CV Banjar. Br BATUBIDAK

This post was written by gedesuastika on Juli 25, 2014
Posted Under: Tak Berkategori

lkklkk            Mayoritas kehidupan masyarakat pada saat itu sebagai petani, sehingga mereka bebas menentukan waktu mereka bekerja tanpa adanya ikatan jam kerja. Pada umumnya mereka pagi-pagi buta sudah berangkat ke lahan mereka masing-masing dan ketika hari sudah mulai agak panas biasanya mereka akan segera beranjak pulang. Sisa waktu biasanya dimanfaatkan berkumpul diluar rumah sambil membawa ayam aduan mereka masing-masing. Hiburan pada saat itu agak jarang ,tidak seperti sekarang.

Berawal dari kecintaan mereka terhadap seni, akhirnya mereka sepakat membuat seperangkat gamelan angklung, melalui kelompok pemetik padi, yang dalam istilah balinya disebut “ sekehe manyi ,mereka membeli seperangkat gamelan sedikit demi sedikit sehingga menjadi seperangkat angklung “ keklentangan”. Setelah seperangkat gamelan terbentuk , karena di Bali tidak bisa terlepas dari yang namanya upakara untuk kesucian barungan gamelan tersebut.

Keinginan untuk mendapatkan  taksu, atas kesepakatan akhirnya mereka mohon taksu atau  mendak Pregina di Pura Dalem Kerobokan. Sebagai rasa sujud bakti  sekehe angklung akan selalu siap ngayah setiap ada keperluan gamelan, mulai dari Pujawali, Melasti, Caru atau Tawur Agung termasuk juga acara pengabenan masal yang diselenggarakan oleh Pura Dalem Kerobokan dan ini masih tetap berlaku sampai pada saat ini.

Mengingat luasnya wilayah Desa Adat Kerobokan, banyaknya Pura-pura Paibon, dan minimnya jumlah Gamelan pada saat itu  maka keberadaan Sekehe Angklung sangat membantu kegiatan adat di Desa kerobokan , mulai dari ; upacara Pitra Yajna, Dewa Yajna, Manusa Yajna dan lain-lainya. Adapun gending –gending yang disajikan pada saat itu , hanyalah tabuh-tabuh keklentangan. Dengan kondisi seperti ini  sangat mendukung perkembangan angklung Purnama Budaya, karena dengan seringnya mereka diupah,  tentunya sekehe yang bersangkutan bisa memiliki khas, yang akan digunakan untuk melengkapi dari pada barungan gamelan tersebut, diantaranya, satu buah Gong yang terbuat dari Drum, sepasang kendang besar dan mengganti Pelawah Gamelan yang pertama, yang konon bentuknya sangat sederhana sekali.

 

 

TAHUN  1962 – 1965

Pada periode ini, terjadi regenerasi yang merupakan generasi ke -2 di sekehe Angklung Purnama Budaya. Setelah memiliki instrument Gong dan Kendang besar mulailah mereka mencari Tabuh-tabuh petegak, Pelegongan dan tari  Lepas. Inilah yang merupakan awal mula berdirinya Legong Angklung “ PURNAMA  BUDAYA” Br. Batubidak Kerobokan, dengan pelatih tabuh waktu itu adalah Bapak I Nyoman Dendi ( almarhum ), dari Banjar Pemedilan Denpasar. Para penarinya pada saat itu diambil dari beberapa banjar yang merupakan PENGEMPON DALEM   antara lain : Banjar Batubidak, Banjar Babakan dan Banjar Batuculung. Tarian yang dicari antara lain seperti :

  • Tari Pendet , dengan 4 orang Penari.
  • Tari Marga Pati.
  • Tari Tenun.
  • Tari Wiranata.
  • Tari Panji Semirang.
  • Tari Oleg Tamulilingan.
  • Palawakia.
  • Legong Keraton.

Semenjak resmi berdiri legong angklung Purnama banyak mendapat undangan pentas di desa-desa lain. Menurut penuturan Bapak IKetut Sunia (85 tahun) selaku nara sumber, ketika mereka pentas di tempat lain, rombongan sering dihadang di tengah perjalanan  biasanya, jalan-jalan dipenuhi dengan bambu, batu, kayu dan material-material lainya. Hal ini merupakan konsekwensi dari situasi politik yang bergejolak ketika itu.  Menurut Bapak Ketut Sunia misalnya ketika rombongan pentas di Desa Sembung dan di Bukit, bahkan kuda penarik kereta juga dilempari orang tak dikenal. Jadi bisa dibayangkan bagaimana rawanya situasi ketika itu, transportasi satu-satunya saat itu adalah dokar, juga tidak ada penerangan listrik. Setelah terjadinya peristiwa G-30 S PKI, menyebabkan legong Angklung Purnama dibubarkan (mesimpen ), dengan suatu upacara yang disebut dengan Metebasan dengan sarana utama yaitu memakai seekor burung Cinglar.

Walaupun legong telah dibubarkan, kegiatan sekehe angklung masih tetap berjalan sebagaimana mestinya, karena Gamelan saat itu masih langka. Tapi untuk upacara Dewa yajnya mereka sudah memakai Gong dan kendang besar ( cedugan / gupekan ), dan untuk Pitra Yajnya mereka memakai tabuh-tabuh kekelentangan, jadi sudah mulai ada perbedaan dalam pemakaian instrument. Ini berlangsung sampai tahun 1980-an.

Salah satu seniman Angklung Purnama Budaya Br .Batubidak

2.3   PERIODE, TAHUN 1980 -2008

Pada periode ini merupakan, generasi ke-3 dan ini merupakan awal mula penambahan kata Budaya , yang dulunya hanya “Legong Angklung Purnama” dan sekarang menjadi  “Angklung Purnama Budaya”. Perkembangan yang terjadi pada periode ini adalah mentransfer tabuh-tabuh seperti: tari Panyembrahma, Baris tunggal, Jauk, Baris Tekok Jago , Petopengan, Prembon, Manuk rawa, Kidang Kencana, Jaran Teji, Yuda Pati, Rejang Dewa dan beberapa tabuh-tabuh lelambatan.

Pada tahun 1989, untuk pertama kalinya menggarap tabuh untuk mengiringi pementasan Wayang Kulit bekerja sama dengan Dalang Bapak I Made Kembar dari Padang Sumbu Kelod. Pementasan tersebut terbilang sukses karena, mendapat sambutan yang bagus dari masyarakat, sehingga  undangan untuk pentas sangat padat sekali hingga hampir menjangkau semua kabupaten di Bali, disebabkan untuk pertama kalinya pertunjukan wayang kulit dikemas dalam bentuk lain yang biasanya hanya diiringi oleh gender dan batel saja.

Di periode ini juga untuk pertama kalinya pak Made Kembar menggunakan iringan Gong Kebyar, yaitu gong Padang Sumbu, selanjutnya memakai pelegongan ( gender rambat ),oleh sanggar Candra metu Br. Gadon kerobokan dan terakhir berkembang memakai gamelan Semar Pegulingan yang dipopulerkan oleh wayang kulit Cenk Blong Belayu. Namun ketika itu hanya yang memakai instrumen angklung yang paling berkembang sampai saat ini.

Selanjutnya iringan wayang kulit dengan angklung juga dipakai oleh: Ida Bagus Sudiksa ,S.E., M.M,  (Griya Telaga, Kerobokan ), Ida Bagus Baskara ( Griya Buduk, alm ), Ida Bagus Bawa ( Griya Sibang ), Ida Bagus Alit Arga Patra , S.Sn., ( Griya Buduk ),  Dalang Putra (Kepaon  Denpasar ),  I ketut Nuada ( Wayang Joblar ABG, dari Tumbak Bayuh , mengwi Badung )  dan  I ketut Gina, S.Sn dari Kerobokan. Kegiatan ini masih berlangsung sampai sekarang. Pada tahun 1990, gamelanya diperbaharui instrumentnya dilebur dan ditambah bobotnya dengan memakai unsur Tri Datu ( emas, perak,tembaga ) dan Pelawahnya juga diganti, sekarang diukir serta memakai Prada.namun pada waktu itu sempat terjadi ketidak sesuaian pada pelawah gamelan-nya, yang dipesan pelawah angklung empat bilah namun yang dibikin dan dikirim pelawah berbilah lima. Kesalahan tersebut murni kesalahan dari pihak bapak Gableran terbukti dari tulisan yang ditulis di kalender bapak Gableran, akhirnya dibuat ulang. Sedangkan instrumen-nya dikerjakan oleh Bapak Made Sukarta.disamping itu juga, membeli seperangkat gamelan Baleganjur, membeli sepasang curing dan membangun tempat Gamelanya, termasuk upacara Pemelaspas dan Pasupati oleh Ida Peranda Oka Telaga dari Griya Sanur, Denpasar .

Sumber pendanaanya pada waktu itu bersumber dari mengiringi pentas wayang, ketika itu sangat diminati sehingga Dalang Pak Made Kembar membentuk sekehe angklung bayangan untuk mengiringi pertunjukan wayang kulit lagi dua barung yaitu di Banjar Abasan dan Banjar Silayukti Kerobokan, karena hampir setiap malam ada pementasan. Sumber pendanaan yang lainya berasal dari warung amal ( bazar ) dan borong cor lantai rumah milik Dr.Komp. GD Agung di Jl. Pemuda Renon Denpasar, yang mengerjakan Bapak I Made Sujendra.

 

Memasuki akhir tahun 1990, mengikuti lomba Angklung kekelentangan tingkat Desa Kerobokan dengan pembina Bapak I Wayan Rundu dari B.r Geladag Denpasar dan berhasil mendapatkan Juara I, selanjutnya pada tahun 1991, gamelanya sempat dilaras kembali oleh Bapak I Wayan Berata sebelum  mengikuti lomba Angklung kekelentangan se kabupaten Badung ( dulunya masih jadi satu dengan kota Denpasar ), dan keluar sebagai Juara I juga tingkat kabupaten Badung, rekamanya di produksi oleh Bali Record, kembali pada tahun 1992 mengikuti lomba Angkung kekelentangan tingkat provinsi Bali, dengan tema parade Bukur dan mendapatkan Juara I dan langsung diproduksi oleh Aneka Record. Pada periode ini disamping mengiringi pentas wayang juga punya acara pentas di beberapa hotel di kawasan Kuta dan Sanur.

Pada pertengahan tahun 2008, dalam rangka program ngayah di Pura Dalem Kerobokan menggarap sebuah pementasan Sendratari Ramayana bekerja sama dengan Bapak Made Kembar. Pemetasanya secara umum berlangsung sukses namun sempat terjadi insiden kecil, pertunjukan tidak sampai selesai karena memasuki babak akhir semua penari dan sebagian penabuh kesurupan sehingga pertunjukan terpaksa terhenti. Sendratari ini juga sempat pentas di Pura Dalem Petitenget Kerobokan dan di Griya Cau Belayu Tabanan. Selain pementasan Sendratari Ramayana, juga dipentaskan tari Legong Keraton dan beberapa tarian lainya. Kegiatan ini menghabiskandana sekitarRp,12,000,000;yang semuanya bersumber dari mengiringi pertunjukan wayang kulit.

TAHUN  2009 – 2012

Pada tahun ,2009 merupakan periode lahirnya generasi ke-4 sekehe Angklung anak-anak yang pertama di kecamatan Kuta Utara , dan sudah bisa menguasai beberapa tabuh petegak dan beberapa tabuh iringan tari antara lain: Puspa Wresti, Puspan Jali, Baris, Jauk keras, Panji Semirang, Kebyar Duduk, Petopengan dan Baleganjur.

Adapun program tahun ini, disamping acara latihan rutin satu minggu sekali, ada juga beberapa anggotanya memperkuat Gong Kebyar Anak-anak Kecamatan Kuta Utara, yang di wakili oleh Kelurahan Kerobokan Kaja, dari Banjar Batuculung, terutama untuk instrument kendang dan gangsa. Pada 26 Agustus 2011 lalu,juga mendapat undangan mebarung Angklung Kebyar  dalam rangka parade budaya desa Blantih Kabupaten Bangli. Pada bulan November 2012 mendatang menurut rencana akan dipersiapkan untuk acara pembukaan Parade Budaya di PUSPEM Badung

Pada tahun 2012 angklung Purnama Budaya baru saja pindah kebanjar dan banjar Batubidak pada saat itu angklung Purnama Budaya mendapat tunjukan dari dinas Kebudayaan Kecamatan Kuta Utara untuk mewakili lomba di Puspem Badung. Lomba angklung kebyar ini baru pertama kali di adakan di Puspem, sekaa awalnya tidak ingin menyanggupi lomba tersebut namun karena dari kepala lingkungan menyuruh untuk tampil dan sekaa pun menyanggupinya. Dalam latihan banyak mendapat kesulitan, dari penabuh yang malas latihan dan pendanaan yang kurang namun Bapak I Made Sujendra selaku pembina dan penggarap tidak kuatir dengan hal tersebut, ia percaya bahwa hal-hal tersebut hanya godaan saja.

 

Dalam lomba angklung kebyar ini materinya yaitu tabuh pat lelambatan, tari panji semirang,dan tabuh kreasi, dalam menggarap tabuh pat lelambatan tersebut Bapak I Made Sujendra mengajak seseorang yaitu Bapak I Gede Mawan S.sn M.si untuk ikut membina, Bapak Mawan adalah seorang dosen di Isi denpasar, dan tabuh kreasinya di garap oleh mahasiswa yang baru lulus di Isi yang bernama I Putu Agus Hardika Surya S.sn dalam menggarap ia juga di bantu oleh Bapak Mawan.

Pada lomba yang diselenggarakan tanggal 5 november 2012 , Kecamatan Kuta Utara berhadapan dengan Kuta Induk Yang diwakili oleh banjar Pelasa, penampilan dari Kuta sangat bagus mereka tampil penuh semangat. Pada penampilan terakhir dari Kuta yaitu tabuh kreasi , mereka sangat baik dan dengan gaya yang sangat enerjik, tapi sekaa angklung Purnama Budaya tidak don mental karena penabuhnya sudah banyak yang mengenal panggung duluan.

Di dalam penilaian dewan juri melihat kekeliruan di penampilan Kuta, kata dewan juri “Kuta terlalu banyak bergaya dalam menabuh, sehingga menabuh seperti menari”. Dan perolehan juara saat itu adalah Abian Semal juara I, Petang juara II, Kuta Utara juara III, Kuta juara IV, Kuta Selatan juara V, Mengwi juara VI.

Adapun  inventaris masa lalu yang masih ada sampai saat ini antara lain:

ª      Sebuah Bendera ( Kober ) bergambar Maruti ( Hanoman )

ª      Sebuah sepanduk warna merah bertuliskan “Legong Angklung Purnama”

ª      Aksesoris Legong tahun 1963, (  Gelungan Legong Keraton )

ª      1 tungguh grantang Angklung yang berbilah bambu.

ª      Gantungan Gong , berupa besi sepanjang 1,5 mtr yang bawahnya lancip.

ª      1 buah Gong yang terbuat dari drum.

ª      Pelawah gamelan yang ke dua yang belum di ukir.

ª      Tempat Reong , diikat di pinggang waktu nabuh sambil berjalan.

ª      Tiga buah Piagam penghargaan.

ª      Tiga buah Piala.

ª      Koleksi pribadi berupa costum –costum dari tahun 1970-an sampai 2011.

Comments are closed.

Previose Post: