Skip to content


Fungsi Religius Seni Pertunjukan

Seni rupa, seni sastra, dan seni pertunjukan dapat berfungsi sebagai sarana dalam menuangkan ajaran- ajaran agama untuk dikenalkan kepada masyarakat luas. Kaligrafi merupakan seni rupa yang mengambil ayat-ayat suci Al Qur ’an sebagai materi lukisan.
Seni pertunjukan yang disajikan untuk kepentingan ritual juga menampilkan nilai-nilai estetis atau seni pertunjukan yang ditampilkan untuk hiburan pribadi juga tidak lepas dari keindahan yang membalut wujudnya. Para peneliti dan ahli menengarai bahwa fungsi seni pertunjukan setidak-tidaknya sudah mulai dilekatkan di dalam keberadaannya pada waktu masyarakat mengenal peradaban bercocok tanam, yaitu ketika masyarakat sudah tidak lagi berpindah-pindah tempat untuk menemukan dan mengumpulkan makanan yang disediakan oleh alam. Waktu luang di sela-sela dan di antara bercocok tanam merupakan saat yang tepat untuk berkesenian. Di samping itu, kebutuhan dan harapan akan keselamatan serta kesejahteraan di dalam kehidupan membutuhkan kehadiran seni pertunjukan sebagai sarananya. Simbol-simbol mistis yang mewujud sebagai aspek-aspek seni pertunjukan ditampilkan untuk memuliakan arwah leluhur dan kekuatan alam yang di sakralkan. Mantera yang di serukan, gerak yang ditarikan, pakaian dan rias yang dikenakan, perlengkapan yang digunakan, tempat dan waktu penyelenggaraan, serta warna-warni sesaji yang menyertai merupakan ungkapan kehendak komunitas yang melaksanakannya. Melodi yang disuarakan sebagaimana juga gerak-gerak yang ditarikan dan aspek-aspek pendukung bentuk yang disajikan bukan semata-mata ungkapan keindahan, tetapi lebih ditegakkan sebagai pilarpilar kesakralan ritual.
Penampilan seni pertunjukan dalam kesempatan demikian menjadi sarana upacara atau dapat juga merupakan upacara itu sendiri. Bentuk-bentuk kelanjutannya yang masih dikenali sampai sekarang antara lain tari Hudoq yang menggunakan topeng di Kalimantan, Dendang Saluang di Sumatera Barat, Tari penyembuhan penyakit di Riau, Tari Rejang di Bali, dan Tari Tayub serta Tiban di Jawa. Aspek-aspek yang membentuknya memperlihatkan jalinan akar yang memanjang tidak terputus oleh waktu.
Dalam kategori sejarah kerajaan, seni pertunjukan tampil dengan fungsi yang tidak sepenuhnya berubah. Ia tetap mengusung simbol-simbol mistis untuk kepentingan ritual tertentu. Sejalan dengan itu, penyelenggaraannya juga untuk mengusung kepentingan penguasanya dan kalangan tertentu. Pendapa atau bangsal istana dan rumah-rumah para bangsawan merupakan “panggung pergelaran” yang diutamakan. Seni pertunjukan dengan seniman pelakunya ditempatkan sebagai regalia atau benda-benda yang turut melegitimasikan dan menguatkan kedudukan raja dan bangsawan. Audiensi atau kunjungan raja ke wilayah tertentu selalu diiringkan oleh sekelompok petugas kerajaan yang berkewajiban menyajikan seni pertunjukan. Sebagai regalia, seni pertunjukan berdampingan dengan benda-benda pusaka kerajaan, seperti tombak, keris, pedang, payung kebesaran, dukun atau pawang, dan orang-orang dengan ciri-ciri tertentu yang dipilih khusus untuk menopang kepentingan tersebut. Pada masa ini seni pertunjukan dihadirkan sebagai sarana ritual sekaligus juga merupakan presentasi estetis bagi kalangan atau komunitas khusus.
Pada masa kerajaan Majapahit disebutkan di dalam Babad Songennep bahwa seni pertunjukan menjadi bagian ketika raja beraudiensi dengan para anggota kerajaan. Pada waktu itu dipertontonkan Okol, yaitu sejenis tari semacam gulat yang dibawakan oleh dua orang laki-laki tanpa menggunakan senjata. Okol kadang-kadang masih dijumpai di beberapa wilayah Daerah Tingkat II Kabupaten Bangkalan. Tari ini ditampilkan oleh masyarakat sebagai sarana upacara meminta hujan apabila musim kemarau berlangsung lebih panjang dari seharusnya. Adapun seni pertunjukan sebagai presentasi estetis yang dimaksudkan oleh Soedarsono adalah jenis-jenis dan bentuk-bentuk yang dinikmati nilai keindahannya semata-mata dengan mengabaikan kepentingan yang lain. Hal ini dapat dilakukan ketika seseorang menyaksikan dan mendengarkan orkestra musik, menonton pementasan tari-tari kreasi baru, atau pergelaran wayang kulit kemasan padat maupun semalam suntuk yang tidak bersangkut paut dengan ritual dan tidak bermuatan bermacam-macam pesan. Akan tetapi di sebalik fungsinya sebagai presentasi estetis, seni pertunjukan sudah dikenal mampu menjadi wadah bermacam-macam pesan.
Wayang kulit digunakan oleh Sunan Kalijaga sebagai media dakwah yang tidak mengusik serta mengecilkan arti penting kehidupan religi masyarakat pada masanya. Melalui wayang kulit pula pemerintah menginformasikan program-programnya, mulai dari bebas buta huruf, keluarga berencana, pembangunan bangsa, dan lain-lainnya. Suara dalang wayang kulit dan beberapa bentuk seni pertunjukan yang lain, seperti tari, musik, dan drama juga digunakan sebagai media untuk mengkampanyekan partai politik tertentu dalam beberapa kali periode pemilihan umum yang pernah dialami.
Seni pertunjukan dipandang sebagai media yang handal untuk berbagai kepentingan, termasuk di dalamnya untuk kepentingan tersebut. Hal memperlihatkan betapa seni pertunjukan menghantarkan fungsi yang dibutuhkan oleh masyarakat dari waktu ke waktu. Kebutuhan ini tidak hanya bagi individu atau kelompok tertentu saja, tetapi juga mencakup masyarakat secara luas.

Posted in Lainnya, Pengetahuan Karawitan.

Tagged with .