Sejarah Gambelan Banjar Pemebetan
Gambelan Banjar Pemebetan dulunya berada di Pura Puru Sadha kurang lebih pada tahun 1945 yang berfungsi sebagai mengiringi sesuunan atau petapakan mesolah. Menurut narasumber saya yaitu I Nyoman Lonyod dulunya gambelan ini sering disebut gambelan pelegongan yang berbilah 5. Semenjak petapakan di Pura Puru Sadha terbakar, mulai dari sana gambelan tersebut tidak terawat dan pelawahnya mulai rusak. Oleh karena itu gambelan tersebut dipindahkan ke Banjar Pemebetan. Dari sanalah gambelan ini mulai dibenahi atau diperbaiki kurang lebih pada tahun 1960 dan menjadi barungan gambelan gong kebyar pada umumnya . Dan setelah itu dibentuklah sebuah sekhaa yang di beri nama “ PUSPA WERDI “ . Menurut kelihan sekhaa, sampai saat ini ada 4 generasi atau sekhaa. Generasi pertama saat dipindahkannya gambelan dari Pura Puru Sadha ke Banjar Pemebetan yang tidak diketahui tahunnya. Generasi kedua pada tahun 1981 dan dipilihnya I Wayan Mandia sebagai kelihan sekhaa. Saat itu pula ditetapkan peresmian sekhaa gong Puspa Werdi pada purnama kadasa. Generasi ini berlangsung hingga tahun 1992. Generasi ketiga dipihnya I Nyoman Cakra sebagai kelihan sekhaa, tetapi generasi ini berlasung cuman dua tahun yakni dari tahun 1992 sampai tahun 1994. Generasi keempat dipilihnya I Ketut Budiasa sebagai kelihan sekhaa, generasi ini masih hingga sekarang.
Sejarah Tari Puspawresti
Tari Puspawresti merupakan tari yang terinspirasi dari tarian pependetan. Yang diciptakan pada tahun 1981 oleh I Wayan Dibia dan I Nyoman Windha. Tari Puspewresti yang berasal dari kata Puspa yang berarti bunga dan wresti yang berarti hujan, diciptakan mengikutin gerak – gerik tari pendet. Iringan dari tari Puspawresti biasanya memakai instrument gong kebyar.
Sinopsis Tari Puspawresti
Tari Puspawresti merupakan tari penyambutan yang biasanya ditarikan oleh sekelompok penari pria dan wanita. Tari ini memadukan pola – pola gerak beberapa tarian upacara seperti Gabor, Rejang dan Baris Gede yang merupakan tari penyambutan. Puspa yang berati bunga dan wresti yang berarti hujan. Para penari wanita membawa bokor atau cawan berisikan bunga berwarna – warni yang dikawal oleh penari pria yang membawa tombak. Tarian ini diciptakan oleh I Wayan Dibia dan I Nyoman Windha sebagai penata iringan pada tahun 1981.
Gerak Tari Puspawresti
- Ngegol adalah gerakan pinggul kekanan dan kekiri yang bersamaan dengan kaki kanan dan kari.
- Ngeseh adalah gerakan ngejat bahu.
- Piles kanan adalah gerakan kaki kanan yang memutar setengah dan tumit kaki kanan sejajar dengan jari kaki kiri.
- Piles kiri adalah gerakan kaki kiri yang memutar setengah dan tumit kaki kiri sejajar dengan jari kaki kanan.
- Agem kanan adalah gerak tangan kanan sirang mata, tangan kiri sirang susu, kaki kiri didepan badan rebah kanan.
- Agem kiri adalah gerakan tangan kiri sirang mata, tangan kanan sirang susu, kaki kanan didepan badan
- Ngangget adalah gerakan tangan kanan maupun tangan kiri berada di dada barengan dengan angkat kaki.
- Nyeledet adalah gerakan bola mata kekanan atau kekiri yang diikuti oleh gekan kepala
- Cegut adalah gerakan kepala melihat kebawah disertai mecuk alis.
- Ileg – ileg adalah gerakan leher ngotag kekanan dan kekiri.
- Nyeliyer adalah gerakan menutup satu mata.
- Malpal adalah gerakan posisi kaki tapak sirang pada cawok dan mengangkat kaki silih berganti kanan dan kiri ( seperti berjalan ).
Tata Busana Tari Puspawresti
- Tapih
- Kamen
- Sabuk lilit atau angkid
- Selendang
- Ampok – ampok
- Badong
- Udeng
- Bunga imitasi
- Celana dari buludru
- Gelang kana
- Ati sasak
- Antol
Properti
Rebana
Sebuah bentuk alat musik hasil akulturasi kebudayaan bangsa Arab dengan etnis Sasak. Rebana Burdah dipadukan dengan syair-syair pujian terhadap Allah SWT dan riwayat Nabi Muhammad SAW yang dipetik dari kitab karya sastra Arab Al Baranzi.Musik ini berasal dari Lombok yang diambil dari arab. Dalam anambel rebana gendering,alat suling dijadikan sebagai standar nada ketika menyetem alat rebana.Suling yang digunakan berlaras pelog dan bernada pokok berkisar antara N3-N3’.Kendatipun mempunyai laras yang sama,tinggi rendah nada suling di grup rebana gendering lelede terdengar setengah lebih rendah dari pada urutan nada pada rebana.
Rebana sebagai salah satu dari sekian bentuk kesenian tradisional dalam masyarakat Sasak Lombok. Jika dilihat sekilas, Rebana sangat mirip dengan gamelan. Jika gamelan adalah akulturasi budaya Bali dan Lombok, maka Rebana merupakan akulturasi antara budaya Islam Arab dengan etnis masyarakat Sasak Lombok.
Memang ada beberapa persamaan Rebana dan gamelan. Yakni sama-sama menggunakan alat seperti renceh, suling/seruling dan gong. Jika gong gamelan terbuat dari besi kuningan, gong Rebana terbuat dari kulit, bagian tengahnya dibiarkan berlubang serta dilapisi oleh kulit sapi atau kambing.
Sedangkan perbedaan Rebana dengan marawis berada pada proses penabuhan atau pemukulan. Marawis ditabuh menggunakan tangan, sedangkan Rebana ditabuh menggunakan pemukul kayu. Bunyi yang dikeluarkan Rebana begitu khas. Di setiap ketukannya diiringi dengan zikir, puji-pujian kepada Tuhan dan shalawat Nabi.
Rebana memiliki arti yang sangat kental dengan nilai-nilai spiritual. Hal tersebut sudah jelas terlihat dari puji-pujian dan shalawat yang dinyanyikan. Namun lebih dari itu, setiap ayunan dari tabuhan Rebana menyiratkan sifat fana atau ketidakkekalan manusia. Bunyi khas Rebana seakan mengisyaratkan bahwa kemanapun manusia pergi, kemanapun manusia melangkah, manusia akan kembali kepada sang pencipta dengan melewati sebuah kematian.
“Lito-late, lauk-daye, tetep jak ulek aning kubur.”
“Kemanapun pergi, barat utara, pasti akam kembali ke liang lahat.”
Dengan demikian fungsi Rebana bukan hanya sekedar kesenian tradisional yang sifatnya hiburan, namun lebih dari itu Rebana menyiratkan pesan yang begitu agung. Nilai fundemantal dari eksistensi manusia sebagai makhluk yang fana alias tidak abadi.
Jumlah instrument dalam perangkat Rebana sifatnya variatif. Namun biasanya Rebana yang ditampilkan memiliki lima belas perangkat antara lain:
- Ceroncong atas,
- Pengempat atas,
- Panglima atas,
- Pemotoq tengaq,
- Penengaq tengaq,
- Ceroncong tengaq,
- Pengempat tengaq,
- Panglima tengaq,
- Pemotoq bawaq,
- Penengaq bawaq,
- Ceroncong bawaq,
- Pengempat bawaq,
- Panglima bawaq,
- Gegendang,
Pada awal kemunculanya, Rebana digunakan untuk mengiringi dzikir, burdah dan kasidah. Namun dalam perkembanganya, Rebana banyak digunakan dalam acara-acara lain seperti:
- Arak-arakan Nyunatan (khitanan), biasanya pada acara ini ada prosesi Peraje Sunat. Peraje sunat adalah anak-anak yang akan disunat, sebelum acara inti, anak-anak ini diberikan hiburan berupa dinaikkan ke atas arak-arakan sejenis kuda-kudaan kemudian dibawa keliling kampung.
- Pengiring tradisi nyongkolan,masyarakat adat sasak memiliki tradisi mengantar pasangan pengantin kerumah mertua atau rumah si perempuan sebelum menikah dengan diiringi berbagai macam kesenian tradisional seperti Rebana, Gendang Belek, Ale-ale, Kamput, Gamelan, dan sebagainya.
- Perayaan balai desa
- Perayaan hari-hari besar islam seperti menyambut Maulid Nabi, perayaan Isra’ Mi’raj Nabi dan lain-lain.
Perkembangan zaman dan pengaruh moderenisasi yang juga masuk ke pulau Lombok. sebagai pulau tujuan wisata dunia mau tidak mau harus mencoba mengeksplorasi kekayaan alam dan kekayaan tradisi. Bak gayung bersambut, seni tradisional pulau Lombok sebagai bagian kekeayaan wisatanya mendapat tempat istimewa di kalangan para touris yang datang mengunjungi pulau Lombok.
Kebudayaan Lombok timur identik dengan budaya islam karena sebagian masyarakatnya beragama islam. Salah satu Sebuah bentuk alat musik akulturasi kebudayaan bangsa Arab dengan etnis Sasak. Musik jenis ini banyak sekali dijumpai di daerah Lombok. Seluruh alat (instrumen) orkestra ini terbuat dari kulit dan kayu. Tetapi dalam perkembangannya ada yang menambah alatnya dengan instrumen besi (rincik, kenceng).
Musik rebana sering dipakai dalam mengiringi arak – arakan pengantin (nyongkol) yaitu arak – arakan pengantin pada waktu pesta perkawinan dimana penganten laki – laki dan penganten perempuan diarak dari rumah penganten laki ke rumah penganten perempuan. Selain itu juga digunakan untuk arakan khitanan.
Pada arak – arakan khitanan, anak yang dikhitan akan dinaikkan dalam usungan berbentuk kuda yang disebut sebagai “jaran jorong”. Pada saat itulah, rebana mengiringi arak – arakan tersebut.
Rebana pada awalnya digunakan untuk mengiringi dzkir yang disebut “burdah” atau “kesidah”. Di desa Lendang Nangka, kesenian Rebana ini terdapat di Dusun Punik.
Ada tujuh warna yang tampak demikian indahnya bak simpul angkasa. berbeda dalam satu rajutan keindahan berawal dari tanah berakhir di Bumi dalam puncak keindahannya di udara. indahnya memang, sekalipun untuk melihatnya tertengadah menunjuk silau. silau perlahan sejuk ketika semuanya mulai hilang mengembun, tiada rasa lain dan terpuaskan dalam tunduk menikmati bias tujuh warna itu ; PELANGI : merah , jingga , kuning , hijau , biru , nila , dan ungu. keindahan tujuh warna tangkapan indera mata berupaya ditranspormasikan dalam unsur musikal gamelan Bali. karakteristik merah , jingga , kuning , hijau , biru , nila , dan ungu sangat unik untuk di bahasakan dalam bahasa musik. sederhana namun menyejukkan dalam dua karakteristik gamelan Bali hasil oleh rasa , pesel adalah ikat kekuatan rangkuman dan Asta Wirat Bumi adalah kekuatan cahaya alam kebudayaan bersanding dalam satu lantunan keindahan bersama; Warna Tujuh: Rangkuman Cahaya Keindahan.