Mei
22
2012

MUSIK KONTEMPORER Perkembangan dan Perubahan

MUSIK KONTEMPORER

Perkembangan dan Perubahan

World Music, Multikulturalisma dan Silang Budaya

 

World Music, istilah yang sudah akrab bagikontemporer dan para apresiatornya, mendapat tempat positif dalam khazanah musik kontemporer Indonesia selama tahun 1998 lalu. Ini ditandai bukan saja oleh pendekatan fisikal, melainkan dari sisi konsep dan kinerja berkarya. Barangkali, world music baru mengalami proses realisasi, setelah pada 70-80an mendapat perhatian dari sisi gagasan untuk berkarya.

Kulturalisme dan silang Budaya-juga etnosentrisme-merupakan isu yang masuk sentral dikajian sosiologi masa kini, terutama posmodernisme. Itu agaknya, para pemusik kontemporer pun ikut menggarap isu tersebut dengan penuh semangat. Barangkali, Paul Gutama Soegijo yang begitu bersungguh-sungguh mengetengahkan musik silang-budaya itu. Menurut Dieter Mack, meskipun istilah tersebut masih dapat diperdebatkan karena menghasilkan pendekatan berbeda-beda, tetapi hasil yang baikmestilah diperhatikans secara bersungguh-sungguh pula.

Yang inti dalam isu kulturalisme dan silang budaya ialah upaya kuat untuk memunculkan ciri setempat. Rasa percaya diri etnik yang memang menguat pada paro akhir tahun 90-an muncul dimana-mana tidak hanya musik, melainkan pula di film, seni rupa, seni pertunjukan, tari dan lain-lain. Fenomena kebangkitan asia adalah salah satu ciri kecil adanya kesadaran bangga menjadi bangsa mandiri, dengan ciri budaya mandiri pula, tidak bergantung dan terpengaruh budaya barat yang tetap mendominasi dimana-mana. Pendekatan multi kulturalisme dan silang budaya menjadi yang paling banyak dilakukan oleh pemusik kontemporer indonesia.

 

Pemetaan Musik Kontemporer

 

Beragamnya pendekatan bermusik para komponis tentu diakibatkan akar tradisi mereka yang juga khas di setiap daerah. Pada Temu Musik September, muncul agar musik-musiknitu dipetakan berdasarkan kategori pendekatan karyanya. Pemetaan itu diharapkannya bukannya mengekang kemungkinan eksplorasi, melainkan mempermudah pendekatan proses kreatif. Katagori itu antara lain etnik, perkawinan pentatonik-diatonik, elektronika-komputer, pendekatan religius, dan cross culture.

Katagori itu bukannya tidak menimbulkanbias, sebab pemusik biasanya tidak mau terikat mati dalam satu media. Contoh paling mutakhir adalah yang dilakukan djadug, ketika dia mengeksplorasi perkusi, padalah sebelumnya dia menekankan gamelan/karawitan dan etnik.

Tujuan pemetaan itu dalah menghindari adanyta chaos didalam proses penciptaan komponis. Chaos adalah semacam kehilangan orientasi karya karena ketidakkonsistenan pada sejarah musik dan konsekuensi pendekatan karyanya. Artinya,  adalah tidak sah mengiterpretasikan musik dari etnik tertentu tidak berdasarkan konteks etnik tersebut. Pencerabutan sejarah dan interpretasinya ditakutkan Dieter Mack hanya akan menghasilkan kebingungan interpretasi terhadap karya, seperti kerap terjadi pada banyak komponis yang tampakn ya berusaha mengawinkan akar budaya padahal sebenarnya tidak sepenuhnya memahami makna budaya daerah itu.

Kesadaran komponis tentu diuji oleh kategori-kategori penciptaan itu. Mereka tidak akan asal menciptakan karya atas nama kolabvorasi ataupun cross culture. Dan komponis kontemporer indonesia yang telah dianggap berhasil membawakan ciptaan mereka, dari manapun ilhamnya, telah membuktikan betapa perkembangan yang terjadi disekitar mereka ditanggapi secara positif dan terbuka, karena memungkinkan ruang baru penciptaan.

 

Written by in: Tak Berkategori |

19 Comments

RSS feed for comments on this post. TrackBack URL


Powered by WordPress | Theme: Aeros 2.0 by TheBuckmaker.com