Skip to content


Cara Ngurah Agung Rekatkan Lagi Hindu dan Muslim

AA Ngurah AdungSebagai seorang muslim yang tinggal di Bali dan dan merasakan bagaimana dampak dari tragedi bom Bali, tiga tulisan yang ditulis oleh Nieke Indrietta di bawah ini cukup menyejukan. Mudah-mudahan bukan karena untuk kepentingan pemilu 2014, karena beberapa hal yang disebutkan oleh Nieke masih terjadi juga sampai saat tulisan ini saya terbitkan. Mudah-mudahan ke depan apa yang saya pelajari di SD tentang mata pelajaran PMP semoga benar adanya amin ya Rob.

Peristiwa Bom Bali sempat mengoyak ketenangan Bali dan memercikkan ketegangan antara umat Islam dan umat Hindu. Bom yang diledakkan para teroris dan mengatasnamakan agama itu juga bagai menyulut sekam antara pemeluk Hindu dan pemeluk Islam yang semula harmonis. Dalam tragedi ini, tercatat 202 korban jiwa dan 209 orang luka-luka. Korban yang jatuh tak hanya dari kalangan wisatawan asing, tapi juga warga setempat. Kehidupan ekonomi dan pariwisata Bali lumpuh. Anak Agung Ngurah Agung kemudian membentuk Persaudaraan Hindu Muslim Bali (PMHB).
Ngurah Agung lalu turun tangan. Ia merangkul tokoh-tokoh muslim dari kantong-kantong Islam, antara lain di Kampung Jawa Wanasari, Kampung Islam Kepaon, dan Kampung Islam Bugis Serangan. Dia memutuskan menghadiri acara-acara ibadah muslim. Sebaliknya, tokoh muslim diundang dalam acara-acara keagamaan dan adat Hindu
Kiai Agus Toha Amnan, tokoh muslim Denpasar, menceritakan betapa mencekam hubungan umat Islam dengan umat Hindu setelah tragedi tersebut. Aksi sweeping gencar dilakukan terhadap para pendatang muslim, terutama dari Jawa. Para pendatang yang tak memiliki kartu identitas Bali atau hanya ber-KTP Jawa diinterogasi pengurus banjar setempat.
Diskriminasi sempat muncul di beberapa tempat. Beberapa warga muslim dikucilkan, bahkan dikeluarkan dari pekerjaan. Mereka juga ada yang diminta meninggalkan rumah sewanya. Sejumlah musala di Denpasar disegel warga. Warga muslim tak berani mengenakan peci dan sarung serta menenteng sajadah.
Gus Toha—sapaan Kiai Agus Toha—sendiri merasa dijauhi beberapa sahabatnya yang juga pemeluk Hindu. Padahal, sehari sebelum tragedi itu, hubungan mereka baik-baik saja. “Orang Bali berpikir semua muslim adalah pengebom atau teroris. Padahal, pelakunya kelompok tertentu,” ujarnya.
Gus Toha pun ikut terlibat dalam ikhtiar memperbaiki keadaan ini. Bersama Ngurah Agung, mereka lalu menggelar kegiatan berkeliling. Dalam acara-acara itulah disampaikan pemahaman mengenai Islam, persamaan Islam dan Hindu, serta pluralisme. Pada saat kegiatan berkeliling tersebut, mereka membangun komunikasi dengan aparat kepolisian, pejabat pemerintah, pecalang, juga Banser NU. Hubungan juga dijalin dengan keliyan-keliyan adat, yang berhubungan langsung dan punya pengaruh terhadap warga. “Kegiatan-kegiatan membangun toleransi semacam itu, kalau dilihat dari kacamata sekarang, kesannya biasa. Tapi, pada saat bom Bali meledak, itu sangat berarti,” kata Gus Toha.
PHMB kemudian mengeluarkan ribuan kartu yang bisa menjadi pengganti kartu identitas bagi pendatang muslim. Sepak terjang Ngurah Agung itu dipandang penting untuk menjaga ketenteraman. “Orang yang mempunyai latar belakang puri seperti dia punya pengaruh penting menjaga komunikasi antar-orang Bali dan non-Bali,” kata Agung Putri, pengamat sosial.
Seiring dengan pulihnya kehidupan ekonomi Bali sekitar 2009, sentimen atas agama Islam mulai pupus. Konflik-konflik yang tersisa antara warga muslim dan umat Hindu Bali saat ini kebanyakan masalah kawin campur dan motif ekonomi, serta tawuran anak muda yang dibengkokkan menjadi sentimen agama.

Sumber: tempo.co.id

Ngurah Agung, Memulihkan Keretakan Hindu-Muslim

Jangan heran bila mendengar salawat yang terdengar dari Puri Gerenceng-Pemecutan, Jalan Diponegoro, Denpasar, dan bukannya doa-doa pemujaan Hindu. Seperti pada Selasa sore pertengahan Juli 2013, saat Tempo berkunjung ke sana. Ratusan anggota jemaah di dalam puri terlihat khusyuk mendaras doa dan puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW tersebut. Mereka memenuhi halaman dan pendopo hingga penuh sesak.
Hari itu, sang tuan rumah, Anak Agung Ngurah Agung, memang tengah menyelenggarakan acara buka puasa bersama komunitas muslim Kota Denpasar. Tak kurang ada delapan ratus orang yang datang. Mereka bersantap hidangan buka, untuk selanjutnya salat magrib di tempat yang sama.
Bagi Ngurah Agung, kegiatan ini bukan baru pertama kali ia gelar. Pada tahun-tahun sebelumnya, ia juga mengadakan acara serupa. Hal ini dia lakukan sebagai bagian dari ikhtiarnya menjaga hubungan baik antar-umat beragama di Pulau Dewata itu. Tak hanya mengundang untuk acara buka puasa bersama, dia juga kerap hadir dalam kegiatan-kegiatan Islami. Sebaliknya, Ketua Perhimpunan Muslim-Hindu Bali ini sering melibatkan tokoh muslim dalam kegiatan-kegiatan Hindu. Ngurah Agung bahkan beberapa kali memberi tausiah. “Saya juga bisa berzikir, lho,” kata dia seraya melantunkannya kepada Tempo.
Ketika bom Bali mengoyak ketenangan Bali dan memercikkan ketegangan antara umat Islam dan umat Hindu, ia membentuk Persaudaraan Hindu Muslim Bali (PMHB). Bom yang diledakkan para teroris dan mengatasnamakan agama itu juga bagai menyulut sekam antara pemeluk Hindu dan pemeluk Islam yang semula harmonis. Dalam tragedi ini, tercatat 202 korban jiwa dan 209 orang luka-luka. Korban yang jatuh tak hanya dari kalangan wisatawan asing, tapi juga warga setempat. Kehidupan ekonomi dan pariwisata Bali lumpuh.
Retaknya hubungan umat Islam dengan umat Hindu Bali setelah pengeboman tersebut, menurut pengamat sosial Agung Putri, lantaran faktor ambruknya kehidupan ekonomi Bali. Pariwisata lumpuh karena cap teror dan tidak aman yang menempel pada Bali. “Kebetulan pelaku bom Bali adalah muslim, sehingga muncul sentimen anti-Islam.”
Seiring dengan pulihnya kehidupan ekonomi Bali sekitar 2009, sentimen atas agama Islam mulai pupus. Konflik-konflik yang tersisa antara warga muslim dan umat Hindu Bali saat ini kebanyakan masalah kawin campur dan motif ekonomi, serta tawuran anak muda yang dibengkokkan menjadi sentimen agama.

Kenapa Ngurah Agung Membela Hak Muslim di Bali?

Anak Agung Ngurah Agung, Ketua Perhimpunan Muslim-Hindu Bali, kerap menggelar acara dan kegiatan antar-agama untuk memulihkan hubungan umat Hindu-Islam pasca-Bom Bali. Bagaimana awal mula tokoh Puri Gerenceng-Pemecutan ini membangun toleransi beragama?
“Saya ingin meneruskan apa yang dilakukan Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid),” kata pria 44 tahun ini kepada Tempo di kediamannya, pertengahan Juli lalu. Ikut menjaga harmoni antara pemeluk Islam dan Hindu sepertinya sudah menjadi pilihan hidup Ngurah Agung.
Dia memang mengagumi tokoh Nahdlatul Ulama, yang kemudian menjadi Presiden Indonesia keempat, yang dikenal sebagai penyokong keberagaman dan pembela minoritas itu.
Pandangan dan sepak terjang Gus Dur itulah yang ingin diteruskan Ngurah Agung di Bali. Ia bahkan pernah menjadi pengurus Nahdlatul Ulama dan bergabung dengan Partai Kebangkitan Bangsa pada era Gus Dur dulu.
Lahir dari kalangan puri, Ngurah Agung dibesarkan secara Hindu di pesraman. Leluhur Ngurah Agung memang dikenal memiliki kedekatan dengan Islam. Salah satunya adalah A.A. Manik Mas Mirah, putri Raja Pemecutan, yang menikah dengan Raja Madura Barat Cakraningrat IV. Manik Mas Mirah kemudian memeluk Islam dan berganti nama menjadi Siti Khodijah.
Namun, ketertarikan Ngurah Agung kepada para tokoh muslim muncul sejak ia mengenal Gus Dur sekitar 1995. Sejak saat itu, Ngurah Agung kerap berkunjung ke pesantren-pesantren di Jawa Timur dan menjalin hubungan dengan para kiai. Dari sinilah ia fasih melafalkan zikir. Atas kedekatan dengan kaum muslimin itu, dia bahkan kerap disapa sebagai Ngurah Agung Muslim.
Ketika Bom Bali mengoyak ketenangan Bali dan memercikkan ketegangan antara umat Islam dan umat Hindu, ia membentuk Persaudaraan Hindu Muslim Bali (PMHB). Bom yang diledakkan para teroris dan mengatasnamakan agama itu juga bagai menyulut sekam antara pemeluk Hindu dan pemeluk Islam yang semula harmonis. Dalam tragedi ini, tercatat 202 korban jiwa dan 209 orang luka-luka. Korban yang jatuh tak hanya dari kalangan wisatawan asing, tapi juga warga setempat. Kehidupan ekonomi dan pariwisata Bali lumpuh.
Retaknya hubungan umat Islam dengan umat Hindu Bali setelah pengeboman tersebut, menurut pengamat sosial Agung Putri, lantaran faktor ambruknya kehidupan ekonomi Bali. Pariwisata lumpuh karena cap teror dan tidak aman yang menempel pada Bali. “Kebetulan pelaku bom Bali adalah muslim sehingga muncul sentimen anti-Islam.”
Seiring dengan pulihnya kehidupan ekonomi Bali sekitar 2009, sentimen atas agama Islam mulai pupus. Konflik-konflik yang tersisa antara warga muslim dan umat Hindu Bali saat ini kebanyakan masalah kawin campur dan motif ekonomi, serta tawuran anak muda yang dibengkokkan menjadi sentimen agama.

Sumber: tempo

Posted in Lainnya.

Tagged with .