Bhagawad Gita
Latar belakang peristiwa ‘Bhagawad Gita’ adalah kisah perang Mahabarata, yang melibatkan pihak Pandawa dan pihak Kurawa. Pandawa berarti suci dan bersih, dengan kata lain simbol ‘Kesucian’, diwakili oleh keluarga Pandu yang 5. Kurawa adalah symbol kekuatan nafsu, amarah, tamak, kemabukan, kecongkakan dan dengki diwakili oleh 100 keturunan dari Dritharashta. Secara simbolisme dan pertempuran itu sendiri memiliki dua nama, nama asal adalah Dharmakshetra (yakni tempat historis&suci), sedang nama yang kedua adalah Kurukshetra (yakni medan pertempuran). Arti simbolis kedua nama ini adalah : berawal dari kelahiran sebagai bayi yang suci, bahagia dan banyak tertawa karena tak mengenal dosa, harus beranjak dewasa dan berbuat banyak dosa sehingga harus berjuang di medan pertempuran agar kembali menjadi bayi yang murni.
Jalannya peristiwa :Arjuna, penengah Pandawa, maju dalam peperangan dan menaiki kereta yang dikusiri oleh Kresna. Menyaksikan bahwa lawan dan kawan yang pada hakikatnya adalah teman, kerabat dan saudara, maka Arjuna menjadi lemah hati dan bermaksud untuk mengundurkan diri dari peperangan.
Saat itulah Kresna bergeser fungsi menjadi Sang Guru yang member wejangan-wejangan dalam dialog yang disebut dengan ‘Bhagawad Gita’.
Inti wejangan Kresna :Manusia (wayang) memiliki dua keakuan yang mendasar, bentuk keakuan pertama adalah aku yang berwuju dragawi, badan kasar yang menjadi wujud lahiriah manusia, keakuan ini melahirkan banyak keterikatan seperti : negaraku, milikku, mobilku, perusahaanku, istriku dll. Sedang keakuan kedua adalah Aku besar yang berada dalam samudra kalbu manusia, ‘diri yang sejati’ inilah yang memberipertimbangan ‘baik’ dalam diri manusia. Arjuna maju kemedan perang dan menyaksikan keluargaku, kerabatku, temanku, saudaraku harus bertempur dan salah satu pihak akhirnya harus lenyap. Inilah yang memberatkan hati dan pikirannya. Keterikatan akan keakuan yang kecil inilah yang mengakibatkan terjadinya duka dan derita. Maka Kresna member wejangan pada Arjuna agar meninggalkan sifat lemah dan dengan gagah berani harus maju bertempur dan mengalahkan segala keangkaramurkaan.
Makna yang terdalam :Manusia, seperti halnya Arjuna, harus berani maju kemedan pertempuran, berpihak pada keAkuan yang besar dan dengan gagah berani harus mengalahkan segala keterikatan keakuan yang kecil (yang dipenuhi oleh keangkaramurkaan). Peperangan batin ini tidaklah pernah akan berakhir selama hidup manusia.
Tatah svetair hayair yukte
Mahati syandane sthitau
Madhavah pandavas caiva
Divyau sankhau pradadhmatuh
Kemudian setelah berdiri diatas kereta megah yang di tarik oleh dua ekor kuda putih, kresna dan arjuna meniup terompet devata mereka.
Kosa kata :
Svetair hayair : kuda berbulu putih, yukte : dipasang, ditarik, mahati : kuat perkasa, syandane : kereta, shitau : berdiri, madhavah pandavascaiva : kresna dan arjuna, divyau : kedewatan, suci, ilahi, pradaghmatuh : meniup.
Judul buku : inkulturasi gamelan jawa “studi kasus di gereja katolik Yogyakarta”
Penulis : sukatmi susantina
Pengantar : prof. Dr. Tiimbul Haryono, M.Sc.
Editor : purwadi
Pracetak : dyah ayu roessusita
Desain sampul : arief prabowo
Cetakan pertama, 17 agustus 2001
Percetakan :
Medprint offset
Jl. Godean km. 5,6 no . 34 B
Yogyakarta 55292
Telp./fax. (0274) 625743
Tebal halaman : 112
Dalam buku ini dijelaskan mengenai inkulturasi gamelan jawa dalam mengiringi gending gereja di Yogyakarta. Berkaitan dengan sasaran penelitian tentang inkulturasi gamelan jawa di gereja-gereja katolik Yogyakarta, ada baiknya terlebih dahulu dikemukakan pngertian inkulturasi secara umum. Inkulturasi sebenarnya merupakan masalah dalam kebudayaan, karena inkulturasi ini merupakan proses asasi dalam kelangsungan pembinaan kebudayaan. Maka dalam membicarakan tentang inkulturasi, tentunya terlebih dahulu membicarakan tentang kebudayaan. Pada tahun 1962 dalam konsili vatikan II, mengartikan kebudayaan dimaksudkan sebagai segala sesuatu, dimana manusia mengasuh dan mengembangkan pelbagi bakat rohani dan jasmaninya, lebih memanusiakan kehidupan social baik keluarga, maupun masyarakat Negara dengan memajukan adat istiadat serta pranata-pranata yang akhirnya mengungkapkan, mengkomunikasikan serta memelihara pengalaman-pengalaman rohani dan aspirasi-aspirasi yang besar sepanjang sejarah didalam karya-karyanya sehingga bermanfsst besar bagi seluruh umat manusia (Hubertus Muda,1992:11).
Mungkin menurut pengamatan sendiri secara umum inkulturasi adalah hasil perpaduan atau pengadopsian budaya asing dengan budaya local. Usaha inkulturasi oleh gereja-ggereja katolik adalah usaha untuk mempelajari pengaruh-pengaruh timbale balik antara gereja setempat dengan kebudayaan local. Proses inilah yang disebut dengan inkulturasi, yaitu suatu proses asimilasi yang mencakup sikap batin yang hendak membuka diri terhadap rencana Allah seperti yang direfleksikan dalam nilai-nilai budaya (Hans J .Daeng:xiv)
Langkah-langkah dalam inkulturasi Indonesia, khususnya di jawa, inkulturasi gending di dalam ibadat sudah dirintis tahun 1925 di sekolah pendidikan guru muntilan oleh C. Hardjosoebroto atas dorongan Br. Clementius, ia memberanikan dirimengarang beberapa gending gereja dalam bahasa jawa dengan tangga nada pelog yang dinyanyikan tanpa iringan. Sebagai contoh gending “Atur Roncen” yang pertama kali dinyanyikan, tetapi oada waktu itu belum diijinkan digunakan dalam Misa (Prier,1990:11).
Pada tahun 1956 usaha inkulturasi gamelan pertama kali diadakan dan di demonstrasikan gending gereja dengan iringangamelan, karangan Atmodarsono dan C. Hardjosoebroto. Hasilnya dinilai cukup positif oleh keuskupan Semarang. Hasil gubahan lagu “Ave Maria Stella”, ”Kulo Suwan Gusti” mendorong bapak Uskup menyumbangkan satu perangkat gamelan yang ditempatkan di gereja Kumetiran (C. Hardjosoebroto, 1987:9).lebih lanjut dikemukakan bahwa tidak jelas kapan lagu-lagu gereja diiringi dengan karawitan berlaras pelog. Baru setelah konsili Vatikan II tahun 1962 orkes gamelan dipakai secara utuh dalam mengiri gending-gending gereja.
Setelah membaca buku ini ada sedikit yang ingin disampaikan yaitu sedikit tentang penempatan tanda baca pada masing-masing paragraph yang saya jumpai dirasa kurang tepat mungkin perlu sedikit kajian lagi. Buku ini pula menjelaskan beberapa hal lainnya seperti : Inkulturasi dan gereja, Musik Gereja dan Kebudayaan Jawa, Inkulturasi di Gereja Katolik Ganjuran dan Gereja Katolik Pugeran, dan Seni gamelan dalam Pengembangan Kebudayaan Nasional yang dijelaskan pada masing-masng BABnya.
Bagi ilmu pengetahuan penelitian ini akan memberikan sumbangan pemikiran bagi upaya pengembangan kebudayaan setempat yang ditafsirkan kedalamsituasi baru, cara-cara demikian juga bleh digunakan oleh lembaga-lembaga lain. Secara akademik penelitian ini juga bermanfaat dalam menoroti berbagai aspek dalam proses pengaruh mempengaruhi antara Agama dan Kebudayaan penduduk setempat. Misalnya berguna untuk mengetahui unsure budaya manakah yang dapat dimasukkan ke dalam berbagai upacara gereja, sehingga dapat dikemukakan bagaimana unsure-unsur kebudayaan setempat dipelihara dan ditafsirkan kedalam situasi baru.
Persentuhan antar budaya seringkali membuahkan hasil yang menakjubkan. Dalam proses inkulturasi, unsure-unsur kedua buadaya saling bertemu dan bersinergi. “persekutuan” ini merupakan pengayaan cultural yang terlalu berharga ntuk diabaikan begitu saja. Buku ini berisi tentang kupasan terhadap proses inkulturasi gamelan jawa dalam gereja katolik. Diuraikan betapa seni yang sarat etnisitas seperti gamelan ternyata dapat berpadu dalam lingkup gereja katolik. Jawa dan katolik sepertinya memiliki perspektif yang sama tentang nilai-nilai tradisi. Keberadaan unsure tradisional dalam prosesi keagamaan bukannya member efek destruktif, melainkan justru memperkaya nuansa.
Judul buku : GAMELAN DIGUL di balik sosok seorang pejuang (hubunga antara Australia dan revolu indonesia)
Penulis : Margaret J. Kartomi
Penerjemah : hersri setiawan
Penerbit : yayasan obor Indonesia
Edisi pertama : juni 2005
YOI : 488.23.8.2005
Desain cover : adjie Soeroso
Tebal halaman : 221 halaman
Buku ini mengisahkan tentang nasib seperangkat gamelan Jawa yang merupakan satu-satunya jenis dari perangkat ini karena dibuat di kamp tahanan, dahulu Niugini barat, atau yang sekarang dikenal sebagai irian atau papua barat. Perangkat gamelan ini juga merupakan perangkat gamelan pertama yang diketahui di bawa ke Australia, dan sekarang dirawat dengan baik di Archive of the scool of music konservatorium di monash university. Gamelan ini dibuat tahun 1927 oleh seorang pengerawit atau pemusik jawa “ahli” dari Surakarta, juga seorang tokoh aktivis poltik yang menjadi tawanan di kamp para tapol pemerintah belanda di tanah merah digul atas, di wilayah hindia belanda dahulu. Gamelan-gamelan ini sama sekali dibuat dari bahan-bahan seketemunya saja.
Berkaitan dengan kisah gamelan ini dikaitkan juga dengan dua kisah yang bersifat sebagai pelengkap, dan sementara itu juga merupakan kisah-kisah yang berpadanan. Yang pertama tentang riwayat hidup sang pengrawit, bapak pontjopangrawit; yang kedua mengisahkan tentang peranan gamelan itu sebagai lambabg persahabatan Australia-indonesia semasa dasawarsa pergolakan tahun 1940-an.
Hubungan Australia dengan Indonesia 1943 hingga sekarang. Marilah kita kembali ke digul atas sekitar tahun 1940-an. Ketika perang dunia II mulai perang di asia pun menyusul pecah, kisah gamelan digul memasuki babak baru. Kekuasaan belanda memasuki saat-saaat terakhir kekuasaannya. Sesudah kegiatan periode ekonomi di hindiaa belanda dalam tahun 1930-an dilewati secara damai, jepang menyerang pearl harbor, hongkong, dan Malaya pada tanggal 7/8 desember 1941. Menggabungkan diri dengan kekuatan sekutu, belanda menyatakan perang terhadap jepang. Invasi jepang terhadap hindia dimulai pada tanggal 10 januari 1942. Dengan cepat dihancurkannya armada gabungan belanda, inggris, amerika dan Australia pada pertempuran di laut jawa. Dengan kapitulasi belanda pada tanggal 8 maret 1942 pemerintah colonial di hindia tamat rawayatnya, dan suatu badan resmi hindia belanda mengungsi ke Australia, dengan Charles O. van der plas sebagai kepala perwakilan badan ini. Tapi pada akhir tahun 1943 pemerintah belanda di pengasingan (Inggris) menujuk menteri jajahan, yaitu Dr. H.K. Van Mook, sebagai letnan gubernur jendral dan mengepalai permerintahan sementara hidia belanda di Australia itu (O’Hare dan Reid 1995:6).
Kira-kira akhir tahun 1942 jepang hampir menaklukkan ham[ir seluruh wilayah hindia belanda, walaupun idak seluruhnya pernah berhasil menduduki nuigini belanda (papua). Dan evakuasi pun dilakukan dimulai pada 9 maret dan selesai pada 10 juni 1943. Serdadu-serdadu Australia diterbangkan ke tanah merah dengan pesawat terbang air (flying boat; gambar 24), yang mendarat di sungai digul, dan menerbangkan para tawanan bergelombang 15 sampai 20 kelompok, ke pemukiman karantina Australia di pulau Horn, dekat pulau Thursday di selat torres (Bondan 1992:183-184). Selain itu kira-kira 120 orang Indonesia, termasuk 70 tawanan, diangkut dengan kapal dari merauke ke pulau horn dengan kapal tangker milik belanda, “minyak’. Gamelan digul dikemas dengan sebaik-baiknya dan diangkut bersama dengan barang-barang milik para tahanan menuju pulau horn itu (bondan 1992:185-186).
Disana mereka dibagikan baru yang hangat (warna merah celupan , yaitu warna dari penduduk dari negeri musuh), sebagai ganti pakaian mereka yang suda compang-camping. Dengan kereta api khusus kemudian mereka diangkut ke Cowra, New south Wales. Atas anjuran belanda mereka diperlakukan seperti tawanan dari negeri yang sedang berperang denagan Australia. Seperti yang mereka lakukan di tanah merah, disini juga merekapun bermain gamelan, sehingga karena itulah mereka mempunyai kekuatan untuk bertahan terhadap cobaan-cobaan hidup yang lebih berat(ibu Dahlan, komonikasi pribadi). Sesudah mata dunia mengetahui bahwa orang-orang Indonesia ini merupakan benar-benar tapol belanda yang tak tahu menahu tentang urusan perang dunia, apalagi pembantu orang jepang seperti bagaimana yang dituduhkan oleh belanda, pemerintah Australia menyadari telah menawan mereka secara tidak sah.
Jadi, orang-orang eks-digulis itu menggunakan sebagian waktu mereka untuk memperdalam pengatauan mereka untuk memperdalam pengetahuan mereka sendiri tentang kebudayaan Indonesia di Melbourne. serta mempergelarkannya di hadapan penduduk public Australia. Pertunjukan-pertunjukan ini membuka mata orang-orang Australia untuk pertama kalinya tentang indah dan rumitnya seni pertunjukan Indonesia, sehingga memperkuat perhatian terhadap kegiatan politik Pro-republik Indonesia. Darisanlah berawal hubungan baik antara Indonesia dengan Australia yang sepintas diperkuat oleh gamelan digul jawa yang dibawa ke Australia.
Buku ini sangat cocok dibaca oleh semua orang yang senang akan sejarah tentang kuatnya kebudayaan Indonesia untuk masyarakat Indonesia sendiri, Karena cerita dari buku ini sendiri sangat menarik sehingga tentunya tidak akan membosankan untuk dibaca. Berikut juga dilengkapi dengan foto-foto arsip terdahulu.
Dalem Arsa Wijaya
Sinopsis
Menceritakan tentang seorang raja atau tokoh dalam drama tari topeng yang rupanya amat bagus dengan memikat tapel yang bentuk matanya berbentuk segi tiga tumpuk ( sipit ), yang memakai Cuda Manik atau Urna yang merupakan simbul dari kewicaksanaan.
Komentar
Sound System :
Menurut pengamatan saya dari segi sound system gambelan yang mengiringi tarian ini agak kurang jelas, yaitu hanya beberapa instrumen saja yang jelas terdengar, menyebabkan penari menjadi agak kesulitan untuk menarikannya.
Lighting :
Dari yang saya amati, penataan cahaya atau lampu kurang terang terutama pada bagian belakangnya, karena disaat penari sedang ada di belakang penari Arsa Wijaya ini kelihatan samar atau kurang jelas.
Biogarafi Tokoh Seniman Di Br Anyar Kaja Kerobokan
I WAYAN ARDANA S.Sn
Kepribadian I Wayan Ardana
Kesehariannya beliau adalah seorang guru seni tabuh di salah satu SMP dan SMA di Kerobokan. Selain jadi guru extra beliau juga seorang Pembina seni khususnya di Kec. Kuta Utara, namun kegiatan yang selalu di lakoni adalah kegiatan-kegiatan yang menyangkut tentang seni karawitan. beliau di kenal sebagai Seniman akademik yang sangat gemar mengembangkan seni di desa kerobokan khususnya di br. Anyar kaja.
Perjalanan Seni I Wayan Ardana
Seniman Kelahiran 1984 ini di kenal sebagai pelatih tabuh yang cukup mahir dalam hal mengarap Tabuh Baleganjur, dan sekarang beliau juga mulai mencoba menggarap tabuh lelambatan dan tabuh kreasi.
Prestasi yang pernah di dapat oleh I Wayan Ardana
Adanya Penghargaan-penghargaan dari berbagai hal yang menyangkut seni yang telah di terima oleh I Wayan Ardana salah satunya Pengharagaan dari Bupati Badung Atas partisipasi Beliau dalam pengembangan seni di Badung ( 2007 ) dan adapun Piagam-piagam lainnya salah satunya adalah juara 1 Lomba Gong Kebyar Dewasa pada tahun 2005, dan masih banyak lagi prestasi-prestasinya di bidang seni.