wayang, Gamelan, Gong Gede dan Pelegongan. Rasa-rasa musikal maupun pola pukulan instrumen Gong Kebyar ada kalanya terasa Gender Wyang yang lincah, Gong Gede yang kokoh atau Palegongan yang melodis. Pola Gagineman Gender Wayang, pola Gegambangan dan pukulan Kaklenyongan Gong Gede muncul dalam berbagai tabuh Gong Kebyar. Gamelan Gong Kebyar adalah produk kebudayaan Bali modern. Barungan ini diperkirakan muncul di Singaraja pada tahun 1915 (McPhee, 1966 : 328). Desa yang sebut-sebut sebagai asal pemunculan Gong Kebyar adalah Jagaraga (Buleleng) yang juga memulai tradisi tari Kebyar. Ada juga informasi lain yang menyebutkan bahwa Gong Kebyar muncul pertama kali di desa Bungkulan. Perkembangan Gong Kebyar mencapai salah satu puncaknya pada tahun 1925 dengan datangnya seorang penari Jauk yang bernama Mario dari Tabanan yang menciptakan sebuah tari Kebyar Duduk atau kebyar Trompong. Gong Kebyar berlaras pelog lima nada dan kebayakan instrumennya memiliki sepuluh sampai dua belas nada, karena konstruksi instrumennya yang lebih ringan jika dibandingkan dengan Gong Gede. Tabuh-tabuh Gong Kebyar lebih lincah dengan komposisi yang lebih bebas, hanya pada bagian-bagian tertentu saja hukum-hukum tabuh klasik masih dipergunakan, seperti tabuh Pisan, Tabuh Dua, Tabuh Telu dan sebagainya.
Lagu-lagunya seringkali merupakan penggarapan kembali terhadap bentuk–bentuk (repertoire) tabuh klasik dengan merubah komposisinya, melodi, tempo dan ornamentasi melodi. Matra tidak lagi selamanya ajeg, pola ritme ganjil muncul dibeberapa bagian komposisi tabuh.

2. PENGERTIAN GONG KEBYAR
Menurut saya Gong Kebyar bisa disebut barungan gamelan yang cukup di kagumi oleh masyarakat Bali (golongan madya) karena bilah gamelan pada gong kebyar 10 dan hanya mempunyai 5 nada yang berlaras pelog yaitu Dong, Deng, Dung, Dang, Ding nada rendah dan nada tinggi jadi 10 bilah pada instrumen gangsa, kantil dan ugal di salah satu bagian barungan gong kebyar. Di gamelan gong kebyar jublag dan jegog tetap susunan nadanya seperti gamelan gong gede dan palegongan, hanya saja penepatan nadanya yang berbeda, kalau di jublag dan jegog palegongan atau gong gede Ndang tinggi, Ding rendah, Dong, Deng, Dung, dan yang di gong kebyar susanannya Ding rendah, Dong, Deng, Dung, Dang tinggi. Karena banyaknya bilah pada nada gamelan tersebut sesepuh karawitan bali dulu banyak mendapatkan inspirasi yang sangat mendalam dan baik, tabuh yang indah dan sampai sekarang masih di kagumi oleh masyarakat bali menurut analisa saya.

 

3. BENTUK GAMELAN GAYA BALI UTARA DAN BALI SELATAN


Menurut analisa saya, gamelan gong kebyar gaya Bali Utara masih seperti pendahulu gamelan bali dulu yaitu Gong Gede dan Palegongan, instrumen Gangsa, Kantil dan Ugal pada barungan Gong Kebyar Bali Utara di pacek / bisa dibilang di tusuk memakai besi di belakang dan depan bilah tersebut, seperti umumnya berpelawah jongkok atau seperti dbilang gangsa jongkok, karena pelawah gangsa jongkok penepatan bilah pada nada instrumen tersebut di tusuk dengan sebuah besi yang menancap di pelawah gangsa jongkok tersebut. Kenapa bilah Gangsa, Kantil dan Ugal Gong Kebyar Bali Utara di pacek oleh penduhulu di Bali Utara? Mungkin efek nada saat memukul bilah pada instrumen – instrumen itu lebih seru dan semangat atau reng nada yang berbeda dengan bilah yang digantung, karena di Bali Utara lebih lugas atau kecepatan tabuh kekebyaranya ketimbang di Bali Selatan.

 

  • 1 Gangsa Gamelan Gong Kebyar gaya Bali Utara

  • 2. Kantil Gamelan Gong Kebyar gaya Bali Utara

  • 3. Ugal Gamelan Gong Kebyar gaya Bali Utara

Instrumen Jublag dan Jegognya sama seperti Gamelan Gong Kebyar gaya Bali selatan megantung / di gantung megunakan tali khusus untuk gamelan.

  • 1. Jublag dan Jegog Gamelan Gong Kebyar gaya Bali Utara
    Jublag

Jegog

  • 2. Jublag dan Jegog Gamelan Gong Kebyar gaya Bali Selatan

Jublag

Jegog

 

Gong Kebyar gaya Bali Selatan Gangsa, Kantil beserta Ugal pemasangan bilah pada nada di instrumen tersebut berbeda dengan Bali Utara, Bali Selatan lebih mengikuti Gamelan Palegongan, karena di Gangsa Palegongan bilah gangsanya di gantung. Kenapa gak dipacek seperti gangsa jongkok? Mungkin pendahulu di Bali Selatan cendurung kekebyarannya di balut dengan suara nadanya yang lembut karena di Bali Selatan masih cenderung menyukai Gegending tetabuhan Palegongan karena mungkin agar gampang memainkan gending Palegongan agar tidak membawa 2 barungan gamelan, nah karena itu gamelan gong kebyar Bali Selatan ditambahkan dengan Instrumen Gender Rambat ( bagian instrumen yang ada di barungan gamelan Palegongan) instrumen tambahan tersebut hanya digunakan saat memainkan tetabuh palegongan.

  • 1. Gangsa Gamelan Gong Kebyar gaya Bali Selatan

  • 2. Kantil Gamelan Gong Kebyar gaya Bali Selatan

  • 3. Ugal Gamelan Gong Kebyar gays Bali Selatan

 

DAFTAR REFRENSI

PERKEMBANGAN GONG KEBYAR DI BALI