Biogarafi Tokoh Seniman di Desa Serongga Gianyar

Desember 30th, 2011

 I Ketut Bawa

 

 

 

 

 

Kepribadian I Ketut Bawa

Kesehariannya beliau tidak begitu istimewa beliau hanyalah seorang pedagang canang di Desa Serongga, namun kegiatan yang selalu di lakoni adalah kegiatan-kegiatan yang menyangkut tentang seni seperti seni karawitan dan seni vokal. Beliau di kenal sebagai Seniman alam ( non akademik ) yang belajar dari pengalaman yang sangat gemar mengembangkan seni di Desa Serongga khususnya bajar Serongga Kaja.

Perjalanan Seni I Ketut Bawa

Seniman Kelahiran 1948 ini di kenal sebagai pelatih tabuh yang mahir dalam hal mengarap Tabuh lelambatan klasik maupun iringan wayang,dan beliau pernah membangkitkan Seni suara ( Vokal ) yaitu mekidung atau gegitan. Beliau sering diminta untuk ngayah di pura-pura Serongga maupun di luar. Tidak ada prestasi yang dimilki, beliau Cuma berdasarkan ngayah-ngayah saja tanpamemikirkan pamrih dengan tulus iklas.

 

Desember 30th, 2011

 GAMBELAN DI BANJAR SERONGGA KAJA, DESA SERONGGA

 ASAL MULA

Narasumber  : I Ketut Astawa

Di Desa Adat Serongga terdiri dari empat banjar adat, yaitu Banjar Adat Serongga Kaja, Serongga Tengah, Serongga Kelod, dan Cebang. Di dalam desa adat ini ada sebuah barungan gambelan gong  kebyar lengkap yang merupakan peninggal dari zaman ke zaman yang tidak tau pasti tahunnya, di mana barungan gambelan ini di tempatkan di puri yang pada zaman itu menjabat selaku bendesa adat begitu seterusnya, setiap kepemimpinan di mana barungan gambelan ini digunakan untuk kegiatan uapacara adat yaitu odalan di pura kayangan  tiga yang berada di Desa Serongga dan untuk keperluan kegiatan adat lainnya.

Dalam perkembangan  zaman dirasakan oleh masing-masing anggota krama karena terlalu banyaknya uapacara adat dimasing-masing banjar, maka di putuskan lah membeli barungan gambelan gong kebyar dimasing-masing banjar. Begitu pula dengan Banjar Serongga Kaja sepakat untuk membeli seperangkat barungan gong kebyar sekitar tahun 1989.

Sejak datangnya gambelan di Banjar Serongga Kaja mulai aktif mencari tabuh baru yang siap untuk ngayah megambel di pura yang ada di kawasan Desa Serongga maupun di luar Desa Serongga, ada pun tabuh yang dicari adalah tabuh-tabuh lelambatan klasik, seperti buaya mangap, galang kangin, tabuh gari, dan sekar gadung yang dibimbing oleh Pande Kadek Sudarsana, beliau bukanlah seniman yang mengenyam pendidikan, melainkan belajar dari alam atau berburu pengalaman. Beliau sangat berperan besar di banjar saya sebagai pelatih dan pencetus ada nya sekehe gong, mulai dari sekehe gong anak-anak, sekehe gong pkk, dan sekehe gong remaja.

 KEUNIKAN

Narasumber  : I Wayan Mudana

Keunikan gong kebyar di banjar saya adalah laras atau suara nya paling bagus diantara empat  banjar yang ada di Desa Serongga, padahal banjar saya yg pertama memiliki barungan gong kebyar dan disusul oleh tiga banjar lainnya yang ada di Desa Serongga. Sampai-sampai salah satu banjar di Desa Serongga bermagsud mencari barungan gambelan gong kebyar yang larasnya sama seperti gong yang ada di banjar saya, namun tidak seperti yang diharapkan larasnya tidak sama, melainkan suara nya agak endek suaranya. Maka dari itu gong di banjar saya sring digunakan untuk ngayah megambel di pura khususnya di Desa Serongga.

 KEGUNAAN DAN MANFAAT

Narasumber  : Pande Kadek Sudarsana

          Ada pun kegunaan dan manfaat gong di banjar saya adalah digunakan untuk latihan dan digunakan juga sebagai ngayah megambel di pura di desa Serongga maupun di luar Desa Serongga. Ada pun kegiatan lain nya adalah pernah mengikuti Pesta Kesenian Bali tahun1998 yaitu festival gong kebyar anak-anak dan pernah menjadi pendamping uji coba duta Kabupaten Klungkung pada tahun 2000 dan mendampingi uji coba duta Kabupaten Gianyar pada tahun 2003, pernah juga mengikuti seleksi gong kebyar dewasa untuk mewakili Kabupaten Gianyar pada tahun 2004

 

Demikian yang saya bisa jelaskan dengan bantuan narasumber tentang gong di banjar saya.

Br. Serongga Kaja tempat tinggal ku….

Juni 30th, 2011

Br. serongga Kaja yang terletak di ujung utara dari Desa Serongga kecamatan Gianyar. Yang sekarang ini sedang mempersiapakan upakara – upakara untuk karya di Pura Dalem Serongga, kegiatan nya pun sangat padat yang bertempat di balai banjar saya, mulai dari kesenian sampai banten untuk persiapan karya. Dalam kegiatan kesenian dilakukan pembentukan seke gong baru dan latihan tari baris gede serta rejang dewa. seke gong terbagi menjadi empat kelompok, yaitu dewasa, anak – anak, remaja, dan PKK. Dan banyak kegiatan yang di lakukan di balai banjar saya.

Demikian yang saya bisa jelaskan tentang banjar saya.

Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih.

TRI HITA KARANA

Juni 30th, 2011

Tri Hita Karana sudah dikenal atau diterapkan sejak dulu oleh umat Hindu. Tanpa kita sadari ketiga unsur Tri Hita Karana itu kita laksanakan dalam kehidupan kita sehari – hari, seperti hubungan manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi, contohnya mebanten atau sembahyang, manusia dengan manusia, contohnya saling menghormati, dan manusia dengan lingkungan, contohnya menjaga dan merawat lingkungan tempat kita hidup.

Hubungan ketiga unsur Tri Hita Karana yang dimagsud adalah hubungan manusia dengan Tuhan Sang Pencpta, manusia dengan manusia, dan manusia Tri Hita Karana adalah tiga hal yang menyebabkan terciptanya kesejahteraandan kemakmuran. Tri Hita Karana terdiri dari kata “Tri” yang berarti tiga, “Hita” yang berarti kebaika, kesenangan, kemakmuran, kegembiraan, kebahagiaan dan “Karana” berarti dengan alam atau lingkungan.

Ada tiga hal yang tidak apat dipisahkan dari satu dengan yang lainnya dalam Tri Hita Karana, yaitu :

–          Parhayangan

–          Palemehan

–          Pawongan

Dalam mewujudkan kemakmuran pada lembaga sosial tradisional misalnya, ketiga unsure ini harusberjalan secara harmonis, saling menunjang dan saling melengkapi.

Juga ketiga unsur Tri Hita Karana merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dalam suatu banjar adat. Yang berarti, apabila salah satu unsure itu tidak dilaksanakan dalam suatu banjar adat maka kemakmuran, kerukunan, kebaikan tidak akan terwujud secara lahir batin. Dalam artian yang khusus manusia tidak cukup hidup dengan kesejahteraan, kbaikan, kerukunan, dan kebahagiaan lahiriah saja, namun memerlikan kesejahteraan rohaniah juga. Beliaulah Sang Hyang Widhi Wasa yang merupakan sumber kehidupan lahiriah dan rohaniah. Beliau sebagai  pemberi hidup dan keanugrahan serta pemberi perlindungan kepada manusia sebagai mahluk ciptaannya.

Dapat dijelaskan ketiga unsure Tri Hita Karana yang memiliki arti sebagai berikut :

 

–          Parhyangan

–          Parhyangan berasal dari kata Hyang yang berarti Tuhan. Parhyangan berarti ketuhanan atau hal hal yang berkaitan dengan keagamaan dalam rangka memuja Sang Hyang Widhi. Sang Hyang Widhi adalah sumber dari segala yang ada. Beliaulah yang menciptakan alam semesta besrta isinya. Beliau adalah asal dan tujuan akhir dari kehidupan. Dalam artian yang sempit, Parhyangan berupa tempat suci untuk memuja Sang Hyang Widhi.

 

–          Palemahan

 

Palemahan berasal dari kata lemah yang artinya tanah. Palemahan juga berarti bhuwana atau alam. Dalam artian yang sempit Palemahan berarti wilayah suatu pemukiman atau tempat tinggal.

 

 

 

 

–          Pawongan

Pawongan berasal dari kata wong ( dalam bahasa jawa ) yang artinya orang. Pawongan berarti prihal yang berkaitan dengan orang – orang atau perorangan dalam kehidupan masyarakat. Dalam artian yang sempit pawongan adalah kelompok manusia yang bermasyarakat tinggal di wilayah desa.

Ketiga unsur ini tidak dapat dipisahkan dalam tatanan hidup masyarakat, bahkan senantiasa diterapkan dan dilaksanakan sebagai suatu kebulatan padat, erat melekat pada setiap aspek kehidupan secara harmonis, dinamis, dan produktif.

 

Di dalam falsafah Tri Hita Karana disebutkan bahwa Sang Hyang Widhi adalah Maha Ada. Adanya beliau adalah mutlak, beliau tidak pernah ada, karena beliau selalu ada. Beliaulah yang menciptakan alam semesta ini dengan segenap isinya. Proses penciptaan ini disebut sresti, beliau terlebih dahulu menciptakan bhuana atau alam, maka munculah palemahan. Setelah itu barulah beliau menciptakan manusia (termasuk makhluk hidup lainnya). Setelah manusia berkembang dan menghimpun diri dalam kehidupan bersama dan mendiami suatu wilayah tertentu, maka muncullah masyarakat yang disebut Pawongan. Demikianlah Tri Hita Karana, yang mencakup Parhyangan, Palemahan, dan Pawongan. Dalam hidup kita mempunyai dua kewajiban, yaitu sebagai berikut.

  1. Menyelaraskan hubungan badan dengan Paramaatma (Sang Hyang Widhi).
  2. Menyelaraskan hubungan dengan makhluk yang berbeda-beda, yaitu dewa-dewa, rsi, pitra, manusia dan makhluk lainnya.

 


–          Parhyangan (hubungan antara manusia dan Tuhan)

Hubungan antara manusia dengan tuhan (Ida Sang Hyang Widhi), mempunyai dasar dan bentuk yang beraneka warna, baik dalam bidang rohani maupun jasmanikarena alam semesta beserta isinya ini berasal daripadanya dan beliau pula yang mengatur semua itu.menyelaraskan hubungan badan (manusia) dengan Sang Hyang Widhi Wasa (Paramatma), berarti menjadikan badan sendiri tempat untuk mewujudkan sifat dari Sang Hyang Widhi Wasa.

Oleh karena itu, badan jasmani kita harus bersih dan sehat serta pikiran (rohani) harus suci murni sehingga kita bisa memperoleh sinar sici tuhan.

Menurut tinjauan “dharma” susilanya, manusia menyembah dan berbakti kepada Sang Hyang Widhi disebabkan oleh sifat – sifat parama (mulia) yang dimiliki-Nya. Rasa bakti dan sujud kepada Tuhan timbul dalam hati manusia oleh karena Sang Hyang Widhi “Maha Ada, Maha Kuasa dan Maha Pengasih” yang melimpahkan kasih dan kebijaksanaan kepada umat-Nya sangat berhutang budhi lahir batin kepada beliau, dan hutang budhi ini tak akan terbalas dengan apapun juga, karena kita adalah manusia yang memounyai kemampuan yang terbatas.

Karena hal tersebut diatas, maka satu – satunya “Dharma/Susila” yang dapat kita sajikan kepada beliau hanyalah dengan jalan menghaturkan parama sukmaning idep atau rasa terima kasih kita yang setinggi – tingginya kepada beliau, antara lain sebagai berikut :

–          Dengan khidmat dan sujud bakti menghaturkan yadnya dan sembahyang (penyembahan kepada Sang Hyang Widhi).

–          Berziarah atau berkunjung ketempat – tempat suci atau tirta yatra untuk memohon kesucian lahir batin sambil beryoga semadi dengan penuh keyakinan yang suci.

Mempelajari dengan sungguh – sungguh ajaran – ajaran mengenai Ketuhanan, mengamalkan serta menuruti dengan teliti segala ajaran – ajaran kerohanian atau pendidikan mental spirituan, yang telah beliau limpahkan kedunia ini berupa ajaran Cruti dan Smerti, serta selanjutnya kita amalkan kembali kepada umat manusia sesuai dengan norma susila agama dengan penuh rasa bakti dan tulus iklas tanpa pamrih dan hanya atas nama beliau sendiri. Di samping itu rasa bakti dan kasih terhadap Sang Hyang Widhi itu timbul dalam hati manusia berupa sembah, puji – pujian, doa – doa penyerahan diri, rasa rendah hati, rasa bahagia,

dan hasrat berkorban untuk kebajikan. Kita seagai umat beragama  dan bersusila harus menjunjung dan memenuhi kewajiban, antara lain sebagai berikut :

–          Cinta kepada kebenaran

–          Cinta kepada kejujuran

–          Cinta kepada keikhlasan

–          Cinta kepada keadilan

Dengan demikian, jelaslah bagaimana hubungan antara Sang Hyang Widhi dengan alam semesta beserta isinya ini khususnya antara beliau (Tuhan) dengan manusia.

Hubungan ini harus kita pupuk dan tingkatkan terus ke arah yang lebih tinggi dan lebih suci lahir batin, sesuai dengan swadharmaning umat yang riligius “susilawan”, yakni untuk dapat mencapai moksartham jagadhita ya ca iti dharma, yaitu kebahagiaan hidup duniawi dan kesempurnaan kebahagiaanrohani yang langgeng (moksa), yakni sesuai dengan tujuan agama Hindu Satyam evam jayate na anetram.

–          Pawongan ( Hubungan antara manusia dengan manusia)

Selain menyelaraskan hubungan antara atman dan paramatman atau antara manusia dengan manusia, kita sebagai mahluk sosial juga harus membina hubungan yang rukun antara manusia dengan manusia lainnya. Yang dimagsud dengan hubungan antara manusia dan manusia adalah anggota – anggota keluarga dan anggota – anggota masyarakat. Misalnya hubungan suami isrti, saudara dengan keluarga, dan anggota masyarakat lainnya yang umur dan kedudukannya sama dengan kita.

Hubungan dengan orang – orang sederajat hendaklah sampai tercitanya suasana rukun, harmonis, dan damai serta saling bantu membantu satu sama lain dengan penuh kasih sayang, kasih mendorong rasa korban, rasa mengekang diri, rasa mengabdi untuk kebahagiaan sesama. Kasih adalah dasar semua kebijakan (dharma) dan sebaliknya dengki adalah dasar kedursilaan (adharma), kasih muncul dari dalam kalbu yang merupakan alam Paramatma, yaitu alam ananda (kebahagiaan).

–          Palemahan (Hubungan harmonis anatara Bhuana alit dengan Bhuwana agung (alam semesta))

Manusia hidup di dunia ini memerlukan ketentraman, kesejukan, ketenangan, dan kebahagiaanlahir batin. Untuk mencapai tujuan tersebut manusia tidak bisa hidup tanpa bhuwana agung (alam semesta). Manusia hidup di alam dan dari hasil alam. Hal inilah yang melandasi hubungan harmonis antara manusia dengan alam dimana mereka bertempat tinggal.

Untuk tetap menjaga keseimbangan dan keharmonisan alam, umat Hindu melaksanakan upacara tumpek uye, (tumpek kandang) yang bertujuan untuk melestarikan hidup binatang dan dan melaksanakan upacara tumpek wariga (tumpek uduh, tumpek bubuh) untuk melestarikan tumbuh – tumbuhan serta memperingati hari lingkungan hidup sedunia. Disamping itu pemerintah membuat suaka marga satwa. Lengkap dengan kebun raya dan kebun binatang, tujuannya adalah untuk menjaga jangan sampai binatang dan tumbuhan langka itu sampai rusak atau punah.

 

Arti penting dari falsafah Tri Hita Karana itu merupakan inti hakikat dari ajaran agama Hindu secara universal. Ajaran Tri Hita Karana mengarahkan manusia untuk selalu mengharmoniskan hubungan antara manusia dengan sang pencipta, hubungan manusia dengan sesame, dan hubungan manusia dengan lingkungan alamnya.

 

Arah atau sasaran yang ingin dicapai oleh ajaran Tri Hita Karana adalah untuk mencapai Moksartham Jagadhita ya ca iti dharma yang artinya tujuan agama atau dharma adalah tujuan mencapai kesejahteraan di dunia ini dan kebahagiaan di akhirat.

Tujuan ajaran Tri Hita Karana adalah untuk mencapai keharmonisan antara manusia dengan Tuhan, hubungan yang harmonis antara manusia dengan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan lingkungan alam.

Dengan adanya keharmonisan alam semesta (bhuana agung) dengan manusia (bhuana alit) maka tercapailah tujuan akhir agama Hindu, Moksa, yaitu bersatunya atman dengan paramaatman.

TENTANG SAYA…….

Juni 30th, 2011

Nama saya I Made Aryawan atau sering dipanggil EMON oleh teman – teman. Saya yang lahir pada tanggal 5 Agustus1992 di Gianyar. Saya adalah anak kedua dari dua bersaudara. Desa Serongga adalah daerah tempat tinggal saya, khususnya Br. SErongga Kaja yang merupakan salah satu wilayah kecamatan Gianyar. Hobi saya adalah melakukan hal yang tidak membosankan dan menantang,tapi tetap satu hobi yang melekat di hati dan paling saya gemari, yaitu menabuh atau megambel. Saya menyukai seni tabuh dikarenakan sebagian besar dari keluarga saya menekuni dalam bidang seni tersebut. Saya menekuni dengan serius hobi saya ini, pertama saya mengenal gambelan, yaitu pada saat saya berumur 9 tahun. Pada saat itu saya belum tau apa – apa, tetapi karena kemauan saya yang keras dan tidak mau menyerah akhirnya saya bisa juga menabuh, meskipun tidak mahir memainkan gambelan. Waktu itu saya masih duduk di kelas IV SD, tepatnya di SDN 1 Serongga yang bartempat di desa saya. Tamat dari SDN 1 Serongga, saya melanjutkan ke SMPN 1 gianyar, saking gemar nya megambel, pada saat SMP saya mencari extra tabuh serta pramuka, karena saya suka dengan alam atau petualangan. Tidak sampai di SMP saja saya hobi megambel, saking inginnya belajar menabuh sampai – sampai saya melanjutkan sekolah di SMKN 3 Sukawati ( KOKAR )dan pada kelas III saya sempat ikut mewakili Gianyar dalam festival gong kebyar yang bertempat di Art Center, senang hati bukan kepalang saat itu yang saya rasakan. Selain itu saya juga mendirikan sanggar tabuh brsama teman – teman saya, dan sampai sekarang terus berjalan karena dukungan teman – teman saya yang satu hobi dengan saya, yaitu mengajegkan Bali dengan melestarikan budaya yang diwarisakan leluhur kita dulu. Lulus dari SMK saya melanjutkan kuliah di Institut Seni Indonesia Denpasar, karena saya ingin memperdalam tentang seni, khususnya seni karawitan.

Made “emon” Aryawan