Prosesi Ogoh-ogoh dan hari raya nyepi di Lombok Dalam Menjalin Kerukunan antar umat Beragama  

This post was written by jovimitarem on Juli 7, 2014
Posted Under: Tak Berkategori

 

OGOH

Perayaan Nyepi Caka 1936, tinggal beberapa hari lagi. Berbagai persiapan sudah dilakukan umat Hindu di Lombok. Kesibukan mulai tampak di banjar-banjar atau lingkungan pemukiman umat Hindu. Sejak sebulan sebelum perayaan Nyepi, para pemuda di masing-masing banjar dan lingkungan sudah mulai mengumpulkan dana untuk pembuatan ogoh-ogoh sebagai pelengkap pelaksanaan upacara pangerupukan. Bagaimana cara umat Hindu di Lombok memaknai hari raya Nyepi? Apakah ada hal yang istimewa terkait dengan upacara tawur kasanga dan Nyepi?

Ogoh­­-ogoh adalah karya seni patung dalam kebudayaan bali yang menggambarkan kepribadian Bhuta Kala.dalam ajaran Hindu Dharma,Bhuta Kala merepresentasikan kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala) yang tak terukur dan tak terbantahkan.

Dalam perwujudan patung yang di maksud,Bhuta Kala di gambarkan sebagai sosok yang besar dan menakutkan,biasanya dalam wujud raksasa.selain wujud raksasa,ogoh-ogoh sering pula di gambarkan dalam wujud mahluk-mahluk yang hidup di Mayapada,Surga dan neraka seperti:naga,gajah,garuda,widyadari,

Bahkan Dewa.

Dalam peekembangannya ,ada yang di buat menyerupai orang-orang terkenal seperti para pemimpin dunia,artis atau tokoh agama bahkan penjahat.terkait hal ini,ada pula yang berbau politik atau SARA walaupun sebenarnya hal ini menyimpang dari prinsip dasar ogoh-ogoh.contohnya ogoh-ogoh yang menggambarkanseorang teoritis.dalam fungsi utamannya ,ogoh-ogoh sebagai representasi Bhuta Kala,di buat menjelang hari raya nyepi dan di arak beramairamai keliling desa pada senja hari pengerupukan,sehari sebelum hari raya Nyepi.

Menuruttt cendikiawan dan praktisi Hindu Darma ,proses ini melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu yang maha dahsyat .kekuatan tersebut meliputi kekuatan Bhuana Agung (alam raya) dan Bhuana Alit (diri manusia).dalam pandangan tatwa  kekuatan ini dapat mengantarkan mahluk hidup,khususnya manusia dan seluruh Dunia menuju kebahagiaan atau kehancuran . Semua ini tergantung pada niat luhur manusia,sebagai mahluk Tuhan  yang  paling  mulia dalam menjaga dirinya sendiri dan seisi dunia.

Pembuatan ogoh-ogoh sebagai pelengkap pelaksanaan upacara pangerupukan oleh masing-masing banjar atau lingkungan di Lombok, memang baru muncul sejak beberapa tahun terakhir. Tahun-tahun sebelumnya, kegiatan pangerupukan tanpa dilengkapi oleh prosesi pawai ogoh-ogoh sebagai simbol bhuta kala.Seiring dengan perkembangan teknologi dan komunikasi, di mana pelaksanaan pangerupakan di Bali yang menampilkan ciri khas pawai ogoh-ogoh kemudian disebarluaskan melalui media cetak dan elektronik. Pawai ogoh-ogoh yang dijadikan sebagai salah satu event wisata di Bali, diikuti oleh pemuda Hindu di daerah-daerah lain, termasuk yang ada di Lombok.

 

Pada awalnya, jumlah banjar atau lingkungan yang membuat ogoh-ogoh hanya dua sampai tiga banjar. Dalam perkembangan berikutnya, banjar-banjar lainnya tidak mau ketinggalan. Bahkan, kini hampir seluruh banjar di Lombok khususnya yang berada di wilayah Kota Mataram ikut berpartisipasi membuat ogoh-ogoh.Semangat para pemuda makin terpacu menampilkan kreasi seninya. Apalagi ogoh-ogoh dilombakan, maka makin semangat pemuda untuk berkreasi seni. Masing-masing banjar berusaha menampilkan kreasi terbaiknya, walaupun banyak dana yang diperlukan untuk pembuatan ogoh-ogoh. Terkait dengan sumber pendanaan, pemuda Hindu di Lombok umumnya turun langsung mendatangi warga banjar untuk meminta sumbangan dalam bentuk dana punia.

Ketua PHDI NTB I Gde Mandia, S.H. mengatakan, warga yang menyumbang untuk pembuatan ogoh-ogoh tidak hanya dari kalangan umat Hindu. Di beberapa banjar di Mataram, dana pembuatan ogoh-ogoh juga disumbangkan oleh umat non-Hindu yang kebetulan bermukim di sekitar banjar. Kepedulian umat non-Hindu tersebut merupakan wujud partisipasi untuk mendukung kreativitas pemuda di banjar tersebut.

Misalnya di banjar saya sendiri BR.Sweta Desa pekraman Sweta Cakranegara Timur Mataram NTB,yang ikut berkecimpung dalam seni pembuatan ogoh-ogoh untuk menunjukan kreatifitas seni budaya yang adi luhung,dengan membuat ogoh ogoh yang bertemakan cerita Ramayana,yang mengisahkan tentang cerita di negri alengkapura.di mana pada saat itu dewi sinta di culik oleh rahwana,dan di bantu oleh seekor burung garuda yang bernama Jatayu,pertempuran pun tak terhindari,karena saktinya rahwana,akhirnya membuad Jatayu kalah dalam peperangan,tema ini di ambil sebagai wujud dari keangkaramurkaan dan keserakahan manusia pada jaman itu.

Menurut narasumber yang saya dapat,yaitu dari I Made Suprapta,seniman pembuat ogoh-ogoh di banjar saya,judul atau nama dari ogoh-ogoh tahun ini adalah MURTI RAHWANA,Murti artinya keinginan,sedangkan nama Rahwana di ambil dari kisah Ramayana,yaitu manusia yang serakah,jahat dan garang,dimana keinginan rahwana untuk menculik dewi sinta,sehingga membuat sifat rahwana menjadi jahat,licik dan serakah,tema ini di ambil mengingat keserakahan manusia,kelicikan manusia dan kebiadaban manusia pada jaman Kali Yoga ini.

Selain di desa saya,ada puluhan desa yang ikut berpartisipasi dalam pawai ogoh-ogoh ini,sehingga tak jarang pawai ogoh-ogoh di lombok di lombakan demi menggali kreatifitas seni para pemuda lombok,biasanya dana ogoh-ogoh di sumbangkan oleh masyarakat desa itu sendiri,dari toko-toko dan tokoh masyarakat.Jumlah ogoh-ogoh pun tidak sedikit karena setiap desa ada yang mengeluarkan ogoh-ogoh lebih dari 1 buah,di perkirakan jumlah ogoh-ogoh tahun ini mencapai 150 ogoh-ogoh,hasil dari survai DOM (dewan ogoh-ogoh mataram).

Ogoh-ogoh pasti identik dengan musik tradisional Baleganjur,di mana fungsinya untuk mengiringi ogoh-ogoh agar suasana tampak lebih seram.untuk itulah kami para pemuda lombok menggali potensi bakat seni yang kami miliki untuk menuangkannya ke dalam garapan baleganjur pengiring ogoh-ogoh,yang tak lepas dari pola tradisi baleganjur yaitu masih menggunakan pukulan gegilak,dan agak sedikit di modifikasi,seiring perkembangan karawitan di bali yang memberikan pengaruh besar bagi karawitan di lombok.

 

Selain umat hindu, yang berkecimpung dalam ogoh-ogoh warga non hindu pun ikut memeriahkan ogoh-ogoh,entah menjadi peserta atau bahkan penonton,mereka menunggu dari pagi hingga siang demi dapat menonton pawai ogoh-ogoh yang rutin di laksanakan 1 tahun sekali yang sayang di lewatkan oleh mereka.

Dikatakannya, warga non-Hindu yang ikut berpartisipasi tidak hanya terbatas menyumbang dana. ”Ketika warga mem bawa ogoh-ogoh dari banjar ke lokasi upacara pangerupukan, mereka juga ikut menggotongnya,” jelas Mandia. Ditambahkan, wujud lain dari partisipasi umat non-Hindu dalam memeriahkan upacara pangerupukan, yakni ditampilkannya kesenian gendang beleq serta kesenian barongsai.

Menurut Mandia, partisipasi ini merupakan wujud kebersamaan dan rasa toleransi antarumat beragama yang ada di Lombok. Diharapkan wujud kebersamaan dan toleransi ini harus terus dipelihara untuk menciptakan kerukunan dan kedamaian di daerah ini.

Senada dikatakan tokoh umat Hindu di Lombok, Drs. Made Metu Dahana. Ia berharap agar toleransi antarumat beragama di daerah ini tetap terjalin dan terpelihara dengan baik. ”Ini merupakan wujud kerukunan yang diekspresikan saat pawai ogoh-ogoh. Umat non-Hindu hanya mengikuti pawai budayanya, namun tidak untuk kegiatan ritualnya,” kata Made Metu Dahana.

Perbedaan pawai ogoh-ogoh di Bali dengan Lombok adalah,waktu pelaksanaan pawai nya.dimana umumnya di bali ogoh-ogoh di laksanakan pada saat hari mulai gelap atau sandikala,yang menyimbolkan sebuah keangakaramurkaan dunia.sedangkan di lombok pawai ogoh-ogoh di lepas pada siang hari,mengapa?

Karena pada sandikala,umat hindu di lombok melakukan pecaruan di prempatan cakranegara,yang di mulai dari pukul 18.00 WIB.dan selanjutnya masyarakat melakukan pecaruan di rumah masing-masing sebelum merayakan atau melaksanakan tapa brata penyepian.

Sumber : buku dinas kebudayaan dan pariwisata lombok mataram NTB

Comments are closed.