Skip to content


UU BHP Dibatalkan MK

JAKARTA(SI) – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD kembali menegaskan putusan MK soal Undang-Undang (UU) No 9/2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) bersifat final dan mengikat.

Karena itu, Mahfud meminta agar semua pihak melaksanakan putusan ini.”Segera saja pemerintah menyesuaikan soal ini (putusan soal UU BHP),” tegas Mahfud seusai menghadiri temu wicara MK dengan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah di Jakarta kemarin. Mahfud menyatakan, sebenarnya pemerintah tidak terlalu bermasalah dengan putusan MK ini.
Bahkan,menurut dia,Wakil Presiden Boediono sudah mengeluarkan pernyataan soal putusan ini. ”Pemerintah menyadari,Pak Boediono sebagai Wapres mengatakan akan melaksanakannya,”jelasnya. Bahkan,menurut dia,Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh pun mengaku akan menyiapkan peraturan pengganti yang tetap mengacu pada putusan MK atas UU BHP tersebut.
Menurut Mahfud, salah satu dasar pembatalan UU BHP karena UU tersebut telah melanggar prinsip kebebasan membentuk organisasi. UU BHP, ujarnya, juga berpotensi membunuh ratusan perguruan tinggi yang tidak mampu membentuk BHP. Sementara itu, Direktur Institute for Education Reform Universitas Paramadina Utomo Dananjaya menyatakan, pemerintah tidak bisa menerapkan peraturan pengganti UU BHP.
Menurut dia, keberadaan peraturan pengganti ini pun bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sebab, peraturan pengganti ini dinilai hanya akan mengubah UU BHP dengan nama yang baru saja. Padahal, MK sudah memutuskan bahwa UU BHP adalah inkonstitusional.“ Adalah suatu tindakan bodoh jika Kemendiknas melakukan itu,” tegasnya kepada harian Seputar Indonesia (SI) kemarin.
Dirinya juga menentang adanya status Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang diterapkan untuk universitas negeri. Menurut dia, status BHMN ini justru menjadikan universitas tidak jauh berbeda dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sebab, dengan BHMN ini, pemerintah dapat lepas tangan sehingga pendidikan layaknya barang dagangan. “Bebasnya peran pemerintah membuat biaya dan manajemen sepenuhnya menjadi otonomi perguruan tinggi.
Mereka pun seenaknya menetapkan tarif kepada rakyat,”jelasnya. Dampak adanya status BHMN ini adalah menurunnya angka partisipasi kasar pelajar yang menuntut ilmu di perguruan tinggi.Pada zaman Orde Baru, ungkap Utomo, tingkat pelajar yang menimba ilmu di universitas mencapai 17%. Namun, saat reformasi, jumlahnya menurun hingga menjadi 14%.Karena itu,Utomo mendesak agar pemerintah mencabut status BHMN di universitas negeri.
”Adalah tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan pendidikan yang terjangkau,” paparnya. Direktur Lembaga Kajian dan Pengembangan Pendidikan Indonesia (LKPPI) Ading Sutisna menyatakan, UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) harus diamendemen. Sebab, dengan UU inilah akan selalu ada jalan bagi pemerintah untuk membuat peraturan yang menghalalkan praktik pengelolaan pendidikan berkedok sosial. Menurut dia, UU No 20 Tahun 2003 Pasal 53 ayat (1) tentang Sisdiknas mengamanatkan agar semua penyelenggaraan dan atau satuan pendidikan formal yang didirikan pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.
”Pasal inilah yang akan memberi celah kepada pemerintah untuk kembali merugikan masyarakat,”tegasnya. Sebenarnya, lanjutnya, pemerintah tidak perlu menerbitkan peraturan pengganti UU BHP.Pemerintah hanya tinggal mendorong masyarakat yang ingin berusaha di sektor pendidikan untuk memilih badan hukum usaha yang sudah tercantum dalam UU yang ada.“Sudah ada UU tentang Yayasan, UU tentang Perseroan Terbatas, dan UU tentang Koperasi.Bisa memilih salah satu itu,”paparnya. (kholil/neneng zubaidah)

Judul asli: Putusan MK Wajib Dipatuhi

Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/315001/

Posted in BHPP.