Untitled            Sebagaimana halnya masyarakat Bali pada umumnya, seni musik merupakan bagian integral dari kehidupan warga Kota Denpasar terutama warga Hindu Bali. Musik dianggap sebagai tradisi selain karena diwariskan dari generasi, juga karena sifatnya fungsional dan berkaitan dengan falsafah dan pandangan hidup. Hal ini menyebabkan kahidupan musik tradisional sangat subur dan terus berkembang mengkuti dinamika zaman. Pada umumnyamusi-musik tradisional tersebut dipelihara oleh masyarakat melalui berbagai bentuk organisasi yang diayomi oleh banjar, desa adat,  dan lembaga-lembaga formal pemerintah.

                Bentuk-bentuk musik tredisional yang hidup dan berkembang di Kota Denpasar mulai dari musik golongan tua yang diperkirakan teleh muncul pada masa Bali Kuno (abad ke-8 hingga ke-14 Masehi), musik golongan madya yang muncul dan berkembang pada masa Bali Madya (abad ke-15 hingga ke-19), dan musik golongan baru yang lahir padamasa Bali baru (abad ke-20-sekarang). Bentuk-bentuk musik ini tersebar  di empat wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Denpasar Timur, Kecamatan Denpasar Selatan, Kecamatan Denpasar Barat, Dan Kevamatan Denpasar Utara. Musik golongan tua yang ada di Kota Denpasar antara lain Gambang, Gong Luwang, Angklung, dan Gender wayang. Gambang terdapat di Bajar Binoh, Ubung, (Denpasar Utara); di Banjar Meranngi, Kesiman; di Banjar Bakul, Penatih; di Banjar Subudi, Tanjung Bungkak (Denpasar Timur); dan di Banjar Tanggun Titi, Tonja (Denpasar Utara). Menurut penuturan Kadek Sariani (Kepala Bidang Kesenian, Dinas Kebudayaan Kota Denpasar), pada tahun 2005 pemerintah Kota Denpasar memberikan bantuan masing-masing satu perangkat gamelan Gambang kepada empat kecamatan yang ada di Kota Denpasar.

                Masyarakat Hindu di Kota Denpasar menggunakan Gambang sebagi musik pengiring upacara pitra yadnya (ngaben)  untuk menambah suasanakhidmat dalam upacara. Suara Gambang sering dimitologikan mampu menembur Surga sehingga menyentuh suasana hati para Dewa. Selain itu, suara-suara magis gaelan Gambang berfungsi sebaga penunju jalanbagi roh manusia untuk mencapai Nirwana. Mitologi ini masih dipercaya oleh masyarakat kota sehingga kehadirin gamelan Gambangdalam upacara ngaben  sangat diperlukan.

                Sebagaimana halnya Gambang, Angklung, dan Gender Wayang juga terdapat hampir pada setiap banjar di Kota Denpasar. Beberapa grup angklung terkenal dan pernah mengalami masa kejayaan pada masa lampau adalah Angklung yang terdapat di Banjar Kayu Mas (Denpasar Timur); di Banjar Titih, Dauh Puri Kangin (Denpasar Barat);di Banjar Kangin, Sidakarya; serta di Banjar Pande dan Banjar Pitik, Kelurahan Pedungan (Denpasar Selatan). Grup Gender Wayang yang terkenal di Kota Denpasaradalah yang ada di Banjar Kayu Mas (Denpasar Timur) dan di Kelurahan Sanur (Denpasar Selatan).

                Secara tradisional, Angklung digunakan untuk mengiringi upacara kematian, sedangkan Gender  Wayang selain sebagai pengiring pertunjukan Wayang kulit, juga untuk mengiringi upacara potong gigi dan ngaben. Dalam perkembangannya dewasa ini, Angklung dan Gender Wayang telah mengalami perluasan fungsi kearah musik hiburan. Gamelan Angklung dan Gender Wayang kini sering digarap sebagai media ungkap musik Bali garapan baru. Gamelan Angklung yang digarap dengan gaya ungkap dinamis melahirkan apa yang disebut dengan Angklung Kebyar. Demikian halnya dengan Gender Wayang, sering digarap inovatif dan dikolaborasikan dengan gamelan-gamelan lainnya. Adanya perluasan fungsi dan penggunaan inilah yang menyebabkan kedua gamelan kuno ini berkembang cukup pesat, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya.

                Satu musik golongan Tua yang sangat khas dan hanya ada di Kota Denpasar adalah Gong Bhari di Kelurahan Renon dan di Banjar Semawang, Kelurahan Sanur (Denpasar Selatan).  Musik ini dikategorikan sebagi musik golongan tua karena diperkirakan berkembang pada masa Bali Kuno yang dibuktikan dengan disebutnya nama bheri  pada prasasti Blanjong tahun 835 Caka atau tahun 913 Masehi. Gamelan Gong Bheri diperkirakan berasal dari daratan Cina, yang masuk ke Bali melalui para pedangan Cina yang sering singgah di Pantai Sanur.

                Instrumentasi gamelan Gong Bheri terdiri atas dua gong tanpa pencon yang disebut “ber” dan “bor”, cengceng, bedug, sungu, kajar, bebende, tawa-tawa, dan klenang. Pementasan gamelan Gong Bheri selain sebagai musik instrumentalia juga untuk mengiringi tari Baris China, seperti prajurit tradisional Cina. Gamelan Gong Bheri dan tari Baris Cina ini oleh masyarakat Renon dan Semawang disakralkan dan hanya dipentaskan pada hari-hari tertentu.

                Musik golongan madya yang ada di Kota Denpasar adalah gamelan Pengambuhan, gamelan Semara Pagulingan, gamelan Pelegongan, gamelan Babarongan, gamelan Joged Pingitan (Gandrung), dan gamelan Gong Gede. Gamelan Pengambuhan terdapat di Banjar Puseh, Desa Pedungan (Denpasar Selatan), dulu merupakan seni istana di Puri Denpasar, kemudia pada masa kolonial keluar dari tembok istana dan dipelihara lewat sistem pengempon pura oleh masyarakat Desa Pedungan. Gamelan Semara Pagulingan saih pitu terdapat di Banjar Pagan Kelod, Sumerta; di Puri Gerenceng; di Banjar Tatasan Kaja; dan di Sanggar Printing Mas, Abian Kapas Kaja. Gamelan Semara Pagulingan yang ada di Banjar Pagan Kelod pada awalnya merupakan milik Puri Denpasar, sempat dipelihara oleh masyarakat Banjar Tampak Gangsul sebelum akhirnya dipelihara oleh masyarakat Banjar Pagan Kelod, Sumerta (Denpasar Timur).

                Gamelan Palegongan terdapat di Banjar Meranggi, Kesiman (Denpasar Timur) dan di Banjar Binoh, Ubung (Denpasar Utara); sedangkan gamelan Babarongan terdapat di Banjar Tatasan Kaja, Sumerta (Denpasar Timur) dan di Banjar Pekandelan, Sanur (Denpasar Selatan). Gamelan Palegongan yang terdapat di Banjar Pagan Kelod dan gameln Babarongan di Banjar Pekandelan, Sanur dulunya merupakan milik Puri Denpasar, dan kini dipelihara oleh masyarakat dengan sistem pengempon pura. Gamelan Joged Pingitan (Gandrung) terdapat di Banjar Ketapaian, Sumerta; di Banjar Tembawu Kelod (Denpasar Timur); di Banjar Batan Kendal, Suwung (Denpasar Selatan);  dan di Pura Majapahit, Dusun Busung Yeh, Monang Maning (Denpasar Barat). Gamelan Joged Pingitan yang terdapat di Ketapaian dan di Pura Majapahit merupakan gamelan kuno yang dulunya milik Puri Denpasar. Musik golongan madya lainnya yang terdapat di Kota Denpasar adalah Gong Gede di Puri Pemecutan (Denpasar Barat), dulunya merupakan gamelan milik Puri Denpasar.

                Pada zaman kekuasaan puri, fungsi utama musik-musik golongan madyda seperti Pagambuhan, Semara Pegulingan, Palegongan, Babarongan, dan Joged Pingitan adalah sebagai hiburan untuk kalangan istana dan tamu-tamu kerajaan, sedangkan Gong Gede memiliki fungsi sebagai musik protokoler dalam pelaksanaan upacara dewa yadnya. Secara politis, pengayoman kerajaan terhadap eksistensi musik-musik klasik ini juga sebagai salah satu alat untuk menambah wibawa puri dan melegitimasi kekuasaan raja. Dalam tata penyajiannyamusik golongan madya selain memainkan tabuh instrumentalia, juga digunakan sebagai musik pengiring tari seperti gamelan Pegambuhan untuk mengiringi Dramatari Gambuh, gamelan Palegongan untuk mengiringi tari Legong Keraton, gamelan Babarongan untuk mengiringi tari Barong Ket, dan gamelan Joged Pingitan untuk mengiringi tari Joged Pingitan.

                Secara kuantitas, perkembangan musik-musik golongan madya di Kota Denpasar tidak begitu pesat. Namun demikian, kekayaan unsur musikalitas yang dimiliki menyebabkan musik-musik golongan madya telah banyak dijadikan sumber inspirasi penciptaan musik Bali garapan baru. Seperti Pagambuhan misalnya, konsep-konsep musikal yang dimiliki musik yang lahir kemusia. Demikian pula halnya dengan Semara Pagulingan, Palegongan, Babarongan, Joged Pingitan, dan Gong Gede masing-masing memiliki kekhasan musikal sehingga sering dijadikan acuan dalam penciptaan musik Bali garapan baru.

Sumber :

Arya Sugiartha, I Gede. 2012. Kreatifitas Musik Bali Garapan Baru.Institut Seni Indonesia Denpasar.