SENI TARI

Seni tari Bali, sebagai bagian dari warisan budaya Hindu, menyatukan gerak-gerak yang bersifat sacral dan yang teatrikal. Di dalamnya juga berbaur ekspresi budaya individual dan kemunal dari masyarakat setempat, selain itu, tari Bali secara lentur juga merespon berbagai pergeseran nilai spiritual, social, dan cultural di kalangan masyarakat Hindu-Bali. Berdasarkan karakternya tari-tarian Bali dapat di bedakan menjadi dua, yaitu: tari putra (igel muani) dan tari putrid (igel eluh). Tari putra meliputi semua jenis tari yang menampilkan watak laki-laki, baik yang di tarikan oleh penari putra maupun putri. Tari putra masih bisa dibedakan menjadi dua, yaitu: tari putra keras dan tari putra alus. Contoh dari tari putra keras yaitu tari Baris, Jauk Keras, Tarunajaya, Wiranata. Sedangkan contoh dari tari putra alus yaitu Topeng Dalem (Arse Wijaya), Kebyar Duduk, Panji dalam Gambuh. Tari putri mencakup semua jenis tarian yang menampilkan karakter wanita, walaupun adakalanya dibawakan oleh penari putra. Di kelompok tari putri juga terdapat tari-tarian yang dipilihkan menjadi dua yaitu tari putrid keras dan tari putrid alus. Kakan-kakan Gambuh, Legong Keraton Limbur, Desak, dan Liku dalam Arja dapat dimasukan ke kelompok putrid keras, sedangkan putri dalam Gambuh dan Galuh dalam Arja termasuk tari putri alus. Masyarakat Bali juga mengenal adanya tari bebancihan dalam artian tarian yang mempunyai watak campuran, diantaranya putra dan putri seperti antara keras dan alus. Tari Panji Semirang, Margapati, Wiranata, Sri Kandhi Yudhapati, Jeran Teji, Tedung Sari, dan lain-lain adalah tari-tarian Kebyar yang termasuk kelompok bebancihan.

Dilihat dari koreografinya tari-tarian Bali dapat dikelompokan menjadi tari tunggal dan berpasangan, kelompok besar atau kecil. Tari tunggal dibawakan oleh satu orang penari, sedangkan tari berpasangan menampilkan dua penari yang saling mendukung, tari kelompok melibatkan sejumlah penari antara tiga sampai puluhan orang, dan dramatari dan sendratari melibatkan sejumlah penari yang memerankan karakter yang berbeda-beda untuk membawakan sebuah lskon. Berdasarkan konteks Budaya serta perjalanan sejarahnya, tari-tarian Bali dapat digolongkan menjadi tari klasik/tradisional dan tari kreasi baru. Secara umum tari klasik/tradisional adalah tari tari-tarian yang telah hidup dan berkembang dalam kurun waktu yang cukup panjang, melintasi berbagai zaman sehingga memiliki pola-pola dan perbendaharaan gerak yang sudah baku. Tari Legong dramatari Gambuh, Topeng dan Arja, yang pada umumnya lebih mengutamakan nilai-nilai budaya dan ekspresi artistic dari masa lampau, adalah contoh tarian atau dramatari klasik/tradisional Bali. Tari kreasi baru disisi lain merupakan tari-tarian yang diciptakan pada zaman modern ini yang lebih menekankan kepada penampilan baru, mengutamakan ungkapan estestis yang lebih bebas dan demokratis dari masyarakat modern. Tari Kekebyaran, Kecak, dramatari Prembon, dan Sendratari adalah beberapa contoh dari tari-tarian Bali kreasi baru. Seperti telah dikemukakan di atas, berdasarkan fungsinya dalam berbagai aspek kehidupan ritual dan social masyarakat setempat, tari-tarian Bali secara umum dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu: tari upacara dan tari tontonan atau hiburan.

Tari Upacara

1.Rejang

Rejang adalah tari upacara yang memiliki gerak-gerak tari yang sederhana, lemah gemulai dan bernuansa meditatif. Biasanya tari ini dilakukan dihalaman pura pada waktu upacara odalan. Tari Rejang yang di beberapa desa juga di sebut Premas atau Sruti. Pada umumnya di bawakan oleh sekelompok penari-penari putri pilihan ataupun campuran dari semua umur. Tari ini di lakukan dengan penuh rasa hidmat, penuh rasa pengabdian kepada Tuhan, Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Para penarinya mengenakan pakaian upacara, menari dalam formasi berbaris dan bergerak melingkari halaman pura atau tempat suci (pelinggih). Dalam penyajiannya tari Rejang bisa diiringi dengan gambelan Gong Kebyar atau Gong Gede. Di desa tenganan terdapat tari Rejang, yang di tarikan dalam upacara Aci Kasa, dengan diiringi gamelan selonding. Masyarakat Bali membedakan jenis-jenis tari Rejang berdasarkan status social penarinya, cara membawakan atau menarikannya, tema dan tata busananya terutama hiasan kepalanya. Di antara tarian tari Rejang yang hingga kini masih aktif dipentaskan dalam berbagai upacara adat dan agama adalah sebagai berikut

a). Rejang Renteng

Kata renteng dalam bahasa Bali berarti berantaian. Gedang renteng yang bisa digunakan dalam pertunjukan calonarang adalah papaya yang berbuah kecil-kecil dan berantaian dalam satu tangkai yang panjang. Tari Rejang Renteng adalah salah satu tarian Rejang yang dibawakan oleh sejumlah penari putri. Penari-penari ini di rantai menjadi satu dengan seutas tali benang yang berwarna (tridatu) yaitu merah, hitam dan putih sebagai symbol Sanghyang Tri Murti (Brahma,Wisnu, Siwa).

b). Rejang Galuh

Dalam sesaji upacara odalan di pura-pura di Bali terdapat sebuah perwujudan dewa-dewi yang terbuat dari janur yang di sebut Galuh. Pada bagian upacara yang disebut mekacan-kacan (maicen-icen), perwujudan ini ditarikan oleh sejumlah penari, masing-masing dengan cara mengikatkan sebuah perwujudan galuh di dada. Tari Rejang yang dengan membawa perwujudan Galuh ini kemudian disebut dengan Rejang Galuh.

c). Rejang Dewa

Rejang Dewa adalah salah satu tarian Rejang yang dibawakan oleh sejumlah penari wanita, biasanya para gadis, yang mengenakan selendang panjang dan hiasan kepala berbentuk selekontong yang di buat dari janur dan dihiasi dengan bunga yang berwarna warni. Tarian ini menggambarkan  dewi-dewi khayangan yang turun menyertai para dewa dari khayangan untuk menerima persembahan sesaji dari para pemujanya.

d). Rejang Daha

Rejang Daha (daa) adalah tarian tari Rejang yang hanya boleh dibawakan oleh anak-anak gadis yang masih bujangan. Dengan gerakannya yang sederhana, tari Rejang ini bisa diikuti oleh para gadis dari desa setempat yang ingin berpatisipasi. Hingga kini tarian ini masih banyak dipertahankan di beberapa desa di Kabupaten  Karangasem.

e). Rejang Asak

Rejang Asak adalah tarian tari Rejang yang hanya ada di desa Asak (Karangasem). Selain gerak-geraknya yang gemah gemulai dan di bawakan oleh sejumlah penari wanita, remaja dan dewasa. Tarian ini menggunakan busana upacara khas desa Asak. Kekhasan lain dari Rejang Asak terlihat dari hiasan kepalanya yang penuh dengan bunga-bunga emas dengan satu tangkai bunga emas (bancangan) di bagian belakang kepala penari.

Sumber: Dalam buku Ilen-ilen Seni Pertunjukan Bali tahun 2012.

Asal-usul tari Legong Manik Galih di Desa Kapal

Tari Legong Manik Galih pertama ditemukan di Desa Kapal dan tarian ini muncul pada dasarnya untuk membuat sebuah tari kebesaran di Desa Kapal.Tarian ini terinspirasi oleh para penglingsir di Desa Kapal yang memang penekun seni. Mereka mengangkat cerita sejarah dari Pura Sada khususnya cerita dari Dewi Manik Galih dalam Purana yang menjelaskan tentang  Kutara Kanda Dewa Purana Bangsul sebagai sumber ceritanya. Dalam purana ini juga termasuk sejarah dari Pura Sada dan sejarah Desa Kapal, sehingga cerita Dewi Manik Galih menjadi sumber inspirasi untuk membuat tari pelegongan kreasi baru.Tari Legong Manik Galih ini muncul pada masa Pesta Kesenian Bali (PKB) pada tahun 2012, yang digarap atau diciptakan  oleh Ni Luh Putu Wiwin Astari,Ssn,Msn dimana Desa Kapal tersebut mewakili Pesta Kesenian Bali tersebut.

Tari Legong Manik Galih ini menceritakan tentang dunia bebali ini belum ada dan masih ada di tanah Cina, Dewi Manik Galih memiliki raja yang bernama Sri Jayangrat. Pada suatu ketika Dewi Manik Galih ingin menunjukkan rasa cintanya kepada Rajanya dengan cara mesatya geni menceburkan diri kedalam api,setelah mesatya geni abu dari Dewi Manik Galih ini diperintahkan untuk dirarung/dihanyut ke segara pengrarungan ketengah laut, diutus oleh para penggawa beliau para abdi kerajaan diutus untuk membuang abu dari Dewi Manik Galih ketengah laut dengan memakai dua buah perahu.Perahu pertama untuk abu Dewi Manik Galih beserta pebesar kerajaan dan perahu yang kedua untuk rakyat. Pada saat perjalanan ada pesan bahwa tidak boleh ada yang melakukan hubungan yang tidak senonoh, jika ia melakukan perbuatan senonoh maka mereka akan celaka dalam perjalanan ketengah laut.Namun pada saat perjalanan tersebut ada rakyat yang melanggar, mereka  melakukan hubungan saling cinta sampai ada perbuatan yang tidak diinginkan, maka pada saat itu karamlah kapal dan air laut berubah menjadi susu dan coklat mengental akhirnya karamlah kapal tersebut hingga tidak bisa berjalan, hingga rakyatpun bingun.Kemudian  ada sabda dari atas bahwa disinilah tempat abu Dewi Manik diturunkan dan mengistanakan beliau di tanah ini kemudian dari atas banyak bunga turun bertaburan dan disambutlah arca Dewi Manik Galih ada abunya di tanah tersebut  yang bertempat di Pura Sada kemudian mengental menjadi Pura baru dan dalam cerita tari Legong Manik Galih inilah yang menjadi tokoh utama. (wawancara, 24 April 2014)

Perkembangan Legong Manik Galih di Desa Kapal

Seiring dengan perkembangan jaman yang berbasis pada perkembangan kebudayaan maka kesenian Bali khususnya seni tari mengalami perkembangan yang cukup bagus, baik secara kualitas maupun kuantitas.Walaupun berbagai kreatifitas tari yang muncul belakangan ini, namun tari legong tetap lestari digemari pendukungnya.Tari legong kemungkinan dikembangkan dari Sanghyang Dedari atau Sanghyang Legong Topeng yang kini masih di jumpai di desa Ketewel, Sukawati. (A.A AyuKusumaArini, 2011:5).Seperti yang kita lihatbegitu banyak tari legong yang sudah berkembang sampai ada tari legong  kreasi yang berkembang pada jaman ini baik dari segi gerak maupun kostum yang sudah mulai dikembangkan dan di kreasikan, namun melihat semua itu tari Legong tidak terlepas dari unsur-unsur tradisi dan pakem-pakem yang telah ada.

Begitu pula dengan tari Legong Manik Galih di Desa Kapal yang bersumber dalam Purana yang menjelaskan tentang  Kutara Kanda Dewa Purana Bangsul  sebagai sumber ceritanyadan telah menjadi sebuah tari Legong kreasi. Mengenai perkembangan yang dialami oleh tari Legong Manik Galih di Desa Kapal yang awalnya di pentaskan pada PKB (Pesta Kesenian Bali) tahun 2012. Dan kini berkembang di Desa Kapal yang kemudian menjadi tari kebesaran Desa kapal dan dipentaskan pada even-even besar terkait dengan Desa Kapal. Berbeda dengan tarian yang di pentaskan dalam PKB yang hanya dipentaskan dalam PKB tersebut. Legong Manik Galih ini ditarikan oleh delapan orang penari, dalam konteks ini jumlah penari yang menarikan Tari Legong Manik Galih selalu ditarikan oleh 8 orang penari dan tidak pernah berubah karena memang kebutuhan dari tarian tersebut. Dalam wawancara yang telah dilakukan dapatdijelaskan bahwaperkembangan dari segi busana Legong Manik Galih sampai sekarang ini belum ada muncul perubahan, masih tetap seperti pertama kali muncul dengan kostum yang digunakan. Untuk kedepannya ada rencana dari masyarakat Desa Kapal, karena Tari Legong Manik Galih ini merupakan sebuah tari kebesaran maka harus bisa berkelanjutan dan bisa dilestarikan, namun untuk kedepannya sudah ada perencanaan untuk sedikit memodifikasigerak, karena kualitas penari aslinya tidak sama dengan kualitas penari yang sekarang, kemampuannya jauh berbeda. Sehingga gerakan akan dipermudah atau lebih memasyarakatkan itu, tapi tetap nanti arahnya pada tari Legong Manik Galih yang sudah terbentuk asli,  kemudian ada Legong Manik Galih yang sudah ada perkembangannya atau dikembangkan, karena disini tidak berani untuk meninggalakan apa yang sudah ada atau dasarnya, dan tidak mungkin untuk merubah karya orang lain ciptaan dari Ni Luh Putu Wiwin Astari,S.Sn.,M.Sn. Namun disini tetap ada perkembangannya, dan perkembangannya inilah akan dipermudah dengan tujuan memasyarakatkan Legong Manik Galih di Desa Kapal. Legong Manik Galih Dari awal PKB (Pesta Kesenian Bali) sudah di kenal oleh masyarakat luar  sudah dikemas dalam bentuk rekaman yang berupa CD atau kaset pita tari Legong Manik Galih. Disini di Desa Kapal tetap untuk mengekpose legong ManikGalih, karena Legong Manik Galih adalah milik desa kapal atau menceritakan desa kapal itu sendiri.Walaupun sebagain besar penarinya sekarang diambil dari luar kapal dan harus kita dihargai, dan setidaknya sebagai orang kapal bisa merasa bangga karena ada orang luar bisa memberikan sebuah karya yang bagus untuk kita warisi di Desa Kapal.(wawancara, 24 April 2014)

Fungsi Tari Legong Manik Galih di Desa Kapal

Ada dua pendekatan yang cukup populer dalam studi etnologi tari, yakni pendekatan struktural dan pendekatan fungsional.Struktur memandang tari dari segi bentuk, sementara fungsi memandang tari dari segi konteks dan kontribusinya dalam budaya masyarakat pendukungnya.(Bandem, 1996:27).Masyarakat di Bali telah mengklasifikasikan tari Bali berdasarkan sifat dan fungsinya menjadi tari wali (tarian sakral), tari bebali (tarian untuk upacara keagamaan), dan balih-balihan (untuk tontonan, hiburan).(Bandem, 1996:29).

Tari Legong jika dilihat dari penyajiannya memang betul-betul merupakan seni serius, mengandung nilai seni yang tinggi dimana para seniman kita dahulu dapat mencurahkan pikirannya untuk menggabungkan tari improvisasi sepeti Sanghyang dengan Gambuh sehingga menjadi bentuk tari Legong, Sejak awal penciptaannya, tarian ini lebih merupakan tarian balih-balihan untuk pertunjukan di istana raja-raja sebagai ekspresi, lambang kerajaan serta kebanggaan kerajaan. Dalam perkembangan jaman selanjutnya, tari Legong berfungsi sebagai hiburan masyarakat dalam rangkaian upacara, baik untuk memeriahkan upacara Dewa YadnyamaupunManusia Yadnya .(A.A AyuKusumaArini, SST.,MSi., 2011:11).

Begitu pula dengan tari Legong Manik Galih di Desa Kapal tarian ini pada umumnya diciptakan sebagai tari Kebesaran di Desa Kapal tersebut, namun tarian ini tidak difungsikan sebagai tari penyambutan tetapi tari kebesaran dimana tarian ini ditarikan padaevent-event tertentu.Namun terkadang masyarakat di Desa kapal juga mementaskan tarian ini dalam rangkaian upacara di Pura misalnya pada upacara Dewa Yadnya  sebagai hiburan dan untuk lebih memerihkan upacara tersebut.(wawancara, 24 April 2014)

Asal Mula Adanya Gambelan Angklung Empat Nada di Banjar Glagah Desa Kutampi Atas

Di dalam mengungkapkan tentang asal mula Gamelan Angklung yang ada di Banjar Glagah Desa Kutampi Atas, penulis menggunakan bahan-bahan informasi dan data-data orang yang diperoleh melalui wawancara dengan para informan dan tidak ada bukti tetulis yang penulis dapatkan.Di Banjar Glagah Desa Kutampi Atas memiliki beberapa barungan gambelan seperti barungan gamelan Gong Kebyar, Baleganjur, dan terutamanya gamelan  Angklung  yang ada di Desa Kutampi Atas merupakan gambelan yang tergolong paling tua dan memiliki bilah 4 (empat)  nada yaitu, ndeng, ndung ndang, nding. Gambelan Angklung di Banjar Glagah Desa kutampi atas terbuat dari kerawang dan dilengkapi dengan beberapa buah instrumen bambu berupa angklung kocok. Gambelan Angklung di Banjar Glagah Desa Kutampi atas bertujuan untuk mengiringi upacara agama Pitra Yadnya, yang di mainkan oleh 14 orang .

Adanya gambelan Angklung Empat Nada di Banjar Glagah Desa Kutampi Atas, karena merupakan peninggalan dari nenek moyang yang memang berasal dari Banjar Glagah Desa Kutampi Atas dan ada sekitar tahun 1939 yang dipelopori oleh I Wayan Patra (alm). Gambelan Angklung ini masih tetap ada dan dilestarikan meskipun pelopornya telah meninggal dan semenjak meninggalnya I Wayan Patra dilanjutkan oleh I Wayan Trima sebagai pengurus seka angklung sekaligus ketua dalam seka Angklung di Banjar Glagah Desa Kutampi Atas.Dimana gambelan Angklung ini biasanya ditempatkan dan selalu di simpan di balai Banjar Glagah Desa Kutampi Atas.(wawancara, 30 April 2014).

PerkembanganGambelan Angklung Empat Nada di Banjar Glagah Desa Kutampi Atas

Di Bali Selatan gamelan Angklung hanya menggunakan 4 (empat) nada (ndeng, ndung, ndang, nding) sedangkan di Bali Utara mempergunakan 5 (lima) nada (ndong,ndeng, ndung, ndang, nding). (I Wayan Dibia, 2012:123).Di antara nama-nama tabuh yang umum di kenal di kalangan pemain angklung antara lain: Asep Menyan, Ngedas Lemah, Capung Manjus, Capung Ngumbang, Dongkang Menek Biyu, Gowak Maling Taluh, Sekar Jepun, Berong dan Sekar Ulet. (I Wayan Dibia, 2012:123).

Dari pertama muncul gambelan Angklung di Banjar Glagah Desa Kutampi Atas hingga sekarang terus dilestarikan oleh generasi penerusnya.Perkembangan gambelan angklung di Banjar Glagah Desa Kutampi Atas dari pertama muncul hingga sekarang masih belum ada perubahan masih tetap seperti dulu hanya memiliki dua gending yaitu gending Galang Bulan dan Tetangisan yang tidak lain hanya digunakan untuk mengiringi uapacra Pitra Yadnya. Gambelan angklung di Banjar Glagah Desa Kutampi Atas hanya mengalami perubahan dan perkembangan pada seka penabuhnya saja, yang dulunya dimainkan oleh para orang tua, dan sekarang sudah berkembang bisa dimainkan oleh anak-anak  atau generasi muda di Banjar Glagah Desa Kutampi Atas. Dari segi alat musiknya atau gamelan Angklung di Banjar Glagah Desa Kutampi Atas hanya memiliki 4 (empat) buah gangsa, 2 (dua) kendang, 1 (satu) reyong, 1 (satu) kempur, dan 4 (empat) buah angklung kocok, 2 (buah) cungklik. Dari segi alat musik yang dimiliki belum terlalu lengkap dan belum berkembangan seperti barungan gambelan Angklung yang sekarang masih tetaap seperti pertama muncul.Namun dari segi pementasannya sudah ada perkembangan,yang biasanya pementasannya dilakukan di Banjar Glagah Desa Kutampi Atas, sekarang sudah mulai keluar dari Desa Kutampi Atas, dan biasa pentas seperti di Desa Ped yaitu Banjar Sental, Banjar Tanah Bias, dan Banjar Batu Mulapan.

Disini para seka Angklung dari Banjar Glagah Desa Kutampi Atas memiliki keinginan untuk kedepannya untuk lebih mengembangkan gambelan Angklung disana baik dari segi gendingnya akan ada rencana untuk membuat suatu gending yang baru dari gambelan angklung tersebut dan aka ada rencana untuk kedepannya lebih menekankan dan selalu mengajarkan gambelan Angklung terhadap anak-anak agar nantinya gambelan Angklung di Banjar Glagah Desa Kutampi Atas tetap ajeg lestari dan berkembang sesuai perkembangan jaman. (wawancara, 30 April 2014).

 

 

Fungsi Gambelan Angklung Empat Nada di Banjar Glagah Desa Kutampi Atas

Sebelum berbicara mengenai fungsi dari gamelan Angklung yang ada di Banjar Gelagah Desa kutampi Atas, terlebih dahulu penulis menyinggung mengenai fungsi gambelan Bali secara umum. Sehubungan dengan hal ini, Bapak I Wayan Madra Aryasa dalam bukunya yang bejudul perkembangan seni karawitan Bali yang mengatakan bahwa fungsi gamelan Bali yang banyak jenis barungnya dapat digolongkan menjadi tiga bagian yakni :

  1. Gambelan sebagai unsur pendidikan

Satu bukti bahwa gambelan itu berfungsi sebagai pendidikan bagi masyarakat luas adalah jelas, bahwa dengan meresaoi keindahan lagu dari gambelan itu sendiri menggugah emosi jiwa kearah peningkatan ketingkatan yang lebih halus, sopan, mesra, agung dan wibawa. Dan sistem menabuh bersama (puluhan orang) dengan harmonisasi bersama menciptaakan suara yang banyak menjadi satu, kedengaran, adalah hasil kerja sama yang cukup memerlukan toleransi sehingga semua alat berfungsi sesuai dengan tugasnya masing-masing melahirkan sau suara karena sifat demokrasi tadi. Disinilah letak arti dan pengertian pendidikan dalam hubungannya dengan fungsi gambelan sebagai unsur pendidikan dalam masyarakat luas di Bali.Semua alat bersuara dengan tugasnya masing-masing itulah melahirkan lagu/gending yang manfaatnya sebagai konsumsi para penciptanya.

  1. Gambelan sebagai iringan Tari

Gambelan dengan gendingan sangat erat hidupnya dengan tari-tarian Bali sendiri.demikian banyak jenis tarian di Bali di buktikan adanya tari tanpa iringan musik.Kalau tarian itu tidak memakaikan gambelan.Musik vokallah yang dipakai maka musik sebagai iringan tari di Bali adalaha bersifat mutlak.

  1. Gambelan dahulu pelaksanaan agama dan adat

Untuk mendapatkan gambaran bahwa fungsi gambelan dalam hubungan dengan pelaksanaan adat dan agama adalah jelas dengan mendahulukan perhatian pada jumlah tempat suci atau pura yang terdapat di Bali, masing-masing umunya tiap enam bulan sekali atau 210 hari mengalami piodalan

(upacara persembahyangan). Dalam hubungannya dengan gambelan sifatnya membawakan suasana hidmad,  megah kesucian, cemerlang, dan keagungan perayaan upacara persembahyangan itu sendiri. Disinilah arti fungsi gambelan dalam hubungan pelaksanaan agama diBali mengambil bagian yang menonjol.(I W.M.Aryasa, 1976/1977:39-41).

Fungsi gambelan angklung di Banjar Glagah Desa Kutampi Atas adalah sebagai pengiring upacara Pitra yadnya, dan tidak pernah digunakan untuk mengiringi rangkain upacara yang lainnya seperti upacara Dewa Yadnya, untuk mengiringi tari-tarian ataupun untuk sebuah acara hiburan di Banjar Glagah Desa Kutampi Atas. Gambelan angklung di Banjar Glagah Desa Kutampi Atas ini memiliki dua buah gending yaitu: gending Galang Bulan dan Tetangisan yang menggunakan bilah 4 (empat) nada dan yang berlaras selendro. Dari kedua gending tersebut hanya digunakan dalam rangkaian upacara Pitra yadnya. (wawancara, 30 April 2014). Di kalangan masyarakat luas gambelan ini dikenal sebagai pengiring upacara-upacara Pitra Yadnya(ngaben). (I Wayan Dibia, 2012:124).

BENTUK TABUH LELAMBATAN PEGONGAN GAYA BADUNG

Salah satu bentuk kekayaan di bidang seni karawitan Bali adalah komposisi tabuh lelambatan pegongan. Komposisi karawitan ini dapat didefinisikan sebagai bentuk komposisi karawitan instrumental yang biasanya dimainkan dengan media gambelan Gong Gede dan gambelan Gong Kebyar. Kekeberadaan komposisi ini sangat populer di masyrakat, dimana penyebaran sangat merata di Bali. Tidak ada wilayah kabupaten dan kota yang tidak memiliki bentuk komposisi ini. Dan keberadaannyapun sangat beragam dengan ciri-ciri dan gaya yang berbeda. Dilihat dari daerah kelahirannya terdapat berbagai macam gaya. Gaya –gaya tersebut masing-masing memiliki cirri khas serta karakter tersendiri yang membedakan satu dengan yang lainnya. Kuatnya karakter yang dimiliki oleh masing-masing gaya tersebut, terkadang mampu menunjukan identitas wilayah kelahirannya. Di bali terdapat berbagai macam gaya karawitan dimana masing-masing memiliki karakteristik serta identitas yang sangat kuat. Keberadaan gaya-gaya tersebut sangat eksis di masyarakat dan memiliki arti yang sangat penting sebagai sebuah identitas, sehingga kalangan masyarakat dan seniman kususnya dapat dengan mudah mengenali sebuah gaya musik dengan memperhatikan idiom-idiom dari masing-masing gaya tersebut. Aspek fisik (pelawah) dari bangunan gamelan, ornamentasi (ukiran), merupakan idiom non-musikal yang dapat mencerminkan identitas kedaerahan, sedangkan bentuk musik, pengungkapan dan pengolahan musikalitas serta ekspresi penyajiannya menjadi idiom musikal yang mudah dikenal. Sisi lain perkembangan seni karawitan Bali adalah sulitnya mengidentifikasikan gaya-gaya karawitan. Keberadaan gaya-gaya yang sebelumnya eksis dan mengakar di masyarakat serta menjadi identitas personal dan regional menjadi kabur, bahkan ada diantaranya terancam punah karena mulai ditinggalkan oleh masyarakat pendukungnya. Hal ini hanya semata-mata gaya tersebut dianggap kurang kompetetif dan tidak mampu bersaing pada event-event festival atau parade yang digelar oleh pemerintah. Fenomena yang terjadi di wilayah Bali Utara adalah merupakan salah satu contoh yang sangat menarik untuk diungkapkan karena untuk dapat meraih prestasi dalam festival, para seniman dan pemerintah meninggalkan gaya kekebyaran yang sebelimnya begitu kuat mengakar dengan beralih ke gaya kekebyaran Bali Selatan. Tabuh Lelambatan Pagongan Gaya Badung adalah salah satu bentuk komposisi Lelambatan Pagongan yang lahir dan berkembang di wilayah Badung. Gaya ini telah menjadi identitas tersendiri bagi daerah Badung yang membedakannya dengan gaya-gaya tabuh lelambatan pagongan lainnya di Bali. Keberadaan lelambatan gaya Badung adalah merupakan salah satu gaya yang populer di kalangan masyarakat khususnya yang berkecimpung di dalam dunia seni karawitan Bali. Kepopuleran gaya ini tidak saja dikenal oleh kalangan seniman karawitan di daerah Badung namun juga dikenal oleh kalangan seniman yang ada di luar wilayah Badung. Kelebihan dan keunggulan dalam bahasa musical serta keharmonisan dalam penataannya, menyebabkan lelambatan gaya Badung sering menjadi karya terbaik dan dijadikan acuan dalam penggarapan tabuh-tabuh lelambatan yang ditampilkan dalam berbagai event seperti Festival Gong Kebyar dan event-event lainnya. Fenomana ini sangat menarik untuk dijadikan mengingat di suatu pihak tabuh lelambatan gaya Badung masih eksis di masyarakat dan memiliki posisi yang sangat penting dalam berbagai kehidupan sosial dan keagamaan, namun di sisi lain demi mengikuti perkembangan karya seni modern, gaya lelambatan ini mengalami perubahan dan kolektivitas gaya yang dimiliki sebelumnya digantikan oleh gaya-gaya individual. TABUH LELAMBATAN Tabuh dalam konteks karawitan Bali memiliki pengertian yang sangat luas, adakalanya tabuh juga dipergunakan untuk menunjukan bentuk-bentuk komposisi lainnya di luar dari gending-gending lelambatan tradisional misalnya tabuh kreasi baru yaitu suatu bentuk komposisi karawitan yang di luar kaidah-kaidah tetabuhan klasik. Di samping itu kata ‘tabuh’ juga dipergunakan untuk menyebutkan bentuk-bentuk komposisi dari berbagai jenis barungan gamelan seperti tabuh Semar pegulingan, tabuh Gong Gede, tabuh Kekebyaran dan sebagainya. Tabuh bila dilihat sebagai suatu estetika teknik penampilan adalah hasil kemampuan seniman mencapai keseimbangan permainan dalam mewujudkan suatu repertoir hingga sesuai dengan jiwa, rasa dan tujuan komposisi. Selanjutnya pengertian tabuh sebagai suatu bentuk komposisi didifinisikan sebagai kerangka dasar gending-gending lelambatan tradisional. Misalnya tabuh Pisan, tabuh Telu, tabuh Pat dan sebagainya. Lelambatan diparkirakan berasal dari kata lambat yang berarti pelan yang mendapat awalan Le dan akhiran an kemudian menjadi lelambatan yang berarti komposisi lagu yang dimainkan dengan tempo dan irama yang lambat/pelan. Tambahan kata Pegongan pada bagian belakang kata lelambatan sebagai penegasan pengertian bahwa gending-gending lelambatan klasik pegongan adalah merupakan reportoar dari gending-gending yang dimainkan dengan memakai barungan gamelan “Gong”. Gamelan Gong yang dimaksud adalah gamelan-gamelan yang tergolong dalam kelompok barungan yang memiliki patutan Gong yaitu istilah yang dipergunakan untuk menyebutkan kelompok gamelan Bali yang mempergunakan laras pelog 5 (lima) nada. Adapun kelompok gamelan yang berlaras pelog lima nada di Bali ada beberapa jumlahnya diantaranya: Gamelan Gong Gede, Gamelan Gong Kebyar, Gamelan Palegongan, Gamelan Gandrung. Namun demikian dari berbagai jenis tersebut yang biasanya dipergunakan untuk menyajaikan tabuh-tabuh lelambatan pegongan adalah Gamelan Gong Gede dan Gamelan Gong Kebyar. Terbentuknya Tabuh Lelambatan Gaya Badung Secara spesifik terbentuknya gaya dibidang seni sebagaimana dikatakan oleh Sukerta (2005:3), bahwa gaya dibentuk atau diwujudkan oleh unsure-unsur fisik, teknik, kaidah estetika sehingga menunjukan suatu identitas. Di antara komponen-komponen baku tersebut, beberapa diantaranya yang berperan sangat penting adalah kondisi geografis dan latar belakang budaya masyarakat. Sebagai mana dikatakan Ketut Gde Asnawa (wawancara tgl. 11 juni 2007) bahwa gaya lelambatan Tabanan (Pangkung) yang cenderung lebih dinamis. Bentuk Dan Struktur komposisi  Tabuh Dua Lelambatan Gaya Badung Sebagaimana umumnya bentuk-bentuk komposisi karawitan klasik, salah satu cirri khasnya adalah mempergunakan konsep hitung atau angka-angka. Hitungan angka-angka tersebut  dipergunakan sebagai untuk menunjukan adanya pengulangan frase-frase (angsel atau pade) motif permainan beberapa instrument yang ditandai jatuhnya pukulan kempur, kempli, kajar yang diakhiri dengan pukulan gong. Dilihat dari bentuknya, terdapat berbagai komposisi tabuh yang tegolong tabuh lelambatan pegongan yang berkembang dan memiliki identitas sebagai lelambatan gaya Badung, diantaranya:

  1. Tabuh Pisan
  2. Tabuh Dua
  3. Tabuh Telu
  4. Tabuh Pat, Nem dan Kutus

SEKILAS TENTANG BANJAR SAYA

Saya akan bercerita tentang banjar saya, saya berasal dari banjar Tanah Bias, Desa Ped Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Klungkung. Desa Ped terdiri dari 12 banjar. Desa adat ped sebenarnya terdiri dari 12 banjar yaitu: banjar Tanah Bias, banjar Prapat, banjar Adegan kangin, banjar Adegan kauh, banjar Bodong, banjar Pendem, banjar Biaung, banjar serangen, banjar Seming, banjar Kelibun, banjar Sental kangin dan Sental kauh. dan karena itu di perlukan wantilan atau di sebut juga balai banjar tengah, karena berada di tengah-tengah pusat desa adat. dan saya sendiri berasal dari banjar Tanah Bias. dari sudut pandang saya yang saya lihat banjar saya ini termasuk banjar yang sudah mulai zaman modern istilahnya sudah mengikuti zaman,tetapi karena kekurangan biaya maka tidak berisi ukiran-ukiran seperti banjar yang lainnya yang sudah berisi ukir-ukiran, tetapi sudah di pasangi lantai keramik. posisi banjar saya berada di tengah agag jauh dari jalan raya. ngingat tentang masalah jalan, jalan banjar saya pun kecil cukup satu sepeda motor saja seperti gang tikus dan jalanya pun cuma terbuat dari beton, dan dari dulu setiap pemilu atau pun pemilihan yang lainya tempatnya di banjar saya. latar belakang penduduk banjar saya adalah ke banyakan sebagai petani rumput laut (bulung). dan daearah banjar saya hanya menghasilkan buah kelapa, mangga dan rumput laut saja. dan beberapa sebagai jadi pegawai atau guru. dan kebanyakan penduduk banjar saya merantau ke denpasar bali.

Banjar saya juga ada suatu organisasi sekha truna-truni, saya termasuk ikut dalam organisasi tersebut. Nama organisasi sekha truna-truni banjar saya adalah TIARA PASIR PUTIH. di dalam organisasi ini saya lihat dari waktu yang dulu pemimpinnya sangat tegas dalam memimpin organisasi sekha truna-truni. dan setiap ada rahinan purnama dan tilem seluruh truna-truni membersihkan pura banjar dan sembahyang, dan juga dalam hari raya pengerupukan atau nyepi pemuda banjar saya biasanya membuat ogoh-ogoh untuk menyambut hari raya tersebut, dan saya pun juga membantu membuat gending atau tabuh baleganjur yang di pakai untuk mengiringi ogoh-ogoh tersebut. karena di desa saya atau setiap banjar mengadakan lomba ogoh-ogoh antar banjar, maka dari itu para sekha truna-truni banjar saya sangat semangat membuat ogoh-ogoh tersebut. dan dulu juga pernah sekha truna-truni banjar saya membuat acara ulang tahun sekha truna-truni TIARA PASIR PUTIH satu tahun sekali, dan acaranya cukup memuaskan, karena sekha truna-truni saya membuat acara permainan untuk menyambut hari ulang tahun sekha truna-truni saya adapun permainan yang di adakan yaitu seperti lomba makan krupuk, lomba balap sepeda, lomba voli, lomba mancing botol, dan lomba lari karung. dan malam ulang tahunnya juga ada acara tarian dan konser. dan juga waktu menyambut hari tahun baru sekha truna-truni banjar saya mengadakan acara makan-makan. dan dulu juga pernah mengadakan bazar. dari perkembengan waktu ke waktu setelah pemilihan ketua baru, akhirnya tidak seperti dulu lagi, karena ketua sekha truna-truni yang sekarang tidak terlalu tegas semuanya punah di samping itu karana sekha truna-truni sekarang lebih sedikit dari pada yang dulu. tapi setelah saya lihat tahun 2014 ini ada kemajuan, biarpun sekha truna-truni banjar saya sedikit tapi kemauan para genarasi sekarang cukup membanggakan, karena sekha truna-truni banjar saya sekarang ingin membuat seperti yang dulu. dan sekha truna-truni banjar saya akan membuat rencana membentuk sekha gong remaja, karena banjar lain yang ada wilayah desa ped sudah memiliki sekha gong remaja. maka dari itu sekha truna-truni banjar saya juga ikut membangun sekha gong remaja, biar ada generasi penerus. dan banjar saya juga membangun sekha gong anak-anak. karena di daerah desa saya akan mengadakan acara lomba gong kebyar anak-anak, maka dari itu semua desa atau masing-masing banjar saya membangun sekha gong anak-anak. karena semua atau seluruh desa ped atau masing-masing banjar termasuk banjar saya sekarang ingin melestarikan seni dan budaya bali. biarpun penduduk banjar saya sedikit, tapi semangat dan ke inginan mendirikan sebuah sekha gong remaja atau anak-anak cukup mengagumkan bagi saya. tapi sayangnya di banjar saya tidak ada sekha gong PKK atau di katakan juga sekha gong ibu-ibu. kalau banjar lainnya baru ada tapi tidak semua banjar yang memiliki sekha gong PKK hanya sebrapa banjar saja, itu pun para ibu-ibunya dari banjar-banjar lain. tetapi banjar saya membangun sekha geguntangan atau geguritan. karena di daerah nusa penida kebanyakan penduduknya menyukai geguritan atau di kenal istilah tembang.

Banjar saya juga memiliki 1 barungan gong kebyar, karena setiap odalan harus ada suara tabuh, dulu banjar saya tidak begitu lengkap memiliki gambelan gong kebyar Cuma setengah barungan saja, karena sudah jamannya modern akhirnya krama atau di bilang juga sekha tertua memutuskan membeli 1 barungan gambelan gong kebyar supaya tidak ketinggalan jaman. dan juga mempunyai gambelan arja. karena banjar saya mempunyai tradisi setiap hari raya kuningan mengadakan tarian arja. maka dari itu banjar saya termasuk menggemari tentang gamelan. karena semua banjar yang lainnya memiliki 1 barungan gambelan gong kebyar. saking semangatnya krama saya memiliki gambelan gong kebyar maka ada jaduwal untuk latihan megambel, biarpun penduduk banjar saya jumlahnya sedikit, tapi kemauan yang sangat besar untuk memiliki 1 barungan gambelan gong kebyar sangat luar biasa. karena setiap ada odalan besar seperti karya di pura besar seperti pura yang cukup terkenal di Kecamatan nusa penida seperti pura dalem ped. karena setiap odalan pura dalem ped masing-masing banjar atau desa istilah balinya ngaturang ayah megambel, maka dari itu banjar saya semangat untuk latihan megambel, supaya tidak memalukan membawa gending di pura tersebut. dan banjar saya juga memiliki gamelan baleganjur. saya sedikit bisa memberikan arti dari gamelan baleganjur yaitu gamelan baleganjur merupakan suatu istilah yang tidak asing lagi di dengar oleh kalangan masyarakat atau parapengrawit. gamelan baleganjur merupakan salah satu gamelan bali yang di golongkan ke dalam kelompok gamelan madya dan di perkirakan berkembang setelah abad ke-10. perkembangan gamelan baleganjur dapat di katakan mengalami masa kejayaan. dulu saya pernah mengajari sekha banjar saya menabuh, karena saya di suruh oleh ketua krama banjar saya, karena saya dulu pernah mempunyai pengalaman festival gong kebyar, maka saya di percayai oleh krama banjar saya. dengan senang hati saya mau mengajari krama saya walaupun saya masih kecil. tapi sayangnya banjar saya tidak begitu mengetahui tentang gambelan. dan juga banjar saya memiliki pura bajar, karena banjar saya memiliki duwe atau masyarakat desa saya menybutnya sesunan, dan sampai sekarang banjar saya masih membangun sebuah pura,karena pura tersebut sudah hampir rusak, maka dari itu masyarakat di banjar saya terus bergotong royong, supaya pura tersebut bisa cepat selesai. maka dari itu krama banjar saya di kenakan uang untuk biaya pura yang akan di buat. tapi ada juga bantuan dari para pejabat, karena krama banjar saya membuat proposal untuk pembuatan pura. di banjar saya juga ada tradisi seperti tajen kalau bahasa indonesianya adu ayam, kalau istilah balinya di katakan aci-aci, tapi tajen tersebut hanya di adakan setiap rahinan kajeng kliwon tidak setiap hari. kalau tidak melakukan aci-aci tersebut maka banjar saya akan terkena musibah. Demikian saya sampaikan sekilas tentang banjar saya, jika ada kesalahan mohon di maklumi. sekian dan terima kasih.